السلام عليكم و رحمة الله و بركاته

Selasa, 18 Desember 2012

AYO BERWUDLU SESUAI DENGAN CONTOH NABI Shallallahu alaihi wa sallam (1) !!!

بسم الله الرحمن الرحيم

SIFAT WUDLU NABI Shallallahu alaihi wa sallam (1)
         
  Sebagaimana telah diketahui bahwasanya ibadah itu hanya ditujukan untuk mencari keridloan Allah ta’ala saja, sedangkan caranya adalah dengan mengikuti dan menteladani Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Maka di dalam wudlupun Nabi Shallallahu alaihi wa sallam telah mengisyaratkan untuk mengikuti tata cara Beliau di dalam melaksanakannya. Sebagaimana Beliau telah bersabda,

مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوْئِي هَذَا ثُمَّ قَامَ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ لاَ يُحْدِثُ فِيْهِمَا نَفْسَهُ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Barangsiapa yang berwudlu seperti wudluku ini lalu berdiri sholat dalam keadaan tiada percakapan di dalam dirinya maka diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu”. [HR Muslim: 226, al-Bukhoriy: 159, 164, 1934, Abu Dawud: 106, an-Nasa’iy: I/ 64, 65, 80, Ahmad: I/ 59, 64, Ibnu Khuzaimah: 3 dan ad-Darimiy: I/ 176. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [1]

Oleh sebab itu, di dalam pembahasan ini akan dipaparkan dengan singkat akan tata cara atau kaifiyat berwudlu yang pernah dilakukan oleh Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan para shahabat radliyallahu anhum ajma’in dan hal-hal yang berkaitan dengannya.

1). Perintah Menyempurnakan Wudlu

Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam tidak hanya sebatas memerintahkan wudlu kepada umatnya tetapi juga menyuruh mereka agar menyempurnakannya. Karena sebagaimana telah diketahui bahwasanya salah satu syarat dari sahnya sholat adalah berwudlu. Maka sebelum mereka menyempurnakan sholat hendaklah mereka menyempurnakan wudlu terlebih dahulu. Lalu jika ada seseorang dari kaum muslimin yang mengabaikan kesempurnaan wudlu, misalnya meninggalkan sedikit anggota wudlu, kering tidak terbasuh air maka tidak ada sholat baginya dan terancamlah dirinya dari api neraka. Dan ia mesti memperbaharui wudlu dan mengulangi sholatnya. Hal tersebut sebagaimana dalil-dalil berikut ini,

عن عبد الله بن عمرو قَالَ: رَجَعْنَا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه و سلم مِنْ مَكَّةَ إِلىَ اْلمـَدِيْنَةِ حَتىَّ إِذَا كُنَّا بِمَاءٍ بِالطَّرِيْقِ تَعَجَّلَ قَوْمٌ عِنْدَ اْلعَصْرِ فَتَوَضَّؤُوْا وَ هُمْ عِجَالٌ فَانْتَهَيْنَا إِلَيْهِمْ وَ أَعْقَاُبهُمْ تَلُوْحُ لَهُمْ لَمْ يَمَسَّهَا اْلمَاءُ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ  صلى الله عليه و سلم: وَيْلٌ لِلْأَعْقَابِ مِنَ النَّارِ أَسْبِغُوْا اْلوُضُوْءَ

Dari Abdullah bin Amr radliyallahu anhuma berkata, kami pernah kembali bersama Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam dari Mekkah ke Madinah sehingga apabila kami menjumpai air di jalan, sekelompok orang bersegera untuk sholat ashar lalu mereka berwudlu dalam keadaan tergesa-gesa. Lalu kami sampai kepada mereka sedangkan kaki mereka tampak jelas (masih kering) tidak tersentuh air (wudlu). Maka Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, ”Celakalah bagi tumit-tumit dari api neraka. Sempurnakanlah wudlu!”. [HR Muslim: 241, Abu Dawud: 97, an-Nasa’iy: I/ 78, Ahmad: II/ 164, 193, 201, Ibnu Khuzaimah: 161 dan ad-Darimiy: I/ 179, dan meriwayatkan pula al-Bukhoriy: 165 secara mauquf dari Abu Hurairah. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [2]

عن ابن عباس قَالَ: أَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم بِإِسْبَاغِ اْلوُضُوْءِ

Dari Ibnu Abbas radliyallahu anhuma berkata, ”Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam telah memerintahkan kami untuk menyempurnakan wudlu”. [HR Ibnu Majah: 426 dan ad-Darimiy: I/ 178. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [3]

عن رفاعة بن رافع أَنَّهُ كَانَ جَالِسًا عِنْدَ النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم فَقَالَ: إِنَّهَا لاَ تَتِمُّ صَلاَةٌ لِأَحَدٍ حَتىَّ يُسْبِغَ اْلوُضُوْءَ كَمَا أَمَرَهُ اللهُ تعالى يَغْسِلُ وَجْهَهُ وَ يَدَيْهِ إِلىَ اْلمـِرْفَقَيْنِ وَ يَمْسَحُ بِرَأْسِهِ وَ رِجْلَيْهِ إِلىَ اْلكَعْبَيْنِ

Dari Rifa’ah bin Rafi’ radliyallahu anhu bahwasanya ia pernah duduk di sisi Nabi Shallallahu alaihi wa sallam lalu Beliau bersabda, “Sesungguhnya tidaklah sempurna sholat seseorang sehingga ia menyempurnakan wudlu sebagaimana diperintahkan Allah ta’ala yaitu membasuh wajah dan kedua tangannya sampai kedua siku, mengusap kepalanya dan (membasuh) kedua kakinya sampai kedua mata kaki”. [HR Ibnu Majah: 460, an-Nasa’iy: II/ 226, Abu Dawud: 858 dan ad-Darimiy: I/ 305. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih].  [4]

عن جابر قَالَ: أَخْبَرَنيِ عُمَرُ بْنُ اْلخَطَّابِ أَنَّ رَجُلاً تَوَضَّأَ فَتَرَكَ مَوْضِعَ ظُفُرٍ عَلَى قَدَمِهِ فَأَبْصَرَهُ النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم فَقَالَ: ارْجِعْ فَأَحْسِنْ وُضُوْءَكَ فَرَجَعَ ثُمَّ صَلَّى

Dari Jabir radliyallahu anhu berkata, Umar bin al-Khththab radliyallahu anhu pernah mengkhabarkan kepadaku bahwasanya ada seorang lelaki yang berwudlu lalu ia meninggalkan sebesar kuku [5] pada kakinya. Nabi Shallallahu alaihi wa sallam melihatnya lalu bersabda, “Kembalilah lalu perbaiki wudlumu lalu iapun kembali kemudian sholat”. [HR Muslim: 243. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [6]

عن أنس بن مالك أَنَّ رَجُلاً جَاءَ إِلىَ النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم وَ قَدْ تَوَضَّأَ وَ تَرَكَ عَلَى قَدَمَيْهِ مِثْلَ مَوْضِعِ الظُّفُرِ فَقَالَ لَهُ رَسُوْلُ اللهِ  صلى الله عليه و سلم: ارْجِعْ فَأَحْسِنْ وُضُوْءَكَ

Dari Anas bin Malik radliyallahu anhu bahwasanya ada seorang lelaki datang kepada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam yang lelaki tersebut telah berwudlu namun meninggalkan pada kakinya sebesar kuku. Maka Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda kepadanya, ”kembalilah dan perbaiki wudlumu!”. [HR Abu Dawud: 173 dan Ibnu Khuzaimah: 164. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [7]

عن بعض أصحاب النبي أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه و سلم رَأَى رَجُلاً يُصَلِّي وَ فىِ ظَهْرِ قَدَمِهِ لُمْعَةً قَدْرَ الدِّرْهَمِ لَمْ يُصِبْهَا اْلمـَاءُ فَأَمَرَهُ النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم أَنْ يُعِيْدَ اْلوُضُوْءَ وَ الصَّلاَةَ

Dari sebahagian shahabat Nabi bahwasanya Nabi Shallallahu alaihi wa sallam pernah melihat seorang lelaki sholat namun pada punggung kakinya ada kilatan sebesar mata uang dirham yang tidak tersentuh air (wudlu). Lalu Nabi Shallallahu alaihi wa sallam menyuruhnya untuk mengulangi wudlu dan sholat. [HR Abu Dawud: 175. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [8]

Dalil-dalil hadits di atas dengan jelas menerangkan akan perintah menyempurnakan wudlu dan tidak boleh meremehkannya. Sebab jika ada dari anggota-anggota wudlu yang tidak terkena air wudlu maka wudlunya tidak sah. Lalu jika ia sholat dalam keadaan seperti itu maka sholatnyapun tidak akan diterima. Oleh sebab itu Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah memerintahkan seseorang dari umatnya untuk mengulangi wudlu dan sholatnya lantaran ada bagian anggota wudlunya yakni bagian punggung kakinya yang tidak tersentuh air wudlu.

