السلام عليكم و رحمة الله و بركاته

Selasa, 18 Desember 2012

SEMPURNAKAN WUDLU ANDA AGAR BERNILAI !!…

KEUTAMAAN WUDLU

بسم الله الرحمن الرحيم

1). Merupakan bukti keimanan.

Bersuci itu sangat dianjurkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala dan Rosulullah Shallalahu alaihi wa sallam dan bahkan di dalam hal-hal tertentu diwajibkan. Mandi, wudlu dan tayammum adalah merupakan bentuk nyata dari bersuci sehingga beliau Shallalahu alaihi wa sallam menggolongkannya ke dalam bentuk perwujudan dari keimanan seseorang. Tidak sah sholat seseorang jika tidak disertai dengan bersuci, apakah dengan wudlu atau tayammum apalagi jika orang yang sholat itu dalam keadaan junub. Maka wudlu dan tayammumnya itu tidaklah mencukupi kecuali bila didahului oleh mandi janabat. Begitu pula perempuan yang telah lewat masa haidl atau nifasnya, lalu ia sholat tanpa mandi haidl atau nifas maka tertolak pulalah sholatnya.

Namun hal tersebut dapat ditolerir jika orang yang junub atau perempuan yang telah lewat masa haidl atau nifasnya tersebut tidak mendapati air untuk mandi atau akan binasa jika mandi maka bolehlah baginya untuk berwudlu saja atau bahkan bertayammum. Maka dari sebab itu seorang mukmin selalu menjaga dirinya agar selalu suci dan bersih baik secara lahiriyah dan bathiniyah.

عن أبي مالك الأشعري قَالَ: قَالَ رَسُـوُلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم :الطَّهُوْرُ شَطْرُ اْلإِيمْانِ وَاْلحَمْدُ لِلَّهِ تَمْلَأُ اْلمـِيْزَانَ وَسُبْحَانَ اللهِ وَاْلحَمْدُ لِلَّهِ تَمْلآنِ (أَوْ تَمْلَأُ) مَا بَيْنَ السَّمَوَاتِ وَ اْلأَرْضِ وَ الصَّلاَةُ نُوْرٌ وَ الصَّدَقَةُ بُرْهَانٌ وَ الصَّبْرُ ضِيَاءٌ وَ اْلقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ كُلُّ النَّاسِ يَغْدُو فَبَايَعَ نَفْسَهُ فَمُعْتِقُهَا أَوْ مُوْبِقُهَا

Dari Abu Malik al-Asy’ariy radliyallahu anhu berkata, “telah bersabda Rosululllah Shallalahu alaihi wa sallam, “Bersuci adalah separuh iman, alhamdu lillah  memenuhi timbangan, subhanallah dan alhamdu lillah memenuhi apa yang ada antara langit dan bumi, sholat adalah cahaya, shodakoh merupakan bukti, sabar merupakan sinar penerang dan alqur’an adalah hujjah yang menguntungkan atau merugikan bagimu. Semua manusia berangkat di waktu pagi lalu ia memperniagakan dirinya apakah ia dapat membebaskan dirinya (dari kebinasaan) ataukah malah menghancurkannya”. [HR Muslim: 223, Ibnu Majah: 280 dan Ahmad: V/ 342, 343, 344. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [1]

Berkata asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah,,,, “Terdapat keutamaan wudlu di dalam Islam. Yakni merupakan syarat shahnya sholat maka hal ini seperti diibaratkan seperti separuh. Namun bukan tetap darinya menjadi setengah yang hakiki”.[2]

Berkata asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah, “Ini adalah bersuci yang manusia kerapkali bersuci secara hissiyah (nyata) dan maknawiyah (abstrak) dari segala kotoran. Oleh sebab itulah Rosulullah Shallalahu alaihi wa sallam telah menjadikannya menjadi separuh iman”. [3]

Katanya lagi di dalam kitabnya yang lain, “Dikatakan, sesungguhnya maknanya adalah bahwa bersuci untuk sholat itu separuh dari iman. Karena sholat itu adalah merupakan keimanan dan sholat itu tidaklah sempurna kecuali dengan bersuci”. [4]

عن ثوبان قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم : اسْتَقِيْمُوْا وَ لَنْ تُحْصُوْا وَ اعْلَمُوْا أَنَّ خَيْرَ أَعْمَالِكُمُ الصَّلاَةُ وَ لاَ يُحَافِظُ عَلَى اْلوُضُوْءِ إِلاَّ مُؤْمِنٌ

Dari Tsauban berkata, telah bersabda Rosulullah Shallalahu alaihi wa sallam, ”Istikomahlah kalian, dan kalian tiada dapat menghitung. Ketahuilah bahwasanya sebaik-baik amal kalian adalah sholat dan tiada yang dapat memelihara wudlu kecuali seorang mukmin”. [HR Ibnu Majah: 277, 278 dari Abdullah bin Amr, Ahmad: V/ 276-277, 282, al-Hakim: 459, ad-Darimiy: I/ 168 dan Malik: I/ 58. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [5]

2). Merupakan bukti keislaman.

Hadits berikut ini menjelaskan bahwa mandi janabat dan menyempurnakan wudlu sebagaimana diperintahkan oleh Allah Azza wa Jalla dan dicontohkan oleh Rosulullah Shallalahu alaihi wa sallam termasuk dari ajaran Islam yang disejajarkan dengan rukun-rukun Islam yang lainnya. Maka seorang muslim itu mesti menjaga rukun-rukun tersebut jika ia ingin sempurna keislamannya.

عن عمر بن الخطاب قَالَ: بَيْنَمَا َنحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه و سلم فىِ أُنَاسٍ إِذْ جَاءَ رَجُلٌ لَيْسَ عَلَيْهِ سَحْنَاءُ سَفَرٍ وَ لَيْسَ مِنْ أَهْلِ اْلبَلَدِ يَتَخَطَّى حَتىَّ وَرَدَ فَجَلَسَ بَيْنَ يَدَيْ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه و سلم فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ مَا اْلإِسْلاَمُ؟ قَالَ: اْلإِسْلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ وَ أَنْ تُقِيْمَ الصَّلاَةَ وَ تُؤْتِيَ الزَّكَاةَ وَ تَحُجَّ اْلبَيْتَ وَ تَعْتَمِرَ وَ تَغْتَسِلَ مِنَ اْلجَنَابَةِ وَ أَنْ تُتِمَّ اْلوُضُوْءَ وَ تَصُوْمَ رَمَضَانَ قَالَ: فَإِذَا فَعَلْتَ ذَلِكَ فَأَنَا مُسْلِمٌ ؟ قَالَ: نَعَمْ قَالَ: صَدَقْتَ

Dari Umar bin al-Khoththob radliyallahu anhu berkata, “Ketika kami sedang duduk-duduk di sisi Rosulullah Shallalahu alaihi wa sallam di tengah-tengah manusia, tiba-tiba datanglah seorang lelaki yang tiada padanya bekas perjalanan dan tiada pula seorang penduduk yang mengenalnya. Sehingga ia datang dan duduk di hadapan Rosulullah Shallalahu alaihi wa sallam. Ia berkata, “Ya Muhammad ! apakah Islam itu?”. Beliau menjawab, “Islam itu ialah engkau mempersaksikan bahwasanya tiada sesembahan yang pantas disembah selain Allah dan bahwasanya Muhammad itu adalah utusan Allah, engkau menegakkan sholat, membayar zakat, menunaikan ibadah haji, berumrah, mandi janabah, menyempurnakan wudlu dan shoum di bulan Ramadlan”. Ia bertanya lagi, ”Apakah jikalau aku mengerjakannya maka aku seorang muslim?”. Beliau menjawab, ”Ya”. Ia berkata, ”engkau benar”. [HR  Ibnu Khuzaimah: 1 di dalam kitab shahihnya dan hadits ini ada di dalam kitab al-Bukhariy, Muslim dan selain keduanya yang semisalnya dengan selain sitiran ini. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [6]

 3). Merupakan penghapus dosa dan pengangkat derajat.

Di antara manfaat dan keutamaan lain dari wudlu yang telah dijelaskan oleh Rosulullah Shallalahu alaihi wa sallam adalah dapat menghapuskan dosa-dosa kecil yang pernah dikerjakan oleh orang tersebut sebelum ia berwudlu. Maka keutamaan wudlu ini jelas sangat diharapkan dan didambakan oleh setiap manusia yang niscaya selalu bergelimang dengan dosa-dosa, kesalahan dan kekeliruan. Apalagi jika penghapusan dosa tersebut diiringi dengan pengangkatan derajat, yang amat disukai oleh mereka.

