KEUTAMAAN BULAN RAJAB ??
بسم الله الرحمن الرحيــم
Seperti yang seringkali terjadi setiap tahunnya, yakni ketika memasuki bulan Rajab dan selanjutnya Sya’ban. Banyak di antara kaum muslimin yang berlomba-lomba untuk mengerjakan puasa di awal, tengah atau akhir bulan Rajab. Padahal apakah mereka benar-benar telah mengetahui dengan pasti akan kebenaran amalan tersebut?. Apakah amalan tersebut telah diperintahkan atau dicontohkan oleh Rosulullah Shallahu alaihi wa sallam?. Oleh karena itu, akan sedikit dipaparkan disini beberapa penjelasan yang berkenaan dengan ibadah di bulan Rajab.
Sebelumnya akan dijelaskan disini akan kaidah di dalam menerangkan hal-hal yang berkenaan dengan perkara agama yaitu dengan rujukan alqur’an dan hadits-hadits shahih serta penjelasan para ulama yang kompeten dalam bidangnya. Hal ini sebagaimana dijelaskan di dalam hadits berikut ini,
عن ابن عباس رضي الله عنه أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله
عليه و سلم خَطَبَ النَّاسَ فىِ حَجَّةِ اْلوَدَاعِ فَقَالَ: إِنَّ
الشَّيْطَانَ قَدْ يَئِسَ اَنْ يُعْبَدَ بِأَرْضِكُمْ وَلَكِنْ رَضِيَ أَنْ
يُطَاعَ فِيْمَا سِوَى ذَلِكَ ِممَّا َتحَاقَرُوْنَ مِنْ أَعْمَالِكُمْ
فَاحْذَرُوْا إِنىِّ قَدْ تَرَكْتُ فِيْكُمْ مَا إِنِ اعْتَصَمْتُمْ بِهِ
فَلَنْ تَضِلُّوْا أَبَدًا كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ نَبِيِّهِ
عن أبي هريرة رضي الله عنه أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله
عليه و سلم قَالَ: تَرَكْتُ فِيْكُمْ شَيْئَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا
بَعْدَهُمَا كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّتىِ وَ لَنْ يَتَفَرَّقَا حَتىَّ
يَرِدَا عَلَيَّ اْلحَوْضَ
Di antara amalan-amalan yang banyak dikerjakan oleh kaum muslimin pada bulan Rajab, di antaranya adalah,
1). Mengucapkan اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فيِ رَجَبَ وَشَعْبَانَ وَبَارِكْ لَنَا فيِ رَمَضَانَ
Senantiasa kita sering mendengar do’a tersebut diatas, saat mendekatnya kita dengan bulanRajab. Kebanyakan da’i atau penceramah menyandarkan do’a ini kepada Nabi Shallahu alaihi wa sallam. Namun yang menjadi persoalan adalah, apakah benar do’a ini berasal dari Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam (atau apakah haditsnya shahih dari Beliau)?
Nash hadits tersebut, telah disebutkan dalam Musnad Imam Ahmad (I/259) sebagai berikut,
حدثنا عبد الله ، حدثنا عبيد الله بن عمر عن زائدة بن أبي
الرقاد عن زياد النميري عن أنس بن مالك قال : كان النبي صلى الله عليه
وسلم إذا دخل رجب قال : اللهم بارك لنا في رجب وشعبان وبارك لنا في رمضان
وكان يقول : ليلة الجمعة غراء ويومها أزهر
Di dalam riwayat al-Baihaqiy,
عن أنس بن مالك قال : كان النبي صلى الله عليه وسلم إذا دخل
رجب قال : اللهم بارك لنا في رجب وشعبان و بَلِّغْنَا رمضان وكان يقول :
ليلة الجمعة غراء ويومها أزهر
Takhrij hadits,
Diriwayatkan oleh Ibn Sunny dalam “Amal al-Yaumi wa al-Lailah” (659) dari jalur ibn Mani’ dikabarkan oleh Ubaidullah bin Umar al-Qawaririy.
Dan Baihaqiy dalam Su’ab al-Iman (III/375) dari jalur Abi Abdullah al-Hafidz, dikabarkan dari Abu Bakr Muhammad bin Ma’mal, dari al-Fadhil bin Muhammad asy-Sya’raniy, dari al-Qawaririy.
Dan Abu Nu’aim dalam al-Hilyah (VI/269) dari jalur Habib bin al-Hasan, dan ‘Ali bin Harun ia berkata, menceritakan kepada kami Yusuf al-Qadhi, dari Muhammad bin Abi Bakr, dari Zaidah bin Abi ar-Raqqod.
Dan al-Bazzar dalam Musnadnya (Mukhtasar Zawaid al-Bazzar li Hafidz: I/285) dari jalur Ahmad bin Malik al-Qusyairi dari Zaidah.
Hadits tersebut memiliki 2 cacat,
1. Ziyad bin Abdullah An-Numairy
Berkata Yahya bin Ma’in; Haditsnya Dhaif
Berkata Abu Hatim; Haditsnya ditulis, tapi tidak (bisa) dijadikan Hujjah
Berkata Abu ubaid al-Ajry; Aku bertanya kepada Abu Daud tentangnya, maka ia mendhaifkannya.
