ULAMA AHLI HADITS
بسم الله الرحمن الرحيم
Asy-Syaikh
bin Baz, menurut asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi’iy, adalah seorang
tokoh ahli fiqih yang diperhitungkan di jaman kiwari ini, sebagaimana
asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albaniy juga seorang ulama ahlul
hadits yang handal masa kini. Untuk mengenal lebih dekat siapa beliau,
mari kita simak penuturan beliau mengungkapkan data pribadinya berikut
ini.
Asy-Syaikh mengatakan, “Nama lengkap saya adalah Abdul ‘Aziz bin
Abdillah bin Muhammad bin Abdillah Ali (keluarga) Baz. Saya dilahirkan
di kota Riyadh pada bulan Dzulhijah 1330 H. Dulu ketika saya baru
memulai belajar agama, saya masih bisa melihat dengan baik. Namun
qodarullah pada tahun 1346 H, mata saya terkena infeksi yang membuat
rabun. Kemudian lama-kelamaan karena tidak sembuh-sembuh mata saya tidak
dapat melihat sama sekali. Musibah ini terjadi pada tahun 1350
Hijriyah. Pada saat itulah saya menjadi seorang tuna netra. Saya ucapkan
alhamdulillah atas musibah yang menimpa diri saya ini. Saya memohon
kepada-Nya semoga Dia berkenan menganugerahkan bashirah (mata hati)
kepada saya di dunia ini dan di akhirat serta balasan yang baik di
akhirat seperti yang dijanjikan oleh-Nya melalui nabi Muhammad
Shalallahu Alaihi wa sallam atas musibah ini. Saya juga memohon
kepadanya keselamatan di dunia dan akhirat.
Mencari ilmu telah saya tempuh semenjak masa anak-anak. Saya hafal
alqur’an al-Karim sebelum mencapai usia baligh. Hafalan itu diujikan di
hadapan asy-Syaikh Abdullah bin Furaij. Setelah itu saya mempelajari
ilmu-ilmu syariat dan bahasa Arab melalui bimbingan ulama-ulama kota
kelahiran saya sendiri. Para guru yang sempat saya ambil ilmunya adalah;
1). Asy-Syaikh Muhammad bin Abdil Lathif bin Abdirrahman bin Hasan
bin asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, seorang hakim di kota Riyadh.
2). Asy-Syaikh Hamid bin Faris, seorang pejabat wakil urusan Baitul Mal, Riyadh.
3). Asy-Syaikh Sa’d, Qadhi negeri Bukhara, seorang ulama Makkah. Saya menimba ilmu tauhid darinya pada tahun 1355 H.
4). Samahah asy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdul Lathief Alu
asy-Syaikh, saya bermuzalamah padanya untuk mempelajari banyak ilmu
agama, antara lain; akidah, fikih, hadits, nahwu, faraidh (ilmu waris),
tafsir, sirah, selama kurang lebih 10 tahun. Mulai 1347 sampai tahun
1357 H.
Semoga Allah membalas jasa-jasa mereka dengan balasan yang mulia dan utama.
Dalam memahami fiqih saya memakai thariqah (mahdzab -red) Ahmad bin
Hanbal rahimahullah. Hal ini saya lakukan bukan semata-mata taklid
kepada beliau, akan tetapi yang saya lakukan adalah mengikuti
dasar-dasar pemahaman yang beliau tempuh. Adapun dalam menghadapi
ikhtilaf ulama, saya memakai metodologi tarjih, kalau dapat ditarjih
dengan mengambil dalil yang paling shahih. Demikian pula ketika saya
mengeluarkan fatwa, khususnya bila saya temukan silang pendapat di
antara para ulama baik yang mencocoki pendapat Imam Ahmad atau tidak.
Karena alhaq (kebenaran) itulah yang pantas diikuti. Allah berfirman
(yang artinya -red), “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan
taatilah Rasul dan Ulil Amri di antara kamu. Kemudian jika kamu
berlainan pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah dia kepada Allah
(alqur’an) dan Rasul-Nya (as-Sunnah) jika kamu benar-benar beriman
kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu)
dan lebih baik akibatnya” [an-Nisa/4: 59]”.
TUGAS-TUGAS SYAR’IY
”Banyak jabatan yang diamanahkan kepada saya yang berkaitan dengan masalah keagamaan. Saya pernah mendapat tugas sebagai,
1). Hakim dalam waktu yang panjang, sekitar 14 tahun. Tugas itu berawal dari bulan Jumadil Akhir tahun1357H.
2). Pengajar Ma’had Ilmi Riyadh tahun 1372 H dan dosen ilmu fikih, tauhid, dan hadits sampai pada tahun 1380 H.
3). Wakil Rektor Universitas Islam Madinah pada tahun 1381-1390 H.
4). Rektor Universitas Islam Madinah pada tahun 1390 H menggantikan
rektor sebelumnya yang wafat yaitu asy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim Ali
asy-Syaikh. Jabatan ini saya pegang pada tahun 1389 sampai dengan 1395
H.
