SYAHADAT "LAA ILAAHA ILLALLAH"
بسم الله الرحمن الرحيم
Sekarang ini banyak kita jumpai orang berlomba untuk menyeru manusia kepada kebaikan bahkan kebenaran (menurut anggapan mereka), dengan aneka cara dan materi. Ada yang mengawali dakwah dengan ibadah, akhlak, jihad dan lain sebagainya dan terkadang dengan menggunakan cara guyon dan melawak, seminar-seminar yang dibisniskan, menerangkan hikmah-hikmah dalam agama tanpa dalil, mengikat jamaah dengan cara dibaiat (diambil janji setia) dan sebagainya. Namun jika ditinjau dari kacamata alqur’an, hadits-hadits shahih sirah nabawiyyah ataupun pandangan para ulama, anggapan itu keliru dan tidak berdasar. Sebab dakwah jika tidak diawali dan tidak pula dipondasikan dengan ajaran tauhid dan keimanan maka dakwah itu bertentangan dengan perintah Allah Subhanahu wa ta'ala dan kebiasaan para Rosul sholawatullah alaihim wa salamuhu serta yang diperintahkan oleh Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam kepada para shahabatnya radliyallahu anhum untuk berdakwah ke berbagai penjuru dan berbagai bangsa. Sebagaimana kita dapat jumpai dari dalil berikut ini,
عن ابن عباس رضي الله عنهما قال قال رسول الله صلى الله عليه و
سلم لمعاذ ابن جبل حين بعثه إلى اليمن إنك ستأتي [و فى رواية: إنك تقدم]
قوما من أهل كتاب فإذا جئتهم فادعهم إلى أن يشهدوا أن لا إله إلا الله و
أن محمدا رسول الله [و فى رواية: إلى أن يوحدوا الله تعالى و فى أخرى:
فليكن أول تدعوهم إليه عبادة الله] فإن هم أطاعوا لك بذلك [و فى رواية:
فإذا عرفوا ذلك] فأخبرهم [و فى رواية: فأعلمهم] أن الله قد فرض عليهم خمس
صلوات فى كل يوم و ليلة [و فى رواية: فى يومهم و ليلتهم] فإن هم أطاعوا لك
بذلك [و فى رواية: فإذا صلوا و فى أخرى: فإذا فعلوا الصلاة] فأخبرهم أن
الله قد فرض عليهم صدقة [و فى رواية: زكاة أموالهم] تؤخذ من أغنيائهم فترد
على فقرائهم فإن هم أطاعوا لك بذلك [و فى رواية: فإذا أقروا بذلك فخذ منهم]
فإياك و كرائم أموالهم و اتق دعوة المظلوم فإنه ليس بينه و بين الله حجاب
Dari Ibnu Abbas radliyallahu anhuma berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam kepada Mu’adz bin Jabal ketika beliau mengutusnya ke negeri Yaman, “Sesungguhnya engkau akan mendatangi suatu kaum dari Ahli Kitab. Lalu jika engkau telah mendatangi mereka, maka dakwahilah mereka kepada syahadat (persaksian) bahwasanya tiada ilah yang pantas disembah selain Allah dan bahwasanya Muhammad itu adalah utusan Allah. Lalu jika mereka telah mentaatimu dengan yang demikian itu, maka beritahukanlah mereka bahwasanya Allah telah mewajibkan lima sholat kepada mereka setiap hari dan malam. Kemudian jika mereka telah mentaatimu dengan yang demikian itu, maka beritahukanlah mereka bahwasanya Allah telah mewajibkan zakat kepada mereka, yang diambil dari orang-orang kaya mereka lalu dikembalikan kepada orang-orang fakir diantara mereka. Jika mereka telah mentaatimu dengan yang demikian itu, maka waspadalah dirimu terhadap kemuliaan harta (atau harta berharga) mereka, dan jagalah dirimu terhadap doanya orang yang teraniaya (dizholimi), karena tiada dinding pembatas di antara doa mereka dan di antara Allah “. [HR al-Bukhooriy: 1395, 1458, 1496, 4347, 7371, 7372, Muslim: 19, Ahmad: I/ 233, at-Tirmidziy: 625, an-Nasa’iy: V/ 2-4, Abu Dawud: 1584, Ibnu Maajah: 1783, ad-Darimiy: I/ 379, ad-Daruquthniy: 2039, 1040 dan Ibnu Khuzaimah: 2275. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih, lihat Mukhtashor shahih al-Imam al-Bukhoriy: 745, Mukhtashor shahih Muslim: 501, Shahih sunan at-Tirmidziy: 511, Shahih Sunan an-Nasa’iy: 2284, 2362, Shahih Sunan Abu Dawud: 1402, Shahih Sunan Ibnu Maajah: 1442, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir, 2296, 2298, Tahqiq Riyadl ash-Sholihin: 213, 1084, Misykaah al-Mashoobiih: 1772 dan Irwa’ al-Ghalil fi Takhrij Ahadits Manar as-Sabil:782, 855].
1). Laa ilaaha illallah (Tiada ilah yang berhak di sembah selain Allah)
Kendatipun hadits mengenai pengutusan Mu’adz bin Jabal radliyallah anhu di atas ditujukan kepada kaum dari ahli kitab, yaitu kaum Nashrani dan Yahudi yang berada di negeri Yaman, tidaklah berarti kondisi dakwah tersebut tidak sesuai jika diterapkan di kalangan awam umat islam. Boleh jadi Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam mengistimewakan kaum ahli kitab sebagai suatu keutamaan bagi mereka, dari pada kaum bodoh lainnya dari kalangan para penghamba berhala. Akan tetapi pada kenyataannya mereka juga tidak memahami makna tauhid (mengesakan Allah ta'ala) secara lurus dan benar sebagaimana para penghamba berhala lainnya tidak memahami. Maka tidaklah aneh, jika ada di antara mereka yang mempertuhankan Isa al-Masih Alaihis Salam, ‘Uzair, Ruh al-Qudus (Malaikat Jibril) Alaihis Salam, para pendeta, ataupun para rahib mereka. Maka apalah artinya pengutusan para Rosul Alaihimus Salam oleh Allah Subhanahu wa ta'ala atas mereka, jika mereka masih mempersekutukan-Nya?. Demikian juga, banyak di kalangan awam kaum muslimin bahkan para santrinya yang tidak memahami makna tauhid secara utuh, lurus dan benar, sehingga banyak di antara mereka yang masih memberhalakan benda-benda mati dan mengkultuskan orang-orang yang mereka anggap shalih.
