السلام عليكم و رحمة الله و بركاته

Selasa, 10 Juli 2012

DENGKI, AKHLAK YANG WAJIB DIJAUHI


JAUHI SIFAT HASAD/ DENGKI


بسم الله الرحمن الرحيم
Kebanyakan manusia itu terlahir dengan membawa sifat hasad atau dengki kepada orang lain. Ia dengki kepada saudaranya yang mempunyai beberapa kelebihan dibanding dengan dirinya. Rasa iri itu muncul ketika saudaranya itu mempunyai harta melebihi dirinya, lebih tinggi jenjang pendidikannya, mempunyai tingkat sosial yang lebih menonjol, lebih mapan pekerjaannya, lebih dicintai orang lain, memiliki istri yang lebih cantik daripada istrinya dan lain sebagainya.
Kedengkian tersebut akhirnya menghilangkan rasa empati dan simpati kepada saudaranya tersebut dikala mendapatkan musibah dan bencana bahkan ia berbahagia dan puas dengannya. Disamping itu juga kedengkian menumbuhkan rasa sedih dan duka yang mendalam disaat saudaranya itu mendapatkan satu kebaikan dari berbagai kebaikan bahkan membuatnya sangat menderita hingga menjadikannya makan tak enak, tidur tidak nyenyak, persendian tiada gerak dan nafaspun terasa sesak. Ia selalu mengharap kebaikan dan kebahagiaan itu lenyap dari sisi saudaranya sebagaimana hilangnya kabut diterpa angin. Bahkan adakalanya ia berusaha dengan aneka cara untuk menghilangkan kelebihan saudaranya tersebut kendatipun dengan bersusah payah, berpeluh lelah, berteduh amarah dan kerapkali berkeluh kesah. Namun anehnya ia sabar dalam menanti, menunggu dan mengintai berbagai kekeliruan yang dikerjakan oleh saudaranya itu yang akhirnya menjadi kegiatan rutinnya. Kegiatan mengintai yang sebenarnya bagi orang lain adalah pekerjaan yang menjemukan dan menjenuhkan, tetapi tidak baginya. Sebab kedengkian yang telah merasuk dan merusak denyut hatinya tersebut telah menciptakan dirinya menjadi seorang yang sabar untuk tujuan pentingnya, yakni hancur dan sirnanya kelebihan dan kebahagiaan yang dimiliki oleh saudaranya tersebut.

Maka ketika ada sarana yang membuat saudaranya itu hilang sebahagian kelebihannya itu maka iapun menggunakan sarana itu untuk menghilangkannya. Salah satu sarana (atau lebih tepatnya; senjata) yang paling ampuh untuk meruntuhkan dan menghilangkan sebahagian kelebihan saudaranya itu adalah ghibah.

Ghibah adalah senjata beracun yang dapat merusak dan mematikan kehormatan dan harga diri seseorang. Jika ghibah itu telah ditancapkan dan tepat menikam kehormatan seorang muslim maka dengan segera meluas dan merebak ke berbagai penjuru, sehingga tiada seorangpun yang tinggal di tempat itu melainkan ia pasti telah mengetahuinya. Dan dengan cepat pula kehormatan muslim tersebut terobek-robek, hancur dan rusak tiada bentuk, hingga ia berjalan terseok-seok dan tak berani menengadahkan wajahnya.

Demikianlah kekejaman ghibah yang dilahirkan oleh kedengkian yang dapat merenggut kehormatan dan harga diri seseorang kemudian mencampakkannya ke suatu tempat yang tidak ada seseorangpun yang memperdulikannya.

Dari sebab itu, sifat hasad yang seperti ini adalah sangat tercela dan setiap muslim wajib menjauhi dan tidak menghiasi dirinya dengan sifat tersebut, apalagi para ulama, dai dan penuntut ilmunya.