عن أبي هريرة رضي الله عنه أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ  صلى الله عليه و سلم قَالَ: أَلاَ أَدُلُّكُمْ عَلَى مَا يَمْحُو اللهُ بِهِ اْلخَطَايَا وَ يَرْفَعُ بِهِ الدَّرَجَاتِ قَالُوْا: بَلَى يَا رَسُوْلَ اللهِ قَالَ: إِسْبَاغُ اْلوُضُوْءِ عَلَى اْلمـَكَارِهِ وَ كَثْرَةُ اْلخُطَا إِلىَ اْلمـَسَاجِدِ وَ انْتِظَارُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الصَّلاَةِ فَذَلِكُمُ الرِّبَاطُ

Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu bahwasanya Rosulullah Shallalahu alaihi wa sallam bersabda, “Maukah kutunjukkan kepada kalian sesuatu yang dengannya, Allah akan menghapuskan dosa-dosa dan mengangkat beberapa derajat”. Mereka menjawab, “Ya wahai Rosulullah”. Beliau bersabda, “Menyempurnakan wudlu pada saat yang tidak disukai, banyak langkah menuju masjid dan menunggu sholat setelah mengerjakan sholat maka itulah persiapan”. [HR Muslim: 251, at-Turmudziy: 51, an-Nasa’iy: I/ 89-90, Ibnu Majah: 428, Ibnu Khuzaimah: 5 dan Ahmad: II/ 235, 277, 301, 438. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [7]

Berkata asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilali hafizhohullah, “Terdapat motivasi untuk senantiasa menyempurnakan anggota-anggota wudlu dengan membasuh, mengusap, dan membaguskannya kendatipun di dalam hal tersebut terdapat kesulitan dan kepayahan”. [8]

Jikalau diperhatikan dengan seksama, ternyata Rosulullah Shallalahu alaihi wa sallam telah menerangkan salah satu faidah dan keutamaan menyempurnakan wudlu adalah dapat menghapuskan dosa-dosa kecil yang pernah dikerjakan oleh seseorang dan dengan itu pulalah terangkat derajatnya di sisi Allah Subhanahu wa ta’ala. Maka tiada yang mencegah setiap orang yang selalu mendambakan terhapusnya dosa dan terangkatnya derajat melainkan dengan senantiasa menyempurnakan wudlunya sesuai dengan tuntunan syariat meskipun pada waktu-waktu yang tidak menyenangkan lagi menyulitkan. Misalnya; pada waktu udara yang amat dingin, hujan turun dengan sangat lebat, angin bertiup kencang, malam yang gelap gulita lantaran lampu penerangan padam dan lain sebagainya.

4). Merupakan penambah kebaikan.

Tak hanya sebagai penghapus dosa dan pengangkat derajat, tetapi juga dapat menambah kebaikan-kebaikan bagi orang yang melakukannya. Apalagi jika diiringi dengan melangkahkan kakinya menuju masjid untuk menunaikan sholat secara berjamaah, misalnya.

عن أبي سعيد الخدري أَنَّهُ سَمِعَ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ: أَلاَ أَدُلُّكُمْ عَلَى مَا يُكَفِّرُ اللهُ بِهِ اْلخَطَايَا وَ يَزِيْدُ بِهِ فىِ اْلحَسَنَاتِ ؟ قَالُوْا: بَلَى يَا رَسُوْلَ اللهِ قَالَ: إِسْبَاغُ اْلوُضُوْءِ عَلَى اْلمـَكَارِهِ وَ كَثْرَةُ اْلخُطَا إِلىَ اْلمـَسَاجِدِ وَ انْتِظَارُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الصَّلاَةِ

Dari Abu Sa’id al-Khudriy radliyallahu anhu bahwasanya ia pernah mendengar Rosulullah Shallalahu alaihi wa sallam bersabda, “Maukah kutunjukkan kepada kalian sesuatu yang dapat menghapuskan dosa dan menambah kebaikan dengannya?”. Mereka menjawab, “Ya, wahai Rosulullah”. Beliau bersabda, “Menyempurnakan wudlu pada saat yang tidak disukai, banyak langkah menuju masjid dan menunggu sholat setelah mengerjakan sholat”. [HR Ibnu Majah: 427 dan Ahmad: III/ 3. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan]. [9]

عن ابن عمر رضي الله عنهما أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ: إِذَا تَوَضَّأَ أَحَدُكُمْ فَأَحْسَنَ اْلوُضُوْءَ ثُمَّ خَرَجَ إِلىَ اْلمـَسْجِدِ لاَ يَنْزِعُهُ إِلاَّ الصَّلاَةَ لَمْ تَزَلْ رِجْلُهُ اْليُسْرَى تَمْحُوْ سَيِّئَةً وَ تَكْتُبُ اْلأُخْرَى حَسَنَةً حَتىَّ يَدْخُلَ اْلمـَسْجِدِ

Dari Ibnu Umar radliyallahu anhuma bahwasanya Rosulullah Shallalahu alaihi wa sallam bersabda, “Apabila seseorang diantara kalian berwudlu lalu ia membaguskan wudlunya kemudian keluar menuju masjid yang tidaklah ia pergi melainkan untuk mengerjakan sholat maka senantiasa kakinya yang kiri itu menghapuskan satu kesalahan dan kakinya yang lain mencatat satu kebaikan sehingga ia memasuki masjid”. [HR ath-Thabraniy di dalam al-Kabiir dan al-Hakim: 821. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [10]

عن سعيد بن المسيب قَالَ: حَضَرَ رَجُلاً مِنَ اْلأَنْصَارِ اْلمـَوْتُ فَقَالَ: إِنيِّ مُحَدِّثُكُمْ حَدِيْثًا مَا أُحَدِّثُكُمُوْهُ إِلاَّ احْتِسَابًا سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم يَقُوْلُ: إِذَا تَوَضَّأَ أَحَدُكُمْ فَأَحْسَنَ اْلوُضُوْءَ ثُمَّ خَرَجَ إِلىَ الصَّلاَةِ لَمْ يَرْفَعْ قَدَمَهُ اْليُمْنىَ إِلاَّ كَتَبَ اللهُ  عز و جل لَهُ حَسَنَةً وَ لَمْ يَضَعْ قَدَمَهُ اْليُسْرَى إِلاَّ حَطَّ اللهُ عز و جل عَنْهُ سَيِّئَةً فَلْيُقَرِّبْ أَحَدُكُمْ أَوْ لِيُبَعِّدْ فَإِنْ أَتَى اْلمـَسْجِدَ فَصَلَّى فىِ جَمَاعَةٍ غُفِرَ لَهُ فَإِنْ أَتَى اْلمـَسْجِدَ وَ قَدْ صَلَّوْا بَعْضًا وَ بَقِيَ بَعْضٌ صَلَّى مَا أَدْرَكَ وَ أَتَمَّ مَا بَقِيَ كَانَ كَذَلِكَ فَإِنْ أَتَى اْلمـَسْجِدَ وَ قَدْ صَلَّوْا فَأَتَمَّ الصَّلاَةَ كَانَ كَذَلِكَ

Dari Sa’id bin al-Musayyab radliyallahu anhu berkata, Pernah datang kematian kepada seorang lelaki dari golongan Anshor. Ia berkata, ”Aku akan ceritakan kepada kalian suatu hadits yang tiadalah aku ceritakan kepada kalian melainkan dalam rangka mencari pahala. Aku pernah mendengar Rosulullah Shallalahu alaihi wa sallam bersabda, ”Apabila seseorang diantara kalian berwudlu lalu ia membaguskan wudlunya kemudian keluar menuju masjid tidaklah ia mengangkat kakinya yang kanan melainkan Allah Azza wa Jalla mencatat untuknya satu kebaikan. Tidaklah ia meletakkan kakinya yang kiri melainkan Allah Azza wa Jalla menghapus satu kesalahan darinya. Maka mendekatlah seseorang dari kalian atau menjauhlah (darinya). Jika ia datang ke masjid lalu sholat bersama jama’ah maka diampunilah (dosa-dosa)nya. Apabila ia mendatangi masjid dan manusia telah sholat sebahagian dan tersisa sebahagian  maka ia sholat apa yang ia dapat dan menyempurnakan yang tersisa, maka (pahalanya juga) seperti itu. Jika ia mendatangi masjid dan manusia telah selesai menunaikan sholat lalu ia tetap menyempurnakan sholat maka (pahalanya) seperti itu pula”. [HR Abu Dawud: 563. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [11]

Beberapa dalil hadits di atas menerangkan tentang keutamaan wudlu yaitu menghapuskan dosa dan dapat menambah kebaikan kepada orang yang mengerjakannya. Lalu jika diiringi dengan melangkahkan kaki ke masjid untuk menunaikan sholat maka setiap langkah kakinya yang kanan akan menambahkan kebaikan baginya dan setiap langkah dari kakinya yang kiri akan menghapuskan dosa atau kesalahan darinya.

5). Merupakan kifarat (penghapus dosa).

