السلام عليكم و رحمة الله و بركاته

Jumat, 13 Juli 2012

MAU RIZKI LAPANG, YA MENYAMBUNG SILATURRAHMI.

 MARI BERSILATURRAHMI..!!

بسم الله الرحمن الرحيم

Banyak sekali dijumpai sekarang ini, di antara kaum muslimin yang terhalang dan tercegah dari saling bersilaturrahmi, dengan berbagai sebab. Telah menjadi rahasia umum bahwa didapati antar tetangga sesama satu komplek tidak saling mengenal satu sama lainnya. Jarang terjadi di antara mereka saling berkunjung untuk mempererat hubungan antar tetangga, antar warga dan antar sesama umat Islam. Yang saling mengenal, biasanya hanya antara pembantu dan supir yang bekerja pada mereka. Itupun jika mereka sebagai majikan tidak melarang para pembantu dan supir untuk saling mengenal sesama pembantu rumah tangga.

Bukan hanya kepada sesama tetangga dan warga, terkadang banyak juga yang sulit bersilaturrahmi dengan orang tua, saudara, kerabat ataupun shahabat. Mungkin disebabkan kesibukan mereka dalam urusan dunia sehingga bersilaturrahmi dengan semuanya itu jadi sulit dan bahkan telah menjadi barang langka. Di antara mereka ada yang beranggapan, “Cukup bagi kami bersilaturrahmi dengan tekhnologi canggih, semisal telepon, HP dengan kontak suara dan pesan singkat, twitter, fesbuk dan selainnya. Kami bisa bersilaturrahmi dan bertemu dengan semuanya itu hanya pada waktu-waktu tertentu saja semisal undangan pernikahan, acara kematian dan lebaran yang merupakan acara tahunan”. Subhanallah..

Silaturrahmi itu seakan hanya dilaksanakan dan bahkan seolah telah menjadi budaya setiap memasuki hari idul fithri atau yang lebih dikenal dengan lebaran. Tak sedikit orang yang pulang kampung/ mudik hanya untuk bertemu dengan sanak famili, kerabat ataupun shahabat dalam rangka lebaran bersama dan saling bersilaturrahmi dengan sesama mereka. Begitupun di kota-kota besar, banyak di antara mereka yang membuat acara-acara setelah lebaran untuk saling bersilaturrahmi dengan aneka acara dan di aneka tempat. Sedangkan pada hakikatnya, bersilaturrahmi itu tidak terikat waktu dan tempat. Dimana ada kesempatan, waktu luang meskipun dadakan dan ditunjang pula oleh kesehatan dan keuangan meskipun pas-pasan  maka bersilaturrahmilah dengan seukuran kesanggupan dan kemampuan.

Hal tersebut telah terpampang jelas dan telah menjadi pemandangan yang biasa dalam kehidupan bermasyarakat kaum muslimin, meskipun tidak semuanya seperti itu. Boleh jadi sikap dan perilaku seperti itu telah menjadikan mereka sebagai orang yang memutuskan silaturrahmi atau paling tidak mendekati perbuatan tersebut.

Padahal memutuskan silaturrahmi itu telah dilarang oleh Allah Subhanahu wa ta'ala dan Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam di dalam alqur’an dan hadits-hadits yang shahih. Bahkan setiap muslim diperintahkan untuk senantiasa menyambung silaturrahmi kepada setiap manusia, khususnya kepada sesama muslim, sebagaimana telah datang dalil-dalilnya di dalam alqur’an dan hadits yang tsabit, di antaranya adalah,

وَ الَّذِينَ يَصِلُونَ مَا أَمَرَهُمُ اللهُ بِهِ أَن يُوصَلَ وَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ وَ يَخَافُونَ سُوءَ اْلحِسَابِ

Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan (yakni silaturahmi) dan mereka takut kepada Rabbnya dan takut kepada hisab yang buruk. [QS ar-Ra’d/ 13: 21].

Berkata asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah, “Ayat ini datang meliputi beberapa ayat yang berisi pemberitaan Allah swt tentang orang yang bersifat dengan sifat-sifat terpuji ini. Bahwa mereka akan mendapatkan tempat kesudahan yang baik yaitu balasan dan pertolongan di dunia dan akhirat. Di antaranya adalah bahwa mereka menyambung sesuatu yang telah diperintahkan oleh Allah untuk disambung yaitu silaturrahmi kepada kerabat dan berbuat baik kepada mereka, orang-orang fakir dan  miskin serta melakukan perbuatan ma’ruf”.  [Bahjah an-Nazhirin: I/ 390]. 