Ibnu Hajr berkata: Ia Dhaif
2. Zaidah bin Abi Ar-Raqqad
Berkata al-Bukhary: Haditsnya Mungkar
Abu Daud berkata: Aku tidak mengenalnya
an-Nasa’iy berkata: Aku tidak tahu siapa dia
adz-Dzahaby berkata: Tidak bisa dijadikan hujjah
asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy berkata: Matruk (ditinggalkan), dan syaikhnya adalah Ziyad an-Numairiy adalah dlo’if (lemah).
Komentar Ahli Ilmu tentang hadits ini,
al-Baihaqiy dalam Syu’ab al-Iman (III/375) berkata, telah menyendiri Ziyad An-Numairi dari jalur Zaidah bin Abi ar-Raqqad, Al-Bukhary berkata, hadits dari keduanya adalah munkar.
an-Nawawy dalam al-Adzkar (274) berkata, kami telah meriwayatkannya dan terdapat kedhaifan dalam sanadnya.
Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: dla’if (lemah), sebagaimana di dalam Dlo’if al-Jami’ ash-Shaghir: 4395 dan Misykah al-Mashobih: 1369.
Berkata asy-Syaikh Salil bin Ied al-Hilalaliy, “dlo’if jiddan (lemah sekali)”, sebagaimana di dalam Nail al-awthar bi Takhrij Ahadits kitab al-Adzkar: I/ 435 hadits nomor: 547.
2). Sholat Ar-Ragha’ib.
Sholat Ar-Ragha’ib ini diamalkan di setiap awal Jum`at di bulan Rajab.
Tidak banyak orang yang mengetahui bahwa pengagungan hari ini dan malam ini sesungguhnya diadakan ke dalam Islam ini setelah abad keempat Hijriyah. Tidak pernah ada dikerjakan dari sejak masa Nabi saw, para Shahabat maupun para Tabi’in. Berikut ini buku-buku literatur tentang bid`ahnya sholat Ragha’ib (lihat di dalam kitab Mu’jam al-Bida’ halaman 257-258),
1. Iqtida` ash-Shirat al-Mustaqim, halaman 283. (2). Al-Ba`itsu `ala inkari al-Bida` wa Al-Hawadist, halaman 39 dan seterusnya, (3). Al-Madkhal oleh Ibnu al-Hajj, 1/293, (4). As-Sunan wa al-Mubtadi`at, halaman 140, (5). Tabyiin al-Ujab bima warada fi Fadh-li Rajab, halaman 47, (6). Fatawa an-Nawawiy, halaman 26. (7). Majmu` al-Fataawa oleh Ibnu Taimiyah: II/2, (8). al-Maudlu`at: II/124, (9). Alla’aliy Al-mashnu`ah: II/57, (10). Tanzih asy-Syari`ah: II/92, (11). al-Mughni `an al-Hifdzi wa al-Kitab, halaman 297- serta bantahannya, Jannah al-Murtab, (12). Safar as-Sa`adah halaman 150, (13). Ishlah al-Masajid hal. 98, (14). Al-Ibda’ fi madlorr al-Ibtida’ halaman 54, 58, 74, (15). Al-Hawadits wa al-Bida’ halaman 132, dan masih banyak yang lainnya.
Para ulama sepakat tentang hadits-hadits yang diriwayatkan mengenai keutamaan bulan Rajab adalah palsu, sesungguhnya telah diterangkan oleh sekelompok Al-Muhadditsin tentang palsunya hadits sholat Ar-Raghaaib diantara mereka ialah, Al-Haafidz Ibnu hajar, Adz-Dzahabiy, Al-`Iraaqiy, Ibnu Al-Jauziy, Ibnu Taimiyah, An-Nawawiy dan As-Sayuthiy dan selain dari mereka. Kandungan dari hadits-hadits yang palsu itu adalah mengenai keutamaan berpuasa pada hari itu, mendirikan malamnya, dinamakan “sholat Ar-ragha’ib,” para ahli tahqiq dikalangan ahli ilmu telah melarang mengkhususkan hari tersebut untuk berpuasa, atau mendirikan malamnya melaksanakan sholat dengan cara yang bid`ah ini, demikian juga pengagungan hari tersebut dengan cara membuat makanan yang enak-enak, mengishtiharkan bentuk yang indah dan selain yang demikian, dengan tujuan bahwa hari ini lebih utama dari hari-hari yang lainnya.
Berkata al-Imam al-Hafidz Abu al-Khatthab, “Adapun sholat Ar-Ragha’ib, yang dituduh sebagai pemalsu hadits ini ialah, `Ali bin `Abdullah bin jahdham, dia memalsukan hadits ini dengan menampilkan rawi-rawi yang tidak dikenal, tidak terdapat diseluruh kitab.” Pembahasan Abu al-Khatthaab ini terdapat dalam,
al-Ba`its `Ala Inkar al-Bida` wa al-Ahadist halaman 40.
Abul Hasan, `Ali bin `Abdullah bin Al-Hasan bin Jahdham, Ash-Shufiy, pengarang kitab, Bahjah al-Asrar fi at-Tashawuf.
Berkata Abu al-Fadl bin Khairun, “Dia adalah pendusta”.
Berkata selainnya, “Dia dituduh sebagai pemalsu hadits sholat Ar Ragha’ib”.
Lihat terjemahannya dalam, al-`Ibir fi Khabar min Ghubar: III/116, al-Mizan: III/142, al-Lisan: IV/238, Marat al-Jinan: III/28, al-Muntadzim: VIII/14, al-`Aqdu ats-Tsamin: VI/179.
