AMAR MA’RUF DAN NAHI MUNKAR YANG TERABAIKAN
بسم الله الرحمن الرحيم
Sebagaimana telah diketahui, bahwa tidak ada
seorangpun manusia melainkan niscaya ia melakukan kesalahan dan dosa, baik yang
disadarinya ataupun tidak. Sehingga terkadang perbuatan dosanya itu mengundang
penilaian dan sikap dari orang lain, ada yang memaklumi kesalahannya sebagai
manusia, ada yang mencemoohnya, ada yang mengucilkannya, ada yang menegurnya
dengan keras tanpa kasih sayang, ada yang mengingatkannya dengan dalil dan
lemah lembut, ada yang meng-ghibahinya di berbagai tempat dan kepada segenap
orang dan sebagainya.
Yakni tidak sedikit manusia yang menjadikannya sebagai
santapan lezat dalam percakapan mereka. Mereka sibuk membongkar dan membuka aib
orang tersebut kepada sesama mereka tanpa rasa sungkan dan bersalah, seakan
dengan perbuatan menggunjing mereka itu, mereka telah bertindak benar dan
tepat.
Membiasakan ghibah
atau gunjing ini akan menghilangkan faidah amar ma’ruf dan nahi munkar. Seorang
hamba mukmin ketika melihat dan menyaksikan orang lain meninggalkan perbuatan
ma’ruf atau mengerjakan yang mungkar maka semestinya ia mengingatkannya dengan
mendorongnya untuk melakukan perbuatan ma’ruf yang ditinggalkannya. Dan
mencegahnya dari perbuatan munkar yang selama ini mungkin telah menjadi amalan
sehari-harinya dengan cara yang santun dan lemah lembut.
Amar ma’ruf nahi
munkar merupakan salah satu sendi ajaran Islam, yang Allah Subhanahu wa ta’ala telah melebihkan agama ini dari agama-agama lainnya. Tiada suatu keutamaan
dan kelebihan dalam satu agama melainkan wajib dibangun atasnya.
كُنتُمْ خَيْرَ
أُمَّةٍ أَخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِاْلمـَعْرُوفِ وَ تَنْهَوْنَ عَنِ
اْلمـُنْكَرِ وَ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk
manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan
beriman kepada Allah. [QS. Ali Imran/3: 110].
Berkata asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah,
“Allah Subhanahu wa ta’ala telah mengkhabarkan tentang umat Islam ini
bahwasanya mereka itu adalah sebaik-baik umat. Umat ini meraih banyak
keunggulan melalui Nabi Muhammad Shallallahu
alaihi wa sallam. Sebab dia adalah pemimpin para anak Adam dan Rosul yang paling mulia di
sisi Allah. Allah telah mengutusnya dengan syariat yang sempurna lagi agung,
yang tidak pernah diberikan kepada seorangpun nabi sebelumnya dan tidak pula
kepada seorangpun rosul di antara para rosul”. [1]
Keunggulan Islam di atas agama selainnya adalah lantaran
Allah Subhanahu wa ta’ala telah mewajibkan mereka melalui Rosul-Nya untuk
melakukan amar ma’ruf nahi munkar sehingga mereka menjadi umat yang terbaik
sepanjang masa. Dan hendaknya umat ini senantiasa menjaga amalan tersebut
sepanjang hidup mereka supaya keutamaan ini tetap berada pada mereka. Hal ini
tidak pernah dilakukan oleh umat terdahulu sebelum mereka yakni golongan
kafirin dari Bani Israil. Mereka tidak saling melarang dan mencegah dari
perbuatan munkar yang dilakukan oleh sebahagian mereka. Lantaran itulah Allah Jalla
Dzikruhu murka dan mengutuk mereka melalui lisan Nabi Dawud dan Isa putra
Maryam Alaihima as-Salam. Semoga Allah Azza wa Jalla menjauhi kita dari
kemurkaan dan laknat-Nya yang disebabkan meninggalkan amar ma’ruf dan nahi
munkar.
لُعِنَ الَّذِينَ
كَــــفَرُوا مِن بَنِى إِسْرَائِيلَ عَلَى لِسَانِ دَاوُودَ وَ عِيسَى ابْنِ
مَرْيَمَ ذَلِكَ بِمَا عَصَوا وَّ كَانُوا يَعْتَدُونَ كَـــانُوا لَا
يَتَنَاهَوْنَ عَن مُّنكَرٍ فَعَلُوهُ لَبِئْسَ مَا كَــانُوا يَفْعَلُونَ
Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan
lisan Daud dan Isa putera Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka
dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak saling melarang
tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu
mereka perbuat itu. [QS. Al-Ma’idah/5: 78-79].