عن زرارة بن أوفى حَدَّثَنىِ عَبْدُ اللهِ بْنِ سَلاَمٍ قَالَ: لَمَّا قَدِمَ النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم اْلمـَدِيْنَةَ انْجَفَلَ النَّاسُ قِبَلَهُ وَ قِيْلَ: قَدْ قَدِمَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم قَدْ قَدِمَ رَسُوْلُ اللهِ قَدْ قَدِمَ رَسُوْلُ اللهِ ثَلاَثًا فَجِئْتُ فىِ النَّاسِ لِأَنْظُرَ فَلَمَّا تَبَيَّنْتُ وَجْهَهُ عَرَفْتُ أَنَّ وَجْهَهُ لَيْسَ بِوَجْهِ كَذَّابٍ فَكَانَ أَوَّلُ شَيْءٍ سَمِعْتُهُ تَكَلَّمَ بِهِ أَنْ قَالَ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَفْشُوا السَّلاَمَ وَ أَطْعِمُوا الطَّعَامَ وَ صِلُوا اْلأَرْحَامَ وَ صَلُّوا بِاللَّيْلِ وَ النَّاسُ نِيَامٌ تَدْخُلُوا اْلجَنَّةَ بِسَلاَمٍ

Dari Zurarah bin Awfa, telah menceritakan kepadaku Abdullah bin Salam berkata, “Ketika Nabi Shallallahu alaihi wa sallam datang ke kota Madinah, manusia berlari ke arahnya”. Dikatakan, “Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam telah datang, Rosulullah telah datang, Rosulullah telah datang !!” (tiga kali). Lalu akupun datang bersama manusia untuk melihatnya. Ketika telah jelas (aku lihat) wajahnya, aku tahu bahwa wajahnya itu bukanlah wajah pendusta. Dan yang pertama-tama aku dengar dari ucapannya adalah, “Wahai manusia, sebarluaskanlah salam, berikanlah makan, sambunglah silaturrahmi dan sholatlah kalian di waktu malam ketika manusia sedang tidur terlelap niscaya kalian akan masuk ke dalam surga dengan selamat”. [HR Ibnu Majah: 3251, ad-Darimiy: I/ 340, Ahmad: V/ 451 dan al-Hakim: 7359. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih, lihat Shahih Sunan Ibni Majah: 2630, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 7865, Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 569 dan Misykah al-Mashobih: 1907].

Hadits di atas dengan jelas menggambarkan bahwa di antara keutamaan menyambung silaturrahmi adalah pelakunya akan dimasukkan ke dalam surga, yang disejajarkan oleh Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dengan menyebarluaskan salam, memberi makan dan sholat malam ketika orang lain tertidur pulas. Maka setiap muslim hendaknya memiliki ambisi untuk masuk ke dalam surga dengan cara yang dibenarkan dan dianjurkan oleh Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam yakni seorang manusia yang telah dikenal sebagai orang suka berkata benar dan bukan pendusta sebagaimana telah dikatakan oleh Abdullah bin Salam radliyallahu anhu. Di antaranya adalah dengan cara menyambung silaturrahmi meskipun kepada kerabat, shahabat ataupun sejawat yang telah memutuskannya darinya dan kendatipun hanya dengan sekedar mengucapkan salam kepadanya.

عن سويد بن عامر بن يزيد الأنصاري عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم قَالَ: بُلُّوْا أَرْحَامَكُمْ وَ لَوْ بِالسَّلاَمِ

Dari Suwaid bin Amir bin Yazid al-Anshoriy dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sambunglah (silaturrahmi) terhadap kerabat kalian walaupun hanya dengan mengucapkan salam”. [HR Waki’, Ibnu Hibban, Ibnu Asakir, al-Bazzar dan ath-Thabraniy. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan, lihat Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 2838 dan Silsilah al-Ahadiits ash-Shahihah: 1777].