Asal daripada sholat ini sebagaimana diceritakan oleh Ath-Thurthusyiy dalam “kitabnya”, “Telah mengkhabarkan kepada saya Abu Muhammad Al-Maqdisiy, berkata Abu Syamah dalam “Al Ba`its”, hal. 33, “Saya berkata, Abu Muhammad ini perkiraan saya adalah `Abdul `Aziz bin Ahmad bin `Abdu `Umar bin Ibrahim Al-Maqdisiy, telah meriwayatkan darinya Makkiy bin `Abdus Salam Ar-Rumailiy Asy-Syahid, disifatkan dia sebagai Asy-Syaikh yang dipercaya, Allahu A`lam.” Berkata dia, “tidak pernah sama sekali dikalangan kami di Baitul Maqdis ini diamalkan sholat Ar-Ragha’ib, yaitu sholat yang dilaksanakan di bulan Rajab dan Sya`ban. Inilah bid`ah yang pertama kali muncul di sisi kami pada tahun 448 H, dimana ketika itu datang ke tempat kami di Baitul Maqdis seorang laki laki dari Nabilis dikenal dengan nama Ibnu Abil Hamra`, suaranya sangat bagus sekali dalam membaca alquran, pada malam pertengahan (malam keenam belas) di bulan Sya`ban dia mendirikan sholat di Masjid al-Aqsha dan sholat di belakangnya satu orang, lalu bergabung dengan orang ketiga dan keempat, tidaklah dia menamatkan bacaan Alquran kecuali telah sholat bersamanya jama`ah yang banyak sekali, kemudian pada tahun selanjutnya, banyak sekali manusia sholat bersamanya, setelah itu menyebarlah di sekitar Masjid al-Aqsha sholat tersebut, terus menyebar dan masuk ke rumah-rumah manusia lainnya, kemudian tetaplah pada zaman itu diamalkan sholat tersebut yang seolah-olah sudah menjadi satu sunnah di kalangan masyarakat sampai pada hari kita ini. Dikatakan kepada laki laki yang pertama kali mengada-adakan sholat itu setelah dia meninggalkannya, sesungguhnya kami melihat kamu mendirikan sholat ini dengan jama`ah. Dia menjawab dengan mudah, “Saya akan minta ampun kepada Allah Ta`ala.”
Kemudian berkata Abu Syaamah, “Adapun sholat Rajab, tidak muncul di sisi kami di Baitul Maqdis kecuali setelah tahun 480 H, kami tidak pernah melihat dan mendengarnya sebelum ini.” (al-Ba`itsu `ala Inkar al-Bida` wa al-Ahadist : hal. 32-33).
3). Sholat Ummu Dawud di pertengahan bulan Rajab.
Demikian juga hari terakhir dipertengahan bulan Rajab, dilaksanakan sholat yang dinamakan sholat “Ummu Dawud” ini juga tidak ada asalnya sama sekali. “Iqtidlo’ ash-Shirath al-Mustaqim” hal. 168, 293. (Lihat Mu’jam al-Bida’ oleh Ro’id bin Shabriy bin Abi Alfah halaman 255 cetakan Dar al-Ashimah).
4). Sholat al-Alfiyah.
Sholat ini dilakukan pada awal bulan Rajab dan pertengahan bulan Sya’ban. (Lihat Sunan wa al-Mubtadi’at oleh asy-Syaikh asy-Syuqairiy halaman 144, 179, al-Amr bi al-Atba’ halaman 176, Ishlah al-Masajid oleh asy-Syaikh al-Qosimiy halaman 99 dan Mu’jam al-Bida’ halaman 56, 255, 342).
5). Puasa pada bulan Rajab.
أَمَّا تَخْصِيصُ رَجَبٍ وَشَعْبَانَ جَمِيعًا بِالصَّوْمِ
أَوْ الِاعْتِكَافِ فَلَمْ يَرِدْ فِيهِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْءٌ وَلَا عَنْ أَصْحَابِهِ . وَلَا أَئِمَّةِ
الْمُسْلِمِينَ بَلْ قَدْ ثَبَتَ فِي الصَّحِيحِ . أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَصُومُ إلَى شَعْبَانَ وَلَمْ
يَكُنْ يَصُومُ مِنْ السَّنَةِ أَكْثَرَ مِمَّا يَصُومُ مِنْ شَعْبَانَ
مِنْ أَجْلِ شَهْرِ رَمَضَانَ . وَأَمَّا صَوْمُ رَجَبٍ بِخُصُوصِهِ
فَأَحَادِيثُهُ كُلُّهَا ضَعِيفَةٌ بَلْ مَوْضُوعَةٌ لَا يَعْتَمِدُ أَهْلُ
الْعِلْمِ عَلَى شَيْءٍ مِنْهَا وَلَيْسَتْ مِنْ الضَّعِيفِ الَّذِي
يُرْوَى فِي الْفَضَائِلِ بَلْ عَامَّتُهَا مِنْ الْمَوْضُوعَاتِ
الْمَكْذُوبَاتِ
Adapun melakukan puasa khusus di bulan Rajab, maka sebenarnya itu semua adalah berdasarkan hadits yang seluruhnya lemah (dho’if) bahkan maudhu’ (palsu). Para ulama tidaklah pernah menjadikan hadits-hadits ini sebagai sandaran. Hadits-haditsnya bukanlah hadits yang memotivasi beramal (fadhilah amal), bahkan kebanyakannya adalah hadits yang maudhu’ (palsu) dan dusta.”(Majmu’ al-Fatawa, XXV/290-291).