عن ابن عباس قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم :أَتَانِيَ اللَّيْلَةَ رَبيِّ تَبَارَكَ وَ تَعَالىَ فىِ أَحْسَنَ صُوْرَةٍ –قَالَ: أَحْسَبُهُ فىِ اْلمـَنَامِ- فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ هَلْ تَدْرِي فِيْمَ يَخْتَصِمُ اْلمـَلَأُ اْلأَعْلَى؟ قَالَ: قُلْتُ: لاَ قَالَ: فَوَضَعَ يَدَهُ بَيْنَ كَتِفَيَّ حَتىَّ وَجَدْتُ بَرْدَهَا بَيْنَ ثُدَيَّي –أَوْ قَالَ: فىِ نَحْرِي- فَعَلِمْتُ مَا فىِ السَّمَوَاتِ وَ مَا فىِ اْلأَرْضِ قَالَ: يَا ُمحَمَّدُ هَلْ تَدْرِي فِيْمَ يَخْتَصِمُ اْلمَلأُ اْلأَعْلَى؟ قُلْتُ: نَعَمْ قَالَ: فىِ اْلكَفَّارَاتِ وَ اْلكَفَّارَاتُ اْلمـَكْثُ فىِ اْلمـَسَاجِدِ بَعْدَ الصَّلَوَاتِ وَ اْلمـَشْيُ عَلَى اْلأَقْدَامِ إِلىَ اْلجَمَاعَاتِ وَ إِسْبَاغُ اْلوُضُوْءِ فىِ اْلمـَكَارِهِ وَ مَنْ فَعَلَ ذَلِكَ عَاشَ بِخَيْرٍ وَ مَاتَ بِخَيْرٍ وَ كَانَ مِنْ خَطِيْئَتِهِ كَيَوْمٍ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ وَ قَالَ: يَا مُحَمَّدُ إِذَا صَلَّيْتَ فَقُلْ: اَللَّهُمَّ إِنيِّ أَسْأَلُكَ فِعْلَ اْلخَيْرَاتِ وَ تَرْكَ اْلمـُنْكَرَاتِ وَ حُبَّ اْلمـَسَاكِيْنِ وَ إِذاَ أَرَدْتَ بِعِبَادِكَ فِتْنَةً فَاقْبِضْنىِ إِلَيْكَ غَيْرَ مَفْتُوْنٍ قَالَ: وَ الدَّرَجَاتُ إِفْشَاءُ السَّلاَمِ وَ إِطْعَامُ الطَّعَامِ وَ الصَّلاَةُ بِاللَّيْلِ وَ النَّاسُ نِيَامٌ

Dari Ibnu Abbas radliyallahu anhuma berkata, “Telah bercerita Rosulullah Shallalahu alaihi wa sallam, “Pada suatu malam Rabb-ku Tabaroka wa ta’ala pernah mendatangiku di dalam seelok-eloknya rupa”. Ia berkata, ”-Aku menduganya di dalam tidur-. Allah berfirman, ”Ya Muhammad, apakah engkau tahu karena apakah para malaikat  yang tertinggi itu berselisih?”. Beliau menjawab, ”aku berkata, ”tidak”. Beliau bersabda, ”Lalu Allah meletakkan tangannya di antara dua pundakku sehingga aku dapati rasa dingin di antara dadaku. Lalu aku mangetahui apa yang ada di langit dan bumi”. Allah berfirman, ”Ya Muhammad apakah engkau tahu karena apakah para malaikat yang tertinggi itu berselisih?”. Aku menjawab, ”Ya”. Kemudian Beliau bersabd, ”tentang kifarat”. Kifarat adalah berdiam di masjid  setelah menunaikan sholat, melangkahkan kaki menuju jama’ah dan menyempurnakan wudlu di saat yang tidak disukai. Barangsiapa yang melakukan yang demikian itu maka ia hidup dengan kebaikan dan mati dengan kebaikan pula, dan dosanya laksana dilahirkan oleh ibunya”. Allah berfirman, “Ya Muhammad, apabila engkau sholat maka ucapkanlah,

 اَللَّهُمَّ إِنيِّ أَسْـأَلُكَ فِعْلَ اْلخَيْرَاتِ وَ تَرْكَ اْلمـُنْكَرَاتِ وَ حُبَّ اْلمـَسَاكِيْنِ وَ إِذَا أَرَدْتَ بِعِبَادِكَ فِتْنَةً فَاقْبِضْنىِ إِلَيْكَ غَيْرَ مَفْتُوْنٍ

(artinya; Ya Allah aku memohon kepada-Mu mengerjakan kebaikan, meninggalkan kemungkaran dan mencintai kaum miskin. Dan apabila Engkau menghendaki fitnah kepada para hamba-Mu maka wafatkanlah aku dalam keadaan tiada terfitnah).  Beliau bersabda, ”(mereka berselisih juga) tentang derajat, yaitu menyebarluaskan salam, memberi makan dan sholat di waktu malam sedangkan manusia dalam keadaan terlelap”. [HR  at-Turmudziy: 3233, 3234 dan Ahmad: I/ 368. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [12]

Di dalam riwayat yang lain dari Mu’adz bin Jabal radliyallahu anhu berkata, ”Rosulullah Shallalahu alaihi wa sallam bersabda,

(اْلكَفَّارَاتُ) مَشْيُ اْلأَقْدَامِ إِلىَ اْلحَسَنَاتِ وَ اْلجُلُوْسُ فىِ اْلمـَسَاجِدِ بَعْدَ الصَّلَوَاتِ وَ إِسْبَاغُ اْلوُضُوْءِ حِيْنَ اْلكَرِيْهَاتِ

“(Kifarat itu adalah) melangkahkan kaki menuju kebaikan, duduk di dalam masjid setelah menunaikan sholat dan menyempurnakan wudlu di saat yang tidak disukai”. [HR at-Turmudziy: 3235 dan Ahmad: V/ 243. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [13]

Ada juga riwayat yang lainnya dari jalan Ibnu Umar radliyallahu anhuma bahwasanya Rosulullah Shallalahu alaihi wa sallam bersabda,

وَ أَمَّا اْلكَفَّارَاتُ فَانْتِظَارُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الصَّلاَةِ وَ إِسْبَاغُ اْلوُضُوْءِ فىِ السَّبُرَاتِ  وَ نَقْلُ اْلأَقْدَامِ إِلىَ اْلجَمَاعَاتِ

“Dan adapun kifarat itu adalah menunggu sholat setelah menunaikan sholat, menyempurnakan wudlu ketika cuaca sangat dingin dan melangkahkan kaki menuju jama’ah”. [HR ath-Thabraniy di dalam al-Awsath dan diriwayatkan juga dari Anas bin Malik, Ibnu Abbas, Abu Hurairah dan Abdullah bin Abi Afwa. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Maka hadits ini dengan sekumpulan jalannya insyaa Allah sedikitnya adalah hasan]. [14]

عن عمرو بن سعيد بن العاص قَالَ: كُنْتُ عِنْدَ عُثْمَانَ فَدَعَا بِطَهُوْرٍ فَقَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم يَقُوْلُ: مَا مِنِ امْرِئٍ مُسْلِمٍ تَحْضُرُهُ صَلاَةٌ مَكْتُوْبَةٌ فَيُحْسِنُ وُضُوْءَهَا وَ خُشُوْعَهَا وَ رُكُوْعَهَا إَلاَّ كَانَتْ كَفَّارَةً لِمـَا قَبْلَهَا مِنَ الذُّنُوْبِ مَالَمْ يُؤْتِ كَبِيْرَةً وَ ذَلِكَ الدَّهْرُ كُلُّهُ

Dari Amr bin Sa’id bin al-Ash berkata, “aku pernah di sisi Utsman radliyallahu anhu, lalu ia menyuruh mengambil air untuk bersuci”. Lalu berkata, “aku pernah mendengar Rosulullah Shallalahu alaihi wa sallam bersabda, “tiada seseorang yang kedatangan waktu sholat wajib lalu ia membaguskan wudlu, khusyu dan rukunya melainkan sebagai kifarat apa yang sebelumnya dari dosa-dosa selama ia tidak mengerjakan kaba’ir (dosa besar).Dan itulah masa seluruhnya”. [HR Muslim: 228. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [15]

عن حمران بن أبان قَالَ: كُنْتُ أَضَعُ لِعُثْمَانَ طَهُوْرَهُ فَمَا أَتَى عَلَيْهِ يَوْمٌ إِلاَّ وَ هُوَ يُفِيْضُ عَلَيْهِ نُطْفَةً وَ قَالَ عُثْمَانُ: حَدَّثَنَا رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم عِنْدَ انْصِرَافِنَا مِنْ صَلاَتِنَا هَذِهَ (قَالَ مِسْعَرٌ: أَرَاهَا اْلعَصْرَ) فَقَالَ: مَا أَدْرِي أُحَدِّثُكُمْ بِشَيْءٍ أَوْ أَسْكُتُ؟ فَقُلْنَا: يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنْ كَانَ خَيْرًا فَحَدِّثْنَا وَ إِنْ كَانَ غَيْرَ ذَلِكَ فَاللهُ وَ رَسُوْلُهُ أَعْلَمُ قَالَ: مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَتَطَهَّرُ فَيُتِمُّ الطَّهُوْرَ الَّذِى كَتَبَ اللهُ عَلَيْهِ فَيُصَلِّي هَذِهِ الصَّلَوَاتِ اْلخَمْسَ إِلاَّ كَانَتْ كَفَّارَاتٍ لمِـَا بَيْنَها

