السلام عليكم و رحمة الله و بركاته

Jumat, 13 Juli 2012

UJUB YANG MEMBINASAKAN


UJUB (kagum terhadap diri sendiri).

بسم الله الرحمن الرحيم



Jika seorang muslim sering terbiasa mendengar keburukan muslim lainnya yang menjadi objek ghibah, akan muncul pada dirinya perasaan bahwa dirinya mempunyai lebih banyak kebaikan dan keutamaan dari selainnya. Ia menganggap bahwa dirinya lebih baik dan lebih sempurna daripada selainnya, lalu iapun terpesona kepada dirinya sendiri lantaran keshalihan dan kelebihan-kelebihan lainnya yang ada pada dirinya. Maka perasaan itu disebut dengan ujub, yaitu kagum akan dirinya sendiri, yakni kagum akan keshalihan, kedermawanan, keluasan ilmu dan kebaikan-kebaikan lainnya. Atau kagum akan ketampanan, kelimpahan harta, kecerdasan, ketinggian derajat, kemasyhuran dan selainnya dari berbagai keutamaan dunia.

Ujub adalah merupakan salah satu sifat manusia yang tercela yang harus dihindari dan dijauhi oleh umat Nabi –Shallallahu alaihi wa sallam-. Umumnya manusia ketika mengerjakan sesuatu ia ingin dihargai dan diberi penilaian baik oleh orang lain. Apalagi amalan tersebut, menurutnya sangat sempurna dan tiada cacat sehingga layak jika diberi penilaian istimewa.

Jika seseorang merasa dirinya tampan atau cantik, ketika ia berada di tengah-tengah manusia maka ia menganggap dirinyalah yang paling tampan atau cantik. Sehingga ia berusaha menonjolkan kecantikannya di hadapan orang lain, apalagi jika ia hendak berpose di kamera maka ia menjadi sangat narsis. Ia tampil dengan sekeren mungkin agar dapat dilihat orang lain dengan sempurna. Ia telah ujub dengan ketampanan atau kecantikannya.

Jika ia merasa dirinya yang paling berilmu, ketika ia berada di tengah-tengah orang berilmu lainnya maka ia beranggapan dialah yang paling berilmu. Sehingga ia berusaha menonjolkan kepandaiannya di hadapan yang lainnya. Ia tidak segan-segan untuk berbicara sefasih mungkin, mendebat orang lain dengan kata-kata setajam mungkin, senantiasa menyandingkan gelar-gelar pendidikannya dengan namanya, selalu mengedepankan kealumniannya, karya-karyanya dan sebagainya agar semuanya tahu bahwa dialah yang paling berilmu dan yang paling tahu. Ia telah ujub dengan ilmunya.

Jika ia merasa dirinya yang paling tinggi derajat sosialnya, tatkala ia berada di tengah-tengah masyarakat, maka ia menyangka bahwa dirinyalah yang paling tinggi status sosialnya. Sehingga ia berusaha menampilkan statusnya tersebut di hadapan orang lain. Ia hanya bisa memerintah, melarang, marah, memaki-maki, membentak dan seterusnya tanpa mau membantu apalagi turun tangan kepada selainnya, hal itu hanya sekedar untuk menunjukkan bahwa dirinya yang paling punya kuasa atas orang lain. Hal ini juga berlaku bagi orang yang merasa paling tinggi pangkat dan derajat kedudukannya. Ia telah ujub dengan status sosialnya.

Jika ia merasa dirinya yang paling banyak hartanya, disaat ia berada di tengah-tengah manusia maka ia menganggap bahwa dirinyalah yang paling banyak hartanya. Sehingga ia berusaha menonjolkan kekayaannya kepada mereka. Ia mengenakan pakaian yang paling bagus dan termahal, memakai perhiasan yang paling berharga dan mewah, mengendarai kendaraan yang paling bermerek, paling canggih dan bernilai paling menakjubkan. Ia telah ujub dengan harta kekayaannya.