5). Pada tanggal 13 bulan 10 tahun 1395 saya diangkat menjadi
pimpinan umum yang berhubungan dengan penelitian ilmiah, fatwa-fawa,
dakwah dan bimbingan keagamaan sampai sekarang. Saya terus memohon
kepada Allah pertolongan dan bimbingan pada jalan kebenaran dalam
menjalankan tugas-tugas tersebut.
Disamping jabatan-jabatan resmi yang sempat saya pegang sekarang, saya juga aktif di berbagai organisasi keIslaman lain seperti,
-Anggota Kibarul Ulama di Makkah.
-Ketua Lajnah Daimah (Komite Tetap) terhadap penelitian dan fatwa
dalam masalah keagamaan di dalam lembaga Kibarul Ulama tersebut.
-Anggota pimpinan Majelis Tinggi Rabithah ‘Alam Islami.
-Pimpinan Majelis Tinggi untuk masjid-masjid.
-Pimpinan kumpulan penelitian fiqih Islam di Makkah di bawah naungan organisasi Rabithah ‘Alam Islami.
-Anggota majelis tinggi di Jami’ah Islamiyah (universitas Islam -red), Madinah.
-Anggota lembaga tinggi untuk dakwah Islam yang berkedudukan di Makkah.
Mengenai karya tulis, saya telah menulis puluhan karya ilmiah antara lain,
1). Al-Faidl al-Hilyah fi Mabahits Fardhiyah.
2). At-Tahqiq wa al-Idhah li Katsirin min Masa’ili al-Hajj wa
al-Umrah Wa Ziarah (Taudlih al-Manasik – ini yang terpenting dan
bermanfaat – aku kumpulkan pada tahun 1363 H). Karyaku ini telah dicetak
ulang berkali-kali dan diterjemahkan ke dalam banyak bahasa (termasuk
bahasa Indonesia -pent).
3). At-Tahdzir min al-Bida’ mencakup 4 pembahasan (Hukmu al-Ihtifal
bi al-Maulid Nabi wa Lailat al-Isra’ wa al-Mi’raj, wa Lailat an-Nifshi
min asy-Sya’ban wa Takdzib ar-Ru’ya al-Mar’umah min Khadim al-Hijr
an-Nabawiyah al-Musamma asy-Syaikh Ahmad).
4). Risalah Mujazah fi az-Zakat wa ash-Shiyam.
5). Al-Aqidah ash-Shahihah wama Yudloduha.
6). Wujub al-Amal bi Sunnah ar-Rasul Shalallahu Alaihi wa sallam wa Kufru man Ankaraha.
7). Ad-Dakwah Ilallah wa Akhlaq ad-Da’iyah.
8). Wujubu Tahkim Syar’illah wa Nabdzu ma Khalafahu.
9). Hukmu as-Sufur wa al-Hijab wa Nikah asy-Syighar.
10). Naqdu al-Qawiy fi Hukmi at-Tashwir.
11). Al-Jawab al-Mufid fi Hukmi at-Tashwir.
12). Asy-Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab (Da’wah wa Siratuhu).
13). Tsalatsu Rasa’il fi ash-Sholah; Kaifa Sholat an-Nabiy Shalallahu
alaihi wa sallam, Wujubu Ada’I ash-Sholah fi al-Jama’ah, Aina Yadla’u
al-Mushalli yadaihi hina ar-Raf’i min ar-Ruku’.
14). Hukmu al-Islam fi man Tha’ana fi al-Qur’an au fi Rasulillah Shalallahu alaihi wa sallam.
15). Hasyiyah Mufidah ‘Ala Fat-h al-Bariy – hanya sampai masalah haji.
16). Risalat al-Adilah an-Naqliyah wa Hissiyah ‘ala Jaryan asy-Syamsi wa Sukun al-‘Ardhi wa Amakin as-Su’ud al-Kawakib.
17). Iqamah al-Barahin ‘ala Hukmi man Istaghatsa bi Ghairillah au Shaddaq al-Kawakib.
18). Al-Jihad fi Sabilillah.
19). Fatawa Muta’aliq bi Ahkam al-Hajj wa al-Umrah wa az-Ziarah.
20). Wujubu Luzum as-Sunnah wa al-Hadzr min al-Bid’ah.”
Sampai di sini perkataan beliau yang saya (Ustadz Ahmad Hamdani -red)
kutip dari buku Fatwa wa Tanbihat wa Nasha’ih halaman 8-13.
Cara Pandang
Dalam hal fiqih, asy-Syaikh Bin Baz banyak menukil pendapat Imam
Ahmad bin Hambal, namun beliau menegaskan bahwa hal ini bukan karena
taklid (asy-Syaikh Bin Baz bukanlah termasuk pengikut mazhab tertentu
diantara 4 mazhab para Imam). Dalam menghadapi ikhtilaf (perbedaan
pendapat) fiqih dikalangan para Imam Mazhab dan para ulama, beliau
menggunakan metode tarjih dan ijma’, yaitu manakah diantara pendapat
Ulama itu yang memiliki hujjah paling kuat menurut sandaran utamanya
(yaitu alqur’an dan as-Sunnah/Hadits), dan ketika sudah diketahui
manakah yang kuat maka pendapat itulah yang akan diambil dan ikuti. Dan
ketika menghadapi suatu persoalan yang belum disebutkan didalam alqur’an
maupun Hadits secara terperinci, maka asy-Syaikh Bin Baz akan mengambil
pendapat ijma’ (mayoritas) para ulama. Beliau sangat mengecam keras
perselisihan diantara kaum muslimin yang berasal dari ikhtilaf para Imam
Mazhab (yang disebabkan karena fanatisme Mazhab maupun taklid).