Dari Hamran bin Aban berkata, ”Aku adalah orang yang meletakkan air untuk bersuci bagi Utsman. Tidaklah datang atasnya suatu hari melainkan ia menuangkan air atas maninya”. Utsman berkata, ”Rosulullah Shallalahu alaihi wa sallam pernah menceritakan sesuatu kepada kami ketika selesainya beliau dari sholat (berkata Mas’ar, yaitu sholat ashar)”. Beliau bersabda, ”Aku tidaklah mengetahui apakah akan kuceritakan sesuatu kepada kalian atau aku diam?”. Kami menjawab, ”Wahai Rosulullah jikalau hal itu suatu kebaikan maka ceritakanlah kepada kami tetapi jika tidak Allah dan Rosul-Nya lebih mengetahui”. Beliau bersabda, ”Tidaklah seorang muslim bersuci lalu menyempurnakan bersucinya sebagaimana yang ditetapkan Allah lalu mengerjakan sholat yang lima (waktu) melainkan sebagai kifarat bagi apa yang di antaranya”. [HR Muslim: 231. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [16]

Perhatikan betapa indah dan eloknya ajaran Islam yang telah mendudukkan dan menempatkan thaharah di tempat yang teramat penting. Tanpa iming-imingpun, setiap manusia biasanya mempunyai keinginan untuk selalu membersihkan dan mensucikan dirinya, karena hal itu merupakan salah satu kebutuhan mereka. Tetapi ajaran Islam telah menambahkan semangat untuk melakukannya, meskipun hanya sekedar menjaga kesempurnaan wudlu. Wudlu telah dijuluki oleh Rosulullah Shallalahu alaihi wa sallam dengan sebutan kiffarat yaitu penghapus dosa. Maka itulah yang sebenarnya terjadi dan benar tiada keraguan jika dikerjakan sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala, terlebih-lebih apabila disambung dengan menunaikan sholat.

6). Merupakan penggugur dosa.

Di antara keutamaannya lagi adalah menggugurkan dosa dan kesalahan, yakni ketika seorang muslim berwudlu maka air wudlu itu akan menetes membawa dosa-dosa yang telah dikerjakan oleh anggota-anggota wudlu muslim tersebut.

عن أبي أمامة قَالَ: قَالَ عَمْرٌو بْنُ عَبَسَةَ السُّلَمِيُّ: فَقُلْتُ: يَا نَبِيِّ اللهِ فَالْوُضُوْءُ؟ حَدِّثْنىِ عَنْهُ! قَالَ: مَا مِنْكُمْ رَجُلٌ يُقَرِّبُ وَضُوْءَهُ فَيَتَمَضْمَضُ وَ يَسْتَنْشِقُ فَيَنْتَثِرُ إِلاَّ خَرَّتْ خَطَايَا وَجْهِهِ وَ فِيْهِ وَ خَيَاشِيْمِهِ ثُمَّ إِذاَ غَسَلَ وَجْهَهُ كَمَا أَمَرَهُ اللهُ إِلاَّ خَرَّتْ خَطَايَا وَجْهِهِ مِنْ أَطْرَافِ لِحْيَتِهِ مَعَ اْلمَاءِ ثُمَّ يَغْسِلُ يَدَيْهِ إِلىَ اْلمـِرْفَقَيْنِ إِلاَّ خَرَّتْ خَطَايَا يَدَيْهِ مِنْ أَنَامِلِهِ مَعَ اْلمَاءِ ثُمَّ يَمْسَحُ رَأْسَهُ إِلاَّ خَرَّتْ خَطَايَا رَأْسِهِ مِنْ أَطْرَافِ رَأْسِهِ مَعَ اْلمَاءِ ُثمَّ يَغْسِلُ قَدَمَيْهِ إِلىَ اْلكَعْبَيْنِ إِلاَّ خَرَّتْ خَطَايَا رِجْلَيْهِ مِنْ أَنَامِلِهِ مَعَ اْلمَاءِ فَإِنْ هُوَ قَامَ فَصَلَّى فَحَمِدَ اللهَ وَ أَثْنىَ عَلَيْهِ وَ مَجَّدَهُ بِالَّذِى هُوَ لَهُ أَهْلٌ وَ فَرَّغَ قَلْبَهُ لِلَّهِ إِلاَّ انْصَرَفَ مِنْ خَطِيْئَتِهِ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ

Dari Abu Umamah berkata, berkata Amr bin Abasah as-Sulamiy, “Aku bertanya, “wahai Nabiyullah apakah wudlu itu?, ceritakanlah kepadaku!”. Beliau menjawab, “Tidaklah seseorang di antara kalian yang mendekati air wudlunya lalu ia berkumur-kumur, beristinsyaq (menghirup air melalui hidung) lalu istintsar (menyemburkannya lewat hidung pula), melainkan gugurlah dosa-dosa wajah, mulut dan hidungnya. Kemudian membasuh muka sebagaimana diperintahkan Allah melainkan gugurlah dosa-dosa wajahnya dari ujung-ujung jenggotnya bersama tetesan air. Lalu membasuh kedua tangannya sampai kedua siku melainkan akan gugurlah dosa-dosa tangannya dari jari jemarinya bersama tetesan air. Lalu mengusap kepalanya melainkan gugurlah dosa-dosa kepalanya dari ujung-ujung kepalanya bersama tetesan air. Lalu membasuh kedua kakinya sampai kedua mata kaki melainkan gugurlah dosa-dosa kakinya dari jari jemarinya bersama tetesan air. Maka jika ia berdiri, menunaikan sholat dan memuji, menyanjung dan mengagungkan Allah yang memang Ia adalah Pemiliknya, serta mengosongkan hatinya hanya bagi Allah melainkan ia pergi berpaling dari dosa-dosanya seperti keadaannya pada hari ia dilahirkan oleh ibunya”. [HR Muslim: 832, an-Nasa’iy: I/ 91-91 dan Ahmad: IV/ 112. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [17]

عن عمرو بن عبسة قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم :إِنَّ اْلعَبْدَ إِذَا تَوَضَّأَ فَغَسَلَ يَدَيْهِ خَرَّتْ خَطَايَاهُ مِنْ يَدَيْهِ فَإِذَا غَسَلَ وَجْهَهُ خَرَّتْ خَطَايَاهُ مِنْ وَجْهِهِ فَإِذَا غَسَلَ ذِرَاعَيْهِ وَ مَسَحَ بِرَأْسِهِ خَرَّتْ خَطَايَاهُ مِنْ ذِرَاعَيْهِ وَ رَأْسِهِ فَإِذَا غَسَلَ رِجْلَيْهِ خَرَّتْ خَطَايَاهُ مِنْ رِجْلَيْهِ

Dari Amr bin Abasah berkata, telah bersabda Rosulullah Shallalahu alaihi wa sallam, “Sesungguhnya seorang hamba itu apabila berwudlu, lalu mencuci kedua tangannya maka gugurlah dosa-dosanya dari kedua tangannya. Apabila ia membasuh wajahnya gugurlah dosa-dosanya dari wajahnya. Apabila ia membasuh kedua lengannya dan mengusap kepalanya maka gugurlah dosa-dosanya dari kedua lengan dan kepalanya. Dan apabila ia membasuh kedua kakinya maka gugurlah dosa-dosanya dari kedua kakinya”. [HR Ibnu Majah: 283. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [18]

 عن أبي هريرة أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ  صلى الله عليه و سلم قَالَ: إِذَا تَوَضَّأَ اْلعَبْدُ اْلمـُسْلِمُ (أَوِ اْلمـُؤْمِنُ) فَغَسَلَ وَجْهَهُ خَرَجَ مِنْ وَجْهِهِ كُلُّ خَطِيْئَةٍ نَظَرَ إِلَيْهَا بِعَيْنَيْهِ مَعَ اْلمـَاءِ (أَوْ مَعَ آخِرِ قَطْرِ اْلمـَاءِ) فَإِذَا غَسَلَ يَدَيْهِ خَرَجَ مِنْ يَدَيْهِ كُلُّ خَطِيْئَةٍ كَانَ بَطَشَتْهَا يَدَاهُ مَعَ اْلمـَاءِ (أَوْ مَعَ آخِرِ قَطْرِ اْلمـَاءِ) فَإِذَا غَسَلَ رِجْلَيْهِ خَرَجَتْ كُلُّ خَطِيْئَةٍ مَشَتْهَا رِجْلاَهُ مَعَ اْلمـَاءِ (أَوْ مَعَ آخِرِ قَطْرِ اْلمـَاءِ) حَتىَّ يَخْرُجَ نَقِيًّا مِنَ الذُّنُوْبِ

Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu bahwasanya Rosulullah Shallalahu alaihi wa sallam bersabda, “Apabila seorang hamba muslim (atau mukmin) berwudlu, lalu ia membasuh wajahnya maka keluarlah dari wajahnya segala dosa yang ia memandang dengan kedua matanya bersama tetesan air (atau bersama akhir tetesan air), Apabila ia membasuh kedua tangannya maka keluarlah dari kedua tangannya semua dosa yang dipegang oleh kedua tangannya bersama tetesan air. Dan apabila ia membasuh kedua kakinya maka keluarlah seluruh dosa yang kedua kakinya melangkah kepadanya bersama tetesan air sehingga ia keluar dalam keadaan bersih dari dosa”. [HR Muslim: 244, at-Turmudziy: 2, Ahmad: II/ 303, ad-Darimiy: I/ 183, Ibnu Khuzaimah: 4 dan Malik: I/ 56-57. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [19]