Berkata asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah,
“Allah Subhanahu wa ta’ala telah mengkhabarkan bahwasanya Dia telah mengutuk
orang-orang kafir dari Bani Israil dari masa yang panjang terhadap apa yang
telah diturunkannya melalui lisan Nabi Dawud Alaihi as-Salam dan juga lisan
Nabi Isa putra Maryam Alaihi as-Salam dengan sebab kedurhakaan mereka kepada
Allah dan melampaui batas kepada makhluk-Nya. Dan tidak ada pada mereka, orang
yang melarang mereka dari mengerjakan perbuatan dosa dan hal-hal yang haram.
Lalu Allah mencela mereka atas perbuatan tersebut agar berhati-hati dari
mengerjakan perbuatan seperti yang mereka telah kerjakan.
Ayat ini juga menerangkan bahwa meninggalkan amar ma’ruf
dan nahi munkar menyebabkan tetapnya ia memperoleh kemurkaan dan laknat Allah.
Kita memohon kepada Allah akan keselamatan (darinya)”. [2]
Perhatikan lalu ambil pelajaran!, bagaimana Allah Subhanahu
wa ta’ala telah melaknat orang-orang kafir dari Bani Israil, di antara
penyebabnya adalah mereka tidak saling melarang perbuatan munkar yang
mereka lakukan.
Jika itu telah terjadi pada umat terdahulu, maka
bagaimana dengan umat Islam sekarang ini. Akankan kutukan dan laknat itu akan
terulang kembali. Na’udzu billah tsumma na’udzu billah.
Namun di beberapa tempat pelosok bumi, fenomena yang ada
hampir menyerupai peristiwa masa lalu. Masih banyak kaum muslimin yang
meninggalkan lagi menanggalkan amar ma’ruf nahi munkar di saat saudara mereka
melakukan beberapa kemungkaran dan mereka lebih disibukkan dengan urusan mereka
sendiri. Jikapun ada di antara mereka yang perhatian kepada orang lain, hanya
sebatas melihat atau mendengar, menghimpun dan menyebarkan aib saudaranya itu
kepada selainnya.
Keengganan atau mungkin juga rasa takut kepada orang itu
yang menyebabkan seseorang itu meninggalkan amar ma’ruf dan nahi munkar.
Menghindar dari amar ma’ruf nahi mungkar dan mengedepankan ghibah atau fitnah
adalah merupakan sifat pengecut yang tumbuh di dalam hati anak Adam yang belum
dihiasi dengan keimanan dan tauhid. Ia hanya bisa melempar dari jarak yang
sangat jauh dan tidak terlihat, bersembunyi dalam liangnya. Rasa takut dan
pengecut telah menghimpitnya tanpa belas kasih sehingga ia laksana seekor himar
yang gemetar ketakutan ketika melihat dan berhadapan dengan seekor singa yang
sedang mengaum, menggetarkan hati, melemaskan urat sendi dan menciutkan nyali.