Maka apa yang dilakukan oleh sebahagian muslimin pada masa sekarang ini jelas keliru dan tidak sesuai dalil. Yakni ada sebahagian dari mereka yang hanya meletakkan kakinya yang kanan ataupun yang kiri di bawah kucuran air keran atau pancuran lalu menggoyang-goyangkannya sedikit ke arah kanan dan kiri, tanpa menggosok-gosokkan ataupun menyela-nyela jari jemari kakinya dengan tangan. Atau ketika membasuh tangan yang ada jam tangan, gelang perhiasan atau cincin sebahagian mereka hanya membasahinya saja tidak menggosok-gosokkan atau memutar-mutar benda-benda tersebut agar air wudlu bisa masuk meresap membasahi kulit tangan yang wajib terkena air wudlu. Atau ada juga yang kuku tangannya dicat dengan menggunakan cat yang tidak dapat meresap membasahi kuku jari jemari tangan atau kakinya. Dan bahkan ada yang kuku jari jemari tangannya yang panjang, sehingga air tidak dapat masuk meresap ke dalam celah-celah kuku jarinya. Atau juga ketika membasuh wajah yang telah dirias dengan alat kosmetik/ make up (yakni berupa lipstick, bedak, eye shadow dan selainnya) sebahagian mereka hanya mengusap atau menekan wajahnya sedikit sebab khawatir riasannya akan menjadi rusak atau terhapus, dan lain sebagainya. Maka semua perilaku di dalam wudlu tersebut jelas merupakan kekeliruan dan kesalahan yang tidak semestinya terjadi. Tidak sempurnalah wudlunya dan dengan itu pula tidak sah sholatnya, jika demikian maka api neraka akan menyentuhnya pada hari kiamat kelak sebagai balasan atas kelalaiannya di dalam melaksanakan kewajibannya di dalam berwudlu.

2). Wudlu itu sekali sekali (basuhan)

Ketika berwudlu, Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah mempraktekkan lalu mencontohkan untuk umatnya beberapa jenis jumlah pembasuhan dari anggota-anggota wudlu. Dan semuanya itu patut kita tiru sebagai bukti rasa cinta dan patuh kepadanya. Jumlah basuhan yang pernah dilakukan oleh beliau adalah sekali waktu, sekali sekali basuhan, di waktu yang lain dua kali dua kali basuhan dan adakalanya tiga kali tiga kali basuhan. [9] Dan tidak pernah melebihinya jika ada yang lebih dari itu maka ia telah berbuat melampaui batas. Hal ini sebagaimana di dalam dalil-dalil pada bab-bab berikut ini,

عن ابن عباس قَالَ: تَوَضَّأَ النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم مَرَّةً مَرَّةً

Dari Ibnu Abbas radliyallahu anhuma berkata, ”Nabi Shallallahu alaihi wa sallam berwudlu sekali sekali”. [HR al-Bukhoriy: 157, Abu Dawud: 138, at-Turmudziy: 42, an-Nasa’iy: I/ 62, Ibnu Majah: 411, Ahmad: II/ 38, 39, al-Hakim: 536 dan Ibnu Khuzaimah: 171. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [10]

عن عمر قَالَ: رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم فىِ غَزْوَةِ تَبُوْكَ تَوَضَّأَ وَاحِدَةً وَاحِدَةً

Dari Umar radliyallahu anhu berkata, ”aku pernah melihat Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam di dalam perang Tabuk berwudlu sekali sekali”. [HR Ibnu Majah: 412. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy Hasan]. [11]

Dalil-dalil di atas menunjukkan bahwasanya Nabi Shallallahu alaihi wa sallam pernah melakukan wudlu dengan sekali basuhan sekali basuhah. Setiap anggota wudlu beliau basuh dengan sekali basuhan yang sebelah kanan lalu yang sebelah kiripun seperti itu.

3). Wudlu itu dua kali dua kali

عن عبد الله بن زيد رضي الله عنه أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه و سلم تَوَضَّأَ مَرَّتَيْنِ مَرَّتَيْنِ

Dari Abdullah bin Zaid radliyallahu anhu bahwasanya Nabi Shallallahu alaihi wa sallam berwudlu dua kali dua kali. [HR al-Bukhoriy: 158, Ahmad: IV/ 41 dan Ibnu Khuzaimah: 170. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy Shahih]. [12]

عن أبي هريرة رضي الله عنه أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه و سلم تَوَضَّأَ مَرَّتَيْنِ مَرَّتَيْنِ

Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu bahwasanya Nabi Shallallahu alaihi wa sallam berwudlu dua kali dua kali. [HR at-Turmudziy: 43, Abu Dawud: 124 dan al-Hakim: 548. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan Shahih]. [13]

Hadits di atas yang diriwayatkan dari Abdullah bin Zaid dan Abu Hurairah radliyallahu anhuma memberikan gambaran lain dari jumlah basuhan yang pernah diamalkan dan diteladankan oleh Nabi Shallallahu alaihi wa sallam untuk kaum muslimin, yakni dua kali basuhan dua kali basuhan. Yakni beliau membasuh setiap anggota wudlunya dua kali yang sebelah kanan dan demikian pula yang sebelah kiri, kecuali pengusapan kepala dan telinga yakni sekali usap, sebagaimana telah disepakati oleh beberapa dalil hadits dan juga oleh mayoritas kaum muslimin.

4). Wudlu itu tiga kali tiga kali

عن أبي أنس أَنَّ عُثْمَانَ تَوَضَّأَ بِاْلمـَقَاعِدِ فَقَالَ: أَلاَ أُرِيْكُمْ وُضُوْءَ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه و سلم ؟ ثُمَّ تَوَضَّأَ ثَلاَثًا ثَلاَثًا

Dari Abu Anas bahwasanya Utsman (bin Affan) radliyallahu anhu berwudlu di almaqo’id [14] lalu berkata, “Maukah kuperlihatkan kepada kalian wudlunya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam ?. Kemudian ia berwudlu tiga kali tiga kali”.  [HR Muslim: 230 dan Ahmad: I/ 68. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [15]

عن شقيق بن سلمة قَالَ: رَأَيْتُ عُثْمَانَ وَ عَلِيًّا يَتَوَضَّآنِ ثَلاَثًا ثَلاَثًا وَ يَقُوْلاَنِ: هَكَذَا كَانَ وُضُوْءُ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه و سلم

Dari Syaqiq bin Salamah berkata, aku pernah melihat Utsman (bin Affan) dan Ali radliyallahu anhuma berwudlu tiga kali tiga kali dan berkata, ”Demikianlah cara berwudlunya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam”. [HR Ibnu Majah: 413. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [16]

عن أبي حية قَالَ: رَأَيْتُ عَلِيًّا رضي الله عنه تَوَضَّأَ فَذَكَرَ وُضُوْءَهُ كُلَّهُ ثَلاَثًا ثَلاَثًا قَالَ: ثُمَّ مَسَحَ رَأْسَهُ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ إِلىَ اْلكَعْبَيْنِ ثُمَّ قَالَ: إِنمَّاَ أَحْبَبْتُ أَنْ أُرِيَكُمْ طُهُوْرَ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه و سلم

Dari Abu Hayyah berkata, aku pernah melihat Ali radliyallahu anhu berwudlu maka ia menceritakan wudlunya seluruhnya tiga kali tiga kali kemudian mengusap kepalanya lalu membasuh kedua kakinya sampai kedua mata kaki kemudian berkata, “Aku ingin memperlihatkan kepada kalian cara berwudlunya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam”. [HR Abu Dawud: 116. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [17]

عن عائشة و أبي هريرة أَنَّ النَّبِيَّ  صلى الله عليه و سلم تَوَضَّأَ ثَلاَثًا ثَلاَثًا

Dari Aisyah radliyallahu anha dan Abu Hurairah radliyallahu anhu bahwasanya Nabi Shallallahu alaihi wa sallam berwudlu tiga kali tiga kali. [HR Ibnu Majah: 415. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [18]