Terkadang banyak di antara mereka yang menonjolkan kecantikan/ ketampanan, kepandaian dan keshalihan dari pasangan atau buah hatinya. Sering terlontar dari mulutnya sanjungan dan pujian akan pasangan atau buah hatinya itu kepada orang lain supaya mereka juga kagum. Atau sering juga kalimat-kalimat indah itu terpampang pada layar fesbuk dan twitternya agar setiap orang mengomentarinya dengan perasaan takjub atau minimal memberi nilai jempol. Berhati-hatilah, amal-amal itu tergantung dari niatnya.

عن أبى أمامة رضي الله عنه قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلىَ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه و سلم فَقَالَ: أَرَأَيْتَ رَجُلاً غَزَا يَلْتَمِسُ اْلأَجْرَ وَ الذِّكْرَ مَا لَهُ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: لاَ شَيْءَ لَهُ فَأَعَادَهَا ثَلاَثَ مِرَارٍ وَ يَقُوْلُ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم : لاَ شَيْءَ لَهُ  ُثمَّ   قَالَ: إِنَّ اللهَ عز و جل لاَ يَقْبَلُ مِنَ اْلعَمَلِ إِلاَّ مَا كَانَ لَهُ خَالِصًا وَ ابْتُغِيَ بِهِ وَجْهُ اللهِ

Dari Abu Umamah radliyallahu anhu berkata, pernah datang seorang lelaki kepada Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, lalu ia bertanya, “Wahai Rosulullah apakah perndapatmu tentang seseorang yang berperang dalam rangka mencari upah dan kemasyhuran/ nama baik, apakah yang ia dapat?”. Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam menjawab, “Ia tidak mendapatkan sesuatu apapun”. Lalu lelaki itupun mengulangi (pertanyaannya) sebanyak tiga kali. Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam tetap menjawab, “Ia tidak mendapatkan sesuatu apapun”, kemudian Beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla tidak akan menerima suatu amal melainkan selama ia ikhlas dan mengharapkan wajah (atau keridloan) Allah”. [HR an-Nasa’iy: VI/ 25, Abu Dawud: 2516, al-Hakim: 2482 dan Ahmad: II/ 366. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: hasan, lihat Shahih Sunan an-Nasa’iy: 2943, Shahih Sunan Abi Dawud: 2196, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 1856, Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 52 dan Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 6].

Berkata asy-Syaikh al-Albaniy rahimahullah, “Hadits ini menunjukkan bahwasanya seorang mukmin itu tidak akan diterima amalnya yang shalih darinya apabila tidak ditujukan (mencari) wajah Allah Azza wa Jalla dengannya. Dan dalam hal ini Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,

فَمَن كَانَ يَرْجُوا لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَاِلحًا وَ لاَ يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya, maka hendaklah ia mengerjakan amal shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun di dalam beribadah kepada Rabbnya. ((QS. Al-kahfi/ 18: 110)). [Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: I/ 81].

Padahal sifat ujub ini adalah termasuk perkara yang dapat menghancurkan dan membinasakan bagi pelakunya di dunia apalagi di akhirat kelak. Diantara kebinasaan yang Allah Azza wa Jalla timpakan kepada orang yang ujub adalah dibenamkan dan ditenggelamkan ke dalam bumi dan ia tetap di dalamnya sampai hari kiamat.

Iblis –لعنه الله- adalah makhluk Allah Subhanahu wa ta’ala yang telah terkenal akan kesombongannya. Sifat sombong itu muncul boleh jadi karena ia kagum -dengan persangkaannya- akan dirinya yang diciptakan dari api, sedangkan Nabi Adam alaihis salam dari tanah. Maka ketika Allah Azza wa Jalla menyuruhnya untuk sujud kepada Adam, ia enggan dan menolak. Lalu iapun digolongkan ke dalam golongan orang kafir dan pada hari kiamat ia akan di campakkan ke dalam neraka Jahannam, dan Jahannam itu adalah seburuk-buruknya tempat kembali. [Baca QS Shod/ 38 dari ayat 72-81 dan al-A’raf/ 7: 11-13].