Asy-Syaikh Bin Baz senantiasa menasehati ummat untuk selalu berpegang
teguh pada alqur’an dan as-Sunnah serta bersatu dibawah panji para
Salafus shalih agar ummat Islam bisa kembali bersatu sebagaimana Islam
dimasa Rasulullah (Nabi Muhammad).
Aqidah dan manhaj (jalan) dakwahnya bisa dilihat dari tulisan maupun
karya-karyanya. Misalnya dalam buku “al-Aqidah ash-Shahihah” yang
menerangkan aqidah Ahlussunnah wal Jamaah, menegakkan Tauhid dan
menjauhkan sekaligus memerangi kesyirikan. Syaikh Bin Baz benar-benar
menyandarkan tafsir alqur’an dan syarah hadits-hadits yang dibawakan
dalam kitab-kitabnya pada pemahaman Salafus Shalih (pemahaman para
Shahabat) serta ulama-ulama ahlussunnah yang mengikuti mereka.
Pembelaannya terhadap aqidah tauhid dan sunnah yang murni pun tertuang
dalam banyak karyanya, salah satunya adalah “at-Tahdzir ‘alal Bida’”.
Beliau telah membangun halaqah (majlis) pengajaran di Jami’ al-Kabir
(Masjid Jami’ Besar) di Riyadh sejak berpindah ke sana. Halaqah ini
terus berjalan meskipun pada tahun-tahun akhir terbatas pada sebagian
hari saja dalam sepekan, karena banyaknya kesibukan beliau. Banyak para
penuntut ilmu yang memanfaatkan halaqah tersebut. Di tengah
keberadaannya di Madinah dari tahun 1381 H sebagai Wakil Rektor
Universitas Islam Madinah, dan menjadi Rektor sejak tahun 1390 – 1395 H,
asy-Syaikh Bin Baz tetap mengadakan halaqah untuk mengajar di Masjid
Nabawi. Karena semangatnya dalam berdakwah, maka setiap kali beliau
pindah rumah maka beliau pun akan mendirikan sebuah halaqah pengajaran
di daerah manapun yang beliau tinggali.
Guru-gurunya
Selain yang tersebut diatas, beberapa guru besar beliau yang lain adalah:
1). Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Lathif Alu Syaikh
2). Asy-Syaikh Hamid bin Faris
3). Asy-Syaikh Sa’d al-Bukhari
4). Asy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh
5). Dan lain-lain.
Murid-muridnya
1). Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin
2). Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi al-Wadi’iy
3). Asy-Syaikh Abdul Muhsin bin Hammad al-Abbad al-Badr
4). Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkhaliy
5). Asy-Syaikh Abdullah al-Ghudayyan
6). Asy-Syaikh Abdullah bin Abdurrahman al-Jibrin
7). Asy-Syaikh Muhammad bin Muhammad Dhiya’i al-Farisiy
8). Asy-Syaikh Muhammad Aman al-Jami
9). Asy-Syaikh Ali bin Yahya al-Haddadi
10). Asy-Syaikh Abdullah bin Abdirrahim al-Bukhari
11). Dan Lain-lain.
Akidah Dan Manhaj Dakwah
Akidah dan manhaj dakwah asy-Syaikh ini tercermin dari tulisan atau
karya-karyanya. Kita lihat misalnya buku Aqidah Shahihah yang
menerangkan aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, menegakkan tauhid dan
membersihkan sekaligus memerangi kesyirikan dan pelakunya. Pembelaannya
kepada sunnah dan kebenciannya terhadap kebid’ahan tertuang dalam karya
beliau yang ringkas dan padat, berjudul At Tahdzir ‘ala al-Bida’ (sudah
diterjemahkan -pent). Sedangkan perhatian (ihtimam) dan pembelaan beliau
terhadap dakwah salafiyah tidak diragukan lagi. Beliaulah yang
menfatwakan bahwa firqatun najiyah (golongan yang selamat -red) adalah
para salafiyyin yang berpegang dengan kitabullah dan sunnah Nabi
Sholallahu ‘Alaihi Wasallam dalam hal suluk (perilaku) dan akhlaq serta
aqidah. Beliau tetap gigih memperjuangkan dakwah ini di tengah-tengah
rongrongan syubhat para da’i penyeru ke pintu neraka di negerinya
khususnya dan luar negeri beliau pada umumnya, hingga al-haq nampak dan
kebatilan dilumatkan. Agaknya ini adalah bukti kebenaran sabda Nabi
Shalallahu alaihi wa sallam (yang artinya), “Akan tetap ada pada umatku
kelompok yang menampakkan kebenaran (al-haq), tidak memudharatkan mereka
orang yang mencela atau menyelisihinya”.