عن أبي سعيد الخدري رضي الله عنه قال:
سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم يَقُوْلُ: إِنَّ اللهَ لَيَسْأَلُ
اْلعَبْدَ يَوْمَ اْلقِيَامَةَ حَتَّى يَقُوْلَ: مَا مَنَعَكَ إِذْ رَأَيْتَ اْلمـُنْكَرَ
أَنْ تُنْكِرَهُ؟ فَإِذَا لَقَّنَ اللهُ عَبْدًا حُجَّتَهُ قَالَ: رَبِّ
رَجَوْتُكَ وَ فَرِقْتُ مِنَ النَّاسِ
Dari Abu Sa’id
al-Khudriy radliyallahu
anhu berkata, aku pernah mendengar Rosulullah Shallallahu
alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah benar-benar akan
bertanya kepada hamba pada hari kiamat, sehingga berfirman, “Apakah yang
mencegahmu ketika melihat kemungkaran untuk mengingkarinya?”. Maka apabila
Allah telah mengajarkan kepada hamba cara berhujjahnya, ia menjawab, “Wahai
Rabbku, aku mengharapkan-Mu tetapi aku sangat takut kepada manusia”. [HR Ibnu Majah: 4017, Ahmad: III/ 27, 29, 77, Ibnu Hibban dan al-Humaidiy: 739. Berkata asy-Syaikh
al-Albaniy: shahih]. [3]
Pada hari kiamat
nanti, Allah Subhanahu wa ta’ala akan menanyakan kepada setiap manusia yang
melihat dan mendengar kemungkaran tetapi ia tidak ambil peduli terhadapnya,
bersikap tak acuh terhadap pelakunya dan bahkan seakan kemungkaran tersebut tak
pernah ada di hadapannya. Pada saat itulah, Allah Jalla jalaluhu akan meminta pertanggung-jawaban terhadapnya dikarenakan ia tidak mau
mengingkari kemungkaran tersebut. Jika orang yang tidak mau mengingkari
kemungkaran lantaran rasa takut yang ada padanya itu saja diminta tanggung
jawabnya, maka bagaimana terhadap orang yang duduk tenang mendengar dan
menyaksikan kemungkaran lalu menyebarluaskannya kepada manusia dengan cara
mengghibah??.
Tanyakan kepada para
tukang ghibah, “Mengapa kalian disibukkan dengan menggunjing saudara kalian dan
meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar?”. Jika mereka menjawab, “Kami merasa
tidak enak dan takut orang itu marah
atau tersinggung”. Maka katakanlah, “Mengapa kalian merasakan nikmat tatkala
menceritakan aib saudara kalian dan tidak merasa takut kepada murka Allah Subhanahu
wa ta’ala dengan sebab perbuatan kalian?. Akankah kalian lebih memilih ghibah
yang dilarang dan meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar yang diperintahkan. Amat
buruk apa yang kalian kerjakan..
عن أبي سعيد
الخدري رضي الله عنه قَالَ: أَخْرَجَ مَرْوَانُ اْلمـِنْبَرَ فىِ يَوْمَ عِيْدٍ
فَبَدَأَ بِاْلخُطْبَةِ قَبْلَ الصَّلاَةِ فَقَالَ رَجُلٌ: يَا مَرْوَانُ!
خَالَفْتَ السُّنَّةَ أَخْرَجْتَ اْلمِنْبَرَ فىِ هَذَا اْليَوْمِ وَ لَمْ يَكُنْ
يُخْرَجُ وَبَدَأْتَ بِاْلخُطْبَةِ قَبْلَ الصَّلاَةِ وَ لَمْ يَكُنْ يُبْدَأُ
بِهَا فَقَالَ أَبُوْ سَعِيْدٍ: أَمَّا هَذَا فَقَدْ قَضَى مَا عَلَيْهِ سَمِعْتُ
رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم يَقُوْلُ: مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَاسْتَطَاعَ
أَنْ يُغَيِّرَهُ بِيَدِهِ فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ
فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَ ذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانِ
Dari Abu Sa’id
al-khudriy radliyallahu
anhu[4] berkata, “Marwan pernah mengeluarkan mimbar pada hari raya ied”. Lalu ia
memulai khutbah sebelum sholat. Seseorang berkata, “Wahai Marwan,
sungguh-sungguh engkau telah menyelisihi sunnah, engkau telah mengeluarkan mimbar
pada hari raya ied yang selama ini tidak pernah dikeluarkan, dan juga engkau
telah memulai khutbah sebelum sholat yang selama ini tidak pernah dimulai
dengannya”. Abu Sa’id berkata, “Adapun orang ini sungguh-sungguh telah
menunaikan apa yang diwajibkan kepadanya”. Aku pernah mendengar Rosulullah Shallallahu alaihi wa
sallam bersabda, “Siapapun di antara kalian ada yang melihat kemungkaran lalu ia
mampu merubah dengan tangannya maka rubahlah dengan tangannya. Jika tidak mampu
maka dengan lisannya. Jika tidak mampu maka dengan hatinya. Hal ini adalah
selemah-lemahnya iman”. [HR Muslim: 49,
at-Turmudziy: 2172, an-Nasa’iy: VIII/ 111-112, 112, Abu Dawud: 1140,
Ibnu Majah: 1275, 4013 dan Ahmad: III/ 10, 20,49, 52, 54, 92. Berkata
asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [5]
Abu Sa’id al-khudriy radliyallahu anhu seorang shahabat mulia ketika menyaksikan ada seseorang yang menegur
Marwan disaat berkhutbah pada hari raya ied yang keliru sebab menggunakan
mimbar dan mendahulukan khutbah sebelum sholat. Dan hal ini tidak pernah
dikerjakan pada masa Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, ia berkomentar, “Sungguh orang ini telah menunaikan kewajibannya
yakni telah beramar ma’ruf dan nahi munkar”.