Oleh sebab itu, Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam sangat mengkhawatirkan ujub ini menjadi sifat yang dimiliki oleh umatnya, lebih dari melakukan perbuatan dosa selainnya. Sebagaimana di dalam nash dalil-dalil berikut ini,

عن أنس قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: لَوْ لَمْ تَكُوْنُوْا تُذْنِبُوْنَ خَشِيْتُ عَلَيْكُمْ  أَكْثَرُ مِنْ ذَلِكَ اْلعُجُبُ

Dari Anas (bin Malik) radliyalllahu anhu berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Seandainya kalian tidak mengerjakan dosa, aku khawatir kepada kalian yang lebih banyak dari hal itu yaitu ujub”. [HR al-Uqailiy, Ibnu ‘Adiy dan al-Qudlo’iy. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan, lihat Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 5303 dan Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 658].

Dalil di atas dengan jelas menerangkan bahwa jika umat ini tidak melakukan perbuatan dosa, yang Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam khawatirkan atas mereka adalah sifat ujub yang akan banyak mereka lakukan.  Sebab ujub inilah yang dapat membutakan mata hati, memekakkan telinga dan meninabobokan perangai mereka dari berbagai kelebihan orang lain dan kekurangan dirinya. Sehingga ia tidak mau tahu atau pura-pura tidak tahu bahwa selain dirinya ada yang memiliki kelebihan lainnya melebihi dirinya dan dirinyapun mempunyai kekurangan lainnya melebihi orang lain. Atau boleh jadi orang yang dianggap memiliki kekurangan oleh dirinya itu sebenarnya mempunyai beberapa kelebihan yang tidak ada pada dirinya. Atau juga dirinya yang mempunyai kelebihan itu sebenarnya mempunyai beberapa kekurangan dan keburukan yang tidak ada pada orang yang dianggap olehnya memiliki kekurangan.

Sebab itu, setiap muslim sudah semestinya selalu introspeksi diri dengan lebih banyak dan fokus terhadap kesalahan dan kekurangan dirinya. Tetapi jika juga harus melihat orang lain maka hendaklah ia melihat sisi kebaikan dan kelebihannya saja. Dan jikapun ia melihat kekurangan dan keburukannya hanyalah supaya ia berhati-hati darinya, mencari pahala dengan menashihati dan menegurnya serta tidak menyebarkan berbagai kekurangannya kepada orang di sekitarnya.

عن ابن عمر رضي الله عنهما أن رسـول الله صلى الله عليه و سلم قال: فَأَمَّا اْلمـُهْلِكَاتُ فَشُحٌّ مُطَاعٌ وَ هَوًى مُتَّبَعٌ وَ إِعْجَابُ اْلمـَرْءِ لِنَفْسِهِ

Dari Ibnu Umar radliyalllahu anhuma bahwasanya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Adapun tiga hal yang membinasakan itu adalah kekikiran yang ditaati, hawa nafsu yang diikuti dan ujub (kekaguman) seseorang terhadap dirinya sendiri”. [HR ath-Thabraniy di dalam al-Awsath. Dan diriwayatkan juga dari Anas bin Malik, Abdullah bin Abbas, Abu Hurairah dan Abdullah bin Abi Awfa radliyalllahu anhu. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hadits ini dengan sekumpulan jalannya adalah hasan, lihat Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 3045, Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 1802 dan Misykah al-Mashobih: 5122].

Di dalam hadits di atas, Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam telah menggolongkan tiga hal yang dapat membinasakan pelakunya yakni; kekikiran yang dipatuhi, hawa nafsu yang diikuti dan sifat ujub.