Berkata asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah, ”Terdapat keutamaan wudlu dan bahwasanya melanggengkannya itu merupakan sarana untuk diampuninya dosa-dosa. Setiap anggota dari anggota wudlu manusia itu niscaya terjatuh ke dalam sebahagian perbuatan maksiat. Mata dengan melihat dan tangan dengan memegang, mencuri dan semisal itu. Oleh sebab itu dosa-dosa itu senantiasa mengikuti setiap anggota badan yang melakukannya. Dan keluar dari setiap anggota badan yang bertaubat darinya”. [20]

Katanya lagi, “Tiap-tiap anggota (tubuh) pada manusia itu ada dosa-dosa yang dikerjakannya. Maka sudah seharusnya seorang hamba itu membentengi anggota-anggota (tubuh)nya dari segenap perbuatan maksiat. Wudlu itu dapat menghapuskan dosa dari anggota-anggota (tubuh) yang mengalir air atasnya”.  [21]

عن عثمان بن عفان رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ اْلوُضُوْءَ خَرَجَتْ خَطَايَاهُ مِنْ جَسَدِهِ حَتىَّ تَخْرُجَ مِنْ تَحْتِ أَظْفَارِهِ

Dari Utsman bin Affan radliyallahu anhu berkata, “telah bersabda Rosulullah Shallalahu alaihi wa sallam, “Barangsiapa yang berwudlu lalu ia membaguskan wudlunya, maka keluarlah dosa-dosanya dari tubuhnya sehingga keluar dari celah-celah kukunya”. [HR Muslim: 245 dan Ahmad: I/ 66. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [22]

Berkata asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah, [23]

“Terdapat penjelasan akan keutamaan wudlu, bahwasanya ia adalah penghapus dari dosa-dosa.
Terdapat penjelasan akan syarat keluarnya dosa-dosa itu adalah dengan membaguskan wudlu dan melakukannya sesuai dengan arahnya sebagaimana telah diterangkan oleh Nabi Shallalahu alaihi wa sallam kepada umatnya.
Dosa-dosa itu dapat dijumpai pada tubuh dan tubuh itu adalah merupakan wadah tempatnya.
Terdapat penjelasan akan pengaruh wudlu atas tubuh sehingga wudlu itu dapat mengeluarkan dosa-dosa dari tubuh seukuran dengan bagusnya wudlu tersebut sehingga dosa-dosa itu keluar dari celah-celah kukunya”.

Berkata asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah, “Keluar dosa-dosanya dari sebab wudlu sehingga (keluar) dari bawah celah kukunya. Atas dasar inilah, maka wudlu itu menjadi penyebab akan terhapusnya dosa-dosa sehingga dari tempat yang paling kecil (halus) yaitu yang berada di bawah kuku. Hadits-hadits ini dan yang semisalnya menunjukkan bahwasanya wudlu itu adalah termasuk dari seutama-utama ibadah. Bahwa ibadah itu sudah sepatutnya bagi manusia agar berniat untuk mendekatkan diri kepada Allah Azza wa Jalla dengannya. Yaitu ia menghadirkan (niat) sedangkan ia sedang berwudlu untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa ta’ala sebagaimana bila ia melakukan sholat”. [24]

عن عبد الله الصنابحي عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ: مَنْ تَوَضَّأَ فَمَضْمَضَ وَ اسْتَنْشَقَ خَرَجَتْ خَطَايَاهُ مِنْ فِيْهِ وَ أَنْفِهِ فَإِذَا غَسَلَ وَجْهَهُ خَرَجَتْ خَطَايَاهُ مِنْ وَجْهِهِ حَتىَّ تَخْرُجَ مِنْ تَحْتِ أَشْفَارِ عَيْنَيْهِ فَإِذَا غَسَلَ يَدَيْهِ خَرَجَتْ خَطَايَاهُ مِنْ يَدَيْهِ فَإِذَا مَسَحَ بِرَأْسِهِ خَرَجَتْ خَطَايَاهُ مِنْ رَأْسِهِ حَتىَّ تَخْرُجَ مِنْ أُذُنَيْهِ فَإِذَا غَسَلَ رِجْلَيْهِ خَرَجَتْ خَطَايَاهُ مِنْ رِجْلَيْهِ حَتىَّ تَخْرُجَ مِنْ تَحْتِ أَظْفَارِ رِجْلَيْهِ وَ كَانَتْ صَلاَتُهُ وَ مَشْيُهُ إِلىَ اْلمـَسْجِدِ نَافِلَةً

Dari Abdullah ash-Shonabihiy radliyallahu anhu dari Rosulullah Shallalahu alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa berwudlu lalu berkumur-kumur dan beristinsyaq keluarlah dosa-dosanya dari mulut dan hidungnya. Apabila ia membasuh wajahnya maka keluarlah dosa-dosanya dari wajahnya sehingga keluar dari bawah ujung kedua matanya. Apabila ia membasuh kedua tangannya keluarlah dosa-dosanya dari kedua tangannya. Apabila ia mengusap kepalanya keluarlah dosa-dosanya dari kepalanya sehingga keluar dari kedua telinganya. Dan apabila ia membasuh kedua kakinya keluarlah dosa-dosanya dari kedua kakinya sehingga keluar dari kuku kedua kakinya. Adapun sholat dan melangkahnya ia menuju masjid merupakan satu tambahan saja”. [HR Ibnu Majah: 282, an-Nasa’iy: I/ 74-75, Ahmad: IV/ 349, al-Hakim: 458 dan Malik: I/ 56. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih].[25]

عن أبي أمامة أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ: أَيمُّاَ رَجُلٍ قَامَ إِلىَ وَضُوْئِهِ يُرِيْدُ الصَّلاَةَ ثُمَّ غَسَلَ كَفَّيْهِ نَزَلَتْ خَطِيْئَتُهُ مِنْ كَفَّيْهِ مَعَ أَوَّلِ قَطِرَةٍ فَإِذَا مَضْمَضَ وَ اسْتَنْشَقَ وَ اسْتَنْثَرَ نَزَلَتْ خَطِيْئَتُهُ مِنْ لِسَانِهِ وَ شَفَتَيْهِ مَعَ أَوَّلِ قَطِرَةٍ فَإِذَا غَسَلَ وَجْهَهُ نَزَلَتْ خَطِيْئَتُهُ مِنْ سَمْعِهِ وَ بَصَرِهِ مَعَ أَوَّلِ قَطِرَةٍ فَإِذَا غَسَلَ يَدَيْهِ إِلىَ اْلمـِرْفَقَيْنِ وَ رِجْلَيْهِ إِلىَ اْلكَعْبَيْنِ سَلِمَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ هُوَ لَهُ وَ مِنْ كُلِّ خَطِيْئَةٍ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ قَالَ: فَإِذَا قَامَ إِلىَ الصَّلاَةِ رَفَعَ اللهُ بِهَا دَرَجَتَهُ وَ إِنْ قَعَدَ قَعَدَ سَاِلمًا

Dari Abu Umamah bahwasanya Rosulullah Shallalahu alaihi wa sallam bersabda, “Siapapun yang berdiri menuju air wudlunya dengan maksud mengerjakan sholat, kemudian ia membasuh kedua telapak tangannya maka turun (keluar)lah dosanya dari kedua telapak tangannya bersama awalnya tetesan air. Apabila ia berkumur-kumur, beristinsyaq dan istintsar maka keluarlah dosanya dari lisan dan kedua bibirnya bersama awalnya tetesan air. Apabila ia membasuh wajahnya maka keluarlah dosanya dari pendengaran dan penglihatannya bersama awalnya tetesan air. Dan apabila ia membasuh kedua tangannya sampai kedua sikunya dan kedua kakinya sampai kedua mata kakinya maka selamatlah ia dari seluruh dosa miliknya dan dari semua kesalahan seperti keadaannya pada hari ia dilahirkan oleh ibunya”. Beliau bersabda, ”Apabila ia berdiri menuju sholat niscaya Allah akan mengangkat derajatnya dan jikalau ia duduk (maksudnya: tidak mengerjakan sholat) niscaya ia duduk dalam keadaan selamat”. [HR Ahmad: V/ 263. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih].[26]

Jika semua orang, khususnya kaum muslimin menyadari betapa banyak dosa dan kesalahan yang mereka telah perbuat, tentu mereka akan berputus asa untuk mendapatkan rahmat Allah Azza wa Jalla dan menjauhkan diri dari siksaan-Nya. Tak terbilang banyaknya dosa yang dilakukan oleh semua anggota badan mereka dari mata, hidung, mulut, telinga, tangan, kaki, hati dan lain sebagainya yang mereka kumpulkan dari hari ke hari. Kemudian Allah Subhanahu wa ta’ala menampakkan sifat pengampun dan pengasih-Nya kepada mereka dengan mengutus Rosul-Nya Shallalahu alaihi wa sallam untuk menjelaskan kepada mereka jalan menuju rahmat dan keselamatan. Lalu Rosulullah Shallalahu alaihi wa sallam menjelaskan kepada mereka amalan-amalan yang dapat menghapuskan dan menggugurkan dosa-dosa mereka. Di antaranya adalah berwudlu. Beliau Shallalahu alaihi wa sallam telah merinci dengan jelas bagaimana dosa itu keluar berguguran dari seorang muslim bersama tetesan air dari telapak tangan, mulut, hidung, wajah, jari jemari tangan, kepala, kedua telinga dan jari jemari kaki. Sehingga ia keluar dari wudlu tersebut dalam keadaan selamat dari dosa laksana seorang bayi yang baru dilahirkan oleh ibunya.