عن عبد الله بن أبى أوفى قَالَ: رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم تَوَضَّأَ ثَلاَثًا ثَلاَثًا وَ مَسَحَ رَأْسَهُ مَرَّةً

Dari Abdullah bin Abu Awfa radliyallahu anhu berkata, aku pernah melihat Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam berwudlu tiga kali tiga kali dan mengusap kepalanya sekali”. [HR Ibnu Majah: 416. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [19]

عن أبي مالك الأشعري قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم يَتَوَضَّأُ ثَلاَثًا ثَلاَثًا

Dari Abu Malik al-Asy’ariy radliyallahu anhu berkata, “Pernah Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam berwudlu tiga kali tiga kali”. [HR Ibnu Majah: 417. Berkata asy- Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [20]

عن الربيع بنت معوذ بن عفراء أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم تَوَضَّأ َثَلاَثًا ثَلاَثًا

Dari ar-Rubayyi’ binti Mu’awwidz bin Afra’ radliyallahu anha bahwasanya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam berwudlu tiga kali tiga kali. [HR Ibnu Majah: 418 dan Abu Dawud: 126. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan]. [21]

 عن المطلب بن عبد الله بن حنطب أَنَّ عَبْدَ اللهِ بْنَ عُمَرَ تَوَضَّأَ ثَلاَثًا ثَلاَثًا يُسْنِدُ ذَلِكَ إِلىَ النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم

Dari al-Muththolib bin Abdullah bin Hanthob bahwasanya Abdullah bin Umar radliyallahu anhuma berwudlu tiga kali tiga kali yang ia menyandarkannya kepada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam. [HR an-Nasa’iy: I/ 62-63 dadn Ibnu Majah: 414. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [22]

Demikian pula beberapa hadits shahih di atas, dengan jelas menggambarkan tentang jumlah basuhan yang telah di peragakan oleh Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam yakni tiga kali basuhan tiga kali basuhan. Yakni membasuh anggota-anggota wudlu tiga kali basuhan yang sebelah kanan lalu yang sebelah kiri sebanyak itu pula, kecuali bagian kepala dan telinga yang diperagakan hanya dengan sekali usapan, hal itu dilakukan secara tertib. Beliau memperagakan tata cara dan jumlah basuhan dalam wudlu tersebut untuk diamalkan oleh setiap muslim.

Maka dengan beberapa jenis jumlah basuhan di atas, maka sudah semestinya setiap muslim untuk berusaha mengerjakan semuanya dalam rangka menteladani dan mentaati Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, panutan dan teladannya. Sekali waktu dengan mempraktekkan yang sekali basuhan, di waktu yang lain mengamalkan yang dua kali basuhan dan di waktu yang lainnya lagi mengerjakan yang tiga kali basuhan. Tidak boleh lebih dari tiga kali basuhan, sebab jika ia berbuat seperti itu maka ia telah berbuat melampaui batas di dalam berwudlu.

عن أبي رافع قَالَ: رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم تَوَضَّأَ ثَلاَثًا ثَلاَثًا وَ مَرَّتَيْنِ مَرَّتَيْنِ وَ مَرَّةً مَرَّةً

Dari Abu Rafi’ radliyallahu anhu berkata, ”Aku pernah melihat Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam berwudlu tiga kali tiga kali, dua kali dua kali dan sekali sekali”. [HR ath-Thabraniy di dalam al-Kabir. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy Shahih]. [23]

5). Berwudlu sebahagian wudlunya dua kali dan sebahagian lainnya tiga kali

Namun beberapa jenis jumlah basuhan yang telah diungkapkan oleh dalil-dalil di atas tidaklah baku, sebab di dalam dalil-dalil hadits berikut ini Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam memperagakan jenis basuhan yang lainnya. Yakni di dalam satu waktu, Beliau pernah wudlu dengan jumlah basuhan yang bervariasi, misalnya membasuh wajah tiga kali basuhan, kedua tangan dengan dua kali basuhan, kepala dengan sekali usapan dan membasuh kaki dengan dua kali basuhan, atau juga ada beberapa contoh yang lainnya. Maka tidaklah Allah Subhanahu wa ta’ala mengutus Rosul-Nya Shallallahu alaihi wa sallam kepada umat ini melainkan untuk ditaati dan diteladani.

عن عبد الله بن زيد أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه و سلم تَوَضَّأَ فَغَسَلَ وَجْهَهَ ثَلاَثًا وَ غَسَلَ يَدَيْهِ مَرَّتَيْنِ مَرَّتَيْنِ وَ مَسَحَ بِرَأْسِهِ وَ غَسَلَ رِجْلَيْهِ مَرَّتَيْنِ

Dari Abdullah bin Zaid radliyallahu anhu bahwasanya Nabi Shallallahu alaihi wa sallam wudlu lalu membasuh mukanya tiga kali, membasuh kedua tangannya dua kali dua kali, mengusap kepalanya dan membasuh kedua kakinya dua kali. [HR at-Turmudziy: 47 dan Ibnu Khuzaimah 172. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih].[24]

عن عمرو بن يحيى المازني عن أبيه أَنَّهُ قَالَ لِعَبْدِ اللهِ بْنِ زَيْدِ بْنِ عَاصِمٍ -وَ هُوَ جَدُّ عَمْرِو بْنِ يَحْيىَ اْلمـَازِنِيِّ-: هَلْ تَسْتَطِيْعُ أَنْ تُرِيَنىِ كَيْفَ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ  صلى الله عليه و سلم يَتَوَضَّأُ؟ فَقَالَ عَبْدُ اللهِ بْنُ زَيْدٍ: نَعَمْ فَدَعَا بِوَضُوْءٍ فَأَفْرَغَ عَلَى يَدَيْهِ فَغَسَلَ يَدَيْهِ ثُمَّ تَمَضْمَضَ وَ اسْتَنْثَرَ ثَلاَثًا ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلاَثًا ثُمَّ غَسَلَ يَدَيْهِ مَرَّتَيْنِ مَرَّتَيْنِ إِلىَ اْلمـِرْفَقَيْنِ ثُمَّ مَسَحَ رَأْسَهُ بِيَدَيْهِ فَأَقْبَلَ بِهِمَا وَ أَدْبَرَ بَدَأَ بِمُقَدَّمِ رَأْسِهِ ثُمَّ ذَهَبَ بِهِمَا إِلىَ قَفَاهُ ثُمَّ رَدَّ هُمَا حَتىَّ رَجَعَ إِلىَ اْلمـَكَانِ الَّذِى بَدَأَ مِنْهُ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ

Dari Amr bin Yahya al-Maziniy dari ayahnya bahwasanya ia berkata kepada Abdullah bin Zaid bin Ashim -dan dia adalah kakeknya Amr bin Yahya al-Maziniy-, “apakah engkau dapat memperlihatkan kepadaku bagaimana caranya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam berwudlu?”. Abdullah bin Zaid berkata, “Ya”. Maka ia menyuruh mengambilkan air wudlu lalu menuangkan air ke kedua tangannya serta membasuh kedua tangannya kemudian berkumur-kumur dan istintsar. Lalu membasuh wajahnya tiga kali kemudian membasuh tangannya dua kali dua kali  sampai kedua siku. Lalu mengusap kepalanya dengan kedua tangannya ke depan dan ke belakang mulai dari depan kepalanya kemudian menggerakkannya sampai ke tengkuknya, lalu mengembalikannya ke tempat semula. Kemudian membasuh kedua kakinya. [HR Abu Dawud: 118, an-Nasa’iy: I/ 70-71, 71 dan Ibnu Khuzaimah: 173. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [25]

عن الربيع بنت معوذ بن عفراء قَالَتْ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم يَأْتِيْنَا فَحَدَّثَتْنَا أَنَّهُ قَالَ: اسْكُبىِ لىِ وَضُوْءًا فَذَكَرَتْ وُضُوْءَ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه و سلم قَالَتْ فِيْهِ: فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلاَثًا وَ وَضَّأَ وَجْهَهُ ثَلاَثًا وَ مَضْمَضَ وَ اسْتَنْشَقَ مَرَّةً وَ وَضَّأَ يَدَيْهِ ثَلاَثًا ثَلاَثًا وَ مَسَحَ بِرَأْسِهِ مَرَّتَيْنِ  يَبْدَأُ بِمُؤَخَّرِ رَأْسِهِ ثُمَّ بِمُقَدَّمِهِ وَ بِأُذُنَيْهِ كِلْتَيْهِمَا ظُهُوْرِهُمَا وَ بُطُوْنِهِمَا وَ وَضَّأَ رِجْلَيْهِ ثَلاَثًا ثَلاَثًا