Kikir jika dipatuhi akan membinasakannya di dunia berupa dijauhi dan dihindari oleh orang lain lantaran kekikirannya. Banyak orang segan untuk meminta bantuannya sebab ia enggan menolong, tidak peduli dengan kesulitan orang lain dan tidak menginginkan sebahagian hartanya berkurang. Sehingga dengan tabiatnya ini, banyak orang yang tidak memiliki empati dan simpati lagi kepadanya. Maka dikala ia membutuhkan pertolongan tidak akan ada seorangpun yang berkeinginan untuk menolongnya, ini berarti kebinasaannya di dunia. Adapun kebinasaan di akhirat di antaranya adalah apa yang mereka kikirkan itu akan dikalungkan pada leher mereka kelak pada hari kiamat. [Lihat QS. Ali Imran/ 3: 180].

Hawa nafsu bila diikuti akan dapat menjerumuskannya ke dalam berbagai perbuatan dosa. Tak terbilang dosa yang dapat dihasilkan oleh hawa nafsu ini, jika tidak terkendali. Apakah hawa nafsu yang mengarah kepada harta benda, nafsu seksual, kehormatan dan kedudukan, makanan dan minuman ataupun yang lainnya. Berapa banyak orang terkena hukuman berupa; cambuk, rajam, qishash, penjara, kematian dan sebagainya lantaran hawa nafsu yang tak terkekang. Berapa banyak pula penyakit yang timbul, berupa; aid (hiv), berbagai penyakit kelamin, tumor, kanker, jantung, obesitas (kegemukan) dan sebagainya yang disebabkan oleh hawa nafsu yang tak terkendali. Berapa banyak pula akibat buruk yang muncul, berupa; pembunuhan, tawuran, peperangan dan sebagainya yang diakibatkan oleh hawa nafsu yang tak terbendung. Dan yang semisalnya. Ini adalah kebinasaan di dunia, adapun kebinasaan di akhirat di antaranya adalah ia terancam dicampakkan ke dalam neraka. [Lihat QS. An-Nazi’at/ 79: 37-39 dan selainnya].

Kekaguman seseorang terhadap dirinya (ujub) akan menyebabkan dirinya binasa di dunia biasanya berupa sulitnya menerima nashihat dan pengajaran dari orang lain, sehingga dirinya akan makin terpuruk ke dalam perbuatan dosa dan kemaksiatan. Orang yang ujub itu amat suka mendengarkan berbagai keburukan dan kesalahan yang dikerjakan oleh orang lain, dan terkadang ikut pula mengghibah (membicarakan keburukan)nya, namun ia sangat tidak suka jika keburukannya dighibah. Orang yang ujub juga terkadang tidak suka jika ada orang lain di dekatnya yang lebih cantik/ tampan, lebih berharta, lebih berkedudukan tinggi, lebih pandai dan sebagainya. Maka ia akan iri dan dengki kepada orang itu selama memiliki kelebihan darinya. Ia selalu berharap orang yang memiliki kelebihan dari dirinya itu mendapat mushibah yang dapat menurunkan kelebihannya tersebut.

Adapun kebinasaan di akhirat di antaranya adalah Allah Subhanahu wa ta’ala akan menghinakan dan merendahkannya serta akan menempatkannya di dalam neraka sebab ujub ini termasuk dari sifat sombong yang jelas dilarang oleh Allah Jalla Jalaluhu dan Rosul-Nya alaihi wa sallam. Di samping itu Rosulullah alaihi wa sallam juga telah menyebutkan di antara kebinasaan dari sifat ujub adalah dengan dibenamkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala ke dalam tanah, dan ia tetap tenggelam di dalamnya sampai hari kiamat, sebagaimana Allah Azza wa Jalla telah membenamkan Qorun. [Lihat QS. al-Qoshosh/ 28: 78-82].