Begitu pula di antara keutamaan lainnya adalah dilapangkan rizki bagi orang yang melakukannya, ditunda ajalnya atau dipanjangkan usianya, dicintai oleh keluarganya dan juga dijauhkan dari neraka. Maka bagi setiap muslim yang ingin meraih dan mendapatkan keutamaan-keutamaan tersebut hendaknya senantiasa menyambung silaturrahmi, baik kepada kerabat dekat ataupun jauh dan sahabat lekat ataupun rapuh.

عن أنس بن مالك رضي الله عنه أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ: مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فىِ رِزْقِهِ وَ يُنْسَأُ لَهُ فىِ أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

Dari Anas bin Malik radliyallahu anhu bahwasanya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang ingin dilapangkan rizkinya dan diakhirkan ajalnya (dipanjangkan umurnya), maka hendaklah menyambung silaturrahmi”. [HR al-Bukhoriy: 5985, 5986 juga di dalam al-Adab al-Mufrad: 56, 57, Muslim: 2557 dan Abu Dawud: 1693. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih, lihat Shahih al-Adab al-Mufrad: 41, 42, Shahih Sunan Abu Dawud: 1485, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 5956, 6291 dan Misykah al-Mashobih: 4918. Selain dari Anas radliyallahu anhu, hadits ini juga diriwayatkan dari Abu Hurairah radliyallahu anhu].

Berkata asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah, “Silaturrahmi merupakan penyebab di dalam kelapangan dan keluasan rizki serta berkah di dalam usia”. [Bahjah an-Nazhirin: I/ 395].

Berkata Ibnu Umar radliyallahu anhuma, “Barangsiapa yang bertakwa kepada Rabbnya dan menyambung silaturrahmi niscaya akan ditunda ajalnya, melimpah hartanya dan disukai keluarganya”. [Telah mengeluarkan atsar ini al-Bukhoriy di dalam al-Adab al-Mufrad: 58. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: hasan, lihat Shahih al-Adab al-Mufrad: 43].

عن أبي هريرة رضي الله عنه عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم قَالَ: تَعَلَّمُوْا مِنْ أَنْسَابِكُمْ مَا تَصِلُوْنَ بِهِ أَرْحَامَكُمْ فَإِنَّ صِلَةَ الرَّحِمِ مَحَبَّةٌ فىِ اْلأَهْلِ مَثْرَاةٌ فىِ اْلمـَالِ مَنْسَأَةٌ فىِ اْلأَثَرِ

Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam berkata, “Pelajarilah nasab kalian, sesuatu yang dapat menyambung silaturrahmi. Sesungguhnya silaturrahmi itu adalah (menimbulkan) kecintaan pada keluarga, kelimpahan dalam harta dan menambah usia”. [HR at-Turmudziy: 1979, Ahmad: II/ 374 dan al-Hakim: 7366. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih, lihat Shahih Sunan at-Turmudziy: 1612, Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 276 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 2965].

عن ابن عباس رضي الله عنهما قال: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم : اعْرِفُوْا أَنْسَابَكُمْ تَصِلُوْا أَرْحَامَكُمْ فَإِنَّهُ لاَ قُرْبَ بِالرَّحِمِ إِذَا قُطِعَتْ وَ إِنْ كَانَتْ قَرِيْبَةً وَ لاَ بُعْدَ بِهَا إِذَا وُصِلَتْ وَ إِنْ كَانَتْ بَعِيْدَةً

Dari Ibnu Abbas radliyallahu anhuma  berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Kenalilah nasab kalian yang kalian dapat menyambung silaturrahmi. Karena sesungguhnya tiada kedekatan terhadap kerabat apabila silaturrahmi itu telah diputus meskipun terhadap kerabat dekat. Dan juga tidak ada jarak yang jauh terhadap kerabat apabila silaturrahmi telah disambung kendatipun terhadap kerabat jauh. [HR Abu Dawud ath-Thoyalisiy di dalam kitab musnadnya dan al-Hakim: 308, 7365. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy, lihat Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 277 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 1051].

Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam telah memerintahkan umatnya untuk mempelajari, mengenali dan menjaga nasab atau garis keturunan seseorang agar ia dapat mengetahui hubungan kekerabatannya dengan yang lainnya. Yang dengan itu, ia dapat senantiasa melakukan silaturrahmi kepada kerabatnya dikala memiliki waktu luang, rizki lapang dan kesehatan yang menunjang di setiap waktu dan kesempatan. Dan dengannya pula dapat menjadikan kerabat yang jauh menjadi dekat sebagaimana jika silaturrahmi itu telah diputus dapat menjadikan kerabat dekat menjadi jauh.