Bahkan telah dicontohkan oleh para sahabat bahwa mereka melarang berpuasa pada seluruh hari bulan Rajab karena ditakutkan akan sama dengan puasa di bulan Ramadhan, sebagaimana hal ini pernah dicontohkan oleh ‘Umar bin Khottob. Ketika bulan Rajab, ‘Umar pernah memaksa seseorang untuk makan (tidak berpuasa), lalu beliau katakan,
لَا تُشَبِّهُوهُ بِرَمَضَانَ
Adapun perintah Nabi Shallalllahu alaihi wa sallam untuk berpuasa di bulan-bulan haram yaitu bulan Rajab, Dzulqo’dah, Dzulhijjah, dan Muharram (HR Muslim, Abu Dawud: 2429, at-Turmudziy, ad-Darimiy: II/ 21, Ibnu Majah: 1742, Ibnu Khuzaimah: 2076 dan Ahmad: II/ 303, 329, 342, 344, 535), maka ini adalah perintah untuk berpuasa pada empat bulan tersebut dan beliau tidak mengkhususkan untuk berpuasa pada bulan Rajab saja. (Lihat Majmu’ al-Fatawa, XXV/291).
Berkata asy-Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan, “Puasa pada hari pertama bulan Rajab itu adala bid’ah, tidak ada syariatnya dan tidak tsabit dari Rasulullah saw mengenai kekhususan puasa pada bulan Rajab. Maka berpuasa pada hari pertama bulan Rajab dan meyakininya sebagai sunnah adalah kekeliruan dan bid’ah. (al-Muntaqo’ min Fatawa Fadlilah asy-Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan: I/ 33 dan al-Bida’ wa al-Muhdatsat halaman 534).
Banyak ulama yang memasukkan puasa Rajab ke dalam perkara-perkara bid’ah, diantaranya Ra’id bin Shabriy bin Abu Alfah, asy-Syaikh Ibnu Wadldloh, ath-Tharthusiy, asy-Syuqairiy dan lain-lain. (Lihat Mu’jam al-Bida’ hal. 256, al-Bida’ wa an-Nahyu anha hal. 44, al-Hawadits wa al-Bida’ hal. 139, as-Sunan wa al-Mubtadi’at hal, 141, al-Ba’its ala inkar al-Bida’ wa al-Hawadits hal. 170 dan Ishlah al-Masajid hal. 9).
Imam Ahmad mengatakan, “Sebaiknya seseorang tidak berpuasa (pada bulan Rajab) satu atau dua hari.” Imam Asy Syafi’i mengatakan, “Aku tidak suka jika ada orang yang menjadikan menyempurnakan puasa satu bulan penuh sebagaimana puasa di bulan Ramadhan.” Beliau berdalil dengan hadits ‘Aisyah yaitu ‘Aisyah tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa sebulan penuh pada bulan-bulan lainnya sebagaimana beliau menyempurnakan berpuasa sebulan penuh pada bulan Ramadhan. (Latho-if al-Ma’arif, 215).
Ringkasnya, berpuasa penuh di bulan Rajab itu terlarang jika memenuhi tiga poin berikut,
- Jika dikhususkan berpuasa penuh pada bulan tersebut, tidak seperti bulan lainnya sehingga orang-orang awam dapat menganggapnya sama seperti puasa Ramadhan.
- Jika dianggap bahwa puasa di bulan tersebut adalah puasa yang dikhususkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana sunnah rawatib (sunnah yang mengiringi amalan yang wajib).
- Jika dianggap bahwa puasa di bulan tersebut memiliki keutamaan pahala yang lebih dari puasa di bulan-bulan lainnya. (Lihat Al-Hawadits wa al-Bida’, hal. 130-131. Dinukil dari Al-Bida’ Al-Hawliyah, 235-236)
6). Perayaan Isra’ Mi’raj.
Sebelum kita menilai apakah merayakan Isra’ Mi’raj ada tuntunan dalam agama ini ataukah tidak, perlu kita tinjau terlebih dahulu, apakah Isra’ Mi’raj betul terjadi pada bulan Rajab?.
Perlu diketahui bahwa para ulama berselisih pendapat kapan terjadinya Isra’ Mi’raj. Ada ulama yang mengatakan pada bulan Rajab. Ada pula yang mengatakan pada bulan ramadlan.
Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Tidak ada dalil yang tegas yang menyatakan terjadinya Isra’ Mi’raj pada bulan tertentu atau sepuluh hari tertentu atau ditegaskan pada tanggal tertentu. Bahkan sebenarnya para ulama berselisih pendapat mengenai hal ini, tidak ada yang bisa menegaskan waktu pastinya.” (Zaad al-Ma’ad, I/54)
Ibnu Rajab mengatakan, “Telah diriwayatkan bahwa di bulan Rajab ada kejadian-kejadian yang luar biasa. Namun sebenarnya riwayat tentang hal tersebut tidak ada satupun yang shahih. Ada riwayat yang menyebutkan bahwa beliau dilahirkan pada awal malam bulan tersebut. Ada pula yang menyatakan bahwa beliau diutus pada 27 Rajab. Ada pula yang mengatakan bahwa itu terjadi pada 25 Rajab. Namun itu semua tidaklah shahih.”