Setelah menguraikan sekitar sepuluh kerusakan dan bahaya dari penyakit hasad, berkata asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah, “Ringkasnya, bahwasanya hasad itu adalah merupakan akhlak yang tercela. Sangat disayangkan bahwa hasad ini kebanyakan dijumpai di antara para ulama dan penuntut ilmu. (Hasad ini) dijumpai pula di antara para pedagang sebahagian mereka terhadap sebahagian yang lain dan setiap orang yang mempunyai pekerjaan merasa hasad terhadap orang yang berserikat di dalamnya. Tetapi sangat disayangkan bahwa (hasad) di antara para ulama dan penuntut ilmu ternyata lebih keras. Sebenarnya yang lebih utama dan pantas sebagai ahli ilmu, mereka seharusnya adalah orang yang paling jauh dari penyakit hasad dan orang yang paling dekat kepada akhlak yang sempurna”. [Kitab al-Ilmi halaman 66]. 

Berkata sebahagian ahli ilmu, “Hasad adalah menginginkan hilangnya nikmat Allah Azza wa Jalla dari orang selainnya, apakah kenikmatan berupa harta, kehormatan, ilmu atau selain itu”. [Syarh al-Arba’in an-Nawawiyyah halaman 368]. 

Berkata Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah, “Hasad adalah benci terhadap berbagai kenikmatan yang Allah berikan kepada selainnya, walaupun tidak menginginkan hilang(nya kenikmatan tersebut)”. [Syarh al-Arba’in an-Nawawiyyah halaman 187, 368]. 

Adapun dalil-dalil yang melarang sifat hasad atau dengki ini adalah sebagai berikut,

عن أبي هريرة رضي الله عنه أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ: إِياَّكُمْ وَ الظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ اْلحَدِيْثِ وَ لاَ تَحَسَّسُوْا وَ لاَ تَجَسَّسُوْا وَ لاَ تَنَافَسُوْا وَ لاَ تَحَاسَدُوْا وَ لاَ تَبَاغَضُوْا  وَ لاَ تَدَابَرُوْا وَ كُوْنُوْا عِبَادَ اللهِ إِخْوَانًا

Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu bahwasanya Rosulullah Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Waspadalah kalian terhadap persangkaan, sesungguhnya persangkaan itu sedusta-dustanya ucapan. Janganlah kalian bertahassus, jangan bertajassus, jangan saling bersaing, jangan saling dengki, jangan saling membenci, jangan saling bermusuhan dan jadilah kalian sebagai hamba-hamba Allah yang bersaudara”. [HR Muslim: 2653, al-Bukhoriy: 6064 dan Abu Dawud: 4917. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih, lihat Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 2679 dan Ghoyah al-Maram: 417].

Berkata asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah, “Diharamkannya hasad, hal ini telah tsabit di dalam alqur’an, sunnah dan ijmak kaum muslimin. Iblis la'natullah alaihi  melakukan dosa tatkala ia dengki kepada nabi Adam Alaihis Salam. Ketika ia melihat nabi Adam berada di posisi di atas para Malaikat bahwasanya Allah Subhanahu wa ta'ala telah menciptakannya dengan tangan-Nya, memerintahkan para Malaikat-Nya sujud kepadanya, mengajarkannya nama-nama segala sesuatu dan menempatkannya di sisi-Nya. Maka Iblis la'anahullah senantiasa berusaha untuk mengeluarkannya dari surga hingga iapun berhasil mengeluarkannya darinya”. [Bahjah an-Nazhirin: I/ 325]. 

عن أنس بن مالك رضي الله عنه أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ: لاَ تَبَاغَضُوْا وَ لاَ تَحَاسَدُوْا وَ لاَ تَدَابَرُوْا وَ كُوْنُوْا عِبَادَ اللهِ إِخْوَانًا وَ لاَ  يَحِلّ لمِـُسْلِمٍ اَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلاَثةِ أَيَّامٍ

Dari Anas bin Malik radliyallahu anhu bahwasanya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda, “Janganlah kalian saling benci, jangan saling hasad dan jangan saling bermusuhan. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Tidak halal bagi seorang muslim menjauhi saudaranya lebih dari tiga hari”. [HR al-Bukhoriy: 6065, Muslim: 2559, at-Turmudziy: 1935, 6076, Abu Dawud: 4910 dan Ibnu Majah: 3849. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih, lihat Mukhtasor Shahiih Muslim: 1800, Shahih Sunan at-Turmudziy: 1580, Shahih Sunan Abi Dawud: 4103, Shahih Sunan Ibni Majah: 3104, Irwa’ al-Ghalil: 2029, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 7200 dan Ghoyah al-Maram: 404].