عن أبي أيوب الأنصاري رضي الله عنه أَنَّ أَعْرَابِيًّا عَرَضَ لِلنَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم فىِ مَسِيْرِهِ فَقَالَ: أَخْبِرْنىِ مَا يُقَرِّبُنىِ مِنَ اْلجَنَّةِ وَ يُبَاعِدُنىِ مِنَ النَّارِ قَالَ: تَعْبُدُ اللهَ وَ لاَ تُشْرَكُ بِهِ شَيْئًا وَ تُقِيْمُ الصَّلاَةَ وَ تُؤْتىِ الزَّكَاةَ وَ تَصِلُ الرَّحِمَ

Dari Abu Ayyub al-Anshoriy radliyallahu anhu bahwasanya ada seorang Arab Baduwiy datang menghadap kepada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam di dalam perjalanannya. Lalu berkata, “Beritakan kepadaku tentang sesuatu yang dapat mendekatkanku ke surga dan menjauhkanku dari neraka!”. Beliau bersabda, “Beribadahlah kepada Allah, tidak berbuat syirik kepada-Nya, menunaikan sholat, membayar zakat dan menyambung silaturrahmi” [HR al-Bukhoriy di dalam al-Adab al-Mufrad: 49, di dalam kitab shahihnya: 1396, 5983 dan Muslim: 13. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih, lihat Shahih al-Adab al-Mufrad: 35 dan Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 746].

Berkata asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah, “Tauhid, menegakkan sholat, membayar zakat dan menyambung silaturrahmi adalah di antara penyebab yang menetapkan masuk ke dalam surga dan jauh dari neraka”. [Bahjah an-Nazhirin: I/ 403].

Demikian sebahagian dalil dari sekian banyak dalil serta penjelasannya tentang perintah menyambung silaturrahmi dan beberapa keutamaannya. Namun berapa banyak di antara umat ini yang enggan dan berat hati di dalam menjalani dan melakoni sikap dan sifat yang terpuji ini. Bahkan tak sedikit dari mereka yang lebih suka memutuskan silaturrahmi dari kerabat dan sahabatnya demi gengsi dan harga diri.

Di antara sikap memutuskan silaturrahmi adalah enggan mengunjungi saudaranya meskipun saudaranya itu sedang mendapat mushibah dan bencana, tidak menjawab sapaannya dikala disapa apalagi berinisiatif menegur dan menyapanya disaat bertemu muka, berpaling wajah ketika bersua dengannya di suatu tempat atau jalan yang ia tidak dapat menghindarinya dan tidak maumembalas salam yang dialamatkan kepadanya apalagi  sampai mengucapkannya, dan lain sebagainya. Bahkan tak jarang pula dijumpai perilaku mengganggu saudaranya dengan berbagai cara melalui lisan dan tangannya. Sehingga sikap jelek dan tercela ini terkadang akan sangat membekas di dalam kehidupan seseorang maupun masyarakat.

Padahal dalil-dalil alqur’an dan hadits banyak memperbincangkan tentang larangan memutuskan silaturrahmi dan kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan darinya, di antaranya sebagai berikut,

الَّذِينَ يَنقُضُونَ عَهْدَ اللهِ مِن بَعْدِ مِيثَاقِهِ وَ يَقْطَعُونَ مَا أَمَرَ اللهُ بِهِ أَن يُوصَلَ وَ يُفْسِدُونَ فِى اْلأَرْضِ أَولَئِكَ هُمُ اْلخَاسِرُونَ

 (Yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya dan membuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi. [ QS. al-Baqarah/2: 27].

وَ الَّذِينَ يَنقُضُونَ عَهْدَ اللهِ مِن بَعْدِ مِيثَاقِهِ وَ يَقْطَعُونَ مَا أَمَرَ اللهُ بِهِ أَن يُوصَلَ وَ يُفْسِدُونَ فِى اْلأَرْضِ أَولَئِكَ لَهُمُ اللَّعْنَةُ وَ لَهُمْ سُوءُ الدَّارِ

Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diteguhkan dan memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan mengadakan kerusakan di muka bumi, mereka itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahannam). [QS. Ar-Ra’d/ 13: 25].