Padahal satu-satunya tujuan Allah Azza wa Jalla mengutus para rosul Sholawatullah wa Salamuhu 'alaihim ke dunia yang fana ini adalah agar mereka berdakwah (menyeru) kepada umat manusia untuk mengabdi dan memperhambakan diri kepada Allah Subnhanu wa ta'ala saja, dengan cara mengikuti dan menteladani para rosul Alaihimus Salam tersebut. Pun demikian Rosulullah Shallallahu Alaihi wa sallam menyeru umatnya agar mereka mengabdi dan memperhambakan diri kepada Allah Azza wa Jalla dengan cara mengikuti dan menteladaninya, melalui dua nara sumber umat islam yaitu alqur’an dan hadits yang shahih. Sebagaimana firman Allah Jalla Jalaaluh di dalam ayat di bawah ini,
قُلْ هَذِهِ سَبِيْلِي أَدْعُوْا عَلَى بَصِيْرَةٍ أَنَا وَ
مَنِ اتَّبَعَنِى وَ سُبْحَانَ اللهِ وَ مَا أَنَا مِنَ اْلمــُشْرِكِيْنَ
Katakanlah! inilah jalan (agamaku), aku dan orang-orang yang
mengikutiku mengajak (manusia agar mengabdi) kepada Allah dengan hujjah
(dalil atau argumen) yang nyata. Maha suci Allah dan aku bukanlah
termasuk orang-orang yang berbuat kemusyrikan. [QS. Yusuf/12: 108].Berkata al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah, “Allah ta'ala berfirman kepada utusan-Nya Shallallahu alaihi wa sallam bagi dua golongan makhluk yaitu manusia dan jin, dengan memerintahkan kepadanya untuk memberitahukan kepada manusia bahwasanya ini adalah jalannya yakni cara, maslak dan sunnahnya, yaitu berupa dakwah (seruan) kepada syahadat bahwasanya tiada ilah yang berhak disembah kecuali Allah saja, tiada sekutu bagi-Nya. Dia mengajak dengan dakwah itu agar mereka mengabdi kepada Allah dengan hujjah, keyakinan dan dalil bagi yang demikian itu. Dia Shallallahu alaihi wa sallam dan semua orang yang mengikutinya menyeru kepada apa-apa yang didakwahkan Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam berdasarkan atas hujjah, keyakinan dan dalil aqliy maupun dalil syar’iy. [Tafsir al-Qur’an al-’Azhim oleh al-Hafizh Ibnu Katsir: II/ 603 dan Mukhtasor tafsir Ibnu Katsir oleh Muhammad Ali ash-Shobuniy: II/ 265].
Berkata asy-Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iriy hafizhohullah, “((Katakanlah ! ini adalah jalanku)) yaitu katakanlah wahai Rosul kepada manusia! ini adalah jalanku di dalam dakwahku kepada Rabb-ku agar beriman dan beribadah kepada-Nya saja, tidak kepada selain-Nya. ((Aku mengajak kepada Allah berdasarkan bashiroh/ hujjah)) yaitu berdasarkan atas ilmu yakin kepada seseorang, yang aku menyeru kepadanya, kepada sesuatu yang aku menyeru dengannya dan kepada hasil yang tersusun atas dakwah ini. ((Aku dan orang-orang yang mengikutiku)) diantara kaum mukminin, semuanya kami menyeru (berdakwah) kepada Allah berdasarkan atas bashiroh. [Aysar at-Tafasir li kalam al-’Aliyy al-Kabir oleh asy-syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iriy: II/ 653].
Berkata al-Imam al-Baghowiy rahimahullah, “((Katakanlah)), “Wahai Muhammad!. ((Ini)); dakwah yang aku berdakwah kepadanya dan jalan yang aku berada di atasnya. ((Jalanku)); sunnah dan metodeku. Berkata Muqotil; agamaku. ((Aku menyeru kepada Allah berdasarkan bashiroh)); di atas keyakinan dan bashiroh adalah pengetahuan yang dapat membedakan di antara yang hak (benar) dan bathil (salah). (Aku dan orang-orang yang mengikutiku); yaitu orang-orang yang beriman kepadaku dan membenarkanku, juga menyeru kepada Allah. [Tafsir al-Baghowiy: II/ 453].
Berkata al-Imam asy-Syaukaniy rahimahullah, “Di dalam ayat ini terdapat dalil bahwa setiap orang yang mengikuti Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam patutlah atasnya mengikuti Beliau di dalam berdakwah (menyeru) kepada Allah, yaitu menyeru kepada mengimani Allah dan mentauhidkan-Nya serta beramal sesuai dengan yang telah Ia syariatkan kepada hamba-hamba-Nya”. [Fat-h al-Qodir: III/ 68].
Hujjah tersebut mengungkapkan perintah Allah ta'ala kepada Rosul-Nya Shallallahu alaihi wa sallam untuk senantiasa menyeru umat manusia kepada menyembah Allah Azza wa Jalla saja tiada sekutu baginya dengan dasar hujjah yang nyata yaitu Alqur’an yang mulia dan hadits-hadits yang telah tsabit, begitu pula yang mesti dilakukan oleh orang-orang yang mengikutinya di kalangan mukminin. Dan Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bukanlah termasuk dari kaum musyrikin, yakni tidak pernah mengajak umat manusia untuk beribadah dan memperhambakan diri kepada selain Allah Subhanahu wa ta'ala dan tidak pernah menyeru kecuali dengan hujjah yang kuat lagi tsabit. Dalil inipun telah diperkuat dan dipertegas lagi dengan maksud Allah Jalla Dzikruhu mengutus para Rosul Alaihimus Salam kepada tiap-tiap umat agar mereka menyeru umatnya masing-masing untuk mengabdi kepada Allah saja dan menjauhi thoghut (segala sesuatu yang disembah selain Allah), sebagaimana ayat berikut,
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِى كُلِّ أُمَّةٍ رَسُوْلاً أَنِ اعْبُدُوْا اللهَ وَ اجْتَنِبُوْا الطَّاغُوْتَ
Dan sungguh-sungguh Kami telah mengutus seorang rosul kepada tiap-tiap umat (untuk menyerukan). “Hendaklah kalian mengabdi kepada Allah saja dan jauhilah thoghut”. [QS. an-nahl/16: 36].
Komentar al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah terhadap ayat ini, “Maka Allah ta'ala senantiasa mengutus para rosul kepada manusia dengan membawa misi pengabdian kepada Allah tersebut sejak terjadinya perbuatan syirik di kalangan anak Adam (manusia) pada masa kaumnya Nuh yang Allah telah mengutus Nuh Alaihis Salam kepada mereka. Dan Nuh Alaihis Salam ini adalah rosul yang pertama yang telah diutus oleh Allah kepada penduduk bumi, sampai akhirnya Allah menutup mereka dengan Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam yang dakwahnya tersebut meliputi golongan manusia dan jin, di timur dan barat.[Tafsir al-Qur’an al-’Azhim: II: 692 dan mukhtashor tafsir Ibnu Katsir: II/ 330].
Berkata asy-Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iriy rahimahullah, “Allah ta'ala mengkhabarkan bahwasanya Dia tidak meninggalkan satu umatpun dari beberapa umat dari pengutusan rosul kepadanya, untuk memberi petunjuk kepadanya dan menjelaskan jalan keselamatannya, dan menyuruhnya berhati-hati dari jalan kesesatan dan kebinasaan. Sebagaimana Allah juga telah mengkhabarkan mengenai satunya dakwah di antara para rosul yaitu “laa ilaaha illallah” yang ditafsirkan dengan beribadah kepada Allah ta'ala saja dan menjauhi thoghut yaitu segala sesuatu yang disembah selain dari Allah dari apa-apa yang diserukan oleh setan kepada mengibadahinya dengan cara menghias dan membaguskan (amal buruk menjadi amal baik) melalui jalan waswas dari satu segi dan melalui jalan para walinya diantara manusia dari segi yang lainnya”. [Aysar at-Tafasir: III/ 117].