KISAH-KISAH TENTANG ASY-SYAIKH rahimahullah
Rasyid ar-Rajih mengisahkan, “Suatu kali saat saya sedang bersama
asy-syaikh Abdul Aziz bin Baz, seorang laki laki mendatangi beliau dan
meminta bantuan berupa uang. Asy-syaikh Abdul Aziz bin Baz pun memberi
uang kepadanya dalam jumlah besar. Namun orang itu tidak puas dan
berkata, “lni tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan saya.” Maka beliau
menjawab dengan penuh keramahan,”Ambillah, di dalamnya nanti akan ada
barakah, insya Allah.”
Laki-laki itu nampak memahami maksud asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz
dan dia pun mengambil uang tersebut sambil mengucapkan terima kasih.
[Mawaqif Madhiah fi Hayat al-Imam Abdul Aziz bin Baz halaman 231].
Menerapkan Sunnah dalam Semua Urusan
Ibrahim bin Abdul Aziz asy-Syithri menceritakan, “Saat itu saya
sedang bersama asy-syaikh Abdul Aziz bin Baz ketika ada telepon dari
seseorang untuk meminta fatwa. Bertepatan dengan itu muadzin telah
mengumandangkan adzan maka asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz berkata kepada
penelepon, “Kami akan menjawab adzan dulu,” sambil beliau meletakkan
gagang telepon.
Setelah selesai menjawab adzan dan berdoa, beliau kembali berbicara kepada penelepon yang masih menunggu jawaban dari beliau.
Kejadian ini menggambarkan betapa asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz sangat bersemangat dalam menerapkan sunnah di semua urusan.
[Mawaqif Madhiah fi Hayat al-lmam Abdul ‘Aziz bin Baz halaman 213].
Sedih saat teringat ulama lain yang telah meninggal dunia
Doktor Nashir bin Misfir Az-Zahrani mengisahkan, “Kapan saja
asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz teringat kepada para ulama yang telah
meninggal dunia, khususnya mereka yang dekat dengan beliau, maka beliau
akan mengalami kesedihan yang demikian dalam. Beliau kemudian akan
berdoa untuk mereka, menangis dan akan tercekat (tidak bias bicara
karena sedih)”.
Suatu hari, beliau bercerita tentang gurunya asy-Syaikh al-Allammah
Muhammad bin Ibrahim, beliau tidak mampu untuk menguasai diri agar tidak
menangis. Saya duduk di samping beliau untuk beberapa saat, sementara
asisten beliau membacakan fatwa-fatwa dari asy-Syaikh Muhammad bin
Ibrahim. Dalam beberapa kasus asy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim berbeda
pandangan dengan asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz, maka beliau pun
tersenyum dan mendoakan gurunya itu.
[Mawaqif Madhiyah fi Hayat al-Imam Abdul Aziz bin Baz halaman 215].
“Ini hanya untuk mengisi waktu.”
Sa’ad Ad-Dawud menceritakan, “Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz sangat
hati-hati dalam mengisi waktu. Bila beliau melakukan perjalanan dengan
mobil untuk mengajar atau untuk menghadiri pertemuan, maka beliau akan
membawa sejumlah buku untuk dibaca sambil jalan. Saya tidak tahu berapa
buku yang telah beliau baca dimana beliau bisa mengambil catatan-catatan
yang bermanfaat darinya. Ketika hal ini ditanyakan kepada beliau,
beliau hanya menjawab singkat, “lni hanya untuk mengisi waktu.”
[Mawaqif Madhiah fi Hayat al-lmam ‘Abdul Aziz binBaz halaman 194-195].
Nasehat asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz untuk Presiden Qadhafi
Doktor Bassam Khidar Asy-Syati mengisahkan, “Diantara perbuatan
asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz yang terpuji adalah ketika beliau memberi
tahu Presiden Libya, Muamar Qadhafi, tentang larangan menghilangkan kata
Qul yang ada di dalam alquran dan bahwa mengucapkan kata tersebut
adalah wajib. Beliau melakukan hal ini karena beliau mendengar bahwa
Presiden Qadhafi telah memerintahkan stasiun radio dan para pembaca
alqur’an agar menghilangkan kata Qul dan dia pun telah melakukan
perubahan terhadap teks alqur’an yang asli (yaitu dengan rnenghilangkan
kata Qul). Mendengar teguran ini, presiden Qadhafi mau menerima dan
mengembalikan teks alqur’an sebagaimana asalnya.
Pada kejadian yang hampir serupa, asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz
menegur Presiden Tiunisia, menjelaskan kepadanya tentang syariat Allah
dalam hal kurban dan puasa, bahwa didalam kedua perintah itu tidak
terdapat efek yang negatif terhadap proses pembangunan negara. Beliau
memberikan fakta-fakta (dalil) yang meyakinkan untuk membuktikan hal
tersebut.
[Mawaqif Madhiah fi Hayat al-lmam Abdul Aziz bin Baz halaman 189].
“Saya datang ke Riyadh di malam yang dingin".