فَهَلْ عَسَيْتُمْ إِن تَوَلَّيْتُمْ أَن تُفْسِدُوا فِى اْلأَرْضِ وَ تُقَطِّعُوا أَرْحَامَكُمْ أُولَئِكَ الَّذِينَ لَعَنَهُمُ اللهُ فَأَصَمَّهُمْ وَ أَعْمَى أَبْصَارَهُمْ

Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?. Mereka Itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikan telinga mereka dan dibutakan penglihatan mereka. [QS. Muhammad/ 47: 22-23].

Berkata asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah, “Allah swt telah mengabarkan bahwasanya orang yang berpaling dari janji Allah yakni dari aturan-aturan syar’iy dan hukum-hukum Islam maka ia kembali ke masa orang-orang jahil di jaman jahiliyah berupa menumpahkan darah dan memutuskan silaturrahmi. Yaitu tidak berbuat baik kepada kerabat dalam perkataan, perbuatan dan pemberian harta. Oleh karena itulah Allah Azza wa Jalla telah melarang perbuatan membuat kerusakan di muka bumi secara umum dan khususnya memutuskan silaturrahmi”.  [Bahjah an-Nazhirin: I/ 407].

Berkata al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah, “Ini merupakan larangan dari membuat kerusakan di muka bumi umumnya dan dari memutuskan silaturrahmi khususnya. Bahkan Allah ta’ala telah memerintah supaya melakukan perbaikan di muka bumi dan menyambung silaturrahmi yaitu berbuat baik kepada kerabat dalam ucapan, perbuatan dan mendermakan harta”. [Tasir al-Qur’an al-Azhim: IV/ 217].

عن جبير بن مطعم عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم قَالَ: لاَ يَدْخُلُ اْلجَنَّةَ قَاطِعٌ

Dari Jubair bin Muth’im dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Tidak akan masuk ke dalam surga, orang yang memutuskan (silaturahmi)”. [HR al-Bukhoriy: 5984 dan juga di dalam al-Adab al-Mufrad: 64, Muslim: 2556, Abu Dawud: 1696, at-Turmudziy: 1909 dan Ahmad: III/ 14, IV/ 80, 83, 84, 399. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih, lihat Mukhtashor Shahiih Muslim: 1765, Shahih al-Adab al-Mufrad: 45, Shahih Sunan Abi Dawud: 1487, Shahih Sunan at-Turmudziy: 1559, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 7671dan Ghoyah al-Maram: 407].

Berkata asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah, “Barangsiapa yang menghalalkan pemutusan silaturrahmi padahal ia tahu akan keharamannya, maka ia tidak akan masuk ke dalam surga selama-lamanya”.  [Bahjah an-Nazhirin: I/ 410].

Berkata asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah, “Barangsiapa yang memutuskan (silaturrahmi) dari para kerabatnya yang dlu’afa (lemah), menghajr (memboikot atau menjauhi) mereka, bersikap sombong kepada mereka dan tidak menyambung (silaturrahmi) kepada mereka dengan cara bersikap dan berbuat baik kepada mereka, lantaran ia adalah orang kaya sedangkan mereka adalah kaum fuqoro (miskin). Maka ia adalah orang yang masuk di dalam ancaman ini dan diharamkan masuk surga kecuali jika ia bertaubat kepada Allah Azza wa Jalla dan berbuat baik kepada mereka”.  [Al-Kaba’ir halaman 66].

Lihat betapa berat dan keras ancaman Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam terhadap orang yang memutuskan silaturrahmi dalam keadaan mengetahui akan larangannya, yakni ia tidak akan masuk ke dalam surga. Jika ia telah ditetapkan jauh dari surga lagi tidak memasukinya, maka tidak ada tempat yang pantas baginya melainkan neraka, dan neraka adalah seburuk-buruk tempat kembali. Bahkan dosa yang paling patut mendapatkan balasan segera di dunia ini di samping siksaan yang akan diperoleh oleh pelakunya di akhirat nanti adalah perbuatan memutuskan silaturrahmi.