Orang itu telah
bertindak tepat lagi benar, yakni menegur. Bukannya mendiamkan kekeliruannya
lalu menyebarluaskannya kepada khalayak dalam bentuk ghibah. Sebagaimana yang
terjadi pada masa sekarang ini. Banyak di antara manusia melihat atau mendengar
kemungkaran yang dikerjakan orang lain namun ia diam menyaksikan saja. Ketika
pelaku kemungkaran itu telah pergi berlalu atau ia tidak berada lagi disisinya,
ia segera menyampaikannya kepada orang lain, dengan penuh percaya diri
seolah-olah dengan meng-ghibah, ia telah melakukan
perbuatan yang baik, tepat dan benar.
Padahal perbuatan
tersebut dapat menjerumuskannya kepada siksaan Allah Jalla jalaluhu di dunia
maupun akhirat, dan juga menjadi penghalang terkabulnya doa, sebagaimana dalil
hadits di bawah ini,
عن حذيفة بن
اليمن عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم قَالَ: وَ الَّذِى نَفْسىِ بِيَدِهِ لَتَأْمُرُنَّ بِاْلمـَعْرُوْفِ
وَ لَتَنْهَوُنَّ عَنِ اْلمـُنْكَرِ وَ لَيُوْشِكَنَّ اللهُ أَنْ يَبْعَثَ
عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْهُ فَتَدْعُوْنَهُ فَلاَ يَسْتَجِيْبُ لَكُمْ
Dari Hudzaifah bin al-Yaman dari
Nabi Shallallahu alaihi wa sallam
bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, benar-benar kalian
beramar ma’ruf dan nahi munkar atau Allah benar-benar hampir mengirimkan
siksaan dari-Nya, lalu kalian berdoa dan tidak akan dikabulkan”. [HR
at-Turmudziy: 2169 dan Ahmad: V/ 388, 391. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy:
hasan]. [6]
Tindakan yang tepat lagi benar jika
melihat saudaranya yang berbuat salah atau keliru adalah menashihati dan
mengingatkannya dengan cara yang santun lagi lembut agar ia meninggalkan
perbuatannya tersebut dan kemudian memperbaiki dirinya, bukan dengan menambah
kerusakannya dengan cara meng-ghibah
dan memfitnahnya. Sebab seorang mukmin itu adalah cermin bagi mukmin yang lain.
Maksudnya seorang mukmin itu sulit untuk melihat kesalahan dan aibnya sendiri,
maka saudara disekitarnyalah yang dapat mengingatkan dan menegur kesalahannya
tersebut, sebagaimana telah diketahui akan fungsi dan kegunaan cermin.
Hal ini didasarkan kepada atsar
berikut ini,
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: اْلمـُؤْمِنُ
مِرْآةُ أَخِيْهِ إِذَا رَأَى فِيْهِ عَيْبًا أَصْلَحَهُ
Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu
berkata, “Mukmin itu adalah cermin bagi saudaranya, apabila ia melihat aib pada
(saudara)nya tersebut maka ia akan memperbaikinya”. [Telah mengeluarkan atsar
ini al-Bukhoriy di dalam al-Adab al-Mufrad: 238. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy:
hasan isnadnya]. [7]
Islam telah mengajarkan pemeluknya untuk senantiasa
menghidupkan amar ma’ruf nahi munkar dalam kehidupan mereka, sebab tiada
seorangpun dari mereka yang luput dan lepas dari perbuatan salah dan dosa. Maka
jika seorang dari mereka tidak menyadari telah berbuat salah maka saudaranya
akan berusaha untuk menyelamatkannya darinya dengan cara menegur dan
mengingatkanya, sebab mukmin itu adalah cermin bagi mukmin yang lain.