Abdullah bin Muhammad Al-Mu’taz menceritakan, “Asy-Syaikh Muhammad
Hamid, Ketua paguyuban Ashabul Yaman di negara Eretria berkisah, ‘Saya
datang ke Riyadh di malam hari yang dingin dalam keadaan tidak punya
uang untuk menyewa hotel. Saya kemudian berpikir untuk datang ke rumah
asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz. Saat itu waktu menunjukkan pukul 03.00
pagi. Awalnya saya ragu, namun akhirnya saya putuskan untuk ke rumah
beliau.
Saya tiba di rumah beliau yang sederhana dan bertemu seseorang yang
tidur di pintu pagar. Setelah terbangun ia membukakan pintu untukku.
Saya memberi salam padanya dengan pelan sekali supaya tidak ada orang
lain mendengarnya karena hari begitu larut.
Beberapa saat kemudian aku melihat asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz
berjalan menuruni tangga sambil membawa semangkuk makanan. Beliau
mengucapkan salam dan memberikan makanan itu kepada saya. Beliau
berkata, “Saya mendengar suara anda kemudian saya ambil makanan ini
karena saya berpikiran anda belum makan malam ini”.
Demi Allah, saya tidak bisa tidur malam itu, menangis karena telah mendapat perlakuan yang demikian baik.
[Mawaqif Madhiah fi Hayat al-lmam Abdul Aziz bin Baz halaman 233].
“Demi Allah, beliau tidak pernah bercerita tentang hal itu…”
Doktor Nashir bin Misfir Az-Zahrani menceritakan, “Asy-Syaikh
Abdurrahman bin Atiq, salah seorang yang mendapat bantuan finansial dari
Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya, “Pernahkah beliau menceritakan
tentang gajinya, bagaimana beliau membelanjakannya atau sesuatu yang
berkaitan dengan itu? Atau pernahkah beliau member tahu anda berapa gaji
beliau? “Asy-syaikh Abdurrahman menjawab, “Demi Allah, beriau tidak
pemah bercerita tentang hal itu kepada saya, dan beriau pun tidak perah
rnembicarakan gaji orang lain.
[Mawaqif Madhiah fi Hayat al-Imam Abdur Aziz bin Baz halaman 223].
“Ya Syaikh, dia telah berkata tentang anda dan mencela anda…”
Doktor Nashir bin Misfir Az-Zahrani. Menceritakan, “Beberapa
mahasiswa datang kepada Asy-syaikh Abdul Aziz bin Baz untuk melaporkan
keadaan seseorang. Mereka menerangkan tentang kesalahan-kesalahan orang
tersebut dan ketergelincirannya dalam beberapa penyimpangan. Maka
beliaupun meminta asistennya Lntuk membuat catatan sehingga beliau nanti
bisa menegur dan menasehati orang tersebut.
Sementara asistennya sedang mencatat, salah seorang berkata, ‘Ya Syaikh, dia pernah berkata tentang anda dan mencela anda.”
Seketika itu asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz meminta untuk berhenti
mencatat karena beliau merasa apa yang akan dilakukan bisa dianggap
sebagai tanda balas dendam (karena orang itu telah mencela beliau).
[Mawaqif Madhiah fi Hayat al-lmam Abdul Aziz bin Baz halaman 204].
“Orang inilah yang berkata begini dan begitu tentang anda”.
Abdurrahman bin Muhammad Al-Baddah menceritakan, “Ada satu kejadian
dimana asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz berbeda pendapat dalam sebuah
permasalahan dengan ulama dari luar Saudi. Suatu ketika ulama itu datang
dan asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz mengundangnya makan siang di rumahnya
dan menjamunya. Dalam acara itu terdapat pula sejumlah pelajar
(penuntut ilmu), yang kemudian berkata kepada asy-Syaikh Abdul Aziz bin
Baz, “Orang ini yang telah berkata begini dan begitu tentang anda.”
Namun asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz meminta mereka untuk diam.
Beliau melanjutkan menemani tamunya, dan di akhir jamuan asy-Syaikh
Abdul Aziz bin Baz mengantar sampai ke depan pintu dan mengucapkan
kalimat perpisahan. Maka tamu itu berkata, “Jika dikatakan kepada saya
bahwa ada seseorang di muka bumi ini yang berasal dari generasi Salafus
Shaleh, sungguh saya akan mengatakan bahwa beliaulah (yakni asy-Syaikh
Abdul Aziz bin Baz) orangnya.”
[Mawaqif Madhiah fi Hayat al-lmam ‘Abdul Aziz bin Baz halaman 188].
“Ya, saya Abdul Aziz bin Baz”.
Shaleh bin Rasyid Al-Huwaimil bercerita tentang kewibawaan
orang-orang yang mulia, “Suatu hari, seorang jamaah haji dari Rusia
mendatangi kediaman asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz di Mina, dan ketika
melihat beliau orang itu berkata, “Apakah anda asy-Syaikh Ibnu Baz?”
Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz pun menjawab dengan ramah, ‘Ya, saya Abdul
Aziz bin Baz.”