عن أبي بكرة قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم : مَا مِنْ ذَنْبٍ أَجْدَرُ أَنْ يُعَجِّلَ اللهُ لِصَاحِبِهِ اْلعُقُوْبَةَ فىِ الدُّنْيَا مَعَ مَا يَدَّخِرُهُ لَهُ فىِ اْلآخِرَةِ مِنَ اْلبَغْيِ وَ قَطِيْعَةِ الرَّحِمِ

Dari Abu Bakrah radliyallahu anhu berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Tidak ada dosa yang lebih pantas disegerakan hukumannya oleh Allah bagi pelakunya di samping apa yang akan didapatnya pada hari kiamat nanti dari pada perbuatan aniaya dan memutuskan silaturahmi”. [HR al-Bukhoriy di dalam al-Adab al-Mufrad: 67, Abu Dawud: 4902, at-Turmudziy: 2511, Ibnu Majah: 4211, Ahmad: V/ 36, 38, dan al-Hakim: 3410, 7371, 7372. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih, lihat Shahih al-Adab al-Mufrad: 48, Shahih Sunan Abi Dawud: 4098, Shahih Sunan at-Turmudziy: 2039, Shahih Sunan Ibni Majah: 3394, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 5704, 5705 dan Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 918, 97].

Disamping itu memutuskan silaturrahmi adalah salah satu dari penyebab tertolaknya setiap muslim dari terkabulnya doa kepada Allah Jalla Jalaaluh, sebagaimana dalil berikut ini,

عن أبي هريرة رضي الله عنه عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم أَنَّهُ قَالَ:  لاَ يَزَالُ يُسْتَجَابُ لِلْعَبْدِ مَا لَمْ يَدْعُ بِإِ ْثمٍ أَوْ قَطِيْعَةِ رَحِمٍ مَا لَمْ يَسْتَعْجِلْ قِيْلَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ مَا اْلاِسْتِعْجَالُ ؟ قَالَ: يَقُوْلُ: قَدْ دَعَوْتُ وَ قَدْ دَعَوْتُ فَلَمْ أَرَ يَسْتَجِيْبُ لىِ فَيَسْتَحْسِرُ عِنْدَ ذَلِكَ وَ يَدَعُ الدُّعَاءَ

Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, bahwasanya Beliau bersabda, “Senantiasa seorang hamba itu akan dikabulkan (doanya) selama ia tidak berdoa dengan perbuatan dosa atau memutuskan silaturrahmi dan selama ia tidak isti’jal”. Ditanyakan kepada Beliau, “Apakah isti’jal (minta disegerakan) itu wahai Rosulullah?”. Beliau menjawab,” Ia berkata, “Sungguh aku telah berdoa, sungguh aku telah berdoa namun aku melihat tidak dikabulkannya doaku. Lalu ketika itu ia menghentikan dan meninggalkan doa”. [HR Muslim: 2735. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih, lihat Mukhtashor Shahih Muslim: 1877 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 7705].

عن أبي هريرة رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: مَا مِنْ رَجُلٍ يَدْعُوْ اللهَ بِدُعَاءٍ إِلاَّ اسْتُجِيْبَ لَهُ فَإِمَّا أَنْ يُعَجَّلَ لَهُ فىِ الدُّنْيَا وَ إِمَّا أَنْ يَدَّخِرَ لَهُ فىِ اْلآخِرَةِ وَ إِمَّا أَنْ يُكَفَّرَ عَنْهُ مِنْ ذُنُوْبِهِ بِقَدْرَ مَا دَعَا مَا لَمْ يَدْعُ بِإِ ْثمٍ أَوْ قَطِيْعَةِ رَحِمٍ أَوْ يَسْتَعْجِلْ قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ وَ كَيْفَ يَسْتَعْجِلُ؟ قَالَ: يَقُوْلُ: دَعَوْتُ رَبىِّ فَمَا اسْتَجَابَ لىِ

Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Tidaklah seorang muslim berdoa kepada Allah dengan suatu doa melainkan niscaya akan dikabulkan. Adakalanya disegerakan untuknya di dunia, adakalanya disimpan untuknya pada hari akhir dan adakalanya pula akan dihapuskan sebahagian dosanya darinya, sesuai dengan ukuran doanya, selama ia tidak berdoa dengan perbuatan dosa, memutuskan silaturrahmi dan tidak pula isti’jal”. Mereka bertanya, “Wahai Rosulullah, bagaimana cara isti’jal (minta disegerakan) itu?”. Beliau menjawab, “Ia berkata, “Aku berdoa kepada Rabbku namun tidak dikabulkan”. [HR at-Turmudziy: 3605 dan Ahmad: III/ 18. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan, lihat Shahih Sunan at-Turmudziy: 2852, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 5637 dan Misykaah al-Mashobih: 2259].