Abu Syamah mengatakan, “Sebagian orang menceritakan bahwa Isra’ Mi’raj terjadi di bulan Rajab. Namun para pakar Jarh wa Ta’dil (pengkritik perawi hadits) menyatakan bahwa klaim tersebut adalah suatu kedustaan.” (al-Bida’ al-Hawliyah, 274)
Setelah kita mengetahui bahwa penetapan Isra’ Mi’raj sendiri masih diperselisihkan, lalu bagaimanakah hukum merayakannya?.
Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Tidak dikenal dari seorang dari ulama kaum muslimin yang menjadikan malam Isra’ memiliki keutamaan dari malam lainnya, lebih-lebih dari malam Lailatul Qadr. Begitu pula para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik tidak pernah mengkhususkan malam Isra’ untuk perayaan-perayaan tertentu dan mereka pun tidak menyebutkannya. Oleh karena itu, tidak diketahui tanggal pasti dari malam Isra’ tersebut.” (Zaad al-Ma’ad, I/54).
Begitu pula Syaikh al-Islam mengatakan, “Adapun melaksanakan perayaan tertentu selain dari hari raya yang disyari’atkan (yaitu idul fithri dan idul adha) seperti perayaan pada sebagian malam dari bulan Rabi’ul Awwal (yang disebut dengan malam Maulid Nabi), perayaan pada sebagian malam Rajab (perayaan Isra’ Mi’raj), hari ke-8 Dzulhijjah, awal Jum’at dari bulan Rajab atau perayaan hari ke-8 Syawal -yang dinamakan orang yang sok pintar (alias bodoh) dengan Idul Abrar (ketupat lebaran)-; ini semua adalah bid’ah yang tidak dianjurkan oleh para salaf (sahabat yang merupakan generasi terbaik umat ini) dan mereka juga tidak pernah melaksanakannya.” (Majmu’ al-Fatawa, XXV/298)
Ibnu alHaaj mengatakan, “Di antara ajaran yang tidak ada tuntunan yang diada-adakan di bulan Rajab adalah perayaan malam Isra’ Mi’raj pada tanggal 27 Rajab.” (al-Bida’ al-Hawliyah, 275).
7). Beberapa hadits lemah/ palsu yang berkenaan dengan bulan Rajab.
حديث 1 : رجب شهر الله وشعبان شهري ورمضان شهر أمتى فمن
صام من رجب يومين فله من الأجر ضعفان ووزن كل ضعف مثل جبال الدنيا ثم
ذكر أجر من صام أربعة أيام ومن صام ستة أيام ثم سبعة أيام ثم ثمانية
أيام ثم هكذا: إلى خمسة عشر يوما منه.
Hadits ini “Maudhu`” (Palsu). Dalam sanad hadits ini ada yang bernama Abu Bakar bin al-Hasan an-Naqqasy, dia perawi yang dituduh pendusta, al-Kasa’iy- rawi yang tidak dikenal (Majhul). Hadits ini juga diriwayatkan oleh pengarang Allalaiy dari jalan Abi Sa`id al-Khudriy dengan sanad yang sama, juga Ibnu al-Jauziy nukilan dari kitab Allalaiy.
Diriwayatkan oleh Ad-Dailami dan lainnya dari Anas bin Malik secara marfu’, akan tetapi Ibnu al-Jauzi menyebutkannya dalam kitab Al-Maudhu’aat dengan jalan yang berbeda-beda, demikian juga Ibnu Hajar dalam kitab Tabyin al-‘Ajab Fima Waroda Fi Fadh-li Rojab.
Lihat, Kitab Faidhul Qodir, Karya: al-Munawi IV/162 dan 166 Cet. al-Maktabah at-Tijariyah al-Kubro Th.1356 H. Dan kitab Kasyf al-Khofa’, karya Al-‘Ajluni II/13 Cet. Muassasah ar-Risalah Th.1405 H.
Berkata asy-Syaikh al-Albaniy, “dla’if”, (lihat Dla’if al-Jami’ ash-Shaghir: 3094).
حديث 2 : من صام ثلاثة أيام من رجب كتب له صيام شهر من صام
سبعة أيام من رجب أغلق الله عنه سبعة أبواب من النار ومن صام ثمانية أيام
من رجب فتح الله له ثمانية أبواب من الجنة ومن صام نصف رجب حاسبه الله
حسابا يسيرا.
Diterangkan di dalam kitab Allalaiy setelah pengarangnya meriwayatkannya dari Aban kemudian dari Anas secara Marfu`, “Hadits ini tidak Shahih, sebab Aban adalah perawi yang ditinggalkan, sedangkan `Amru bin al-Azhar pemalsu hadits, kemudian dia jelaskan, “Dikeluarkan juga oleh Abu asy-Syaikh dari jalan Ibnu `Ulwan dari Aban, adapun Ibnu `Ulwan pemalsu hadits.
حديث 3 : إن شهر رجب شهر عظيم من صام منه يوما كتب له صوم ألف سنة – إلخ
Artinya, “Sesungguhnya bulan Rajab adalah bulan yang mulia. Barangsiapa berpuasa satu hari di bulan tersebut berarti sama nilainya dia berpuasa seribu tahun-dan seterusnya”.
Diriwayatkan oleh Ibnu Syahin dari `Ali secara Marfu`. Dan dijelaskan dalam kitab Allalaiy, “Hadits ini tidak Shahih”, sedangkan Haruun bin `Antarah selalu meriwayatkan hadits-hadits yang munkar.