عن أبى هريرة رضي الله عنه عن رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ: بَيْنَمَا رَجُلٌ يَتَبَخْتَرُ يَمْشِى فىِ بُرْدَيْهِ قَدْ أَعْجَبَتْهُ نَفْسُهُ فَخَسَفَ اللهُ بِهِ اْلأَرْضَ فَهُوَ يَتَجَلْجَلُ فِيْهَا إِلىَ يَوْمِ اْلقِيَامَةِ

Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu dari Rosulullah alaihi wa sallam bersabda, “Ketika itu ada seseorang berjalan penuh gaya dengan mengenakan sepasang pakaiannya, sungguh ia merasa kagum terhadap dirinya (ujub). Lalu Allah membenamkannya ke dalam bumi, maka ia tetap tenggelam di dalamnya sampai hari kiamat”. [HR Muslim: 2088, al-Bukhoriy: 5789 dan Ahmad: II/ 315, 531. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih, lihat Mukhtashor Shahih Muslim: 1362 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 2875].

Berkata asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah, “Sifat ujub itu membinasakan. Barangsiapa yang bersifat dengannya, maka akibatnya akan buruk di dunia dan akhirat”. [Bahjah an-Nazhirin: I/ 669].

Perhatikan ujubnya Qorun terhadap dirinya, sehingga ia berkeyakinan bahwasanya harta melimpah yang dimilikinya itu adalah hasil jerih payahnya selama ini,

       قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عْندِى

Qorun berkata, “Sesungguhnya aku hanya diberikan harta itu karena ilmu yang ada padaku”. [QS. Al-Qoshosh/ 28: 78].

فَخَسَفْنَا بِهِ وَ بِدَارِهِ اْلأَرْضَ فَمَا كَانَ لَهُ مِن فِئَةٍ يَنصُرُونَهُ مِن دُونِ اللهِ وَ مَا كَانَ مِنَ اْلمـــُنتَصِرِينَ

Maka Kami benamkan Qorun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golonganpun yang dapat menolongnya dari adzab Allah. Dan tidaklah ia termasuk orang-orang yang mendapat pertolongan. [QS. Al-Qoshosh/ 28: 81].

لَقَدْ نَصَرَكُمُ اللهُ فِى مَوَاطِنَ كَــــثِيرَةٍ وَ يَوْمَ حُنَيْنٍ إِذْ أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنكُمْ شَيْئًـا وَ ضَاقَتْ عَلَيْكُمُ اْلأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ ثُمَّ وَلَّيْتُم مُدْبِرِينَ

Sesungguhnya Allah telah menolong kalian di banyak medan pertempuran dan juga di peperangan Hunain, yaitu tatkala kalian menjadi kagum/ ujub karena banyaknya jumlah kalian. Maka jumlah yang banyak itu tidak bermanfaat bagi kalian sedikitpun. Dan bumi yang luas itu telah terasa sempit  oleh kalian, kemudian kalian lari ke belakang dengan tercerai berai. [QS. Al-Baro’ah/ 9: 25].

Berkata asy-Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iriy hafizhohullah, “Diharamkannya ujub terhadap dirinya dan beramal (dengannya), karena ujub jenis apapun itu termasuk dari penghalang besar dari kesuksesan. [Aysar at-Tafasir: II/ 356]
.
عن ابن عمر رضي الله عنهما عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم قَالَ: مَنْ تَعَظَّمَ فِى نَفْسِهِ أَوِ اخْتَالَ فِى مِشْيَتِهِ لَقِيَ اللهُ عز و جل وَ هُوَ غَضْبَانٌ

     Dari Ibnu Umar radliyallahu anhuma dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang merasa dirinya hebat dan congkak ketika berjalan, maka ia akan menjumpai Allah Azza wa Jalla dalam keadaan murka kepadanya”. [HR al-Bukhoriy di dalam al-Adab al-Mufrad: 549, al-Hakim dan Ahmad: II/ 118. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih, lihat Shahih al-Adab al-Mufrad: 427, Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 543 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 6157].