Jamaah haji itu pun mengucapkan salam, mendekat kepada beliau dan
mencium pipi beliau. Ia berkata, “Demi Allah, saya selalu berdoa kepada
Allah agar tidak mematikan saya sebelum bertemu dengan anda.”
[Mawaqif Madhiah fi Hayat al-Imam Abdul Aziz bin Baz halaman 12-13].
“…itu semua adalah atas hidayah dari AIIah dan kemudian atas pengaruh buku anda yang kami baca…”.
Asy-Syaikh Badar bin Nadir Al-Masyari menceritakan, “Saya teringat
ketika ada sebuah surat datang dari seorang wanita Philipina yang
dibacakan kepada asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz. Wanita itu menulis,
“Saya dulunya adalah seorang penganut kristen dan kemudian masuk Islam,
begitupun keluargaku (mereka kini masuk Islam) – dimana itu semua adalah
atas hidayah dari Allah dan kemudian atas pengaruh buku anda yang kami
baca…”
Sampai di sini asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz merasa demikian terharu dan beliau pun menangis.
[Mawaqif Madhiah fi Hayat al-Imam Abdul Aziz bin Baz halaman 13].
Setiap tamu diajak makan malam
Fahd Al-Bakran menceritakan, “Telah banyak diceritakan bahwa. bila
seseorang ingin berpamitan dari bertamu kepada asy-syaikh Abdul Aziz bin
Baz di malam hari, maka beliau pun akan segera meminta orang tersebut
tinggal lebih dulu untuk diajak makan malam bersama beliau. Inilah
kebiasaan beliau terhadap semua orang datang ke rumah beliau. Jika orang
tersebut menolak, maka beliau akan berkata, “Bila engkau menolak maka
hendaknya engkau takut kepadanya (yakni kepada istri beliau yang telah
membuat makanan tersebut). Baiknya engkau tinggal dan makan bersama
kami.”
aSernoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada beliau dan memasukkan beliau ke dalam jannah-Nya. Amin.
[Mawaqif Madhiah fi Hayat al-lmam’Abdul Aziz bin Baz halaman 13].
“Sesungguhnya Allah itu Maha Pemurah dan senantiasa memberi kemudahan pada semua perkara yang telah ditetapkan-Nya.”
Asy-Syaikh Muhammad bin Abdullah bin Baz (saudara laki-laki
Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz) menceritakan, “Saudara kandungku,
asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz, senantiasa berusaha menjaga hubungan
silaturahim (tali kekeluargaan) dengan saya dan dengan orang tua
semenjak beliau masih muda.
Beliau selalu mengunjungiku secara teratur, bertanya tentang
keadaanku, dan mencium keningku bila beliau dating ke tempat saya
(daerah al-Badi’ah al-Qadimah, Riyadl).
Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz juga selalu menanyakan anak-anak saya
dan mendorong anak-anak beliau agar mengunjungiku, semoga Allah
merahmati Abu Abdillah (asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz).
Semenjak muda beliau senang menuntut ilmu, senang bergaul dengan para
ulama, dan menolong mereka. Seperti kebiasaan beliau yang sering
meminta kepada ibunya agar beliau bisa membawa teman-temannya sesama
penutut ilmu untuk makan siang atau makan malam bersama.
Saat itu saya pernah bertanya kepada saudaraku itu, “Mengapa engkau
sering berbuat demikian?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah itu Maha
pemurah dan senantiasa memberi kemudahan pada semua perkara yang telah
ditetapkan-Nya.”
[Mawaqif Madhiah fi Hayat al-lmam ‘Abdul Aziz bin Baz halaman 29].
Nasehat untuk pendidik kaum wanita
Dr. Muhammad bin Sa’ad Asy-syuwai’ir mengisahkan, “Ketika saya
dipilih untuk bertugas di lembaga pendidikan bagi kaum wanita, saya
pergi ke Madinah untuk beberapa keperluan. Ketika di sana, saya
sempatkan untuk mengunjungi Asy-syaikh Abdul Aziz bin Baz di Universitas
Islam Madinah. Saya sampaikan salam saya dan kemudian beliau member
beberapa nasehat dan arahan kepada saya. Beliau memintaagar saya
menjalankan amanah yang saya emban dengan sebaik-sebaiknya (yaitu
memberi pendidikan kepada kaum wanita), agar saya menjaga mereka dan
urusan mereka.
[Mawaqif Madhiah fi Hayat al-Imam ‘Abdul Aziz bin Baz halaman 28].
“Inilah jalan yang saya tempuh ketika berhadapan dengan raja maupun bukan.".
Asy-Syaikh Abdullah bin Shaleh Al-’Ubaylan menceritakan, “Suatu
ketika dalam sebuah pertemuan yang cukup besar, saya mengajukan
pertanyaan kepada asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz,
“Ada beberapa ulama yang memiliki perbedaan pendapat dengan anda,
namun mereka semua tetap mencintai anda. kami ingin tahu apa yang
menyebabkan hal ini. Mengapa Allah melimpahkan kepada anda karunia
berupa sesuatu yang menyebabkan tumbuhnya perasaan cinta di hati mereka
kepada anda?”