Dari ar-Rubayyi’ binti Mu’awwidz bin Afra’ radliyallahu anhuma berkata, ”Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah datang kepada kami. Lalu ia menceritakan kepada kami bahwasanya Beliau bersabda, ”Tuangkan air wudlu untukku!”. Lalu ia menceritakan wudlunya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, ia berkata di dalamnya, ”Lalu Beliau membasuh kedua telapak tangannya tiga kali, membasuh wajahnya tiga kali, berkumur-kumur dan istinsyaq sekali, membasuh kedua tangannya tiga kali tiga kali, mengusap kepalanya dua kali yang dimulai dari bagian belakang kepalanya lalu bagian depannya dan kedua telinganya kedua-duanya bagian luar dan dalam, dan membasuh kedua kakinya tiga kali tiga kali”. [HR Abu Dawud: 126. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan ]. [26]

6. Melampaui batas di dalam wudlu

Penetapan jumlah basuhan air wudlu yang dicontohkan oleh Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam di dalam hadits-hadits yang telah lalu, berlaku untuk semua umat Islam di belahan bumi manapun, di waktu kapanpun dan dalam kondisi apapun. Yakni tidak boleh lebih dari tiga basuhan kendatipun kaum muslimin itu tinggal di belahan bumi yang sangat melimpah airnya, jernih laksana kaca dan bersih tiada noda. Sebab demikianlah yang dicontohkan oleh Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bagi umatnya, tiada pengecualian bagi kaum tertentu lantaran kondisi yang berbeda. Bahkan sebaliknya, jika ada di antara kaum muslimin yang tiada memiliki air untuk berwudlu dan mandi, beliau telah memberi keringanan atau rukhshoh untuk bertayammum dengan menggunakan debu.

Air yang dipergunakan oleh Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam juga tidak seperti yang dipergunakan oleh kaum muslimin lainnya yakni sekitar satu mudd untuk berwudlu dan satu sha’ untuk mandi. Sedangkan satu mudd itu sekitar satu cidukan dua tangan orang dewasa yang dibentangkan yakni sekitar delapan ons. Sedangkan satu sha’ itu seukuran dengan empat mudd jadi sekitar tiga puluh dua ons, Sebagaimana akan datang penghitungannya.

Dengan jumlah air yang minim tersebut, terlintas di dalam pikiran seseorang; apakah dengan air seperti akan mencukupi. Hal tersebut telah dijawab oleh Aqil bin Abi Thalib radliyallahu anhu bahwasanya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam yang rambutnya indah dan lebat saja dapat melakukannya, apalagi selainnya.

Namun jika seorang muslim berwudlu atau mandi dari air yang mengalir seperti air sungai atau kucuran air yang mengalir dari gunung yang memang tidak pernah disumbat, dan semisalnya maka hal tersebut bukan termasuk berlebih-lebihan di dalam menggunakan air.

Tapi apa yang dilakukan oleh kaum muslimin sekarang ini yakni berbicara di saat berwudlu dengan membiarkan air keran mengalir deras dalam waktu yang cukup lama adalah suatu kekeliruan yang mesti dihindari. Sebab selain hal ini merupakan pemborosan di dalam menggunakan air juga karena telah menyalahi sunnah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam yang tidak berlebihan di dalam pemakaiannya. Wallahu a’lam.

عن عمرو بن شعيب عن أبيه عن جده قَالَ: جَاءَ أَعْرَابِيٌّ إِلىَ النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم فَسَأَلَهُ عَنِ اْلوُضُوْءِ فَأَرَاهُ ثَلاَثًا ثَلاَثًا ثُمَّ قَالَ: هَذَا اْلوُضُوْءُ فَمَنْ زَادَ عَلَى هَذَا فَقَدْ أَسَاءَ أَوْ تَعَدَّى أَوْ ظَلَمَ

Dari Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya berkata, pernah datang seorang arab Baduwi kepada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam lalu bertanya kepadanya tentang wudlu. Lalu Beliau memperlihatkan kepadanya tiga kali tiga kali kemudian bersabda, “Inilah wudlu, barangsiapa yang menambah-nambah atas ini maka ia telah keliru atau melampaui batas atau bertindak aniaya”. [HR Ibnu Majah: 422, an-Nasa’iy: I/ 88, Abu Dawud: 135 dan Ibnu Khuzaimah: 174. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan Shahih ]. [27]

عن أبي نعامة أن عبد الله بن مغفل سَمِعَ ابْنَهُ يَقُوْلُ: اَللَّهُمَّ إِنىِّ أَسْأَلُكَ اْلقَصْرَ اْلأَبْيَضَ عَنْ يَمِيْنِ اْلجَنَّةِ إِذَا دَخَلْتُهَا فَقَالَ: أَيْ بُنَيَّ سَلِ اللهَ اْلجَنَّةَ وَ تَعَوَّذْ بِهِ مِنَ النَّارِ فَإِنيِّ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم يَقُوْلُ: إِنَّهُ سَيَكُوْنُ فىِ هَذِهِ اْلأُمَّةِ قَوْمٌ يَعْتَدُوْنَ فىِ الطَّهُوْرِ وَ الدُّعَاءِ

Dari Abu Nu’amah bahwasanya Abdullah bin Mughaffal pernah mendengar anaknya berdoa, “Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepada-Mu istana putih yang berada di sebelah kanan surga apabila aku memasukinya”. Ia (yaitu Abdullah bin Mughaffal) berkata, “Wahai anakku mintalah surga kepada Allah dan berlindunglah kepada-Nya dari neraka karena sesungguhnya aku pernah mendengar Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya akan ada suatu kaum pada umat ini yang melampaui batas didalam bersuci dan berdoa”. [HR Abu Dawud: 96 dan al-Hakim: 596. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih ]. [28]

عن سفينة أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه و سلم كَانَ يَتَوَضَّأُ بِاْلمـُدِّ وَ يَغْتَسِلُ بِالصَّاعِ

Dari Safinah radliyallahu anhu bahwasanya Nabi Shallallahu alaihi wa sallam wudlu dengan satu mudd dan mandi dengan satu sha’. [HR at-Turmudziy: 56 dan Ibnu Majah: 267. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [29]

عن عائشة قَالَتْ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم يَتَوَضَّأُ بِاْلمـُدِّ وَ يَغْتَسِلُ بِالصَّاعِ

Dari Aisyah radliyallahu anha berkata, ”Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam berwudlu dengan satu mudd dan mandi dengan satu sha’”. [HR Ibnu Majah: 268 dan Abu Dawud: 92. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [30]

عن جابر أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم كَانَ يَتَوَضَّأُ بِاْلمـُدِّ وَ يَغْتَسِلُ بِالصَّاعِ

Dari Jabir radliyallahu anhu bahwasanya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam wudlu dengan satu mudd dan mandi dengan satu sha’. [HR Ibnu Majah: 269 dan Abu Dawud: 93. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [31]

عن عبد الله بن محمد بن عقيل بن أبي طالب عن أبيه عن جده قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ  صلى الله عليه و سلم:يُجْزِئُ مِنَ الْوُضُوْءِ مُدٌّ وَ مِنَ اْلغُسْلِ صَاعٌ فَقَالَ رَجُلٌ: لاَ يُجْزِئُنَا فَقَالَ: قَدْ كَانَ يُجْزِئُ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنْكَ وَ أَكْثَرُ شَعْرًا (يَعْنيِ النَّبِيَّ  صلى الله عليه و سلم)

Dari Abdullah bin Muhammad bin Aqil bin Abi Thalib dari ayahnya dari kakeknya berkata, “Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda, “Satu mudd mencukupi untuk wudlu dan satu sha’ mencukupi untuk mandi”. Seorang lelaki berkata, “Bagi kami tidak mencukupi”. Berkata (Aqil), “Sungguh-sungguh telah mencukupi bagi orang yang lebih baik darimu dan lebih lebat rambutnya (yaitu maksudnya Nabi Shallallahu alaihi wa sallam)”. [HR Ibnu Majah: 270 dan al-Hakim: 591. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [32]

Mudd adalah bentuk takaran yaitu sekitar 2 atau 1 1/3 pound (ritl). Atau juga seukuran dua telapak tangan manusia apabila memenuhi keduanya. [33]
1 mudd = 8 ons sedangkan jika satu ritl (pound)= 6 ons, maka 1 1/3 pound= 8 ons.
Sha’ adalah bentuk takaran yaitu sekitar 4 mudd, jika 1 mudd= 1 1/3 pound, maka 1 mudd= 5 1/3 pound atau 32 ons. Wallahu a’lamu.