Allah Jalla Jalaluhu telah berfirman,
وَ لْتَكُن مِّنكُمْ أَمَّةٌ يَدْعُونَ
إِلَى اْلخَيْرِ وَ يَأْمُرُونَ بِاْلمـَعْرُوفِ وَ يَنْهَوْنَ عَنِ اْلمـُنكَرِ
وَ أُولَئِكَ هُمُ اْلمـُفْلِحُونَ
Dan
hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah
orang-orang yang beruntung. [QS. Ali Imran/ 3: 104].
Berkata
asy-Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iriy hafizhohullah, “Harus ada sekelompok
orang dari umat Islam yang mengajak umat dan bangsa kepada Islam dan
menawarkannya kepada mereka serta memerangi mereka jika mereka memeranginya.
Mesti ada sekumpulan orang yang menegakkan amar ma’ruf dan nahi munkar di
setiap kota dan desa kaum muslimin. [8]
وَ اْلمـُؤْمِنُونَ وَ اْلمـُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ
أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِاْلمـَعْرُوفِ وَ يَنْهَوْنَ عَنِ اْلمـُنكَرِ
وَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَ يُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَ يُطِيعُونَ اللهَ وَ
رَسُولَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللهُ إِنَّ اللهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Dan
orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah)
menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang
ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan
mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. [QS. Al-Bara’ah/ 9: 71].
Berkata
asy-Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iriy hafizhohullah, “Terdapat penjelasan
mengenai sifat orang mukmin laki-laki dan perempuan dan hal itu merupakan wujud
dan bukti keimanan mereka. Pentingnya sifat ahli iman itu yakni berupa wala
(loyalitas) sebahagian mereka terhadap sebahagian lainnya, amar ma’ruf dan nahi
munkar, menegakkan sholat, membayar zakat dan taat kepada Allah dan Rosul-Nya”.
[9]
التَّائِبُونَ اْلعَابِدُونَ اْلحَامِدُونَ
السَّائِحُونَ الرَّاكِعُونَ السَّاجِدُونَ اْلآمِرُونَ بِاْلمـَعْرُوفِ وَ
النَّاهُونَ عَنِ اْلمـُنكَرِ وَ اْلحَافِظُونَ لِحُدُودِ اللهِ وَ بَشِّرِ
اْلمـُؤْمِنِينَ
Mereka itu adalah orang-orang yang bertaubat, yang beribadat, yang
memuji, yang melawat, yang ruku', yang sujud, yang menyuruh berbuat ma'ruf dan
mencegah berbuat munkar dan yang memelihara hukum-hukum Allah. Dan
gembirakanlah orang-orang mukmin itu. [QS. Al-Bara’ah/9: 112].
Ayat-ayat di atas beserta penjelasannya, dengan gamblang menerangkan
akan perintah Allah Subhanahu wa ta’ala terhadap umat Islam agar menghidupkan
kebiasaan amar ma’ruf dan nahi munkar di setiap tempat dan waktu. Bahkan sudah
sepatutnya di antara mereka membuat suatu kumpulan yang senantiasa menegakkan
aturan ini di tengah-tengah komunitas kaum muslimin dengan cara dan manhaj yang
benar dan tepat. Oleh sebab itu Allah Azza wa Jalla telah memuliakan dan
menyanjung mereka dengan memasukkan mereka ke dalam golongan ahli iman karena
amar ma’ruf dan nahi munkar ini, oleh Allah Jalla wa Ala dikategorikan sebagai
salah satu dari sembilan sifat kaum mukminin dan kelak akan mendapat
keberuntungan pada hari kiamat. Bahkan Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam telah menyatakan
bahwa amar maruf dan nahi munkar ini adalah salah satu dari tanda atau rambu
ajaran Islam sebagaimana jalan mempunyai banyak rambu. Setiap muslim mesti
mematuhi rambu-rambu tersebut dengan tepat lagi ikhlas, jika di antara mereka
ada yang melanggarnya maka akan terjadi kekacauan dan kesemrawutan sebagaimana
jika rambu jalan atau rambu lalu lintas dilanggar.