Siapapun manusia, meskipun dia seorang muslim jika telah dikuasai rasa angkuh dan sombong karena merasa orang yang paling sempurna di dalam banyak perkara dan tidak memilki kekurangan dan kekeliruan, jika ia tidak bertaubat sebelum matinya maka ia akan menjumpai Allah Azza wa Jalla dalam keadaan murka kepadanya.

Ia merasa hebat dan ujub terhadap dirinya karena ia menganggap dirinya sudah memiliki banyak ilmu, banyak beribadah, banyak murid dan anak buahnya, banyak menolong orang lain dan sebagainya, maka ia telah tertipu oleh sifat ujubnya dan menjerumuskannya ke dalam kesombongan. Dan kesombongan itu jugalah yang akan mencampakkanya ke dalam neraka bersama-sama dengan Iblis.

عن عمر بن الخطاب رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: يَظْهَرُ اْلإِسْلاَمُ حَتىَّ  َتخْتَلِفَ التُّجَّارُ فىِ اْلبَحْرِ وَ حَتىَّ تَخُوْضَ اْلخَيْلُ فىِ سَبِيْلِ اللهِ ثُمَّ يَظْهَرُ قَوْمٌ يَقْرَؤُوْنَ اْلقُرْآنَ يَقُوْلُوْنَ: مَنْ أَقْرَأُ مِنَّا ؟ مَنْ أَعْلَمُ مِنَّا ؟  مَنْ أَفْقَهُ مِنَّا؟ ثُمَّ قَالَ لِأَصْحَابِهِ: هَلْ فىِ أُوْلَئِكَ مِنْ خَيْرٍ؟ قَالُوْا: َاللهُ وَ رَسُوْلُهُ أَعْلَمُ قَالَ: أُوْلَئِكَ مِنْكُمْ مِنْ هَذِهِ اْلأُمَّةِ وَ أُوْلَئِكَ هُمْ وَقُوْدُ النَّارِ

Dari Umar bin al-Khoththob radliyallahu anhu berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Islam itu akan unggul sehingga para pedagang akan berselisih di lautan, dan sehingga akan ada kuda yang berbicara pada jalan Allah. Kemudian akan muncul suatu kaum yang membaca al-qur’an seraya berkata, “Siapakah orang yang paling pandai membaca (alqur’an) dari kami? Siapakah yang paling berilmu dari kami? siapakah yang lebih mengerti hukum dari kami?”. Kemudian beliau bersabda kepada para shahabatnya, “Apakah pada mereka itu ada kebaikan?”. Mereka menjawab, “Allah dan rosul-Nya-lah lebih mengetahui”. Beliau bersabda, “Mereka itu adalah dari golongan kalian dari umat ini dan mereka itu adalah bahan bakarnya neraka”. [HR ath-Thabraniy didalam al-Awsath dan al-Bazzar dengan sanad tiada cacat dengannya. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: hasan, lihat Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 131 dan al-Kabaa’ir oleh asy-Syaikh Muhammad at-Tamimiy halaman 65].

عن عبد الله بن عباس رضي الله عنهما عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه و سلم فَقَالَ: لَيَظْهَرَنَّ اْلإِيْمَانُ حَتىَّ يُرَدُّ اْلكُفْرُ إِلىَ مَوَاطِنِهِ وَ لَتُخَاضَنَّ اْلبِحَارُ بِاْلإِسْلاَمِ وَ لَيَأْتِيَنَّ عَلىَ النَّاسِ زَمَانٌ يَتَعَلَّمُوْنَ فِيْهِ اْلقُرْآنَ يَتَعَلَّمُوْنَهُ وَ يَقْرَؤُوْنَهُ ُثمَّ يَقُوْلُوْنَ: قَدْ قَرَأْنَا وَ عَلِمْنَا فَمَنْ ذَا الَّذِي هُوَ خَيْرٌ مِنَّا ؟ فَهَلْ فىِ أُوْلَئِكَ  مِنْ خَيْرٍ ؟ قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ مَنْ هُمْ؟ قَالَ: أُوْلَئِكَ مِنْكُمْ وَ أُوْلَئِكَ هُمْ وَقُوْدُ النَّارِ