7. Mendahulukan kanan di dalam wudlu

Tata cara berwudlu yang telah dicontohkan dan diperintahkan oleh Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam adalah dengan mendahulukan anggota-anggota wudlu yang sebelah kanan. Kendatipun ada di antara umat ini yang kidal yakni terbiasa menggunakan tangan atau kakinya yang sebelah kiri maka mesti ia merubahnya dengan yang kanan apalagi di dalam berwudlu ia wajib mendahulukannya dari sebelah kanan.

عن عائشة قَالَتْ: كَانَ النَّبِيُّ  صلى الله عليه و سلم يُحِبُّ التَّيَمُّنَ مَا اسْتَطَاعَ فىِ شَأْنِهِ كُلِّهِ فىِ طَهُوْرِهِ وَ تَرَجُّلِهِ وَ تَنَعُّلِهِ

Dari Aisyah radliyallahu anha berkata, “Nabi Shallallahu alaihi wa sallam menyukai mendahulukan kanan apa yang Beliau sanggupi di dalam keadaan seluruhnya, di dalam bersuci, bersisir dan menggunakan sandal”. [HR al-Bukhoriy: 168, 426, 5380, 5854, 5926, Muslim: 268 dan Ibnu Khuzaimah: 179. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy Shahih]. [34]

عن عائشة أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم كَانَ يُحِبُّ التَّيَمُّنَ فىِ الطَّهُوْرِ إِذَا تَطَهَّرَ وَ فىِ تَرَجُّلِهِ إِذَا تَرَجَّلَ وَ فىِ انْتِعَالِهِ إِذَا انْتَعَلَ

Dari Aisyah radliyallahu anha bahwasanya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam menyukai mendahulukan kanan di dalam bersuci apabila Beliau bersuci, bersisir apabila Beliau bersisir dan bersandal apabila Beliau menggunakan sandal. [HR Ibnu Majah: 401, Muslim: 268, Abu Dawud: 4140 dan an-Nasa’iy: I/ 78. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [35]

عن عائشة قَالَتْ: كَانَتْ يَدُ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه و سلم اْليُمْنىَ لِطَهُوْرِهِ وَ طَعَامِهِ وَ كَانَتْ يَدُهُ اْليُسْرَى ِلخَلاَئِهِ وَ مَا كَانَ مِنْ أَذًى

Dari Aisyah radliyallahu anha berkata, ”Tangan kanannya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam untuk bersuci dan makan sedangkan tangannya yang kiri untuk ke kamar kecil dan apa yang terdapat kotoran”. [HR Abu Dawud: 33. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih ]. [36]

 عن أبي هريرة قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ: صلى الله عليه و سلم إِذَا لَبِسْتُمْ وَ إِذَا تَوَضَّأْتُمْ فَابْدَؤُوْا بِأَيَامِنِكُمْ

Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu berkata, ”telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, ”Apabila kalian berpakaian dan berwudlu maka mulailah dari sebelah kanan”. [HR Abu Dawud: 4141, Ibnu Majah: 402, Ibnu Khuzaimah: 178 dan Ahmad: II/ 354. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [37]

Dalil-dalil di atas menjelaskan bahwasanya di dalam berwudlu mesti mendahulukan membasuh anggota-anggota wudlu yang sebelah kanan, begitu pula ketika makan, minum, memberi atau menerima sesuatu, memakai pakaian, mengenakan sandal, khuff (terompah) atau sepatu, bersisir dan lain sebagainya kecuali yang dikecualikan. [38]

8. Tertib dan Muwalah di dalam wudlu

Hal lain yang perlu diperhatikan oleh setiap muslim yang ingin menyempurnakan wudlunya adalah menjaga tertib dan muwalah di dalam berwudlu. Sebagaimana dalil dan penjelasan berikut ini,

عن المقدام بن معديكرب الكندي قَالَ: أُتِيَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم بِوَضُوْءٍ فَتَوَضَّأَ فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلاَثًا وَ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلاَثًا  ثُمَّ غَسَلَ ذِرَاعَيْهِ ثَلاَثًا ثَلاَثاً  ثُمَّ  تَمَضْمَضَ وَ اسْتَنْشَقَ ثَلاَثًا  ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ وَ أُذُنَيْهِ ظَاهِرِهِمَا وَ بَاطِنِهِمَا

Dari miqdam bin Ma’diykarib al-Kindiy radliyallahu anhu berkata, “Pernah didatangkan kepada Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam air wudlu, lalu Beliau berwudlu. Maka Beliau membasuh kedua telapak yangannya tiga kali dan membasuh wajahnya tiga kali. Kemudian membasuh kedua lengannya tiga kali tiga kali, kemudian berkumur-kumur dan istinsyaq tiga kali lalu mengusap kepala dan kedua telinga bahagian luarnya dan dalamnya”. [HR Abu Dawud: 121, Ahmad: IV/ 132 dan Ibnu Majah: 442. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [39]

Berkata al-Imam as-Suyuthiy rahimahullah, ”Orang yang berpendapat tertib di dalam wudlu adalah tidak wajib, berhujjah dengan dalil ini karena mengakhirkan berkumur-kumur dan istinsyaq daripada membasuh dua lengan dan mengikutinya dengan kata “tsumma” (kemudian)”. [40]

Sedangkan al-Allamah Abu ath-Thayyib rahimahullah penyusun kitab ‘Aun al-Ma’bud berkata, ”Ini adalah riwayat yang ganjil (tidak biasa) namun tidak menyelisihi riwayat yang terjaga yang mendahulukan berkumur-kumur dan istinsyaq atas pembasuhan wajah”. [41]

Berkata asy-Syaikh al-Albaniy rahimahullah, ”Maka hadits ini menunjukkan bahwasanya Nabi Shallallahu alaihi wa sallam tidak  menetapkan tertib (wudlu) di sebahagian waktu. Maka hal ini merupakan dalil bahwa tertib itu tidaklah wajib. Dan menjaganya dikebanyakan keadaan merupakan dalil atas kesunahannya”. [42]

Berdasarkan dalil di atas dan keterangannya, maka tertib wudlu antara berkumur-kumur dan istinsyaq dengan membasuh wajah dan kedua tangan tidaklah wajib. Adapun urutan tertib wudlu di dalam alqur’an  yaitu membasuh wajah, kedua tangan, mengusap kepala dan membasuh kedua kaki lebih baik kita menertibkannya dan juga sebagaimana telah diungkapkan oleh kebanyakan hadits Nabi Shallallahu alaihi wa sallam.

Begitu pula dengan muwalah yaitu memperturut-turutkan anggota wudlu yang satu dengan yang lain tanpa diputus dengan sesuatu amalan. Hal ini kendatipun tidak ada keterangan dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam tentangnya namun contoh dan praktek Beliau di dalam berwudlu menunjukkan adanya ketentuan muwalah. Maka dari itu, meskipun ada perilaku Ibnu Umar yang tidak bermuwalah, [43] tetapi sepatutnya kita lakukan wudlu itu secara tertib dan muwalah. Apalagi ada keterangan yang berdasarkan dalil berikut ini,

عن بعض أصحاب النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه و سلم رَأَى رَجُلاً يُصَلِّي وَ فىِ ظَهْرِ قَدَمِهِ لُمـْـعَةً قَدْرَ الدِّرْهَمِ لَمْ يُصِبْهَا اْلمـَاءُ فَأَمَرَهُ النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم أَنْ يُعِيْدَ اْلوُضُوْءَ وَ الصَّلاَةَ

Dari sebahagian shahabat Nabi bahwasanya Nabi Shallallahu alaihi wa sallam pernah melihat seorang lelaki sholat namun pada punggung kakinya ada kilatan sebesar mata uang dirham yang tidak tersentuh air (wudlu). Lalu Nabi Shallallahu alaihi wa sallam menyuruhnya untuk mengulangi wudlu dan sholat. [HR Abu Dawud: 175. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [44]

Berkata al-Allamah Abu ath-Thayyib rahimahullah, “Hadits ini merupakan dalil yang jelas atas wajibnya muwalah. Karena perintah mengulangi wudlu lantaran meninggalkan kilatan (yaitu punggung kaki yang tidak tersentuh air) tidaklah ada melainkan untuk melazimkan muwalah. Ini adalah madzhab al-Imam Malik, al-Awza’iy, Ahmad bin Hambal dan asy-Syafi’iy tentang pembicaraannya”. [45]

Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan orang yang jelek dan tidak sempurna wudlunya untuk mengulangi wudlu dan bahkan sholatnya dan tidak menyuruhnya untuk hanya membasuh bahagian anggota wudlu yang kering tidak tersentuh air. Inilah yang menjadikan ketetapan pensyariatan muwalah. Wallahu a’lam.