Dalil-dalil di atas menjelaskan bahwasanya Allah Subhanahu wa ta'ala akan menerima dan mengabulkan doa seorang muslim, adakalanya disegerakan di dunia ini yakni diberikan sesuatu yang ia kehendaki atau dipalingkan dari keburukan yang sebanding dengan itu di dunia. Atau adakalanya disimpan untuknya sebagai pahala atau dihapuskan dari sebahagian dosanya pada hari kiamat. Hal tersebut selama ia tidak berdoa dengan perbuatan dosa, tidak memutuskan silaturrahmi dan tidak pula minta disegerakan untuk dikabulkan.

Jadi memutuskan silaturrahmi itu termasuk dari perkara yang menyebabkan tertolak atau tidak diterimanya doa seorang muslim.

Bahkan Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam telah memerintahkan umatnya untuk senantiasa menyambung silaturrahmi kendatipun kepada orang yang memutuskannya darinya, bahkan inilah yang disifati dengan al-Washil (orang yang menyambung silaturrahmi). Janganlah setiap mereka mudah terbawa emosi sesaat sehingga menjadi sesat lantaran menyikapi saudaranya yang sedang kalap berat. Namun hendaklah menyikapinya dengan bijak dan cermat, tidak terlalu menanggapi setiap untaian kata yang menghujat dan sikap kasar yang mencuat. Dan yang terpenting, hendaklah selalu menyambung silaturrahmi dan bersikap baik kepadanya, memaafkan setiap sikap buruk yang ditujukan kepadanya dan tetap bermurah hati kepadanya meskipun ia tidak peduli dan tidak tahu berterimakasih serta balas jasa.

عن عَلِيٍّ قَالَ: َلمــَّا ضَمَمْتُ إِلَيَّ سِلاَحَ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه و سلم وَجَدْتُ فىِ قَائِمِ سَيْفِ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه و سلم رِقْعَةً فِيْهَا: صِلْ مَنْ قَطَعَكَ وَ أَحْسِنْ إِلىَ مَنْ أَسَاءَ إِلَيْكَ وَ قُلِ اْلحَقَّ وَ لَوْ عَلىَ نَفْسِكَ

Dari Ali radliyallahu anhu berkata, “Ketika aku memegang senjata (pedang) Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam aku dapati pada gagang pedang Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam terdapat riq’ah (tulisan), “Sambunglah silaturahmi kepada orang yang memutuskannya darimu, berbuat baiklah kepada orang yang bersikap buruk kepadamu dan katakanlah kebenaran meskipun terhadap dirimu sendiri”. [HR Abu Amr bin as-Samak dan Ibnu an-Najar. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih, lihat Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 3769 dan Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 1911].

عن أبي هريرة رضي الله عنه أَنَّ رَجُلاً قَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّ لىِ قَرَابَةً أَصِلُهُمْ وَ يَقْطَعُوْنىِ وَ أُحْسِنُ إِلَيْهِمْ وَ يُسِيْئُوْنَ إِلَيَّ وَ أَحْلُمُ عَنْهُمْ وَ يَجْهَلُوْنَ عَلَيَّ فَقَالَ: لَئِنْ كُنْتَ كَمَا قُلْتَ فَكَأَنَّمَا تُسِفُّهُمُ اْلمـَلَّ وَ لاَ يَزَالُ مَعَكَ مِنَ اللهِ ظَهِيْرٌ عَلَيْهِمْ مَا دُمْتَ عَلىَ ذَلِكَ

Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu, bahwasanya ada seorang laki-laki berkata, “Wahai Rosulullah, sesungguhnya aku mempunyai kerabat, aku menyambung silaturahmi kepada mereka tetapi mereka memutuskannya, aku berbuat baik kepada mereka namun mereka berlaku buruk kepadaku dan aku bermurah hati kepada mereka tapi mereka tidak peduli kepadaku”. Beliau bersabda, “Jika engkau sebagaimana yang engkau ucapkan, maka seolah-olah engkau menyuapkan debu panas kepada mereka. Senantiasa akan ada penolong bagimu dari Allah untuk menghadapi mereka selama engkau seperti itu”. [HR Muslim: 2558. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih, lihat Mukhtashor Shahih Muslim: 1763 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 5055].