Dari Abdullah bin Abbas radliyallahu anhumadari Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Benar-benar akan tampak jelas keimanan itu, sehingga kekufuran akan dikembalikan ke tempat-tempatnya. Dan sungguh-sungguh akan diperbincangkan lautan itu dengan islam. Dan benar-benar akan datang suatu masa atas manusia, yang pada masa tersebut mereka akan mempelajari alqur’an, mereka mempelajari dan membacanya, kemudian mereka akan berkata, “Sungguh-sungguh kami telah membaca dan mengetahui, maka siapakah orang yang lebih baik dari kami? Maka apakah pada mereka itu ada kebaikan?”. Mereka bertanya, “Siapakah mereka itu wahai Rosulullah?”. Beliau menjawab, “Mereka itu adalah termasuk kalian dan mereka itu adalah bahan bakarnya neraka”. [HR ath-Thabraniy di dalam al-Kabiir. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: sanad hadits ini hasan insyaa Allah ta’ala,  lihat Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 133].

Terlihat jelas di dalam dua hadits di atas akan munculnya sekelompok orang di suatu masa yang membaca dan mempelajari alqur’an, mereka berbuat demikian hanyalah sekedar untuk kesombongan dan kebanggaan belaka. Lalu mereka berteriak dengan lantang, “Siapakah yang lebih fasih di dalam membaca alqur’an dibandingkan dengan kami?. Siapakan yang lebih berilmu di dalam ilmu-ilmu alqur’an jika ditandingkan dengan kami?. Siapakah yang lebih fakih atau paham di dalam masalah-masalah hukum alqur’an jika disejajarkan dengan kami?. Dan kalau begitu siapakah dan adakah orang yang lebih baik dalam berbagai hal daripada kami??”. Namun kesombongan dan kebanggaan mereka hanyalah semu dan sementara, sebab pada diri mereka tidak ada kebaikan secuilpun dan bahkan ternyata mereka adalah merupakan bahan bakarnya neraka.

Subhanallah, masa tersebut telah datang. Banyak di kalangan manusia, khususnya umat Islam yang disibukkan dengan mempelajari ilmu-ilmu agama, namun karena tidak diawali dengan pendasaran akidah tauhid yang baik, benar lagi tepat sehingga terdapat penyimpangan dalam tujuan. Yakni mereka berniat dengannya untuk mendapatkan kemuliaan dan keagungan di muka bumi. Maka tatkala seseorang di antara mereka telah merasa pandai dan mumpuni dengan ilmu tersebut ia menjadi sombong dan takjub akan ilmu dan kemampuannya tersebut.

Ketika seseorang sudah kagum (ujub) dengan ilmu dan kemampuannya, maka ia menganggap bahwa dialah yang paling berilmu di antara manusia, paling fasih membaca alqur’an, paling mengerti hukum-hukumnya dan akhirnya orang yang paling baik lagi sempurna di antara mereka. Padahal tidak ada sedikitpun kebaikan padanya dan ia adalah merupakan bahan bakarnya neraka.

Padahal ilmu agama yang mereka pelajari sepenuh waktu dan jiwa mereka itu seharusnya dapat menjaga dan memelihara dari api neraka, jika mereka mempelajari dan mengajarkannya itu dalam rangka mencari keridloan-Nya semata. Tapi karena ditempuhnya dengan tujuan kebanggaan dan mencari nama baik di hadapan orang lain maka ilmu itu akan menjerumuskannya ke dalam neraka.