Berkata al-Imam asy-Syaukaniy rahimahullah, “Di dalam ayat ini terdapat penjelasan bahwasanya Allah menyuruh seluruh hamba-hamba-Nya untuk mengibadahi-Nya dan menjauhi setan dan semua yang menyeru kepada kesesatan. Dan bahwasanya mereka setelah itu ada dua kelompok, diantara mereka ada yang mendapat petunjuk dan di antara mereka ada yang pantas memperoleh kesesatan”. [Fat-h al-Qodir: III/ 183].
Dengan penjelasan di atas, dapatlah dipahami bahwasanya Allah Subhanahu wa ta'ala sangatlah mementingkan tauhid ini sehingga Dia memerintahkan Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan juga para rosul Alaihimus Salam untuk menyeru umat manusia agar beribadah kepada-Nya saja dan tidak mempersekutukan sesuatupun dengan-Nya, melalui ayat-ayat-Nya yang termaktub di dalam alqur’an al-karim.
Berkata DR. Umar Sulaiman al-Asyqor hafizhohullah, “Adapun manhaj qur’aniy menjadikan pembuka dakwahnya Rosulullah dan dakwahnya para rosul seluruhnya, yaitu berdakwah kepada mengibadahi Allah saja. [Al-’Aqidah fillah oleh DR. Umar Sulaiman al-Asyqor, halaman 33].
Allah Tabaroka wa ta'ala telah menjelaskan kepada umat manusia bahwa setiap rosul yang telah diutus oleh-Nya, niscaya diberikan wahyu yang berisikan kalimat tauhid yakni kalimat “laa ilaaha illallah” (tiada ilah yang berhak disembah selain dari Allah), sebagaimana firman-Nya ta'ala,
وَ مَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِن رَسُوْلٍ إِلاَّ
نْوْحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنَا فَاعْبُدُوْنِ
Dan tidaklah Kami telah mengutus seorang rosulpun sebelummu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: bahwasanya tiada ilah selain Aku, maka mengabdilah kalian kepada-Ku. [QS. al-Anbiya’/21: 25].
Berkata al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah, “Maka semua nabi yang telah diutus oleh Allah, menyeru (umat manusia) untuk hanya mengabdi kepada Allah semata-mata, tiada sekutu bagi-Nya, dan fithrah (manusia) juga mengakui yang demikian itu”. [Tafsir al-Qur’an al-’Azhim: III/ 215 dan Mukhtashor Tafsir Ibnu Katsir: II/ 505].
Dan inilah dia seruan penggugah yang pertama-tama dan yang utama yang dikumandangkan oleh para rosul Alaihimus Salam kepada umatnya masing-masing sebelum dikumandangkan seruan penggugah yang lainnya,
فَقَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوْا اللهَ مَا لَكُم مِنْ إِلَهٍ
غَيْرُهُ
Berkata al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah, “Maka seluruh rosul berdakwah kepada mengibadahi Allah saja, tiada sekutu bagi-Nya”. [Tafsir al-Qur’an al-’Azhim: II/ 278, 282].
Berkata asy-syaikh Abi Bakar Jabir al-Jaza’iriy rahimahullah, “Dakwahnya para Rosul itu adalah satu di dalam bab aqidah, karena semuanya tegak di atas dasar tauhid dan ketaatan”. [Aysar at-Tafasir: II/ 203].
Berkata DR. ‘Umar Sulaiman al-Asyqor hafizhohullah, “Dakwah para rosul itu satu, maka dasar dan inti dakwah mereka semuanya adalah tauhid, yaitu memperkenalkan kepada manusia mengenai Rabb dan sesembahan mereka, dan menjelaskan (kepada mereka) mengenai cara yang mereka dapat beribadah kepada-Nya dengannya”. [al-’Aqidah fillah halaman 250].
Katanya lagi, “Inti dakwahnya para rosul dan sarinya risalah langit adalah dakwah kepada mengibadahi Allah saja, tiada sekutu bagi-Nya, dan meninggalkan apa-apa yang disembah dari selain-Nya, dan sungguh-sungguh al-Qur’an telah mengemukakan ketetapan ini dan menguatkannya di dalam banyak tempat”. [ar-Rusul wa ar-Risalat oleh DR. Umar Sulaiman al-Asyqor halaman 244].
Berkata asy-Syaikh Abdulaziiz bin Baz rahimahullah, “Dan seluruh para Rosul diutus dalam rangka mendakwahi manusia kepada mentauhidkan Allah yang merupakan sebesar-besarnya perbuatan ma’ruf dan mencegah dari berbuat syirik kepada Allah yang merupakan sebesar-besarnya kemungkaran”. [Al-Muhadlorot ats-Tsaminah halaman 186].
Berkata syaikh al-Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah, “Maka adapun para nabi, dakwah mereka yang pertama-tama adalah syahadat bahwasanya tiada ilah yang berhak disembah kecuali Allah (laa ilaaha illallah) dan Muhammad itu adalah utusan Allah (Muhammad Rosulullah)”. [Majmu’ Fatawa oleh syaikh al-Islam Ibnu Taimiyah: II/ 23].
Berkata al-Imam Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah rahimahullah, “Seluruh Rosul mereka hanyalah menyeru kepada “iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’iin” (hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan), maka sesungguhnya mereka semuanya menyeru kepada mentauhidkan Allah dan mengikhlaskan ibadah kepada-Nya, dari yang pertama hingga yang terakhir diantara mereka”. [Madarij as-Salikin oleh al-Imam Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah: I/ 114].
Berkata al-’Allamah Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad bin Abi al-’Izz al-Hanafiy rahimahullah, “Ketahuilah! bahwasanya tauhid itu adalah dakwahnya para rosul yang pertama-tama, tahapan jalan yang pertama-tama, dan posisi pertama-tama seorang yang berjalan, tegak padanya menuju kepada Allah Azza wa Jalla”. [Syarh al-’Aqidah ath-Thohawiyah oleh al-’Allamah Ibnu Abi al-’Izz halaman 77 dan Madarij as-Salikin: III/ 462].
Dan Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam sendiri telah memanhaj dakwah tauhid ini selama lebih kurang tiga belas tahun [lihat Majmu’ah ar-Rosa’il at-Tawjihat al-Islamiyyah oleh Muhammad bin Jamil Zainu, halaman 30, 170 dan 205, al-Wala’ wa al-Baro’ fii al-Islam oleh Muhammad bin Sa’id bin Salim al-Qohthoniy halaman 20 dan 171 dan Majmu’ Fatawa, Fatawa al-’Aqidah oleh Muhammad bin Shalih al-’Utsaimin: VI: 124], kemudian baru pokok-pokok ajaran islam yang lainnya. Itupun tidak meninggalkan pengajaran tauhid tetapi menyandingkannya dengan pokok-pokok ajaran islam lainnya, karena apalah gunanya menjalankan pokok-pokok ajaran islam lainnya jika tidak berlandaskan dan berdasarkan kepada ajaran tauhid. Apakah berfaidah dan memberi kenyamanan rumah yang indah dan megah itu jika tidak memiliki pondasi yang mapan lagi kokoh?.