عن الزبير بن العوام قَالَ: إِنَّ النَّبيَّ صلى الله عليه و سلم قَالَ: دَبَّ إِلَيْكُمْ دَاءُ اْلأُمَمِ قَبْلَكُمْ اْلحَسَدُ وَاْلبَغْضَاءُ هِيَ اْلحَالِقَةُ لاَ أَقُوْلُ تَحْلِقُ الشَّعْرَ وَلَكِنْ  تَحْلِقُ الدِّيْنَ

Dari az-Zubair bin al-Awwam berkata, telah bersabda Nabi Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Penyakit umat sebelum kalian telah menjalar kepada kalian yaitu hasad dan kebencian adalah pencukur. Aku tidak mengatakan pencukur rambut namun pencukur agama. [HR at-Turmudziy: 2510 dan Ahmad: I/ 165, 167. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: hasan, lihat Shahih Sunan at-Turmudziy: 2038, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 3361, Misykah al-Mashobih: 5039, Irwa’ al-Ghalil: 238, 777, Ghoyah al-Maram: 414 dan al-Adab: 151].

Berdasarkan dalil-dalil di atas dapat dipahami akan haramnya hasad, sifat dengki dan beberapa sifat buruk lainnya. Sebab Nabi Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam tidaklah melarang sesuatu melainkan niscaya ada keburukan di dalamnya. Dan tidaklah pula memerintahkan sesuatu kecuali pasti ada kebaikan di dalamnya. Apalagi sifat hasad ini merupakan penyakit buruk umat-umat terdahulu dari kalangan Yahudi dan Nashrani, sebagaimana di dalam dalil berikut ini,

وَدَّ كَــثِيْرٌ مِنْ أَهْلِ اْلكِتَـــابِ لَوْ يَرُدُّوْنَكُمْ مِنْ بَعْدِ إِيْمَانِكُمْ كُفَّــارًا حَسَدًا مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِهِمْ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ اْلحَقُّ فَاعْفُوا وَ اصْفَحُوْا حَتَّى يَأْتِيَ اللهُ بِأَمْرِهِ إِنَّ اللهَ عَلَى كُــلِّ شَىْءٍ قَدِيْرٌ

Sebahagian besar ahli kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka ma’afkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. [QS. Al-Baqarah/2: 109].

عن عائشة رضي الله عنها عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم قَالَ : مَا حَسَدَتْكُمُ اْليَهُوْدُ عَلَى شَيْءٍ مَا حَسَدَتْكُمْ عَلىَ السَّلاَمِ وَ التَّأْمِيْنِ

Dari Aisyah radliyallaha anhu dari Nabi Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah orang Yahudi itu dengki kepada kalian terhadap sesuatu sebagaimana dengkinya mereka terhadap ucapan salam dan amin”.  [HR Ibnu Majah: 856, al-Bukhoriy di dalam al-Adab al-Mufrad: 988 dan Ibnu Khuzaimah: 574. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih, lihat Shahih Sunan Ibni Majah: 697, Shahih al-Adab al-Mufrad: 760, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 5613, Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 515 dan Ashl Shifat Sholah an-Nabiy saw: I/ 388].