9. Bersiwak sebelum wudlu

Untuk menjaga kesempurnaan wudlu, maka dianjurkan bagi muslim yang hendak berwudlu untuk bersiwak (gosok gigi) terlebih dahulu. Sebab bersiwak ini selain mengikuti sunnah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam juga dapat menimbulkan kebersihan dan kesehatan pada gigi dan mulut.

عن أبي هريرة رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: لَوْ لاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتىِ لَأَمَرْتُهُمْ عِنْدَ كُلِّ صَلاَةٍ بِوُضُوْءٍ أَوْ مَعَ كُلِّ وُضُوْءٍ سِوَاكٌ وَ لَأَخَّرْتُ عِشَاءَ اْلآخِرَةِ إِلىَ ثُلُثِ اللَّيْلِ

Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Andaikan aku tidak menyusahkan umatku niscaya aku perintahkan mereka berwudlu setiap kali sholat, bersiwak setiap kali wudlu dan menangguhkan sholat isya terakhir hingga mencapai sepertiga malam”. [HR Ahmad: II/ 259. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan]. [46]

Berkata asy-Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Alu Bassam rahimahullah, ”Terdapat penganjuran bersiwak dan keutamaan di dalamnya. Yang telah mencapai derajat wajib di dalam pahala (ganjaran)”. [47]

عن عبد الله بن عباس  قَالَ: بِتُّ لَيْلَةً عِنْدَ النَّبِيِّ  صلى الله عليه و سلم فَلَمَّا اسْتَيْقَظَ مِنْ مَنَامِهِ أَتَى طَهُوْرَهُ فَأَخَذَ سِوَاكَهُ فَاسْتَاكَ ثُمَّ تَلاَ هَذِهِ اْلآيَاتِ (إِنًّ فِى خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَ اْلأَرْضِ وَ اخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَ النَّهَارِ لَأَيَاتٍ لِّأُوْلِى اْلأَلْبَابِ # سورة آل عمران: 190) حَتىَّ قَارَبَ أَنْ يَخْتِمَ السُّوْرَةَ أَوْ خَتَمَهَا ثُمَّ تَوَضَّأَ فَأَتَى مُصَلاَّهُ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ رَجَعَ إِلىَ فِرَاشِهِ فَنَامَ مَا شَاءَ اللهُ ثُمَّ اسْتَيْقَظَ فَفَعَلَ مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ رَجَعَ إِلىَ فِرَاشِهِ فَنَامَ ثُمَّ اسْتَيْقَظَ فَفَعَلَ مِثْلَ ذَلِكَ كُلُّ ذَلِكَ يَسْتَاكُ وَ يُصَلِّى رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ أَوْتَرَ

Dari Abdullah bin Abbas radliyallahu anhuma berkata, aku pernah bermalam suatu malam di sisi Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, ketika Beliau terbangun dari tidurnya, Beliau mendatangi air wudlunya lalu mengambil siwaknya dan bersiwak kemudian membaca ayat ini ((Sesungguhnya di dalam penciptaan langit dan bumi serta perselisihan siang dan malam terdapat tanda-tanda bagi orang yang memiliki pikiran. Q.S. Ali Imran/3: 190)) sehingga mendekati selesainya surat atau bahkan sampai selesai. Lalu Beliau berwudlu kemudian mendatangi tempat sholatnya lalu sholat dua rakaat. Kemudian Beliau kembali ke tempat tidurnya lalu tidur apa yang dikehendaki oleh Allah. Kemudian bangun kembali lalu berbuat seperti itu lagi kemudian kembali ke tempat tidurnya lalu tidur. Kemudian bangun kembali lalu berbuat seperti itu lagi, semuanya itu bersiwak dan sholat dua rakaat kemudian sholat witir”. [HR Abu Dawud: 58 dan Muslim: 256. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [48]

عن عائشة رضي الله عنها قَالَتْ: كُنَّا نُعِدُّ لِرَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه و سلم سِوَاكَهُ وَ طَهُوْرَهُ فَيَبْعَثُهُ اللهُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ يَبْعَثَهُ مِنَ اللَّيْلِ فَيَتَسَوَّكُ وَ يَتَوَضَّأُ وَ يُصَلِّي تِسْعَ رَكَعَاتٍ لاَ  يَجْلِسُ فِيْهَا إِلاَّ فىِ الثَّامِنَةِ

Dari Aisyah radliyallahu anha berkata, kami yang selalu mempersiapkan untuk Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam siwak dan air wudlunya. Lalu Allah Subhanahu wa ta’ala membangunkannya apa yang Allah hendak membangunkannya pada waktu malam. Lalu Beliau bersiwak, wudlu dan sholat sembilan rakaat, tidak duduk padanya kecuali pada rakaat ke delapan”. [HR Muslim: 746]. [49]

Berkata asy-Syaikh Sallim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah, “Adanya penganjuran bersiwak sebelum wudlu, sebelum sholat dan ketika bangun dari tidur”. [50]

عن عائشة عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم قَالَ: السِّوَاكُ مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِ مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ

Dari Aisyah radliyallahu anha dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “siwak itu pembersih bagi mulut dan diridloi oleh Rabb”. [HR an-Nasa’iy: I/ 10, Ahmad: VI/ 47, 62, 124, 238, ad-Darimiy: I/ 174 dan Ibnu Khuzaimah: 135. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih ]. [51]

Berkata asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah, “Bersiwak adalah penyebab mendapatkan ridlo Rabb Azza wa Jalla. Siwak adalah alat untuk membersihkan mulut. Allah Subhanahu wa ta’ala menyukai kebersihan dan mencintai orang-orang yang suka membersihkan diri, oleh karena itulah Allah telah mensyariatkan sesuatu untuk mereka yang dapat membantu mereka untuk mendapatkan ridlo-Nya”. [52]

عن زيد بن خالد الجهني قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم يَقُوْلُ: لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتىِ لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلاَةٍ وَ لَأَخَّرْتُ صَلاَةَ اْلعِشَاءِ إِلىَ ثُلُثِ اللَّيْلِ قَالَ: فَكَانَ زَيْدُ بْنُ خَالِدٍ يَشْهَدُ الصَّلَوَاتِ فىِ اْلمـَسْجِدِ وَ سِوَاكُهُ عَلَى أُذُنِهِ مَوْضِعَ اْلقَلَمِ مِنْ أُذُنِ اْلكَاتِبِ لاَ يَقُوْمُ إِلىَ الصَّلاَةِ إِلاَّ اسْتَنَّ ثُمَّ رَدَّهُ إِلىَ مَوْضِعِهِ

Dari Zaid bin Kholid al-Juhniy radliyallahu anhu berkata, aku pernah mendengar Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Andaikan aku tidak memberatkan umatku niscaya aku suruh mereka bersiwak di setiap kali sholat dan aku tangguhkan sholat isya sampai sepertiga malam”. Ia (yaitu Abu Salamah) berkata, ”Zaid bin Khalid banyak menyaksikan sholat di masjid sedangkan siwaknya menempel di telinganya seperti pena di telinga penulis (sekretaris). Tidaklah ia berdiri menuju sholat melainkan ia menggunakan siwaknya kemudian mengembalikan ke tempatnya”. [HR at-Turmudziy: 23 dan Abu Dawud: 47. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [53]

 عن عائشة قَالَتْ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم :عَشْرٌ مِنَ اْلفِطْرَةِ قَصُّ الشَّارَبِ وَ إِعْفَاءُ اللِّحْيَةِ وَ السِّوَاكُ وَ اسْتِنْشَاقُ اْلمـَاءِ وَ قَصُّ اْلأَظْفَارِ وَ غَسْلُ اْلبَرَاجِمِ وَ نَتْفُ اْلإِبْطِ وَ حَلْقُ اْلعَانَةِ وَ انْتِقَاصُ اْلمـَاءِ قَالَ زَكَرِيَّاءُ (بْنُ أَبيِ زَائِدَةٍ): قَالَ مُصْعَبُ (بْنُ شَيْبَةَ): وَ نَسِيْتُ اْلعَاشِرَةَ إِلاَّ أَنْ تَكُوْنَ اْلمـَضْمَضَةَ زاد قتيبة (بن سعيد): قَالَ وَكِيْعٌ: انْتِقَاصُ اْلمـَاءِ يَعْنىِ اْلاِسْتِنْجَاءُ