Diantara bukti-bukti cara dakwah dan penyampaian Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam yang dapat dijumpai di dalam atsar para shahabat ra yaitu sebagai berikut,
عن الحارث بن الحارث الغامدي قَالَ: [قُلْتُ: لِأَبِى وَ
نَحْنُ بِمِنىً] مَا هَذِهِ اْلجَمَاعَةُ؟ قَالَ: هَؤُلاَءِ اْلقَوْمُ
قَدِ اجْتَمَعُوْا عَلىَ صَابِئٍ لَهُمْ قَالَ: فَنَزَلْنَا [و فى رواية:
فَتَشَرَّفْنَا] فَإِذَا رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم يَدْعُوْ
النَّاسَ إِلىَ التَّوْحِيْدِ وَ اْلإِيْمَانِ بِهِ وَ هُمْ يَرُدُّوْنَ
عَلَيْهِ [قَوْلَهُ] وَ يُؤْذُونَهُ حَتَّى انْتَصَفَ النَّهَارُ وَ
تَصَدَّعَ عَنْهُ النَّاسُ وَ أَقْبَلَتِ امْرَأَةٌ قَدْ بَدَا نَحْرُهَا [تَبْكِي] تَحْمِلُ قَدْحًا [فِيْهِ مَاءٌ] وَ مِنْدِيْلاً فَنَاوَلَهُ
مِنْهَا وَ شَرِبَ وَ تَوَضَّأَ ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ [إِلَيْهَا]
فَقَالَ: يَا بُنَيَّة خَمِّرِي عَلَيْكِ نَحْرَكِ وَ لاَ تَخَافِي عَلىَ
أَبِيْكِ [غَلَبَةً وَ لاَ ذُلاًّ] قُلْتُ: مَنْ هَذِهِ؟ قَالُوْا: [هَذِهِ] زَيْنَبُ بِنْتُهُ
Dari al-Harits bin al-Harits al-Ghomidiy berkata, (aku pernah bertanya kepada ayahku ketika kami berada di Mina), “Kumpulan apakah itu?”. Ia menjawab, “Mereka adalah kaum yang berkumpul pada shobi’ (sesembahan) mereka”. Ia (yakni al-Harits) berkata, “lalu kami singgah (di dalam satu riwayat, “lalu kami sampai). Tiba-tiba di situ ada Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam sedang mendakwahi manusia kepada mentauhidkan Allah dan beriman kepada-Nya. Sedangkan mereka menolak (ucapannya) dan mengganggunya, sampai tibanya pertengahan siang dan manusiapun bubar. Pada saat itu datanglah seorang wanita yang tampak kelihatan batang lehernya (dalam keadaan menangis). Wanita itu membawa ceret (yang berisi air) dan sapu tangan. Nabipun mengambilnya dari wanita tersebut dan minum lalu berwudlu. Kemudian mengangkat kepalanya (kepadanya) seraya berkata, “Wahai putriku, khimarilah (atau; tutupilah dengan kerudung) batang lehermu dan janganlah engkau mengkhawatirkan ayahmu (akan dikalahkan dan direndahkan)”. Aku (yaitu; al-Harits) berkata, “Siapakah dia?”. Mereka menjawab, “(Dia adalah) Zainab, putrinya”. [HR ath-Thabraniy di dalam al-Mu’jam al-Kabir dan Ibnu Asakir di dalam Tarikh Dimasyq dan tambahan-tambahan tersebut adalah baginya. Ia berkata: al-Bukhoriy juga meriwayatkannya di dalam at-Tarikh secara ringkas dan juga Abu Zar’ah. Ia berkata: hadits ini Shahih, lihat Hijab al-Mar’ah al-Muslimah halaman 35-36 atau Jilbab al-Mar’ah al-Muslimah halaman 79].
عن جندب بن عبد الله قال: كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صلى الله
عليه و سلم وَ نَحْنُ فِتْيَانٌ حَزَاوِرَةٌ فَتَعَلَّمْنَا اْلإِيْمَانَ
قَبْلَ أَن نَتَعَلَّمَ اْلقُرْآنَ ثُمَّ تَعَلَّمْنَا اْلقُرْآنَ
فَازْدَدْنَا بِهِ إِ يْمَانًا
Dari Jundub bin ‘Abdullah berkata, “Kami pernah bersama Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam sedangkan kami pada waktu itu adalah para remaja, kami belajar keimanan sebelum belajar alqur’an. Kemudian kami belajar al-Qur’an maka bertambahlah iman kami dengannya”. [Atsar ini dikeluarkan oleh Ibnu Majah: 61. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih, lihat Shahih Sunan Ibnu Majah : 52, Majmu’ Fatawa oleh syaikh al-Islam Ibnu Taimiyyah: XV/ 71 dan al-Iman oleh syaikh al-Islam Ibnu Taimiyyah halaman 212].
عن أبي سفيان صخر بن حرب فى حديثه الطويل فى قصة هرقل قَالَ
هِرَقْلُ: فَمَاذَا يَأْمُرُكُمْ بِهِ؟ (يعني: النبيّ صلى الله عليه و سلم)
قَالَ (أَبُو سُفْيَانٍ): يَأْمُرُنَا أَن نَعْبُدَ اللهَ وَحْدَهُ لاَ
نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَ يَنْهَانَا عَمَّا كَانَ يَعْبُدُ آبَاؤُنَا وَ
يَأْمُرُنَا بِالصَّلاَةِ وَ الصَّدَقَةِ (و فى رواية: الصِّدْقِ) وَ
اْلعَفَافِ وَ اْلوَفَاءِ بِاْلعَهْدِ وَ أَدَاءِ اْلأَمَانَةِ …إلخ
Dari Abu Sufyan Sokhr bin Harb di dalam haditsnya yang panjang mengenai kisah raja Hiraklius (atau Herkules). Ia (yaitu Hiraklius) berkata, “Apa yang ia perintahkan kepada kalian? (yaitu maksudnya Nabi Shallallahu alaihi wa sallam)”. (Abu Sufyan) menjawab, “Beliau memerintahkan kepada kami agar kami menyembah Allah saja dan tidak mempersekutukan sesuatupun dengan-Nya, meninggalkan apa yang disembah oleh para leluhur kami, mengerjakan sholat, bersedekah (di dalam satu riwayat, berkata yang benar), memelihara diri (dari maksiat atau syubhat), menyempurnakan janji dan menunaikan amanah”. … dan seterusnya hadits. [HR al-Bukhoriy: 7, 2941 dan lafazh ini baginya dan disalin secara ringkas, Muslim: 1773 dan Ahmad: I/ 262, 263. asy-Syaikh al-Albaniy menshahihkan hadits ini, lihat Fat-h al-Bariy: I/ 31-33, VI/ 109-111, Mukhtashor Shahih al-Imam al-Bukhoriy: 1295, Riyadl ash-Shalihin: 56 dan Tahqiq Riyadl ash-Shalihin: 57].
Berdasarkan adanya dalil-dalil ini, jelaslah bahwasanya RosulullahShallallahu alaihi wa sallam sangat mengutamakan dan memprioritaskan masalah tauhid dan keimanan sebagaimana persaksian al-Harits bin al-Harits al-Ghomidiy radliyallahu anhu ketika menyaksikan Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam sedang mendakwahi manusia kepada tauhid dan iman dan juga yang telah diungkapkan oleh Abu Sufyan Shokhr bin Harb radliyallahu anhu ketika terjadi dialog dengan raja Hiraklius di atas padahal waktu itu Abu Sufyan masih dalam keadaan kafir. Sehingga beliau lebih mendahulukan pengajaran tauhid dan keimanan daripada pengajaran alqur’an, dan bagaimana dengan pengajaran yang lainnya?. Dan dengan demikian, ketika Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam mengajarkan alqur’an kepada para shahabat, pengajaran alqur’an tersebut memberi faidah yaitu menambahkan keimanan kepada mereka, sebagaimana pengakuan yang telah dituturkan oleh Jundub bin ‘Abdullah radliyallahu anhu di atas.