عن عائشةرضي الله عنها قَالَتْ: فَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم : إِنَّهُمْ لاَ يَحْسُدُوْنَا عَلىَ شَيْءٍ كَمَا يَحْسُدُوْنَ عَلىَ يَوْمِ اْلجُمُعَةِ الَّتىِ هَدَانَا اللهُ لَهَا وَ ضَلُّوْا عَنْهَا وَ عَلَى اْلقِبْلَةِ الَّتىِ هَدَانَا اللهُ لَهَا وَ ضَلُّوْا عَنْهَا وَ عَلَى قَوْلِنَا خَلْفَ اْلإِمَامِ آمِيْن

Dari Aisyah radliyallahu anha berkata, telah bersabda Nabi Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Sesungguhnya mereka tidaklah dengki kepada kita terhadap sesuatu sebagaimana dengkinya mereka terhadap hari jum’at yang telah Allah tunjukkan kepada kita dan mereka sesat darinya, dengki terhadap kiblat yang telah Allah tunjukkan kepada kita dan mereka sesat darinya dan dengki terhadap ucapan amin kita di belakang imam”. [HR Ahmad: VI/ 134-135 dan al-Baihaqiy. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hadits ini sanadnya shahih, lihat Ashl Sifat Sholah an-Nabi saw: I/ 389 dan Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 515].

Demikian sebahagian dalil yang menunjukkan kedengkian kaum Yahudi, sehingga mereka dan kaum musyrikin adalah kaum yang paling keras permusuhannya terhadap kaum muslimin di muka bumi lebih dari kaum Nashrani.[ Lihat QS. Al-Ma’idah/ 5: 82]. 

Sehingga kedengkian inilah yang menjadikan mereka menolak kenabian dan kerosulan Muhammad Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Padahal di antara mereka ada yang sudah mengenal kenabian Beliau Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam dari kitab mereka sebagaimana seorang ayah sangat mengenal anaknya. [Lihat QS. Al-Baqarah/2: 146 dan al-An’am/ 6: 20] Dan pada akhirnya kedengkian itu menghalangi mereka mendapatkan hidayah dari Allah Subhanahu wa ta'ala lalu mereka tetap terombang ambing dalam kesesatan. Sifat ini pula yang menyebabkan mereka selalu membuat onar dan kerusuhan di kalangan kaum muslimin, dengan menyebarkan berbagai fitnah dan musibah. Seringkali mereka menggunjing Rosulullah Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan bahkan berani memfitnah dirinya, keluarga dan para shahabatnya radliyallahu anhum. Oleh sebab itu Rosulullah Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bertekad hendak mengusir mereka, kaum Nashrani dan juga kaum Musyrikin dari Jazirah Arab. [HR Muslim: 1767, Abu Dawud: 3030, at-Turmudziy: 1607 dan Ahmad: I/32 dari Umar bin al-Khaththab radliyallahu anhu. Dan dishahihkan oleh asy-Syaikh al-Albaniy di dalam Mukhtashor Shahih Muslim: 1153, Shahih Sunan Abi Dawud: 2616, Shahih Sunan at-Turmudziy: 1308, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 5026 dan Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 924, 1134]. 

Namun tidak semua sifat dengki atau hasad itu tercela, jika ia hanya ingin berada di atas orang lain dari beberapa karunia atau ingin memiliki karunia sebagaimana orang lain telah memilikinya. Sebab sifat ini adalah merupakan sebagian dari tabiat manusia.

Berkata asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaiminrahimahullah, “Hasad itu ada beberapa tingkatan, [Lihat Syarh al-Arba’in an-Nawawiyyah halaman 372]
  1. Seseorang berkeinginan untuk berada diatas selainnya. Sifat ini boleh dan bukan hasad.
  2. Ia tidak menyukai nikmat Allah Azza wa Jalla yang diberikan kepada selainnya. Tetapi ia tidak berusaha untuk menurunkan martabat orang yang Allah Azza wa Jalla berikan kenikmatan itu kepadanya namun ia tidak dapat menolak sifat hasad itu. Hal ini tidak membahayakannya tetapi orang selainnya itu lebih mulia darinya.
  3. Sifat dengki itu ada di dalam hatinya dan ia berusaha untuk menurunkan martabat orang yang didengkikannya itu. Maka ini adalah hasad yang diharamkan yang manusia akan dihukum karenanya”.
Dari penjelasan itu dapat dipahami bahwa sifat iri dan dengki yang merupakan salah satu dari tabiat manusia itu tidaklah tercela seluruhnya, jika diletakkan dalam kebaikan yakni ia ingin mendapatkan kebahagiaan atau karunia sebagaimana saudaranya telah mendapatkannya. Atau hanya sekedar ingin mempunyai karunia yang lebih dari orang lain dan keinginannya tersebut tidak membawa bahaya atau kemudlaratan bagi orang lain. Sebagaimana dalil berikut ini yang menunjukkan tentang pengecualian dari sifat hasad,