7). Merupakan penyebab diampuni dosa-dosa.

عن حمران مولى عثمان أخبره أَنَّ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانٍ رضي الله عنه دَعَا بِوَضُوْءٍ فَتَوَضَّأَ فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ مَضْمَضَ وَ اسْتَنْثَرَ ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ اْليُمْنىَ إِلىَ اْلمـِرْفَقِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ اْليُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ مَسَحَ رَأْسَهُ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَهُ اْليُمْنىَ إِلىَ اْلكَعْبَيْنِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ اْليُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ قَالَ: رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوْئِي هَذَا ثُمَّ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم : مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوْئِي هَذَا ثُمَّ قَامَ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ لاَ يُحْدِثُ فِيْهِمَا نَفْسَهُ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Dari Hamran maula (mantan budak)nya  Utsman, ia mengkhabarkan bahwasanya Utsman bin Affan radliyallahu anhu menyuruh mengambil air wudlu. Kemudian ia berwudlu, lalu ia membasuh kedua tangannya tiga kali, lalu berkumur-kumur dan istintsar lalu membasuh wajahnya tiga kali. Lalu membasuh tangannya yang kanan sampai siku tiga kali dan membasuh tangannya yang kiri seperti itu pula. Kemudian mengusap kepalanya, lalu membasuh kakinya yang kanan sampai kedua mata kaki tiga kali dan membasuh kakinya yang kiri seperti itu pula. Kemudian berkata, ”Aku bernah melihat Rosulullah Shallalahu alaihi wa sallam berwudlu seperti wudluku ini kemudian Rosulullah Shallalahu alaihi wa sallam bersabda, ”Barangsiapa yang berwudlu seperti wudluku ini lalu berdiri sholat  dalam keadaan tiada percakapan di dalam dirinya maka diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu”. [HR Muslim: 226, al-Bukhoriy: 159, 164, 1934, Abu Dawud: 106, an-Nasa’iy: I/ 64, 65, 80, Ahmad: I/ 59, 64, Ibnu Khuzaimah: 3 dan ad-Darimiy: I/ 176. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [27]

Sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, “Barangsiapa yang berwudlu seperti wudluku ini..” menjelaskan akan perintah bahwa mengerjakan wudlu itu wajib mencontoh dan menteladani Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, dan dengannya itu akan terhapus dosa-dosanya dan diterima sholatnya.

عن حمران مولى عثمان قَالَ: سَمِعْتُ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانٍ وَ هُوَ بِفِنَاءِ اْلمـَسْجِدِ فَجَاءَهُ اْلمـُؤَذِّنُ عِنْدَ اْلعَصْرِ فَدَعَا بِوَضُوْءٍ فَتَوَضَّأَ ثُمَّ قَالَ: وَ اللهِ لَأُحَدِّثَنَّكُمْ حَدِيْثًا لَوْ لاَ آيَةً فىِ كِتَابِ اللهِ مَا حَدَّثْتُكُمْ إِنيِّ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم يَقُوْلُ: لاَ يَتَوَضَّأُ رَجُلٌ مُسْلِمٌ فَيُحْسِنُ اْلوُضُوْءَ فَيُصَلِّي صَلاَةً إِلاَّ غَفَرَ اللهُ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَ بَيْنَ الصَّلاَةِ الَّتيِ تَلِيْهَا

Dari Hamran maulanya Utsman berkata, ”Aku pernah mendengar Utsman bin Affan sedangkan ia berada di halaman masjid. Datanglah mu’adzin ketika ashar. Utsman menyuruh mengambil air wudlu lalu berwudlu, kemudian berkata, ”Demi Allah, aku akan ceritakan kepada kalian suatu hadits yang kalaulah bukan karena suatu ayat dari kitab Allah[28] niscaya aku tidak akan menceritakannya kepada kalian. Aku pernah mendengar Rosulullah Shallalahu alaihi wa sallam bersabda, ”Tidaklah berwudlu seorang muslim lalu ia membaguskan wudlunya lalu ia sholat satu sholat melainkan Allah akan mengampuninya apa yang  diantaranya dan antara sholat berikutnya”. [HR Muslim: 227, al-Bukhoriy: 160 dan Malik: I/ 55-56. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [29]

عن حمران مولى عثمان قَالَ: أَتَيْتُ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانٍ بِوَضُوْءٍ فَتَوَضَّأَ ثُمَّ قَالَ: إِنَّ نَاسًا يَتَحَدَّثُوْنَ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه و سلم أَحَادِيْثَ لاَ أَدْرِي مَا هِيَ؟ إِلاَّ أَنيِّ رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم تَوَضَّأَ مِثْلَ وُضُوْئِي هَذَا ثُمَّ قَالَ: مَنْ تَوَضَّأَ هَكَذَا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَ كَانَتْ صَلاَتُهُ وَ مَشْيُهُ إِلىَ اْلمـَـسْجِدِ نَافِلَةً

Dari Hamran maulanya Utsman berkata, ”Aku pernah mendatangkan (membawakan) air kepada Utsman bin Affan lalu ia berwudlu. Kemudian berkata, ”Sesungguhnya manusia menceritakan tentang Rosulullah Shallalahu alaihi wa sallam beberapa hadits yang aku tidak mengetahui apakah itu? hanyasaja aku pernah melihat Rosulullah Shallalahu alaihi wa sallam berwudlu seperti wudluku ini, kemudian bersabda, ”barangsiapa yang berwudlu seperti ini maka diampunilah dosanya yang telah lalu. Sholat dan langkahnya menuju masjid hanyalah merupakan tambahan”. [HR Muslim: 229. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [30]

Berkata asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah, ”Wudlu itu termasuk dari penghapus-penghapus dosa. Wudlu itu tidak akan dapat menghapuskan dosa-dosa kecuali jika sesuai dengan shifat wudlunya Rosulullah Shallalahu alaihi wa sallam”. [31]

عن حمران مولى عثمان قَالَ: تَوَضَّأَ عُثْمَانُ بْنُ عَفَّانٍ يَوْمًا وُضُوْءًا حَسَنًا ثُمَّ قَالَ: رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ اْلوُضُوْءَ ثُمَّ قَالَ: مَنْ تَوَضَّأَ هَكَذَا ثُمَّ خَرَجَ إِلىَ اْلمـَسْجِدِ لاَ يَنْهَزُهُ إِلاَّ الصَّلاَةَ غُفِرَ لَهُ مَا خَلاَ مِنْ ذَنْبِهِ

Dari Hamran maulanya Utsman berkata, ”Suatu hari Utsman bin Affan radliyallahu anhu pernah berwudlu dengan suatu wudlu yang bagus. Kemudian ia berkata, ”Aku pernah melihat Rosulullah Shallalahu alaihi wa sallam berwudlu  lalu membaguskan wudlu, kemudian bersabda, ”barangsiapa yang berwudlu seperti ini lalu keluar menuju masjid yang ia tiada mendekati masjid itu melainkan untuk sholat diampunilah baginya dosanya yang telah lalu”. [HR Muslim 232. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [32]

عن عاصم بن سفيان الثقفي: أَنَّهُمْ غَزَوْا غَزْوَةَ السَّلاَسِلِ فَفَاتَهُمُ اْلغَزْوُ فَرَابَطُوْا ثُمَّ رَجَعُوْا إِلىَ مُعَاوِيَةَ وَ عِنْدَهُ أَبُوْ أَيُّوْبَ وَ عُقْبَةُ بْنُ عَامِرٍ فَقَالَ عَاصِمٌ: يَا أَبَا أَيُّوْبَ فَاتَنَا اْلغَزْوُ اْلعَامَ وَ قَدْ أُخْبِرْنَا أَنَّهُ مَنْ صَلَّى فىِ اْلمـَسَاجِدِ اْلأَرْبَعَةِ غُفِرَ لَهُ ذَنْبُهُ فَقَالَ: يَا ابْنَ أَخِي أَدُلُّكَ عَلَى أَيْسَرَ مِنْ ذَلِكَ إِنيِّ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم يَقُوْلُ: مَنْ تَوَضَّأَ كَمَا أُمِرَ وَ صَلَّى كَمَا أُمِرَ غُفِرَ لَهُ مَا قَدَّمَ مِنْ عَمَلٍ أَكَذَلِكَ يَا عُقْبَةُ ؟ قَالَ: نَعَمْ