Berkata Muhammad bin Jamil Zainu hafizhohullah, “Rosul Shallallahu alaihi wa sallam mentarbiyah (mendidik) para pengikutnya atas dasar tauhid sejak masih kecil [Majmu’ah ar-Rosa’il at-Tawjihat al-Islamiyah halaman 170], sebagaimana yang beliau katakan kepada sepupunya yaitu ‘Abdullah bin ‘Abbas radliyallahu anhuma di dalam hadits berikut ini,
عن ابن عباس قال: كُنْتُ خَلْفَ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه و
سلم يَوْمًا فَقَالَ: يَا غُلاَمُ إِنِّي أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ احْفَظِ
اللهَ يَحْفَظْكَ احْفَظِ اللهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ إِذَا سَأَلْتَ
فاسْأَلِ اللهَ وَ إِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَ اعْلَمْ أَنَّ
اْلأُمَّةَ لَوِ اجْتَمَعَتْ عَلَى أَنْ يَنْفَعُوْكَ بِشَيْءٍ لَمْ
يَنْفَعُوْكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ لَكَ وَ لَوِ
اجْتَمَعُوْا عَلَى أَنْ يَضُرُّوْكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَضُرُّوْكَ إِلاَّ
بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ عَلَيْكَ رُفِعَ اْلأَقْلاَمُ وَ جَفَّتِ
الصُّحُفُ
Dari Ibnu ‘Abbas berkata, “Pada suatu hari, saya pernah berada di belakang Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, lalu beliau bersabda, “Wahai ghulam (anak kecil)!, sesungguhnya aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat, “Jagalah Allah niscaya Allah akan menjagamu, jagalah Allah niscaya engkau akan menjumpai-Nya di hadapanmu. Apabila engkau meminta maka memintalah kepada Allah, dan apabila engkau hendak minta tolong maka mintalah pertolongan kepada Allah. Dan ketahuilah! bahwasanya andaikan umat ini berhimpun untuk memberi manfaat sesuatu kepadamu, maka hal tersebut tidak akan memberi faidah kepadamu kecuali sesuatu yang telah Allah tetapkannya bagimu. Dan andaikan mereka berhimpun untuk memberi mudlorot (bahaya) sesuatu kepadamu, maka hal tersebut tidak akan memberi mudlorot kepadamu kecuali sesuatu yang telah Allah tetapkannya bagimu. Karena telah diangkat pena dan telah kering tinta (untuk menulis ketetapan takdir)”. [HR at-Tirmidziy: 2516 dan Ahmad: I/ 293, 303, 307-308. Berkata asy-syaikh al-Albaniy: shahih, lihat Shahih Sunan at-Tirmidziy : 2043, Tuhfah al-Ahwadziy: VII/ 228-229, Shahih al-Jami’ ash-Shagir: 7957, Misykah al-Mashobih: 5302, Bulugh al-Maram min Adillah al-Ahkam: 1500 dan Subul as-Salam Syarh Bulugh al-Maram: IV: 321].
Maka sepantasnyalah para da’i itu mengikuti cara dan manhaj yang Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam dakwahkan kepada manusia sebagaimana yang disaksikan oleh al-Harits bin al-Harits al-Ghomidiy dan diakui oleh Abu Sufyan, ajarkan kepada Jundub bin ‘Abdullah, perintahkan kepada Ibnu ‘Abbas untuk mengamalkan, dan yang Beliau tuntunkan kepada Mu’adz bin Jabal untuk mendakwahkannya kepada penduduk Yaman, karena beliaulah yang lebih memahami dan lebih mengerti akan syariat islam ini, termasuk mengenai cara dan manhaj dakwah di jalan Allah ini. Tiada seorang juapun yang dapat menyamai dan mensejajarkan kesuksesan dakwah Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam tersebut di setiap kurun dan dusun, apatah lagi para da’i masa sekarang ini.
Kesuksesan itu tidak dipandang dari segi kemajuan tekhnologi, sains, peradaban ataupun segi keduniaan lainnya atau juga dari segi kwantitas pengikut dari berbagai status dan bidang. Tetapi kesuksesan yang tidak akan mungkin diraih oleh para da’i dan ulama masa sekarang ataupun seterusnya -jika tidak menteladani Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam - adalah kesuksesan di dalam mengkader umat manusia khususnya umat islam akan kwalitas tauhid uluhiyah yaitu i’tikad dan keimanan terhadap keesaan Allah Tabaroka wa ta'ala dengan berbagai macam ibadah. Ketika umat manusia telah menunaikan berbagai macam ibadah kepada Allah Azza wa Jalla sebagaimana yang disyariatkan di dalam alqur’an dan hadits shahih dalam keadaan taat tiada maksiat, pasrah tiada bantah, terima penuh menyeluruh tiada memilih dan memilah maka itulah kesuksesan gemilang meskipun sedikit orang yang menerimanya. Maka wajarlah jika banyak diantara para shahabat yang ditangani dan ditarbiyah langsung oleh Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, telah mendapat khabar gembira memperoleh ampunan dan surga dari Allah Jalla Jalaaluh.
Dari sebab itu, maka bukanlah suatu keanehan jika para ulama salaf ash-Shalih menempatkan dakwah tauhid ini pada prioritas pertama dan utama, ketika menanggapi dan memberikan komentar terhadap hadits pengutusan Mu’adz bin Jabal radliyallahu anhu ke negeri Yaman, yaitu diantaranya,
a. al-Hafizh IBNU HAJAR AL-’ASQOLANIY rahimahullah berkata, “Dan yang dimaksud dengan beribadah kepada Allah adalah dengan mengesakan-Nya, dan dengan mengesakan-Nya adalah dengan bersaksi (bersyahadat) kepada-Nya dengan yang demikian itu dan juga kepada nabi-Nya dengan risalah (kerosulan), dan jadilah permulaan (dakwah) itu dengan kedua (syahadat) tersebut. Karena keduanya itu adalah pokok agama yang selain keduanya tidak akan shah (benar) melainkan dengan keduanya”. [Fat-h al-Bariy: III/ 358 dan Nail al-Awthor: IV/ 139].
Tambahnya lagi, “Dan beristidlal (menjadikan dalil) dengan hadits tersebut bahwa orang-orang kafir itu tidak diserukan dengan masalah-masalah furu’ (cabang) ketika mereka diajak yang pertama kali kepada keimanan saja, kemudian kepada amal, dan beliau Shallallahu alaihi wa sallam menjenjangkan hal tersebut atas masalah dakwah ini dengan huruf ‘fa’ (lalu)”. [Fat-h al-Bariy: III/ 359 dan Nail al-Awthor: IV/ 139].