عن ابن عمر رضي الله عنهما عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم قَالَ: لاَ حَسَدَ إِلاَّ فىِ اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ آتَاهُ اللهُ اْلقُرْآنَ فَهُوَ يَقُوْمُ بِهِ آنَاءَ اللَّيْلِ وَ آنَاءَ النَّهَارِ وَ رَجُلٌ آتَاهُ اللهُ مَالاً فَهُوَ يُنْفِقُهُ آنَاءَ اللَّيْلِ وَ آنَاءَ النَّهَارِ

Dari Ibnu Umar radliyallahu anhu dari Nabi Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada hasad kecuali di dalam dua hal, yaitu seseorang yang dianugrahi alqur’an oleh Allah lalu ia tegak dengannya di sepanjang malam dan siang dan seseorang yang dianugrahi harta oleh Allah lalu ia menginfakkannya di sepanjang siang dan malam”. [HR al-Bukhoriy: 5025, 7529, Muslim: 815, at-Turmudziy: 1936, Ibnu Majah: 4209 dan Ahmad: II/ 9. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih, lihat Mukhtashor Shahih Muslim: 2108, Shahih Sunan at-Turmudziy: 1580, Shahih Sunan Ibni Majah: 3392 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 7487 ].

عن ابن مسعود رضي الله عنه عَنِ النِّبِيِّ صلى الله عليه و سلم قَالَ: لاَ حَسَدَ إِلاَّ فىِ اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ آتَاهُ اللهُ مَالاً فَسَلَّطَهُ عَلىَ هَلَكَتِهِ فىِ اْلحَقِّ وَ رَجُلٌ آتَاهُ اللهُ حِكْمَةً فَهُوَ يَقْضِي بِهَا وَ يُعَلِّمُهَا

Dari Ibnu Mas’ud radliyallahu anhu dari Nabi Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada hasad kecuali di dalam dua perkara, yakni seseorang yang dianugrahi harta oleh Allah lalu ia berkuasa untuk menghabiskannya dalam kebenaran dan seseorang yang dianugrahi hikmah (alqur’an) oleh Allah lalu ia membuat keputusan dengannya dan mengajarkannya”. [HR al-Bukhoriy: 73, 1409, 7141, 7316, Muslim: 816, Ibnu Majah: 4208 dan Ahmad: I/ 382. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih, lihat Shahih Sunan Ibni Majah: 3393 dan al-Jami’ ash-Shaghir: 7488].

Berkata asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah, “Hasad (dengki) itu adalah penyakit berbahaya yang wajib menjauhkan diri darinya dan berhati-hati darinya. Dengki terhadap kebahagiaan itu terpuji jika berada pada jalur kebaikan”. [Bahjah an-Nazhirin: I/ 602].

Maka tidak mengapa seorang muslim merasa iri dengan harta, ilmu atau kelebihannya yang lain dari saudaranya yang mempergunakan semuanya itu untuk berjuang meninggikan kalimat Allah Azza wa Jall. Ia menginginkan semuanya itu atau bahkan lebih dari itu untuk tujuan yang sama dengan saudaranya tersebut. Hal ini akan memicu dan mendorongnya untuk berusaha mendapatkan keinginannya itu dengan cara yang dibenarkan oleh syariat.

Tetapi jika rasa iri atau dengki kepada kelebihan saudaranya itu memicu dan mendorong dirinya untuk merusak dan menghilangkan semua atau sebahagian kelebihannya itu dengan cara-cara yang dilarang, misalnya berupa menebarkan ghibah, fitnah dan sejenisnya maka perbuatan ini jelas diharamkan dan termasuk dari dosa-dosa besar.

Wallahu a’lamu bish showab…