عن أبي هريرة رضي الله عنه عَنِ النَّبِيِّ صلى
الله عليه و سلم قَالَ: إِنَّ لِلْإِسْلاَمِ صُوًى وَ مَنَارًا
كَمَنَارِ الطَّرِيْقِ مِنْهَا أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَ لاَ تُشْرِكَ بِهِ
شَيْئًا وَ إِقَامُ الصَّلاَةِ وَ إِيْتَاءُ الزّكَاةِ وَ صَوْمُ رَمَضَانَ وَ
حَجُّ اْلبَيْتِ وَ اْلأَمْرُ بِاْلمـَعْرُوْفِ و النَّهْيُ عَنِ اْلمـُنْكَرِ وَ أَنْ تُسَلِّمَ عَلىَ أَهْلِكَ إِذَا دَخَلْتَ
عَلَيْهِمْ وَ أَنْ تُسَلِّمَ عَلىَ
اْلقَوْمِ إِذَا مَرَرْتَ بِهِمْ فَمَنْ تَرَكَ مِنْ ذَلِكَ شَيْئًا فَقَدْ تَرَكَ
سَهْمًا مِنَ اْلإِسْلاَمِ وَ مَنْ تَرَكَهُنَّ كُلَّهُنَّ فَقَدْ وَلِيَ
اْلإِسْلاَمُ ظَهْرَهُ
Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam
bersabda, “Sesungguhnya Islam itu mempunyai tanda dan rambu sebagaimana rambu
jalan. Di antaranya adalah engkau beriman kepada Allah, tidak berbuat syirik,
menegakkan sholat, membayar zakat, shaum bulan Ramadlan, haji ke Baitullah,
amar ma’ruf, nahi munkar, mengucapkan salam kepada keluargamu jika kamu masuk
ke (tempat) mereka dan mengucapkan salam kepada suatu kaum jika kamu melewati
mereka. Barangsiapa yang meninggalkan satu dari hal itu maka sungguh-sungguh ia
telah meninggalkan satu bahagian dari (ajaran) Islam. Dan barangsiapa yang
meninggalkan seluruhnya maka Islam itu telah meninggalkan punggung (diri)nya”.
[HR Abu Ubaid al-Qosim bin Salam, Ibnu Basyran, Abdul Ghaniy al-Muqaddisiy dan
al-Hakim. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [10]
Di dalam hadits di atas, Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam telah
menyebutkan bahwa rambu-rambu Islam adalah beriman kepada Allah Jalla Dzikruhu,
tidak berbuat syirik, menegakkan sholat, membayar zakat, menunaikan shaum
Ramadlan, melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, amar ma’ruf, nahi munkar dan
mengucapkan salam kepada keluarga atau suatu kaum. Barangsiapa di antara umat
ini yang meninggalkan satu darinya maka berarti ia telah meninggalkan satu
bahagian dari ajaran Islam dan jika ia meninggalkan seluruhnya berarti Islam
telah pergi meninggalkannya, yakni ia telah keluar dari Islam. Maka hal itu
berarti amar ma’ruf nahi munkar adalah salah satu ajaran Islam yang mesti
dijaga oleh setiap penganutnya dengan penjagaan yang semestinya.
عن أبي سعيد الخدري رضي الله عنه عَنِ النَّبِيِّ صلى
الله عليه و سلم قَالَ: إِيَّاكُمْ وَ اْلجُلُوْسَ عَلىَ
الطُّرُقَاتِ فَقاَلُوْا: مَا لَنَا بُدٌّ إِنَّمَا هِيَ مَجَالِسُنَا نَتَحَدَّثُ
فِيْهَا قَالَ: فَإِذَا أَتَيْتُمْ إِلىَ اْلمـَجَالِسِ فَأَعْطُوْا الطَّرِيْقَ
حَقَّهَا قَالُوْا: وَ مَا حَقُّ الطَّرِيْقِ؟ قَالَ: غَضُّ اْلبَصَرِ وَ كَفُّ
اْلأَذَى وَ رَدُّ السَّلاَمِ وَ أَمْرٌ بِاْلمـَعْرُوْفِ وَ نَهْيٌ عَنِ اْلمـُنْكَرِ
Dari Abu
Sa’id al-Khudriy radliyallahu anhu dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam
bersabda, “Jauhilah duduk-duduk di (tepi) jalan”. Mereka bertanya, “Kami tidak
ada jalan keluar (pilihan). Tepi jalan
itu adalah majlis kami yang kami dapat berbincang-bincang padanya”. Beliau
bersabda, “Apabila kalian mendatang majlis (tersebut) maka berikanlah untuk
jalan itu haknya!”. Mereka bertanya, “Apakah hak jalan itu?”. Beliau menjawab, “Menahan
pandangan, mencegah gangguan, membalas salam, amar ma’ruf dan nahi munkar”. [HR
al-Bukhoriy: 2465, 6229, Muslim: 2121, Abu Dawud: 4815 dan Ahmad: III/ 36, 47.
Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [11]
Berkata
asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah, “Menahan pandangan, mencegah
gangguan, membalas salam, amar ma’ruf dan nahi munkar adalah perkara-perkara
yang diwajibkan”. [12]
Mengamalkan
amar ma’ruf nahi munkar itu mesti konsisten dan kontinyu tidak hanya sebatas di
satu tempat dan waktu, yakni tidak hanya di majlis pengajian saja tetapi juga
ketika sedang bercengkrama dan berbincang-bincang dengan orang lain di berbagai
tempat, misalnya; di tepi jalan bersama beberapa rekan yang mesti dilakukan di
tempat tersebut. Maka dikala itulah, setiap muslim mesti memberikan hak bagi
jalan yakni; menahan pandangan dari yang haram dan syubhat, mencegah gangguan
yang terjadi di hadapannya, membalas salam ketika ada orang yang mengucapkannya
dan melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar. Misalnya; mengingatkan jika dalam
perbincangan itu lalu masuk waktu sholat, menolong orang buta menyeberang
jalan, menunjuki jalan bagi orang yang sedang tersesat jalan dan tidak
mempersempit jalan bagi penggunanya. Juga mencegah terjadinya tindak kejahatan
semisal mencopet, membegal, memalak dan semisalnya, memisahkan para remaja yang
hendak tawuran dan mencegah seseorang yang hendak mengganggu kaum wanita atau
anak-anak dan selainnya.
Demikian
kewajiban amar ma’ruf nahi munkar yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala
dan Rosul-Nya Shallallahu alaihi wa sallam. Dan setiap kaum muslimin yang telah
mampu mengerjakannya, ia akan mendapatkan pahala dan balasan kebaikan untuknya
kelak di hari kiamat sebagai imbalan atas amal perbuatannya. Sebab Rosulullah Shallallahu
alaihi wa sallam telah menyebutkan bahwa amar ma’ruf dan nahi munkar itu adalah
merupakan pahala sedekah bagi pelakunya, sebagaimana kebaikan-kebaikan
lainnya.
. عن
أبي ذرّ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم:
تَبَسُّمُكَ فىِ وَجْهِ أَخِيْكَ لَكَ صَدَقَةٌ وَ أَمْرُكَ بِاْلمـَعْرُوْفِ وَ
نَهْيُكَ عَنِ اْلمـُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَ إِرْشَادُكَ الرَّجُلَ فىِ أَرْضِ
الضَّلاَلِ لَكَ صَدَقَةٌ وَ بَصَرُكَ لِلرَّجُلِ الرَّدِيءِ الْبَصَرِ لَكَ
صَدَقَةٌ وَ إِمَاطَتُكَ اْلحَجَرَ وَ الشَّوْكَ وَ اْلعَظْمَ عَنِ الطَّرِيْقِ
صَدَقَةٌ وَ إِفْرَاغُكَ مِنْ دَلْوِكَ فىِ دَلْوِ أَخِيْكَ لَكَ صَدَقَةٌ
Dari Abu Dzarr radliyallahu anhu
berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu
alaihi wa sallam, “Senyummu di hadapan wajah saudaramu adalah sedekah
bagimu, engkau beramar ma’ruf nahi munkar adalah sedekah, engkau menunjuki
seseorang yang tersesat adalah sedekah bagimu, engkau membimbing orang buta
adalah sedekah bagimu, engkau menyingkirkan batu, duri dan tulang dari jalan
adalah sedekah bagimu dan engkau memenuhi ember saudaramu (dengan air) dari
embermu adalah sedekah bagimu”. [HR at-Turmudziy: 1956 dan Ibnu Hibban. Berkata
asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [13]
عن أبي ذرّ رضي الله عنه عَنِ النَّبِيِّ صلى
الله عليه و سلم أَنَّهُ قَالَ: يُصْبِحُ عَلىَ كُلِّ سُلاَمَى
مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةً فَكُلُّ
تَسْبِيْحَةٍ صَدَقَةٌ وَ كُلُّ تَحْمِيْدَةٍ صَدَقَةٌ وَ كُلُّ تَهْلِيْلَةٍ
صَدَقَةٌ وَ كُلُّ تَكْبِيْرَةٍ صَدَقَةٌ وَ أَمْرٌ بِاْلمـَعْرُوْفِ صَدَقَةٌ وَ
نَهْيٌ عَنِ اْلمـُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَ يُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ
يَرْكَعُهُمَا مِنَ الضُّحَى