Maka beliau menjawab,
“Aku tidak tahu apapun kecuali bahwa Alhamdulillah – saat saya
mengetahui kebenaran semenjak saya muda maka saya merasa terpanggil
(untuk memeganginya) saya berusaha untuk bersabar terhadap apapun yang
menimpa saya sebagai konsekuensi dari sikap saya itu, Saya tidak
membenci siapapun dan tidak pula memuji siapapun (yakni sesama makhluk)
atas akibat yang menimpa saya. Saya hanya ingin nyampaikan kebenaran dan
bersabar terhadap apa yang menimpa saya. Jika ia diterima, maka pujian
itu hanya milik Allah. Begitupun bila ditolak, maka pujian itu pun milik
Allah. Inilah jalan yang saya pegangi semampu saya, baik dalam ucapan
maupun tulisan. Siapa yang menerima maka ia akan menerimanya dan siapa
yang menolak maka ia akan menolaknya. Selama saya di atas kebenaran,
selama itu pula saya akan menyuarakannya.
Bagi orang-orang yang memiliki perbedaan dengan saya, maka saya
katakan, bagi mereka ijitihad mereka. Allah akan memberi balasan dua
kepada seorang mujtahid bila ia benar dan akan memberi balasan satu bila
ia salah. Maka saya tidak tahu (alasan lain) kecuali hal ini – bahwa
saya menyeru kepada kebenaran sesuai dengan kemampuan saya,
Alhamdulillah, dan saya pun berusaha untuk menyampaikannya, baik secara
lisan maupun tindakan. Saya pun tidak pernah memvonis dan tidak pernah
pula membuat sakit hati (tersinggung). Bila saya telah menyampaikan,
maka saya berdoa semoga Allah memberi kemudahan dan petunjuk
kepadanya.Inilah jalan yang saya tempuh ketika berhadapan dengan raja
maupun bukan raja.”
[Mawaqif Madhiah fi Hayat al-lmam ‘Abdul Aziz bin Baz halaman 25].
Bacalah alqur’an setiap hari
Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Muhammad bin Dawud menceritakan, “Saya
pemah berjalan bersama asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz dari Jami’ al-lmam
Turki bin Abdullah menuju rumah beliau. Beliau bertanya tentang bacaan
alqur’an saya. Saya jawab bahwa saya membacanya dari waktu ke waktu,
namun tidak punya waktu khusus yang banyak dimana saya bias membacanya
setiap hari. Maka beliau menasehatkan agar saya membaca alqur’an setiap
hari, meskipun jumlahnya sedikit. Ini karena siapa saja yang membaca
ayat alqur’an meskipun hanya sedikit namun dilakukan setiap hari, maka
ia nantinya akan menyelesaikannya. Sebaliknya, siapapun yang tidak
membaca setiap hari meski dia mampu menyelesaikan bacaan alqur’an dalam
waktu singkat (hanya dalam beberapa bulan), maka ia bisa kehilangan
hapalannya. Beliau kemudian memberi contoh, “Seseorang yang membaca satu
juz setiap hari, maka ia akan mengkhatamkan bacaannya selama sebulan.
Begitu pula dengan yang membaca dua juz setiap hari, maka ia akan
menyelesaikannya dalam 15 hari, begitu seterusnya.”
[Mawaqif Madhiah fi Hayat al-lmam Abdul Aziz bin Baz halaman 25].
“Di mana asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz dan kapan beliau datang?”
Dr. Muhammad bin Salad asy-Syuway’ir menceritakan, “Pada musim haji
tahun 1406 H (1996), rombongan jamaah haji pertama yang tiba ke Saudi
Arabia adalah dari negara Cina dan diantara mereka terdapat sejumlah
ustad (dari Cina) yang melakukan kunjungan kepada asy-Syaikh Abdul Aziz
bin Baz. Kepala rombongan adalah seorang lelaki yang sudah tua, lulusan
dari Universitas Al-Azhar, Mesir. Ia memimpin rombongan yang berjumlah 7
orang. Setelah menyampaikan salam kepada hadirin, kepala rombongan itu
bertanya kepada saya, “Di mana asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz dan kapan
beliau datang?” Saya berkata, “Beliau ada disebelah sana, orang yang
baru saja anda beri salam.”
Namun orang ini tidak percaya. Dalam bahasa Arab yang fasih dia
berkata, “Saya ingin bertemu beliau sekarang.” Maka saya menjawab.
“Beliau di sana.” Sambil saya menunjuk ke arah asy-Syaikh Abdul Aziz bin
Baz.
Saya kemudian memberi tahu asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz tentang
keinginan orang tersebut. Maka beliau pun dengan segera menghampiri
orang itu. Saya lihat orang tua dari Cina itu memeluk dengan erat
asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz sambil menangis. “Segala puji bagi Allah,
Dzat yang telah mengabulkan keinginan saya untuk bertemu anda. Kami di
Cina telah banyak mendengar tentang anda, yaitu perjuangan anda untuk
kaum muslimin dan dorongan untuk mereka,” katanya.