Dari Ashim bin Sufyan ats-Tsaqofiy, “Bahwasanya kaum muslimin telah menunaikan perang ghozwah as-Salasil. Tetapi perang itu terluput dari (sebahagian) mereka dan mereka selalu siap sedia. Lalu mereka kembali kepada Mu’awiyah yang di sisinya ada Abu Ayyub dan Uqbah bin Amir”. Ashim berkata, ”wahai Abu Ayyub tahun ini perang telah luput dari kami dan sungguh telah dikabarkan kepada kami bahwasanya barangsiapa yang sholat di empat masjid [33] diampuni baginya dosa-dosanya”. Ia berkata, ”Wahai anak saudaraku maukah kutunjukkan kepadamu sesuatu yang lebih mudah dari itu. Sesungguhnya aku pernah mendengar Rosulullah Shallalahu alaihi wa sallam bersabda, ”Barangsiapa yang berwudlu sebagaimana diperintahkan dan sholat sebagaimana diperintahkan, akan diampuni baginya apa yang telah berlalu dari amalnya. Bukankah demikian wahai Uqbah?”. Ia menjawab, ”Ya”. [HR an-Nasa’iy: I/ 90-91, Ibnu Majah: 1396,  Ahmad: V/ 423 dan ad-Darimiy: I/ 182. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan]. [34]

Kaum muslimin di masa generasi awal sudah dikenal sebagai generasi yang sangat berambisi untuk mendapatkan ampunan dan rahmat dari Allah Azza wa Jalla sebagaimana dituturkan oleh Ashim bin Sufyan ats-Tsaqofiy radliyallahu anhu. Maka ketika mereka luput dari menghadiri perang as-Salasil, yang telah mereka pahami sebagai salah satu jalan menuju kepada surga dan ampunan-Nya, lalu mereka segera berusaha mendapatkannya dengan cara lain yang disyariatkan yaitu sholat di empat masjid. Tetapi Abu Ayyub radliyallahu anhu menegaskan kepada mereka ada cara lain yang lebih mudah untuk mendapatkan pengampunan dosa yang telah lalu dari Allah Subhanahu wa ta’ala yaitu dengan mengerjakan wudlu dan sholat sesuai dengan yang diperintahkan dan dicontohkan oleh Rosulullah Shallalahu alaihi wa sallam.

8). Merupakan penyebab dikenal oleh Rosulullah Shallalahu alaihi wa sallam pada hari kiamat nanti.

 عن أبي هريرة رضي الله عنه أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم أَتَى اْلمـَقْبَرَةَ فَقَالَ: اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ دَارَ قَوْمٍ مُؤْمِنِيْنَ وَ إِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لاَحِقُوْنَ وَدِدْتُ أَناَّ قَدْ رَأَيْنَا إِخْوَانَنَا قَالُوْا:أَوَلَسْنَا إِخْوَانَكَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: أَنْتُمْ أَصْحَابيِ وَ إِخْوَانُنَا الَّذِيْنَ لَمْ يَأْتُوْا بَعْدُ فَقَالُوْا: كَيْفَ تَعْرِفُ مَنْ لَمْ يَأْتِ بَعْدُ مِنْ أُمَّتِكَ يَا رَسُوْلَ اللهِ ؟ فَقَالَ: أَرَأَيْتَ لَوْ أَنَّ رَجُلاً لَهُ خَيْلٌ غُرٌّ مُحَجَّلَةٌ  بَيْنَ ظَهْرَيْ خَيْلٍ دُهْمٍ بُهْمٍ  أَلاَ يَعْرِفُ خَيْلَهُ؟ قَالُوْا: بَلَى يَا رَسُوْلَ اللهِ قَالَ: فَإِنَّهُمْ يَأْتُوْنَ غُرًّا مُحَجَّلَةً مِنَ اْلوُضُوْءِ وَ أَنَا فَرَطُهُمْ عَلَى اْلحَوْضِ أَلاَ يُذَادَنَّ رِجَالٌ عَنْ حَوْضِي كَمَا يُذَادُ اْلبَعِيْرُ الضَّالُّ أُنَادِيْهِمْ أَلاَ هَلُمَّ ! فَيُقَالُ: إِنَّهُمْ قَدْ بَدَّلُوْا بَعْدَكَ فَأَقُوْلُ: سُحْقًا سُحْقًا

Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu bahwasanya Rosulullah Shallalahu alaihi wa sallam pernah mendatangi pekuburan lalu berkata,

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ دَارَ قَوْمٍ مُؤْمِنِيْنَ وَ إِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لاَحِقُوْنَ

”(Artinya; Semoga keselamatan bagi kalian wahai penghuni kubur dari kaum mukminin  dan Insya Allah kami akan menyusul kalian). Aku sangat berkeinginan sekiranya kita dapat mengetahui (keadaan) ikhwan (saudara) kita”. Mereka berkata, ”bukankah kami ini ikhwanmu wahai Rosulullah?”. Beliau bersabda, ”kalian adalah para shahabatku sedangkan ikhwan kita adalah orang-orang yang datang kemudian, dan aku menanti mereka di telaga”. Mereka bertanya, ”Wahai Rosulullah bagaimana engkau mengenali orang yang datang kemudian di antara umatmu?”. Beliau menjawab, ”Bagaimana pendapat kalian, jika ada seseorang yang mempunyai seekor kuda yang belang putih kening dan kakinya diantara kuda-kuda yang berwarna hitam legam, bukankah ia mengenali kudanya?”. Mereka menjawab, ”benar wahai Rosulullah”. Beliau bersabda, ”Mereka nanti akan datang pada hari kiamat dalam keadaan belang putih (wajah, kaki dan tangan mereka) dari sebab bekas wudlu, dan aku telah mendahului mereka di telaga. Ingatlah sesungguhnya akan ada banyak orang di antara kalian yang dihalau dari telagaku sebagaimana dihalaunya unta yang sesat. Aku menyeru mereka, ”kemarilah !”. Dikatakan kepadaku, ”Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang merubah (agama) sepeninggalmu”. Lalu aku berkata, ”menjauhlah, menjauhlah”. [HR Muslim: 249, an-Nasa’iy: I/ 94-95, Ibnu Majah: 4306, Ahmad: II/ 300, 408, Ibnu Khuzaimah: 6 dan Malik: I/ 54. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [35]

Berkata asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah, ”Allah Subhanahu wa ta’ala memuliakan umat ini, yaitu Allah Subhanahu wa ta’ala telah menjadikan untuk mereka tanda-tanda yang dapat membedakannya dari (umat) selain mereka. Yakni mereka dalam keadaan belang putih (wajah, kaki dan tangan mereka)”. [36]

Berkata asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah, “Mereka nanti akan datang pada hari kiamat dalam keadaan belang putih (wajah, kaki dan tangan mereka), yaitu dari bekas wudlu. Di dalam hadits ini terdapat dalil atas keutamaan wudlu. Bahwa umat ini akan datang pada hari kiamat dalam keadaan belang putih dari sebab bekas wudlu. Manusia akan mengenali mereka pada hari kiamat pada hari persaksian yang besar ini. Umat Nabi Shallalahu alaihi wa sallam yang mulia ini akan dikenali dengan tanda  dan alamat yang tidak ada pada selain mereka”. [37]

عن نعيم (بن عبد الله) المجمر قَالَ: رَقِيْتُ مَعَ أَبيِ هُرَيْرَةَ عَلَى ظَهْرِ اْلمـَسْجِدِ فَتَوَضَّأَ فَقَالَ: إِنيِّ سَمِعْتُ النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم يَقُوْلُ: إِنَّ أُمَّتيِ يُدْعَوْنَ يَوْمَ اْلِقيَامَةِ غُرًّا مُحَجَّلِيْنَ مِنْ آثَارِ اْلوُضُوْءِ فَمَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يُطِيْلَ غُرَّتَهُ فَلْيَفْعَلْ

Dari Nu’aim bin Abdullah al-Mujmir berkata, “Aku pernah naik bersama Abu Hurairah ke atas punggung masjid, lalu ia berwudlu. Ia berkata, “sesungguhnya aku pernah mendengar Nabi Shallalahu alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya umatku akan dipanggil pada hari kiamat dalam keadaan belang putih (wajah, tangan dan kaki mereka) dari sebab bekas wudlu. Maka barangsiapa yang ingin memanjangkan belangnya maka hendaklah ia lakukan”. [HR al-Bukhoriy: 136, Muslim: 246 dan Ahmad: II/ 334, 362, 400, 523. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [38]

Berkata asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah, ”Bahwasanya Allah Subhanahu wa ta’ala telah menjadikan bagi Rosulullah Shallalahu alaihi wa sallam tanda-tanda (pada umatnya) yang Beliau akan mengenali umatnya dengannya. Adapun anak-anak maka mereka akan mengikuti ayah-ayah mereka”. [39]

Berkata asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah, “Yaitu tanda-tanda yang dengannya umat Muhammad Shallalahu alaihi wa sallam tampak jelas pada hari yang dipersaksikan (hari kiamat) ini. Hal ini merupakan dalil atas keutamaan wudlu, bahwa anggota-anggota wudlu itu akan datang dalam keadaan putih pada hari kiamat  yang tampak bersinar dari sebab cahaya”. [40]