حديث 4 : من صام يوما من رجب عدل صيام شهر-إلخ
Diriwayatkan oleh al-Khathib dari jalan Abi Dzarr Marfu`. Di sanadnya ada perawi, al-Furat bin as-Saib, dia ini perawi yang ditinggalkan.
Berkata al-Hafizh Ibnu Hajar dalam kitabnya al-Amaliy, sepakat diriwayatkan hadist ini dari jalan al-Furat bin As-Saib- dia ini lemah- Rusydin bin Sa`ad, dan al-Hakim bin Marwan, kedua perawi ini lemah juga.
Sesungguhnya al-Baihaqiy juga meriwayatkan hadits ini di kitabnya “Syu`ab al-Iman” dari hadits Anas, yang artinya, “Siapapun yang berpuasa satu hari di bulan Rajab sama nilainya dia berpuasa satu tahun.” Di menyebutkan hadits yang sangat panjang, akan tetapi di sanad hadits ini juga ada perawi `Abdul Ghafur Abu ash-Shobah al-Anshoriy, dia ini perawi yang ditinggalkan (matruk). Berkata Ibnu Hibban, “Dia ini termasuk orang orang yang memalsukan hadits”.
حديث 5: من أحيا ليلة من رجب وصام يوما أطعمه الله من ثمار الجنة – إلخ
Diriwayatkan dalam kitab Allalaiy dari jalan Al Husain bin `Ali Marfu. Berkata pengarang kitab, “Hadits ini Maudhu` (palsu)”.
حديث 6: أكثروا من الاستغفار فى شهر رجب فإن لله فى كل ساعة منه عتقاء من النار وإن لله لا يدخلها إلا من صام رجب
Dikatakan dalam adz-Dzail, Dalam sanadnya ada rawi namanya al-Ash-bagh, “Tidak bisa dipercaya”.
حديث 7 : فى رجب يوم وليلة من صام ذلك اليوم وقام تلك الليلة كان له من الأجر كمن صام مائة-إلخ.
Dikatakatan dalam adz-Dzail, Di dalam sanadnya ada nama rawi Hayyaj, dia adalah rawi yang ditinggalkan.
Dan demikian disebutkan tentang, “Berpuasa satu hari atau dua hari di bulan itu.”
Disebutkan juga dalam adz-Dzail, “Sanad hadits ini penuh dengan kegelapan sebahagian atas sebahagian lainnya, di dalam sanadnya ada perawi perawi yang pendusta. Dan demikian diriwayatkan, “Bahwa Nabi Shallahu alaihi wa sallam berkhutbah pada hari jum`at sepekan sebelum bulan Rajab. Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam berkata, “Hai sekalian manusia! Sesungguhnya akan datang kepada kalian satu bulan yang mulia. Rajab bulan adalah bulan Allah yang Mulian, dilipat gandakan kebaikan di dalamnya, doa-doa dikabulkan, kesusahan kesusahan akan di hilangkan.” Ini adalah Hadist yang Munkar.
Dan dalam hadits yang lain, “Barangsiapa berpuasa satu hari di bulan Rajab, dan mendirikan satu malam dari malam malamnya, maka Allah Tabaraka wa Ta`ala akan membangkitkannya dalam keadaan aman nanti di hari Kiamat- dan seterusnya.”
Di dalam sanad hadits ini, “Kadzdzabun” (para perawi pendusta).
Demikian juga hadits , “Barangsiapa yang menghidupkan satu malam di bulan Rajab, dan berpuasa di siang harinya, Allah akan memberikan makanan buatnya buah-buahan dari Sorga- dan seterusnya.”
Didalam sanadnya, “Para perawi pembohong/pemalsu hadits”.
Demikian juga hadits, “Rajab bulan Allah yang Mulia, dimana Allah mengkhususkan bulan itu buat diri-Nya. Maka barangsiapa yang berpuasa satu hari di bulan itu dengan penuh keimanan dan mengharapkan Ridho Allah, dia akan dimasukan ke dalam Jannah Allah Ta`ala- dan seterusnya.”
Didalam sanadnya, Para perawi yang ditinggalkan.
Demikian juga hadits, “Rajab bulan Allah, Sya`ban bulan Saya (Rasulullahu Shollallahu `alaihi wa Sallam, Ramadhan bulan ummat saya.” Demikian juga hadits, “Keutamaan bulan Rajab di atas bulan bulan lainnya ialah, seperti keutamaan alquran atas seluruh perkataan-perkataan lainnya dan seterusnya”.
Berkata al-Imam Ibnu Hajar al-Asqolaniy, “Hadits ini adalah palsu”.
Berkata `Ali bin Ibraahim Al-`Atthor dalam satu risalahnya, “Sesungguhnya apa-apa yang diriwayatkan tentang keutamaan tentang puasa di bulan Rajab, seluruhnya Palsu dan Lemah yang tidak ada asalnya sama sekali. Berkata dia, “`Abdullah Al Anshoriy tidak pernah puasa di bulan Rajab, dan dia melarangnya, kemudian berkata : “Tidak ada yang shohih dari Nabi Muhammad Shollallahu `alaihi wa Sallam satupun hadist mengenai keutamaan bulan Rajab.” Kemudian dia berkata, Dan demikian juga, “Tentang amalan amalan yang dikerjakan pada bulan ini, Seperti mengeluarkan Zakat di dalam bulan Rajab tidak di bulan lainnya.” Ini tidak ada ashol sama sekali.