Katanya lagi, “Dan di dalam hadits ini juga terdapat seruan kepada tauhid sebelum perang, pemberian wasiat imam kepada amilnya (pegawainya) mengenai sesuatu yang dibutuhkan olehnya dari hukum-hukum dan selainnya, dan di dalamnya juga terdapat pengutusan petugas (zakat) untuk mengambil zakat, … dan seterusnya”. [Fat-h al-Bariy: III/ 360].
b. al-Imam ABU ZAKARIA AN-NAWAWIY rahimahullah berkata, “Di dalam hadits tersebut sesungguhnya merupakan sunnah bahwa orang-orang kafir itu diajak kepada tauhid sebelum peperangan, dan di dalam hadits itu juga sesungguhnya tidak dihukumkan dengan Islam seseorang itu melainkan dengan mengucapkan syahadatain, dan ini adalah madzhab ahli sunnah sebagaimana telah didahulukan penjelasannya di dalam permulaan kitab al-iman”. [Shahih Muslim bi Syarh an-Nawawiy: I/ 197].
c. asy-Syaikh MUHAMMAD at-Tamimiy rahimahullah berkata di dalam kitabnya di dalam fihi masa’il, nomor tujuh, “Keberadaan tauhid itu adalah awal kewajiban, delapan: bahwasanya ia (nabi Shallallahu alaihi wa sallam ) mengawali (dakwah ini) dengan tauhid sebelum segala sesuatu hatta sholat. [Kitab Majmu’ah at-Tauhid oleh syaikh al-Islam Ibnu Taimiyah dan Muhammad at-Tamimiy halaman 164 dan Fat-h al-Majid Syarh Kitaab at-Tauhid halaman 116].
d. asy-Syaikh ‘ABDURRAHMAN BIN HASAN rahimahullah berkata, “Di dalam hadits tersebut terdapat suatu dalil bahwasanya tauhid yang ia itu mengikhlaskan ibadah bagi Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya dan meninggalkan peribadatan kepada sesuatu selain-Nya, dia adalah merupakan kewajiban yang pertama. [Fat-h al-Majid Syarh Kitab at-Tauhid halaman 104 dan begitu pula asy-syaikh Sulaiman bin ‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdulwahhab di dalam kitabnya Taysir al-’Aziz al-Hamid halaman 101].
e. al-Imam ABU ‘ABDULLAH MUHAMMAD BIN ABU BAKAR BIN AYYUB BIN QOYYIM AL-JAUZIYYAH rahimahullah berkata, "Tauhid itu adalah kunci dakwahnya para rosul oleh karena itu Nabi Shallallahu alaihi wa sallam berkata kepada utusannya Mu’adz bin Jabal radliyallahu anhu yang diutusnya ke negeri Yaman: “Sesungguhnya engkau akan datang kepada suatu kaum dari ahli kitab, maka adakanlah yang pertama-tama engkau dakwahkan kepada mereka adalah beribadah kepada Allah saja, … dan seterusnya hadits”. Dan beliau juga bersabda: “Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwasanya tiada ilah yang pantas disembah kecuali Allah dan bahwasanya Muhammad itu adalah utusan Allah”. Oleh sebab itu yang benar adalah kewajiban pertama yang diwajibkan kepada mukallaf (golongan manusia dan jin) berupa syahadat bahwasanya tiada ilah (yang berhak disembah) selain Allah". [Madarij as-Salikin: III/ 462].
f. asy-Syaikh SALIM BIN IED AL-HILALIY hafizhohullah, “Dakwah yang pertama-tama didakwahkan kepada manusia adalah persoalan tentang keimanan dan menyatukan akidah karena hal tersebut merupakan pusat lingkaran agama. (Bahjah an-Nazhirin Syarh Riyadl ash-Shalihin: I/ 304).
g. asy-Syaikh MUHAMMAD BIN SA’ID SALIM AL-QOHTHONI hafizhohullah berkata, “Dan al-Musthofa Shallallahu alaihi wa sallam telah berwasiat kapada Mu’adz ketika mengutusnya ke negeri Yaman agar ia menyeru/mengajak mereka beribadah kepada Allah saja, dan apabila mereka telah mengenal yang demikian itu, ia lalu diajak kepada fara’idl (kewajiban-kewajiban yang lainnya). Dan beliau tidak menyuruh Mu’adz untuk menyeru mereka yang pertama kali kepada “syakk” (menimbulkan keraguan) atau “nazhr” (peninjauan/ kritis terhadap dalil walaupun shahih) sebagaimana halnya cara al-mutakallimin (ahli filsafat). [al-Wala’ wa al-Baro’ fii al-Islam oleh Muhammad Sa’id bin Salim al-Qohthoniy halaman 98].
h. asy-Syaikh ABU ‘ABDURRAHMAN ‘ABDULLAH BIN ‘ABDURRAHMAN BIN SHALIH rahimahullah berkata di dalam kitabnya, mengenai hukum-hukum yang dapat diambil dari hadits tersebut adalah, “Nomor empat; dakwah kepada Allah itu dengan sesuatu yang paling penting lalu yang penting (setahap demi setahap), nomor lima; sesungguhnya sesuatu yang paling penting itu adalah tauhid, karena dia adalah dasar yang tidak akan benar peribadatan itu tanpanya, dan inilah yang dimaksud dengan mendahului dakwah kepada tauhid dan iman yang pertama-tama. [Taysir al-’Allam syarh ‘Umdah al-Ahkam oleh Abu ‘Abdurrahman ‘Abdullah bin ‘Abdurrahman bin Shalih: I/ 386].
i. asy-Syaikh ABU ‘ABDULLAH MUHAMMAD BIN SHALIH BIN MUHAMMAD AL-’UTSAIMIN rahimahullah berkata, “Syahadatain yaitu persaksian bahwasanya tiada ilah selain Allah dan bahwasanya Muhammad itu utusan Allah, kedua-duanya adalah kunci Islam dan tidak mungkin (seseorang) masuk ke dalam Islam kecuali dengan keduanya. Oleh karena itulah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan Mu’adz bin Jabal radliyallahu anhu ketika beliau mengutusnya ke negeri Yaman agar mengadakan yang pertama-tama ia dakwahkan kepada mereka berupa syahadat (persaksian) bahwasanya tiada ilah yang pantas disembah selain Allah dan bahwasanya Muhammad itu adalah utusan Allah. [Majmu’ Fatawa, Fatawa al-’Aqidah oleh Muhammad bin Shalih al-’Utsaimin: I/ 79].
Katanya lagi, “Kewajiban pertama bagi makhluk (manusia) adalah seruan pertama yang ditujukan kepada makhluk tersebut. Dan sungguh-sungguh Nabi Shallallahu alaihi wa sallam telah menjelaskannya kepada Mu’adz bin Jabal radliyallahu anhu ketika beliau mengutusnya ke negeri Yaman. Beliau bersabda kepadanya, "Sesungguhnya engkau akan mendatangi suatu kaum dari ahli kitab, maka adakanlah yang pertama-tama engkau dakwahkan kepada mereka adalah syahadat (persaksian) bahwasanya tiada ilah yang pantas disembah selain Allah dan bahwasanya Muhammad itu adalah utusan Allah". Maka ini adalah kewajiban pertama bagi para hamba agar mengesakan (mentauhidkan) Allah Azaa wa Jalla dan bersaksi bagi rosul-Nya saw dengan risalah (kerosulan)nya. Dan dengan mengesakan Allah Azza wa Jalla dan bersaksi bagi rasul-Nya Shallallahu alaihi wa sallam akan terealisirlah keikhlasan dan bersamaan itu kedua-duanya merupakan satu syarat bagi diterimanya segala macam ibadah. [Majmu’ Fatawa, Fatawa al-’Aqidah: I/ 84 dan Fatawa al-‘Aqidah halaman: 79 soal nomor 58].