عن أبي الدرداء قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: أَنَا أَوَّلُ مَنْ يُؤْذَنُ لَهُ بِالسُّجُوْدِ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ وَ أَنَا أَوَّلُ مَنْ يُؤْذَنُ لَهُ أَنْ يَرْفَعَ رَأْسَهُ فَأَنْظُرُ إِلىَ بَيْنَ يَدَيَّ فَأَعْرِفُ أُمَّتيِ مِنْ بَيْنِ اْلأُمَمِ وَ مِنْ خَلْفِي مِثْلَ ذَلِكَ وَ عَنْ يَمِيْنيِ مِثْلَ ذَلِكَ وَ عَنْ شَمَاليِ مِثْلَ ذَلِكَ فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ: يَا رَسُوْلَ اللهِ كَيْفَ تَعْرِفُ أُمَّتَكَ مِنْ بَيْنِ اْلأُمَمِ فِيْمَا بَيْنَ نُوْحٍ إِلىَ أُمَّتِكَ قَالَ: هُمْ غُرٌّ مُحَجَّلُوْنَ مِنْ أَثَرِ اْلوُضُوْءِ  لَيْسَ أَحَدٌ كَذَلِكَ غَيْرُهُمْ وَ أَعْرِفُهُمْ أَنَّهُمْ يُؤْتَوْنَ كُتُبَهُمْ بِأَيْمَاِنهِمْ وَ أَعْرِفُهُمْ يَسْعَى بَيْنَ أَيْدِيْهِمْ ذُرِّيَّتُهُمْ

Dari Abu Darda’ radliyalllahu anhu berkata, ”telah bersabda Rosulullah Shallalahu alaihi wa sallam , ”Saya adalah orang yang pertama-tama diidzinkan untuk sujud pada hari kiamat. Saya adalah orang yang pertama-tama diidzinkan untuk mengangkat kepala. Lalu aku memandang ke hadapanku maka aku mengenali umatku di antara umat-umat (yang lain), di belakang, di sebelah kanan dan kiriku seperti itu pula”. Bertanya seorang lelaki kepadanya, ”Wahai Rosulullah, bagaimana engkau mengenali umatmu di antara umat-umat yang lain yang ada di antara nabi Nuh alaihi as-Salam sampai kepada umatmu?”. Beliau menjawab, ”Mereka dalam keadaan belang putih (yaitu wajah, kaki dan tangan mereka) dari sebab bekas wudlu. Tiada seseorangpun yang seperti mereka. Aku dapat mengenali mereka bahwasanya mereka akan diberikan kitab catatan mereka dengan tangan kanan mereka dan aku juga dapat mengenali mereka yaitu anak keturunan mereka bergerak di hadapan mereka”. [HR Ahmad: V/ 199. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Isnadnya shahih]. [41]

Wudlu jika dikerjakan sesuai dengan perintah akan membawa jejak peninggalan pada hari kiamat berupa warna putih lantaran bekas wudlu. Wajah, tangan dan kaki akan berwarna putih dan akan terlihat belang pada anggota tubuh yang lainnya. Dari sebab itulah Rosulullah Shallalahu alaihi wa sallam akan dengan jelas mengenali umatnya di antara umat-umat lainnya dengan tanda-tanda tersebut. Sebagaimana seseorang akan dapat dengan jelas mengenali kudanya yang berwarna belang putih di antara kuda-kuda lain yang berwarna hitam legam.

9). Merupakan penyebab masuk surga.

عن عقبة بن عامر الجهني قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ اْلوُضُوْءَ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ يَقْبَلُ عَلَيْهِمَا بِقَلْبِهِ وَ وَجْهِهِ وَجَبَتْ لَهُ اْلجَنَّةُ

Dari Uqbah bin Amir al-Juhniy radliyallahu anhu berkata, “telah bersabda Rosulullah Shallalahu alaihi wa sallam, “Barangsiapa berwudlu lalu membaguskan wudlu kemudian sholat dua rakaat dalam keadaan menghadapkan hati dan wajahnya  (kepada Allah) maka tetaplah surga baginya”. [HR an-Nasa’iy: I/ 95, Abu Dawud: 169, 906 dan Muslim: 234. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [42]

Masuk surga adalah merupakan idaman dan dambaan setiap muslim bahkan umat manusia seluruhnya meskipun banyak di antara mereka yang tidak berhasil mendapatkannya. Hal tersebut dikarenakan kebodohan dan kemasabodohan mereka terhadap cara dan jalan untuk menempuhnya. Oleh sebab itulah, Allah Subhanahu wa ta’ala membantu mereka untuk dapat mewujudkannya lalu memerintahkan Rosul-Nya Shallalahu alaihi wa sallam agar menjelaskan kepada mereka akan cara dan jalan yang mesti mereka tempuh dan jalani. Membaguskan wudlu dan sholat dalam keadaan ikhlas yaitu menghadapkan wajah dan hatinya hanya kepada Allah Azza wa Jalla adalah merupakan salah satu cara dan jalan untuk mewujudkan keinginan dan harapan mereka masuk ke dalam surga, yang di dalamnya terdapat banyak kenikmatan dan kehidupan abadi.

Wallahu a’lam bi ash-Showab.

[1] Mukhtashor Shahih Muslim: 120, Shahih Sunan Ibnu Majah: 226, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 3957 dan Misykah al-Mashobih: 281.
[2]  Bahjah an-Nazhirin: I/ 81.
[3]  Syar-h Riyadl ash-Shalihin: I/ 89.
[4]  Syar-h Arba’in an-Nawawiyyah halaman 243.
[5] Shahih Sunan Ibnu Majah: 224, 225, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 952, Irwa’ al-Ghalil: 412, Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 192 dan Misykah al-Mashobih: 292.
[6]  Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 170.
[7]  Mukhtashor Shahih Muslim: 133, Shahih Sunan at-Turmudziy: 46, Shahih Sunan an-Nasa’iy: 139, Shahih Sunan Ibni Majah: 343, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 2618, Misykah al-Mashobih: 282 dan Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 187.
[8]  Bahjah an-Nazhirin: I/ 210.
[9] Shahih Sunan Ibnu Majah: 342, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 2617 dan Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 188.
[10] Shahiih al-Jami’ ash-Shaghir: 441 dan Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 1296.
[11]  Shahih Sunan Abi Dawud: 527.
[12] Shahih Sunan at-Turmudziy: 2580, 2581, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 59 dan Shahih at-Targhib wa at-Tarhib:189, 405, 451.
[13]  Shahih Sunan at-Turmudziy: 2582 dan Mukhtashor al-‘Uluw halaman 119.
[14] Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 3045, Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah 1802 dan Misykah al-Mashobih: 5122.
[15] Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 5606 dan Misykah al-Mashobih: 286.
[16]  Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 5755.
[17]  Shahih Sunan An-Nasa’iy: 143, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 5804, Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 181 dan Misykah al-Mashobih: 1042.
[18] Shahih Sunan Ibni Majah; 229.
[19] Mukhtashor Shahih Muslim: 121, Shahih Sunan at-Turmudziy: 2, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 450, Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 176 dan Tahqiq Riyadl ash-Shalihin: 131.
[20]  Bahjah an-Nazhirin: I/ 208-209.
[21]  Bahjah an-Nazhirin: II/ 248.
[22]  Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 6169 dan Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 177.
[23] Bahjah an-Nazhirin: II/ 247.
[24]  Syar-h Riyadl ash-Shalihin: III/ 331.
[25] Shahih Sunan Ibni Majah: 228, Shahih Sunan an-Nasa’iy: 100, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 449, Misykah al-Mashobih: 297 dan Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 180.
[26] Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 2724, Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 1756 dan Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 182.
[27] Mukhtashor Shahih Muslim: 130, Mukhtashor Shahih al-Imam al-Bukhoriy: 105, Shahih Sunan Abi Dawud: 97, Shahih Sunan an-Nasa’iy: 82, 83, 112, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 6175, 6176 dan Misykah al-Mashobih: 287.
[28] Berkata Urwah, “ayat itu adalah surat al-Baqarah/2: 159”.
[29]  Mukhtashor Shahih al-Imam al-Bukhoriy: 105 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 7615.
[30] Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 6178.
[31]  Bahjah an-Nazhirin: II/ 247.
[32] Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 6177.
[33] Yaitu Masjid al-Haram di Mekkah, Masjid an-Nabawiy di Madinah al-Munawwarah, Masjid al-Aqsho di Palestina (Bait al-Maqdis) dan Masjid Quba.
[34] Shahih Sunan an-Nasa’iy: 140, Shahih Sunan Ibni Majah: 1145, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 6172 dan Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 191.
[35] Mukhtashor Shahih Muslim: 129, Shahih Sunan an-Nasa’iy: 146, Shahih Sunan Ibni Majah: 3475, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 3698, Ahkam al-Jana’iz halaman 240-241 dan Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 172.
[36]  Bahjah an-Nazhirin: II/ 249.
[37]  Syar-h Riyadl ash-Shalihin: III/ 335.
[38] Mukhtashor Shahih Muslim: 128, Irwa’ al-Ghalil: 94 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 1489, 2005.
[39]  Bahjah an-Nazhirin: II/ 246.
[40]  Syar-h Riyadl ash-Sholihin: III/ 330.
[41] Misykah al-Mashobih: 299.
[42] Shahih Sunan an-Nasa’iy: 841, Shahih Sunan Abi Dawud: 155, 801, Mukhtashor Shahih Muslim: 143, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir dan Misykah al-Mashobih: 288.