Dan demikian juga, “Dimana penduduk Makkah memperbanyak `Umrah di bulan ini tidak seperti bulan lainnya.” Ini tidak ada asal sama sekali sepanjang pengetahuan saya. Dia berkata, “Diantara yang diada-adakan oleh orang yang `awwam ialah, “Berpuasa di awal kamis di bulan Rajab,” yang keseluruhannya ini adalah, “bid`ah”.
Dan diantara yang mereka ada-adakan juga di bulan Rajab dan Sya`ban ialah, “Mereka memperbanyak ketaatan kepada Allah melebihi dari bulan bulan lainnya.”
Adapun yang diriwayatkan tentang “Bahwa Allah Ta`ala memerintahkan nabi Nuh Alaihi as-Salam untuk membuat kapalnya di bulan Rajab ini, serta diperintahkan kamu Mu`minin yang bersama dia untuk berpuasa di bulan ini.” Ini Hadits Maudhu` (Palsu).
حديث 8 : لا تغفلوا عن أول جمعة من رجب فإنها ليلة تسميها الملائكة الرغائب- وذكر الحديث المكذوب بطوله
“Janganlah kalian lalai dari awal jum’at dari bulan rojab, karena malam itu dinamakan oleh para Malaikat sebagai mala mar-Raghaib” Kemudian menyebutkan hadits dusta itu secara panjang lebar. [Lihat : Kitab Kasyf al-Khofaa’, Karya al-‘Ajluni I/95 Cet. Muassasah ar-Risalah Th.1405 H. Dan kitab Naqd al-Manqul, Karya: az-Zar’i I/83 Cet. Dara l-Qodiri Th.1411 H].
حديث9: فضل شهر رجب على الشهور كفضل القرآن على سائر الكلام
قال ابن حجر إنه موضوع
Ibnu Hajar berkata: Ini adalah maudhu’ (palsu). [Lihat : Kitab Kasyf al- Khofa’ II/110, Karya : al-‘Ajluni, Cet.Muassasah ar-Risalah Th.1405 H. Dan kitab al-Mashnu’, Karya: ‘Ali bin Sulthon al-Qori I/128 Cet.Maktabah ar-Rusydu Th.1404 H].
حديث 10: رجب شهر عظيم يضاعف الله فيه الحسنات فمن صام يوما
من رجب فكأنما صام سنة ومن صام منه سبعة أيام غلقت عنه سبعة أبواب جهنم ومن
صام منه ثمانية أيام حسنة له ثمانية أبواب الجنة ومن صام منه عشر أيام لم
يسأل الله إلا أعطاه ومن صام منه خمسة عشر يوما نادى مناد في السماء قد غفر
لك ما مضى فاستأنف العمل ومن زاد زاده الله وفي رجب حمل الله نوحا فصام
رجب وأمر من معه أن يصوموا فجرت سبعة أشهر أخر ذلك يوم عاشوراء اهبط على
الجودي فصام نوح ومن معه والوحش شكرا لله عز وجل وفي يوم عاشوراء فلق الله
البحر لبني إسرائيل وفي يوم عاشوراء تاب الله عز وجل على آدم صلى الله عليه
وسلم وعلى مدينة يونس وفيه ولد إبراهيم صلى الله عليه وسلم
قال الإمام الذهبي : هذا باطل و إسناد مظلم و قال الهيثمي رواه الطبراني في الكبير وفيه عبدالغفور وهو متروك
al-Imam adz-Dzahabiy berkata: Ini adalah batil dan isnadnya gelap.
al-Haitsami berkata: Diriwayatkan oleh ath-Thabraniy di dalam al-Kabir di dalamnya ada Abdul Ghofur dan dia adalah matruk (ditinggalkan). [Lihat: Kitab al-Mizan, Karya: adz-Dzahabi V/62 Cet.Dar al-Kutub al-Ilmiyah Th.1995 M dan Kitab Majma’ az-Zawaid, Karya: al-Haitsami III/188 Cet.Dar ar-Royyan Th.1407 H].
حديث 11: من صام ثلاثة أيام من شهرٍ حرامٍ الخميس والجمعة والسبت كتب الله له عبادة تسعمائة سنة وفي لفظ: ستين سنة
Diriwayatkan oleh ath-Thabraniy dalam al-Awsath II/219 Cet.Dar al-Haromain Th.1415 H dan dia mengatakan: Tidak ada yang meriwayatkan hadits ini dari Maslamah kecuali Ya’qub yang Muhammad bin Yahya menyendiri dengannya.
Al-Haitsami mengatakan: Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam al-Ausath dari Ya’qub bin Musa al-Madani dari Maslamah, Ya’qub adalah majhul (tidak dikenal) dan Maslamah adalah Ibnu Rosyid al-Hamani, Hatim berkata tentang dia : Haditsnya mudhthorib (goncang), al-Azdi berkata dalam adh-Dhu’afa : Dia tidak dapat dijadikan hujjah. Lihat: Kitab Majma’ az-Zawaid III/191 Cet.ar-Royyan Th.1407
Ibnul Jauzi menghukuminya tidak shohih dalam kitabnya al-‘Ilal al-Mutanahiyah II/554 Cet. Dar al-Kutub Ilmiyah Th.1403 H.