Salah seorang anggota rombongan berkata, “Segala pujibagi Allah wahai
Syaikh, dimana Dia telah menjadikan 10 tahun dalam umurku ini
bersama-sama dengan anda (yakni dia telah masuk Islam setelah sebelumnya
bukan Islam). Anda telah banyak memberi manfaat bagi Islam dan kaum
muslimin sebagai mana juga kepada saya yang hanya seorang anak manusia
seperti yang lain dari anak-anak Islam.”
Orang tua pimpinan rombongan pun menangis lagi dan memeluk kembali
asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz, “Segalapuji bagi Dzat yang telah
mengijinkan saya untuk bertemu dengan anda sebelum saya mati. Saya telah
lama menunggu kesempatan ini.”
[Mawaqif Madhiah fi Hayat al-lmam Abdul Aziz bin Baz halaman 8-9].
Hormat dan cinta kepada gurunya
Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz biasa menangis bila teringat kepada
guru beliau, asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Lathif Alu asy-Syaikh. Dalam
keadaan demikian maka beliau pun akan mendoakan gurunya itu. Asy-Syaikh
Abdul Aziz bin Baz mengatakan bahwa beliau tidak mengenal se-orang
manusia di muka bumi ini yang lebih berilmu dibanding gurunya, tidak ada
yang lebih pandai dalam mengajar, dan gurunya juga seorang yang sangat
perhatian terhadap murid-muridnya. Saat menceritakan hal ini biasanya
kesedihan beliau akan berkurang dan beliau berdoa kepada Allah agar Dia
merahmati gurunya.
[Al-lbriziyyah fi Tis’in Al-Baziyyah halaman 97].
Membangunkan anak-anaknya untuk shalat subuh
Putra asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Ahmad, menceritakan, “Asy-Syaikh
Abdul Aziz bin Baz biasa membangunkan anak-anaknya melalui telepon
interal agar mereka mengerjakan Shalat Subuh. Saat membangunkan itu
biasanya beliau sambil berdoa,
“Alhamdulillaahilladzi ahyanaa ba’da maa amaatanaa wa ilaihinnusyur.”
“Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah mematikan kami dan kepada-Nya kami kembali.”
Bila anak-anak beliau masih merasa mengantuk maka beliau akan meminta
mereka mengulang-ulang bacaan doa tersebut sampai beliau yakin bahwa
mereka telah benar-benar bangun.
[Al-lmam bin Baz – Durus wa Mawaaqif wa ‘lbar halaman 71].
Mimpi seorang shalih
Seorang murid asy-Syaikh Al-Albani menceritakan, “Ada seorang shalih
dari Siria yang bermimpi beberapa saat sebelum kematian asy-Syaikh Abdul
Aziz bin Baz. Dalam mimpi, orang itu melihat dua buah bintang di langit
yang bergerak dengan kecepatan tinggi menuju bumi. Bintang yang satu
telah mencapai bumi, sementara yang satu lagi menunggu di dekat bumi.
Ketika bintang yang satu mencapai bumi, ia menimbulkan suara yang
menggelegar dan orang-orang pun panik sambil bertanya-tanya, “Apa yang
terjadi?”
Orang yang bermimpi itu kemudian terbangun dan kemudian menanyakan
arti mimpinya kepada orang yang memahami tafsir mimpi. Mimpi itu
ditafsirkan bahwa sesuatu akan terjadi yang menyebabkan manusia
tersentak dan menimbulkan kesuraman. kejadian itu akan diikuti oleh
kejadian yang sama, yaitu oleh bintang yang kedua.
Beberapa waktu kemudian datang sebuah berita tentang kematian
Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz yang tidak lama kemudian diikuti oleh
asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani.
[Al-lmam Ibn Baz – Durus wa Mawaqif wa ‘lbar halaman 98].
Hati-hati dalam mengisi waktu
Putra Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz yang bernama Ahmad menceritakan,
“Asy-syaikh Abdul Aziz bin Baz adalah seorang yang sangat hati-hati
dalam menghabiskan waktunya, dalam rangka menjadikan setiap detik dari
waktu beliau memiliki nilai yang tinggi. Seperti saat sedang naik mobil,
maka beliau akan mengisi waktu dengan kegiatan yang berkaitan dengan
ilmu, menulis ataupun mendengarkan ceramah.
Buku-buku yang biasa dibaca asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz saat naik
mobil antara lain Majmu’ Fatawa Asy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim,
Ighatsatul Lahfan karya Ibnu al-Qayyim, al-lqna’ Ibnu Al-Mundhir, Kitab
Marwiyat al-La’an fi as-Sunnah. Juga beberapa kitab yang ukurannya lebih
kecil.
[AI-Imam Ibn Baz – Durus wa Mawaqif wa’lbar halaman 13].
WAFAT BELIAU
Asy-Syaikh Bin Baz wafat pada hari Kamis, 27 Muharram 1420 H / 13 Mei
1999 M dan dihadiri oleh ratusan ribu pelayat, beberapa stasiun TV di
beberapa negara pun meliputnya secara langsung, beliau disemayamkan di
pekuburan Al-Adl Mekkah. Semoga Allah Subhanahu wa ta’ala merahmatinya.
Amin.
Links