عن عبد الله بن عمرو رضي الله عنهما عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم قَالَ : لَيْسَ اْلوَاصِلُ بِاْلمـُكَافِئِ وَ لَكِنَّ اْلوَاصِلَ الَّذِي إِذَا قُطِعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا

Dari Abdullah bin Amr radliyallahu anhuma dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Orang yang menyambung (silaturrahmi) itu bukanlah yang orang membalasnya. Tetapi orang yang menyambung (silaturrahmi) itu adalah orang yang apabila diputus (silaturrahmi)nya ia akan (tetap) menyambungnya”. [HR al-Bukhoriy: 5991, di dalam al-Adab al-Mufrad: 68, Abu Dawud: 1697, at-Turmudziy: 1908 dan Ahmad: II/ 163, 190, 193. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih, lihat Shahih al-Adab al-Mufrad: 49, Shahih Sunan Abi Daawud: 1488, Shahih Sunan at-Turmudziy: 1558, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 5385 dan Ghoyah al-Maram: 408].

Berkata asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah, “Silaturrahmi secara syar’iy adalah engkau menyambung (silaturrahmi) kepada orang yang memutuskannya darimu, memaafkan orang yang menganiayamu dan memberi kepada orang yang telah menahan (pemberian) kepadamu, bukannya hanya sekedar menyambung (silaturrahmi berdasarkan) imbalan dan balasan. Jika yang demikian itu terjadi dari yang mempunyai hubungan kekerabatan tanpa paksaan dan perbuatan aniaya maka itu adalah karunia Allah yang diberikan kepada orang yang dikehendaki-Nya. Dan Allah adalah Pemilik karunia yang agung”. [Bahjah an-Nazhirin: I/ 397-398].

Sedangkan asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah berkata, “Hadits ini menerangkan tentang keutamaan menyambung silaturrahmi. Bahwasanya orang yang menyambung (silaturrahmi) itu bukanlah orang yang hanya sekedar untuk membalas (silaturrahmi), yang apabila kerabat-kerabatnya menyambungnya maka iapun menyambungnya pula. Tetapi orang yang menyambung silaturrahmi itu adalah orang yang apabila diputus silaturrahminya maka ia akan tetap menyambungnya. Maka silaturrahminya itu hanya semata-mata karena Allah Subhanahu wa ta'ala bukan dalam rangka balasan bagi hamba-hamba Allah dan bukan pula lantaran untuk memperoleh pujian di sisi manusia”.  [Syarh Riyadl ash-Shalihin: II/ 242].

Dan masih banyak lagi dalil yang menerangkan akan perintah dan keutamaan silaturrahmi dan juga dalil tentang larangan akan bahaya dan keburukan dari memutuskannya.

Maka setiap muslim hendaklah senantiasa menyambung silaturrahmi kepada kerabat, shahabat atau sejawatnya setiap ada waktu dan kesempatan meskipun terhadap saudaranya yang telah memutuskan silaturrahmi darinya. Dan menjaga amalan dan sikap yang dapat menumbuhkan keinginan untuk selalu saling bersilaturrahmi, misalnya berupa saling mengucapkan salam, tegur sapa, saling memberi hadiah dan lain sebagainya.

Dan juga hendaklah ia menjauh dan menghindarkan diri dari perbuatan memutuskan silaturrahmi dan juga segala perilaku yang dapat menyebabkan terjadinya pemutusan silaturrahmi. Misalnya berupa; saling mencela, mengghibah, memfitnah, saling debat untuk mencari menang-kalah bukan benar-salah dan lain sebagainya. Sebab hal tersebut akan menyebabkannya celaka di dunia dan sengsara di akhirat.

Semoga bermanfaat dan menjadi bahan pertimbangan…