عن أبى هريرة رضي الله عنه قال: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم : مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغىَ بِهِ وَجْهُ اللهِ تَعَالىَ لاَ يَتَعَلَّمُهُ إِلاَّ لِيُصِيْبَ بِهِ عَرَضًا مِنَ الدُّنْيَا لَمْ يَجِدْ عَرْفَ اْلجَنَّةِ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ يَعْنىِ رِيْحَهَا

Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Barangsiapa yang mempelajari ilmu yang seharusnya mencari wajah (atau ridlo) Allah dengannya, yang tidaklah ia mempelajarinya melainkan untuk mendapatkan segelintir dari (harta benda) dunia, maka ia tidak akan mendapatkan wewangian surga pada hari kiamat”. [HR Abu Dawud: 3664, Ibnu Majah: 252, Ahmad: II/ 338, Ibnu Hibban dan al-Hakim: 295, 296. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih, lihat Shahih Sunan Abu Dawud: 3112, Shahih Sunan Ibni Majah: 204, Shahih at-Targhib wa at-Tarhiib: 100,  Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 6159, Misykah al-Mashobih: 227 dan Jami’ bayan al-Ilmi wa fadl-lihi: 729].

Berkata asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah di dalam fiqh al-hadits, “(1) Sepatutnya di dalam menuntut dan mengajarkan ilmu itu adalah ikhlas dan (2) siapapun yang mengambil ilmu untuk menjadi tunggangan meraih keinginan syahwat dunia dan perhiasannya maka Allah Azza wa Jalla akan mengadzabnya pada hari kiamat”.  [Bahjah an-Nazhirin:  II/ 478].

Katanya lagi, “(1) Dorongan di dalam mempelajari ilmu dalam rangka mencari wajah (keridloan) Allah saja dan (2) Seorang hamba akan mendapatkan balasan dengan perbuatan riyanya pada hari kiamat dengan adzab dan diharamkan surga atasnya”. [Bahjah an-Nazhirin: III/ 140].

Bisa dibayangkan betapa rugi dan celakanya seseorang yang mengerjakan berbagai kebaikan dan diantaranya adalah menuntut ilmu tetapi tidak mendapatkan balasan kebaikan yang menjadi harapannya selama ini di dunia dan juga tidak akan mencium bau surga. Jika mencium bau surga saja tidak, apalagi memasukinya. Hal ini disebabkan tujuan dari amal tersebut adalah untuk mencari dan mengumpulkan segelintir dari harta benda dunia.

Jika orang yang menuntut ilmu agama saja dapat celaka dan rugi lantaran menyelewengnya niat dari tujuan yang hakiki, yakni ia ujub dengan ilmunya. Maka bagaimana dengan orang yang ujub dengan harta, kekuasaan, kecantikan/ ketampanan, keshalihan dan keutamaan-keutamaan lainnya?.

Ringkasnya di dalam ujub ini terdapat perkara-perkara yang dapat membinasakan pelakunya di dunia dan akhirat. Maka barangsiapa yang berhias diri dengannya, niscaya ia akan memperoleh dan memanen hasil yang amat jelek. Dari sebab itu sarana yang dapat menimbulkan terjadinya ujub pada diri seseorang itu juga wajib dihindari dan dijauhi, misalnya ghibah, fitnah, buhtan, saling mencela dan sebagainya.

Wahai saudara-saudaraku, kerjakan berbagai kebaikan dari yang telah disyariatkan Allah ta’ala di dalam alqur’an dan Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam di dalam hadits-haditsnya yang shahih. Lalu niatkan semuanya itu semata-mata hanya untuk mencari keridloan Allah ta’ala saja. Dan jangan merasa kagum/ ujub jika kita telah mampu mengerjakan banyak amalan yang disyariatkan, karena ujub itu akan menghancurkan semua tujuan kita mencari surga dan ridlo-Nya.

Semoga bermanfaat bagiku, keluargaku, kerabat dan shahabatku dan semua kaum muslimin di dunia dan akhirat.