Dari Abu Dzarr radliyallahu anhu
dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam
bahwasanya Beliau bersabda, “Di waktu pagi, diwajibkan bagi tiap persendian
seorang di antara kalian untuk bersedekah. Setiap tasbih adalah sedekah, setiap
tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir adalah
sedekah, amar ma’ruf adalah sedekah dan nahi munkar juga adalah sedekah. Dan
hal itu mencukupi dengan sholat dua rakaat dari dluha”. [HR Muslim: 720, Abu
Dawud: 1285, 5243 dan Ahmad: V/ 167, 168. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy:
shahih]. [14]
Jalan menuju kebenaran itu hanya
satu yakni mengikuti alqur’an dan hadits shahih dengan bimbingan yang benar dan
tepat dari para ulama yang meniti jalannya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan
para shahabat radliyallahu anhum. Sedangkan jalan menuju kebaikan itu banyak,
selama telah dicontohkan dan diperintahkan oleh Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Di
antaranya adalah tersenyum kepada orang lain, menunjuki orang yang sedang sesat
jalan, membimbing orang buta, menyingkirkan gangguan berupa batu, ranting, duri
dan selainnya dari jalan, memenuhi ember orang lain dari embernya dengan air,
mengucapkan tasbih (subhaanallah), tahmid (alhamdulillah), tahlil (laa ilaaha illallaah),
takbir (allaahu akbar), amar ma’ruf dan nahi munkar dan masih banyak lainnya.
Jika setiap muslim berambisi dengan
berbagai kebaikan hendaknya mengikuti perintah dan contoh dari panutan dan
teladannya yang terbaik yaitu Rosulullah Shallallahu
alaihi wa sallam. Ketika Rosulullah Shallallahu
alaihi wa sallam melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar kepada umatnya
maka hendaklah ia mencontoh dan mengikutinya bukan menyelisihinya dengan
melakukan ghibah, fitnah atau namimah. Maka ini adalah perilaku jauh api dari
panggang.
Semoga kita dapat meneladani Nabi
Shallallahu alaihi wa sallam dalam berbagai amal perbuatannya, tidak terkecuali
dalam beramar ma’ruf dan nahi munkar, karena di dalamnya terdapat banyak kebaikan.
Wallahu a’lam bi ash-Showab.
[1]
Bahjah an-Nazhirin: I/ 273.
[2]
Bahjah an-Nazhirin: I/ 274.
[3]
Shahih Sunan Ibni Majah: 3244, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 1818, Silsilah
al-Ahadits ash-Shahihah: 929 dan Shahih al-Ahadits al-Qudsiyyah: 123.
[4]
Juga diriwayatkan dari Thariq bin Syihab radliyallahu anhu.
[5]
Mukhtashor Shahih Muslim: 34, Shahih Sunan at-Turmudziy: 1764, Shahih Sunan Abi
Dawud: 1009, Shahih Sunan Ibni Majah: 1053, 3242, Shahih Sunan an-Nasa’iy:
4635, 4636 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 6250.
[6]
Shahih Sunan at-Turmudziy: 1762, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 7070 dan Misykah
al-Mashobih: 5140.
[7]
Shahih al-Adab al-Mufrad: 177.
[8]
Aysar at-Tafasir: I/ 358.
[9]
Aysar at-Tafasir: II/ 397.
[10]
Shahih al-Jami ash-Shaghir: 2162 dan Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 333.
[11]
Mukhtashor Shahih Muslim: 1419, Shahih Sunan Abi Dawud: 4030 dan Shahih al-Jami’
ash-Shaghir: 2675.
[12]
Bahjah an-Nazhirin: I/ 281.
[13]
Shahih Sunan at-Turmudziy: 1594, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 2908 dan Silsilah
al-Ahadits ash-Shahihah: 572.
[14]
Mukhtashor Shahih Muslim: 364, Shahih Sunan Abi Dawud: 1143, 4366, Shahih al-Jami’
ash-Shaghir: 8097, 8098, Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 577 dan Irwa’
al-Ghalil: 461.