Katanya lagi, “Kemudian Nabi Shallallahu alaihi wa sallam mengarahkannya bahwa dakwah pertama yang mesti ia sampaikan kepada mereka adalah tauhid dan risalah (kerosulan). Beliau bersabda kepadanya, “Serulah mereka kepada syahadat “Laa ilaaha illallah” dan bahwasanya aku adalah utusan Allah”. Yakni agar mereka bersaksi bahwasanya tiada ilah kecuali Allah yaitu tiada ilah yang pantas diibadahi kecuali Allah Subhanahu wa ta'ala karena Dia adalah yang berhak diibadahi. Adapun selain-Nya maka tidak berhak diibadahi bahkan beribadah kepadanya adalah kebatilan. Sebagaimana firman-Nya (Demikianlah bahwasanya Allah Dia-lah yang Hak dan apasaja yang disembah selain-Nya adalah batil dan bahwasanya Allah adalah Yang Mahatinggi lagi Mahabesar. QS. Luqman/ 31: 30). Dan bahwasanya aku adalah utusan Allah. Yakni utusan-Nya yang diutus kepada bangsa manusia dan jin, menutup kerosulan dengannya dan barangsiapa yang tidak beriman kepadanya maka ia termasuk penghuni neraka. [Syarh Riyadl ash-Shalihin oleh Abu Abdullah Muhammad bin Shalih bin Muhammad al-Utsaimin: II/ 61].
j. asy-Syaikh MUHAMMAD BIN JAMIL ZAINU rahimahullah berkata, “Sungguh-sungguh Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam telah mengajarkan para shahabat untuk memulai dakwah mereka kepada manusia dengan tauhid, beliau bersabda kepada Mu’adz bin Jabal ketika mengutusnya ke negeri Yaman, ‘Maka adakanlah yang pertama-tama engkau dakwahkan kepada mereka adalah syahadat (persaksian) bahwasanya tiada ilah yang pantas disembah selain Allah’. Dan di dalam suatu riwayat, ‘agar mereka mengesakan (mentauhidkan) Allah’. [Majmu’ah ar-Rosa’il at-Tawjihat al-Islamiyah halaman 170].
Dari beberapa keterangan tersebut dapatlah dipahami bagi orang yang memiliki hati, menajamkan pandangan dan mengarahkan pendengaran bahwasanya tauhid yang mesti dilafazhkan dengan mengikrarkan syahadatain lalu dipahami arti dan maksudnya serta diamalkan dengan penuh kesungguhan, keikhlasan, dan pengorbanan itu memiliki prioritas pertama dan utama dibandingkan pokok-pokok ajaran islam lainnya, di antaranya; sholat, zakat, shoum, haji, umrah, berkurban, amar ma’ruf nahi munkar, jihad, baiat, imamah, imarah, akhlak, mu’amalah dan lain sebagainya.
Oleh sebab itulah setiap da’i itu jika mereka ingin meniru kesuksesan Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan para shahabat radliyallahu anhum di dalam berdakwah, maka hendaklah ia mengkader umat islam ini kepada pemahaman ajaran tauhid yang lurus lagi bersih dari noda-noda syirik dan bid’ah sebelum yang lain-lainnya, sebagaimana yang beliau Shallallahu alaihi wa sallam lakukan kepada para shahabat radliyallahu anhum, sama halnya yang telah beliau perintahkan kepada Mu’adz bin Jabal radliyallahu anhu untuk mendakwahkannya di negeri Yaman. Pengkaderan umat tersebut tidak hanya cukup menggugah mereka dengan menyinggung kata-kata tauhid, pentingnya tauhid atau hal-hal yang berkaitan lainnya di dalam dakwah. Tetapi yang paling penting dan utama yang banyak ditinggalkan oleh para da’i dan ulama adalah melanggengkan secara berkesinambungan pengajaran tauhid dan hal-hal yang berhubungan dengannya secara utuh dan menyeluruh melalui kitab-kitab sumbernya yang berlandaskan dan bersandarkan kepada alqur’an dan hadits-hadits shahih dengan pemahaman para ulama salafush shalih di dalam pertemuan-pertemuan rutin lagi kontinyu secara bertahap kepada umat manusia umumnya dan kaum muslimin khususnya. Lalu mengobarkan semangat mereka di dalam mengamalkan seluruh ajaran tauhid, memperjuangkannya dengan lidah, harta, darah dan nyawa mereka. Lalu bersatu padu dan bahu membahu di dalam menegakkan akidah yang lurus bersama para pendukungnya. Dan juga mendorong mereka agar menjauhi serta menentang segala bentuk kemusyrikan, kemunafikan, kekufuran, kedurhakaan, perilaku bid’ah, kejahiliyahan dan selainnya dari diri dan keluarga mereka serta masyarakat dan memisahkan diri dari para pelakunya. Hal ini harus dimulai dari diri mereka masing-masing kemudian keluarga dan baru masyarakat muslim seluruhnya. Alangkah patut dan eloknya jika mereka mau dan memulai melakukannya.
Gerakan dakwah yang dilakukan oleh Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan orang-orang yang mengikutinya di antara para shahabat adalah gerakan dakwah yang berlandaskan kepada manhaj dakwah yang shahih lagi sempurna. Hal ini, dikarenakan gerakan dakwah yang dilakukan oleh beliau dan para shahabat sesuai dengan manhaj dakwah para rosul Alaihimus Salam yaitu berlandaskan kepada akidah tauhid yang lurus dan benar. Sebab gerakan dakwah yang tidak berlandaskan kepada akidah tauhid samalah artinya dengan gerakan tanpa asas, bagaimanapun besar dan hebatnya namun hal tersebut hanyalah merupakan fatamorgana dan semu belaka, karena menyalahi manhaj para rosul yang telah mendapatkan bimbingan dan didikan langsung dari Allah Tabaroka wa Ta'ala. Dan Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam sendiri telah memberitahukan kepada umatnya bahwa dasar agama para rosul itu satu yaitu tauhid, sebagaimana hadits di bawah ini,
عن أبي هريرة قال: قال رسول الله صلى الله عليه و سلم: أَنَا
أَوْلَى النَّاسَ بِعِيْسَى بْنِ مَرْيَمَ فِى الدُّنْيَا وَ اْلآخِرَةِ وَ
اْلأَنْبِيَاءُ إِخْوَةٌ لِعَلاَّتٍ أُمَّتُهُمْ شَتًّى وَ دِيْنُهُمْ
وَاحِدٍ
Dari Abu Hurairah berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam , “Aku adalah manusia yang paling utama/dekat bagi Isa bin Maryam di dunia dan akhirat. Para nabi adalah bersaudara sebab ‘allat (satu ayah) sedangkan ibu mereka berbeda-beda, dan dien/agama mereka satu”. [HR al-Bukhoriy: 3443 dan lafazh hadits ini baginya, Muslim: 2365 dan Ahmad: II/ 319, 406. Berkata asy-syaikh al-Albaniy: shahih, lihat Fath al-Baariy: VI/ 478, Mukhtashor Shahiih al-Imam al-Bukhoriy, oleh asy-Syaikh al-Albaniy: II/ 442, nomor hadits 1457, Mukhtashor shahih al-Bukhoriy oleh al-Imam az-zubaidiy nomor 1437, al-Jami’ ash-Shahih: VII/ 96, Shahih Muslim bi syarh an-Nawawiy: XV/ 119-120, Mukhtasor Shahiih Muslim oleh asy-syaikh al-Albaniy nomor 1618, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir nomor 1452, Silsilah al-Ahadits ash-shahihah nomor 2182, Misykah al-Mashobih nomor 5722, Qoshosh al-Anbiya’ oleh al-Hafizh Ibnu Katsir halaman 541, 542 dan ar-Rusul wa ar-Risalat oleh DR. Umar Sulaiman al-Asyqor halaman 252].