حديث 12: صوم أول يوم من رجب كفارة ثلاث سنين والثاني كفارة سنتين ثم كلّ يوم شهراً
قال العجلوني رحمه الله تعالى : من الأحاديث الموضوعة ما جاء
في فضيلة أول ليلة جمعة من رجب الصلاة الموضوعة فيها التي تسمى صلاة
الرغائب لم تثبت في السنة ولا ثم أئمة الحديث
قال الحافظ أبو عبد الله محمد بن أبي بكر الدمشقي المتوفى
691هـ : وكل حديث في ذكر صوم رجب و صلاة بعض الليالي فيه فهو كذب مفترى
كحديث من صلى بعد المغرب أول ليلة من رجب عشرين ركعة جاز على الصراط بلا
نجاسة
Demikian sebahagian amalan yang biasa dikerjakan oleh kaum muslimin menjelang datangnya bulan Rajab. Namun sayangnya apa yang biasa mereka kerjakan itu tidak berdalil sedikitpun dari alqur’an dan hadits-hadits Nabi saw yang shahih. Padahal Rosulullah saw telah menyuruh umatnya waspada dari hal-hal yang tidak pernah diperintahkan dan dicontohkan oleh Beliau saw, sebab hal tersebut adalah kesesatan dan dapat menjerumuskan mereka ke dalam neraka. Hal ini sebagaimana dalil-dalil berikut,
عن العرباض بن سارية رضي الله عنه قال: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ
صلى الله عليه و سلم: وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ فَإِنَّ
كُلَّ مُحْدَثَةِ بِدْعَةٌ وَ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
عن جابر بن عبد الله رضي الله عنه قال: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ
صلى الله عليه و سلم يَقُوْلُ فىِ خُطْبَتِهِ َيحْمَدُهُ وَ يُثْنىِ
عَلَيْهِ ِبمَا هُوَ أَهْلُهُ ُثمَّ يَقُوْلُ: مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ
مُضِلَّ لَهُ وَ مَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ إِنَّ أَصْدَقَ
اْلحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَ أَحْسَنَ اْلهَدْيِ هَدْيُ ُمحَمَّدٍ وَ
شَرَّ اْلأُمُوْرِ ُمحْدَثَاتُهَا وَ كُلَّ ُمحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَ كُلَّ
بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَ كُلَّ ضَلاَلَةٍ فىِ النَّارِ
Disamping itu juga Rosulullah Shallahu alaihi wa sallam mengancam siapapun yang beramal dengan suatu amalan namun tidak pernah diperintahkan, dianjurkan dan dicontohkan oleh Beliau di dalam syariat, maka amalan-amalan tersebut pasti tertolak dan tidak akan mendapatkan balasan sedikitpun kecuali keburukan.
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُـوْلَ اللَّهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ: مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
عن عائشة قَالَتْ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و
سلم: مَنْ أَحْدَثَ فىِ أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
عن عائشة قَالَتْ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: مَنْ صَنَعَ أَمْرًا مِنْ غَيْرِ أَمْرِنَا فَهُوَ رَدٌّ
Dengan beberapa dalil di atas, sudah sepatutnya bagi setiap muslim untuk melazimkan ibadah dengan apa yang telah didatangkan dan dicontohkan oleh Rosulullah Shallahu alaihi wa sallam sebagai bentuk ketaatan, kecintaan dan pengagungan kepada Beliau. Sebab sedikit amal di dalam mengikuti sunnah nabi e adalah lebih baik dan lebih bernilai daripada mengerjakan banyak amal namun mengandung perkara bid’ah.
عن ابن مسعود رضي الله عنه قال: اْلاِقْتِصَادُ فىِ السُّنَّةِ أَحْسَنُ مِنَ اْلاِجْتِهَادِ فىِ اْلبِدْعَةِ
Dan Abdullah bin Mas’ud dan al-Fudloil bin ‘Iyadl berkata (Al-Ibanah: 245, 249),
عَمَلٌ قَلِيْلٌ فىِ سُنَّةٍ خَيْرٌ مِنْ عَمَلٍ كَثِيْرٍ فىِ بِدْعَةٍ
عن ابن مسعود رضي الله عنه قَالَ: ِاتَّبِعُوْا وَ لاَ تَبْتَدِعُوْا فَقَدْ كُفِيْتُمْ وَ كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
عن ابن مسعود رضي الله عنه قال: سَتَجِدُوْنَ أَقْوَامًا
يَدْعُوْنَ إِلىَ كِتَابِ اللهِ وَ قَدْ نَبَذُوْهُ وَرَاءَ ظُهُوْرِهِمْ
فَعَلَيْكُمْ بِاْلعِلْمِ وَ إِيَّاكُمْ وَ التَّبَدُّعَ وَ التَّنَطُّعَ
وَ عَلَيْكُمْ بِاْلعَتِيْقِ
Berkata Sufyan ats-Tsauriy (lihat Talbis Iblis halaman 26, Syu’ab al-Iman: VII/ 59 ( 9455) dan Alam al-Jin wa asy-Syayathin halaman 68),
اْلبِدْعَةُ أَحَبُّ إِلىَ إِبْلِيْسَ مِنَ اْلمـَعْصِيَةِ
لِأَنَّ اْلمـَعْصِيَةَ يُتَابُ مِنْهَا وَ اْلبِدْعَةَ لاَ يُتَابُ
مِنْهَا
Semoga bermanfaat, dan maaf jika pembahasan ini ada menyinggung pemahaman dari para saudaraku. Semoga hal ini sebagai bentuk pertimbangan lain dari apa yang selama ini dipahami oleh kita.
Wallahu a’lam bi ash-Showab.