Dari Aisyah radliyallahu anha berkata, “Telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Ada sepuluh perkara yang termasuk fitrah (sunnah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam), yaitu memotong kumis, memanjangkan jenggot, bersiwak, menghirup air melalui hidung (istinsyaq), memotong kuku, membasuh rusa-ruas jari, mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan dan istinja’”. Berkata Zakaria (bin Zaidah), “berkata Mush’ab (bin Syaibah), “Aku lupa yang ke sepuluh, kemungkinan adalah berkumur-kumur”. Qutaibah (bin Sa’id) menambahkan, berkata Waki’, “intiqoshul maa’ yaitu beristinja’”. [HR Muslim: 261, Abu Dawud: 53, at-Turmudziy: 2757, an-Nasa’iy: VIII/ 126-127, Ibnu Majah: 293 dan Ahmad: IV/ 264. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan]. [54]

Sunah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam yang banyak dilupakan oleh kaum muslimin adalah bersiwak ketika hendak berwudlu dan sholat atau bangun dari tidur, padahal bersiwak itu dapat menimbulkan keridloan Allah Subhanahu wa ta’ala. Hal tersebut disebabkan ketidakpahaman mereka terhadap sunah Nabi mereka atau mereka memandang rendah sunnah tersebut dan bahkan mereka lebih banyak disibukkan dengan membaca nyaring lafazh niat berwudlu, membaca doa di setiap basuhan atau juga membaca lafazh niat sholat yang tiada asalnya.

10. Menggunakan handuk atau kain setelah wudlu dan mandi

Jika selesai dari berwudlu maka dibolehkan bagi seseorang untuk mengeringkan air wudlu dari badan atau anggota-anggota wudlunya itu dengan handuk kecil atau sapu tangan.

عن ميمونة قَالَتْ: وَضَعْتُ (وفى رواية: صَبَبْتُ) لِلنَّبِيِّ مَاءً لِلْغُسْلِ [مِنَ اْلجَنَابَةِ] [وَ سَتَرْتُهُ] فَغَسَلَ يَدَيْهِ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلاَثًا ثُمَّ أَفْرَغَ [بِيَمِيْنِهِ] عَلَى شِمَالِهِ فَغَسَلَ مَذَاكِيْرَهُ (و فى رواية: فَرْجَهُ وَ مَا أَصَابَهُ مِنَ اْلأَذَى) ثُمَّ مَسَحَ يَدَهُ بِاْلأَرْضِ (و فى رواية: ثُمَّ دَلَكَ بِهَا اْلحَائِطَ و فى أخرى: بِاْلأَرْضِ أَوِ اْلحَائِطِ) [مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلاَثًا] [ثُمَّ غَسَلَهَا] ثُمَّ مَضْمَضَ وَ اسْتَنْشَقَ وَ غَسَلَ وَجْهَهُ وَ يَدَيْهِ [وَ غَسَلَ رَأْسَهُ ثَلاَثًا] (و فى رواية: تَوَضَّأَ وُضُوْءَهُ لِلصَّلاَةِ غَيْرَ رِجْلَيْهِ) ثُمَّ أَفَاضَ عَلَى جَسَدِهِ ثُمَّ تَحَوَّلَ مِنْ مَكَانِهِ فَغَسَلَ قَدَمَيْهِ [ثُمَّ أُتِيَ بِمِنْدِيْلٍ فَلَمْ يَنْفُضْ بِهَا (و فى رواية: فَنَاوَلْتُهُ خِرْقَةً فَقَالَ بِيَدِهِ هَكَذَا وَ لَمْ يُرِدْهَا) (و فى أخرى: فَنَاوَلْتُهُ ثَوْبًا فَلَمْ يَأْخُذْهُ فَانْطَلَقَ وَ هُوَ يَنْفُضُ يَدَيْهِ)] فَجَعَلَ يَنْفُضُ بِيَدِهِ

Dari Maimunah radliyallahu anha berkata, aku yang meletakkan (di dalam satu riwayat: yang menuangkan) air untuk Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam untuk mandi (dari janabat). Aku menutupinya (dari pandangan manusia), maka Beliau membasuh kedua tangannya, dua atau tiga kali kemudian menuangkan (air) dengan tangan kanannya atas tangan kirinya lalu mencuci kemaluannya (di dalam satu riwayat: farjinya dan apa yang terkena kotoran). Lalu mengusap tangannya ke tanah ( di dalam satu riwayat, “lalu menggosok-gosokkan tangannya ke dinding”, di dalam riwayat yang lain, “ke tanah atau dinding”), dua atau tiga kali. Kemudian membasuhnya, lalu berkumur-kumur, beristinsyaq, membasuh wajah, kedua tangan (dan membasuh kepalanya tiga kali) (di dalam satu riwayat, berwudlu seperti wudlunya untuk sholat kecuali kedua kakinya”). Lalu menuangkan (air) ke seluruh tubuhnya, kemudian berpindah dari tempatnya lalu membasuh kedua kakinya. Lalu di datangkan kepadanya handuk kecil tetapi Beliau Shallallahu alaihi wa sallam tidak mengibaskan kain tersebut ke tubuhnya (di dalam satu riwayat, “lalu aku ambilkan untuknya secarik kain”, maka Beliau berkata dengan tangannya, “begini dan Beliau tidak menginginkannya”). (Di dalam riwayat yang lain, “lalu aku mengambilkan sepotong tetapi Beliau tidak mengambilnya kemudian pergi sedangkan Beliau sedang mengibas-ngibaskan kedua tangannya). Maka Beliau mengibas-ngibaskan tangannya”. [HR al-Bukhoriy: 249, 257, 259, 260, 265, 266, 274, 276, 281, Muslim: 317, Abu Dawud: 245, at-Turmudziy: 103, an-Nasa’iy: I/ 137, 138 dan Ibnu Majah: 573. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [55]

Sunnah sesudah mandi atau wudlu adalah mengibas-ngibaskan kedua tangan untuk mengeringkan air dari tubuh. Dari sebab itu Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam menolak secarik kain atau handuk yang disodorkan oleh istrinya Maimunah radliyallahu anha untuk mengeringkan air dari tubuhnya. Tetapi penolakan Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam terhadap pemberian secarik kain dari istrinya Maimunah radliyallahu anha tersebut bukan berarti terlarang seseorang mengeringkan tubuhnya dengan kain atau handuk sesudah wudlu dan mandi karena di dalam beberapa riwayat lain Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam melakukannya. Misalnya di dalam beberapa riwayat di bawah ini,

عن سعيد بن أبي هند أَنَّ أَبَا مُرَّةَ مَوْلىَ عَقِيْلٍ حَدَّثَهُ أَنَّ أُمَّ هَانِئِ بِنْتَ أَبيِ طَالِبٍ حَدَّثَتْهُ أَنَّهُ لَمــَّا كَانَ عَامُ اْلفَتْحِ أَتَتْ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم وَ هُوَ بِأَعْلَى مَكَّةَ قَامَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم إِلىَ غُسْلِهِ فَسَتَرَتْ عَلَيْهِ فَاطِمَةُ ثُمَّ أَخَذَ ثَوْبَهُ فَالْتَحَفَ بِهِ ثُمَّ صَلَّى ثَمَانَ رَكَعَاتٍ سُبْحَةَ الضُّحَى

Dari Sa’id bin Abi Hindin bahwasanya Abu Murrah maulanya Aqil menceritakan kepadanya bahwasanya Ummu Hani’ binti abi Thalib radliyallahu anha menceritakan kepadanya bahwasanya ketika Fat-hu Makkah (penaklukan kota Mekkah), ia datang kepada Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam sedangkan Beliau berada di atas kota Mekkah. Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam berdiri untuk mandi, lalu Fathimah menutupinya, kemudian Beliau mengambil kainnya lalu berselimut dengannya kemudian sholat dluha delapan rakaat. [HR Muslim: 336 (71), al-Bukhoriy: 280, 357, 3171, 6158, an-Nasa’iy: I/ 126 dan Ibnu Majah: 465, 614. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih].[56]