Berkata al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah, “Dan makna hadits tersebut adalah bahwasanya dasar/ pokok agama mereka satu yaitu tauhid, walaupun berbeda-beda cabang syariatnya”. [Fat-h al-Bariy: VI/ 489].
Berkata jumhur (sekelompok besar) ulama, “Makna hadits tersebut adalah dasar iman mereka satu yaitu tauhid dan syariat mereka berbeda-beda. Maka sesungguhnya mereka sesuai di dalam dasar tauhid dan adapun cabang-cabang syariatnya terjadi perbedaan di dalamnya”. [Shahih Muslim bi syarh an-Nawawiy: XV/ 120].
Dengan memahami dalil hadits di atas dan keterangannya, jelaslah bahwa dakwah para nabi mempunyai dasar dan inti yang sama yaitu akidah tauhid, kendatipun cabang-cabang syariatnya berbeda-beda. Maka manhaj gerakan dakwah merekapun telah tersebar di dalam kitab suci alqur’an dan hadits-hadits nabi yaitu berawalkan dari tauhid, berdasarkan tauhid, berintikan tauhid dan diakhiri dengan tauhid. Tetapi sangat disayangkan, banyak di kalangan kaum muslimin bahkan para da’inya yang lengah dan menganggap sepele masalah ini, sehingga tidaklah mengherankan jika sekarang ini orang-orang kafir dan kaum munafikin tidak merasa takut dan gentar terhadap mereka, bahkan merekalah yang merasa ciut dan gemetar takut menghadapi orang-orang kafir dan kaum munafikin. Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un.
Wahai para da’i sadarlah dari kesalahan dan kekeliruan ini dan bangkitlah menyeru umat manusia seperti yang telah dilakukan oleh Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam da’inya para da’i dan juga yang dilakukan oleh orang-orang yang mengikutinya di antara kaum mukminin. Pahamilah bahwasanya dakwah yang diawali dan didasari oleh selain akidah tauhid dan keimanan itu hanyalah melahirkan kesia-siaan dan kehampaan. Karena sebanyak apapun kaum muslimin jikalau tidak memiliki pondasi tauhid dan keimanan yang benar lagi mendasar, maka mereka itu hanyalah laksana buih membusa yang tidak mempunyai pengaruh dan kekuatan. Sebab selama apapun seseorang itu memeluk Islam, tetapi tidak mempunyai pondasi tauhid dan keimanan yang tepat lagi mantap, maka ia seperti sebuah pohon yang tidak memiliki akar penopang kuat yang tinggal menunggu keruntuhannya, lalu ia binasa dan membinasakan selainnya. Meskipun kaum muslimin mempunyai semangat tinggi di dalam mempelajari agama mereka, tetapi tidak didasari akidah tauhid dan keimanan yang shahih lagi rajih, maka mereka akan dengan mudah bersikap loyal kepada selain mereka dan mudah pula menampakkan permusuhan kepada sesama mereka. Ambillah pelajaran dari dalil-dalil yang telah termaktub di dalam alqur’an dan hadits-hadits shahih ataupun sirah nabawiy berupa gaya dan metode dakwah ilahiy yaitu sesuai petunjuk dan perintah Allah Jalla jalaaluh dan yang dilakukan dan dicontohkan oleh Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam kepada umatnya di dalam menyampaikan kalimat tauhid serta diikuti oleh oleh para pengikutnya yang beriman. Dan janganlah kalian menoleh apalagi meniru gaya dan metode dakwah yang disodorkan dan ditawarkan oleh orang-orang yang merasa “sok” lebih pandai, lebih hebat dan lebih berhasil dari Nabi kalian Shallallahu alaihi wa sallam dengan bentuk penawaran gaya dan metode dakwah yang menurut mereka lebih memasyarakat dan modern. Padahal dakwah mereka jelas menyelisihi dan menyalahi manhaj yang disunahkan, ditetapkan dan diterapkan oleh Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Dan takutlah kalian akan suatu hari dimana setiap orang yang kalian jerumuskan ke dalam neraka itu akan menuntut dan meminta pertanggungjawaban terhadap semua ajakan dan ajaran kalian, yang menyebabkan kalian binasa dan rugi. Al-Iyaadzu billah.
Wahai kaum muslimin, tuntutlah dari para da’i, ustadz, ulama atau syaikh kalian pengajaran tauhid yang murni lagi utuh dengan sandaran alqur’an dan hadits yang shahih secara berkesinambungan sebelum mereka berlepas diri dari kalian pada hari tiada berguna tebusan dan penyesalan. Mintalah bukti kepada mereka dari alqur’an dan hadits shahih apa yang mereka telah ajarkan dan fatwakan sebelum mereka berdalih dengan dalih yang menyalahkan kalian. Waspadalah terhadap pengajaran para da’i atau ulama yang tidak bermuarakan kepada tauhid dan tidak bersandarkan kepada alqur’an dan hadits yang shahih. Pasanglah telinga, bukalah mata dan lapangkanlah hati kalian di dalam menerima pengajaran tauhid dari para da’i atau ulama salaf yang dengan sandaran alqur’an dan hadits shahih, berusaha memurnikan ajaran agama Allah yang telah tercemar oleh berbagai adat tradisi yang mengandung kemusyrikan dan bid’ah dan juga telah tersamar oleh pemikiran mereka atau para pendahulu mereka yang serupa, agar diri kalian mudah dihiasi dan dipenuhi oleh akidah tauhid dan keimanan sehingga kalian tidak mudah tertipu lagi terpedaya oleh tingkah polah musuh-musuh Allah itu. Sebab akan datang hari di mana telinga, mata dan hati akan diminta pertanggungjawaban. Yakinlah terhadap pentingnya akidah tauhid di dalam meraih keselamatan di akhirat nanti dan tauhid jugalah yang dapat menumbuhkan sosok pribadi yang kuat lagi shalih dan menciptakan lingkungan yang aman lagi nyaman, baik lagi resik dan bersih di dunia ini. Lenyapkan pula keraguan terhadap kebenaran alqur’an dan hadits nabi sebagai dasar yang paling penting dan utama di dalam memahami ajaran islam yang shahih. Janganlah bertindak bodoh dan mau dibuat bodoh oleh sebahagian para da’i dengan mencemari dan meracuni kalian dengan pengajaran tak tentu arah dan didasari dari selain ajaran tauhid yang mengakibatkan kalian taklid buta dan mengkultuskan mereka. Dan takutlah kalian akan suatu hari dimana orang-orang yang telah menjerumuskan kalian ke dalam siksa neraka berlepas diri lagi tidak mau disalahkan dan di hari itu pula tiada gunanya penyesalan dan segala macam tebusan.
Wallahu a’lam bish showab.