عن سلمان الفارسي أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم تَوَضَّأَ فَقَلَّبَ جُبَّةَ صَوْفٍ كَانَتْ عَلَيْهِ فَمَسَحَ بِهَا وَجْهَهُ

Dari Salman al-Farisiy radliyallahu anhu bahwasanya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam berwudlu lalu membalikkan jubah bulu yang ada padanya. Lalu Beliau mengusap wajahnya dengannya. [HR Ibnu Majah: 379. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [57]

عن عائشة قَالَتْ: كَانَ لِرَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه و سلم خِرْقَةٌ يُنَشِّفُ بِهَا بَعْدَ اْلوُضُوْءِ

Dari Aisyah radliyallahu anha berkata, “Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam memiliki secarik kain yang Beliau mengeringkan (dirinya) dengannya sesudah wudlu”. [HR at-Turmudziy: 53, Ibnu Adiy, al-Hakim: 566 dan al-Baihaqiy. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: maka hadits ini menurutku hasan dengan sekumpulan jalannya]. [58]

 Bersambung

[1] Mukhtashor Shahih Muslim: 130, Mukhtashor Shahih al-Imam al-Bukhoriy: 105, Shahih Sunan Abi Dawud: 97, Shahih Sunan an-Nasa’iy: 82, 83, 112, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 6175, 6176 dan Misykah al-Mashobih: 287.
[2] Shahih Sunan Abi Dawud: 88, Shahih Sunan an-Nasa’iy: 108, Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 872, Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 217, Misykah al-Mashobih: 398 dan Mukhtashor Shahih al-Imam al-Bukhoriy: 108.
[3]  Shahih Sunan Ibni Majah: 341.
[4] Shahih Sunan Ibni Majah: 373, Shahih Sunan an-Nasa’iy: 1088, Shahih Sunan Abi Dawud: 764, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 2420 dan Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 218, 537.
[5] Maksudnya tidak terkena air wudlu.
[6] Mukhtashor Shahih Muslim: 135.
[7]  Shahih Sunan Abi Dawud: 158.
[8]  Shahih Sunan Abi Dawud: 161.
[9]  Maksudnya; sekali basuhan yang sebelah kanan lalu sekali basuhan yang sebelah kiri. Atau dua kali basuhan yang sebelah kanan dan dua kali basuhan yang sebelah kiri. Atau tiga kali basuhan yang sebelah kanan dan yang sebelah kiri seperti itu pula.
[10]  Mukhtashor Shahih al-Imam al-Bukhoriy: 103, Shahiih Sunan Abi Dawud: 126, Shahih Sunan at-Turmudziy: 39, Shahih Sunan an-Nasa’iy: 78, Shahih Sunan Ibni Majah: 331 dan Misykah al-Mashobih: 395.
[11]  Shahih Sunan Ibni Majah: 332.
[12]  Mukhtashor Shahih al-Imam al-Bukhoriy: 104 dan Misykah al-Mashobih: 396.
[13]  Shahih Sunan at-Turmudziy: 40 dan Shahih Sunan Abi Dawud: 124
[14]  Bentuk jamak dari Maq’ad yaitu nama satu tempat di Madinah. [Misykah al-Mashobih: I/ 126].
[15]  Misykah al-Mashobih: 397.
[16]  Shahih Sunan Ibni Majah: 333.
[17]  Shahih Sunan Abi Dawud: 107.
[18]  Shahih Sunan Ibni Majah: 335.
[19]  Shahih Sunan Ibni Majah: 336.
[20]  Shahih Sunan Ibni Majah: 337.
[21]  Shahih Sunan Ibni Majah: 338 dan Shahih Sunan Abi Dawud: 117.
[22]  Shahih Sunan an-Nasa’iy: 79 dan Shahih Sunan Ibni Majah: 334.
[23]   Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 2122 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 4909.
[24] Shahih Sunan at-Turmudziy: 43.
[25]  Shahih Sunan Abi Dawud: 109 dan Shahih Sunan an-Nasa’iy: 95, 97.
[26] Shahih Sunan Abi Dawud: 117.
[27] Shahih Sunan Ibni Majah: 339, Shahih Sunan an-Nasa’iy: 136, Shahih Sunan Abi Dawud: 123 dan Misykah al-Mashobih: 417.
[28]  Shahih Sunan Abi Dawud: 87.
[29]  Shahih Sunan at-Turmudziy: 49 dan Shahih Sunan Ibni Majah: 214.
[30]  Shahih Sunan Ibni Majah: 215 dan Shahih Sunan Abi Dawud: 83.
[31]  Shahih Sunan Ibni Majah: 216 dan Shahih Sunan Abi Dawud: 84.
[32] Shahih Sunan Ibni Majah: 217, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 8023 dan Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 1991, 2447.
[33]  Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: V/ 577.
[34]  Mukhtashor Shahih al-Imam al-Bukhoriy: 110, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 4918 dan Misykah al-Mashobih: 400.
[35] Shahih Sunan Ibni Majah: 322, Mukhtashor Shahih Muslim: 124, Shahih Sunan Abi Dawud: 3487, Shahih Sunan an-Nasa’iy: 109, Irwa’ al-Ghalil: 93 dan Mukhtashor asy-Syama’il al-Muhammadiyyah: 69
[36] Shahih Sunan Abi Dawud: 26.
[37] Shahih Sunan Abi Dawud: 3488, Shahih Sunan Ibni Majah: 323, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 454, 787 dan Misykah al-Mashobih: 401.
[38]  Yang dikecualikan misalnya; beristinja’, memegang atau mencuci farji, masuk kamar mandi atau jamban dan lain sebagainya.
[39] Shahih Sunan Abi Dawud: 112 dan Shahih Sunan Ibni Majah: 356.
[40]  ‘Aun al-Ma’bud: I/ 146.
[41]  ‘Aun al-Ma’bud: I/ 146.
[42]  Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: I/ 468 dan Tamam al-Minnah halaman 86.
[43]  Dari Nafi’ bahwasanya Abdullah bin Umar radliyallahu anhuma pernah buang air kecil di pasar. Kemudian beliau berwudlu, lalu membasuh wajah dan kedua tangannya serta mengusap kepalanya. Kemudian beliau dipanggil kepada suatu jenazah untuk menyolatkannya, ketika hendak memasuki masjid, lalu beliau mengusap kedua terompahnya dan menyolatkannya. [Atsar ini diriwayatkan oleh al-Imam Malik bin Anas di dalam kitab al-Muwaththo’: I/ 60 (42)].
[44]  Shahih Sunan Abi Dawud: 161.
[45] ‘Aun al-Ma’bud: I/ 205 dan Nail al-Awthar: I/ 220-221.
[46] Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 5318 dan Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 200.
[47] Taysiir al-Allam: I/ 63.
[48] Shahih Sunan Abi Dawud: 52 dan Mukhtashor Shahih Muslim: 122.
[49]  Mukhtashor Shahih Muslim: 390. Kalimat, “Sholat sembilan rakaat, tidak duduk kecuali pada rakaat yang ke delapan”. Adalah sholat malam yang Beliau kerjakan sebanyak sembilan rakaat sekaligus dan Beliau tidak duduk (tahiyyat) padanya kecuali pada rakaat ke delapan (tahiyyat awal) dan ke sembilan (tahiyyat akhir).
[50]  Bahjah an-Nazhirin: II/ 341.
[51] Shahih Sunan an-Nasa’iy: 5, Irwa’ al-Ghalil: 66, Misykah al-Mashobih: 381 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 3695
[52]  Bahjah an-Nazhirin: II/ 342.
[53] Shahih Sunan at-Turmudziy: 22 dan Shahih Sunan Abi Dawud: 37.
[54]  Mukhtashor Shahih Muslim: 182, Shahih Sunan Abi Dawud: 43, Shahih Sunan at-Turmudziy: 2214, Shahih Sunan an-Nasa’iy: 4667, Shahih Sunan Ibni Majah: 238, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 4009 dan Misykah al-Mashobih: 379.
[55] Mukhtashor Shahih al-Imam al-Bukhoriy: 153, Shahih Sunan Abi Dawud: 224, Shahih Sunan at-Turmudziy: 90, Shahih Sunan an-Nasa’iy: 404, 405, 406, Shahih Sunan Ibni Majah: 465 dan Irwa’ al-Ghalil: 131.
[56] Shahih Sunan an-Nasa’iy: 219 dan Shahih Sunan Ibni Majah: 377, 498.
[57]  Shahih Sunan Ibni Majah: 379.
[58]  Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 2099 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 4830.