HAK ISTRI ATAS SUAMI
بسم الله الرحمن الرحيم
Hak dan
kewajiban adalah suatu kata yang dipahami oleh mayoritas manusia. Sehingga
setiap mereka suka menuntut haknya namun ia terkadang lupa atau lalai untuk
menunaikan kewajibannya. Di antara jenis hak dan kewajiban misalnya adalah hak
Allah ta’ala atas hamba-Nya dan hak hamba atas Allah ta’ala. Hak Allah Azza wa
Jalla adalah kewajiban para hamba untuk menunaikannya dengan benar. Sedangkan
hak para hamba atas Allah adalah kewajiban Allah ta’ala yang akan Ia berikan
kepada para hamba-Nya yang telah menunaikan kewajiban mereka dengan benar. Hak
Allah atas hamba adalah mereka menyembah Allah dan tidak mempersekutukan-Nya
dengan sesuatupun. Sedangkan hak para hamba atas Allah adalah Allah tidak mengadzab
para hambanya yang tidak berbuat syirik, sebagaimana di dalam hadits di bawah
ini,
Dari Mu’adz bin Jabal radliyallahu
anhu berkata, aku pernah dibonceng Nabi Shallallahu alaihi wa sallam di atas
seekor keledai yang diberi nama Ufair. Beliau bertanya, “Wahai Mu’adz,
apakah engkau tahu hak Allah atas para hamba-Nya dan hak para hamba atas
Allah?”. Aku menjawab, “Allah dan Rosul-Nya lebih mengetahui”. Beliau bersabda,
فَإِنَّ
حَقَّ اللهِ عَلَى اْلعِبَادِ أَنْ يَعْبُدُوْهُ وَ لَا يُشْرِكُوْا بِهِ شَيْئًا
وَ حَقَّ اْلعِبَادِ عَلَى اللهِ أَنْ لَا يُعَذِّبَ مَنْ لَا يُشْرِكُ بِهِ
شَيْئًا
“Hak Allah atas para hamba adalah mereka mengibadahi-Nya dan
tidak mempersekutukan sesuatu dengan-Nya (yakni tidak berbuat syirik kepada
Allah). Sedangkan hak para hamba atas Allah adalah Allah tidak akan mengadzab
orang yang tidak mempersekutukan sesuatu dengan-Nya”. Aku berkata, “Wahai
Rosulullah, bolehkan aku memberitakan kabar gembira ini kepada manusia?”. Beliau bersabda, “Janganlah engkau
mengabarkan ini kepada mereka, niscaya mereka nanti akan bergantung
(kepadanya)”. [HR al-Bukhoriy: 2856, 5967, 6267, 6500, 7373, Muslim: 30, Ibnu
Majah: 4296 dan Ahmad: V/ 228, 230, 234. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih].[1]
Begitupun di
dalam rumah tangga, masing-masing suami istri mempunyai hak dan kewajiban. Hak
istri adalah kewajiban bagi suami untuk menunaikannya sebaik-baiknya. Dan hak
suami adalah kewajiban bagi istri untuk menunaikannya sebaik-baiknya. Jadi
setiap satu dari mereka mesti mengenal hak-hak pasangan hidupnya dengan baik dan
berusaha dengan maksimal dan optimal untuk menunaikan kewajiban mereka
masing-masing kepada pasangannya tersebut. Hal ini telah disinggung oleh
Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam di dalam dalil berikut,
عن
سليمان بن عمرو بن الأحوص قال: حدثنى أبى أنه شهد حجة الوداع مع رسول الله صلى
الله عليه و سلم قَالَ: أَلَا إِنَّ
لَكُمْ عَلَى نِسَائِكُمْ حَقًّا وَ لِنِسَائِكُمْ عَلَيْكُمْ
حَقًّا
Dari Sulaiman bin Amr bin
al-Ahwash berkata, Ayahku pernah bercerita kepadaku bahwasanya ia pernah
menyaksikan haji wada’ bersama Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, beliau
bersabda, “Ingatlah sesungguhnya istri-istri kalian mempunyai hak atas kalian
dan kalianpun mempunyai hak atas istri-istri kalian”. [HR at-Turmudziy: 1163,
Ibnu Majah: 1851 dan Ahmad: V/ 72, 73. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan]. [2]
Berkata
asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah, “Laki-laki itu mempunyai
beberapa hak dan wanita juga memiliki beberapa hak”. [3]
Adapun
beberapa hak para istri atas suami mereka, yang dapat dipaparkan disini adalah
sebagai berikut,
1). MENDIDIK DAN MENJAGA PARA ISTRI
DARI API NERAKA.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا قُوا
أَنفُسَكُمْ وَ أَهْلِيكُمْ نَارًا وَّقُودُهَا النَّاسُ وَ اْلحِجَارَةُ
عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُونَ اللهَ مَا أَمَرَهُمْ وَ
يَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
Hai orang-orang yang beriman,
peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah
manusia dan batu. Penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan
tidak pernah mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada
mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. [QS at-Tahrim/ 66: 6].
Berkata
asy-Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iriy hafizhohullah, “Wajib menjaga istri dan
anak-anak, mendidik dan memerintahkan mereka agar patuh kepada Allah dan
Rosul-Nya serta melarang mereka dari meninggalkan hal tersebut”. [4]
Ayat di atas
menegaskan kewajiban para suami untuk menjaga keluarganya yaitu istri dan
anak-anaknya dari api neraka berupa mendidik, mengajarkan, menashihati, memerintah
dan melarang mereka. Jika mereka mengabaikan kewajiban tersebut ia akan memikul
dosa pada hari kiamat dan akan dimintai pertanggungan jawab atas kelalaian dan
ketidakpedulian mereka akan keadaan keluarga mereka. Mereka tidak akan masuk
surga bahkan tidak akan mencium bau wewangiannya.
عن عبد الله بن عمر رضي الله عنهما أَنَّ
رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم قال: أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَ كُلًّكُمْ
مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Dari Abdullah bin Umar
radliyallahu anhuma, bahwasanya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam
bersabda, “Ingatlah, sesungguhnya, setiap kalian adalah pemimpin dan
masing-masing kalian akan ditanya tentang yang dipimpinnya. [HR al-Bukhoriy:
893, 2409, 2554, 2558, 2571, 5188, 5200, 7138, di dalam al-Adab al-Mufrad: 206,
Muslim: 1829, Abu Dawud: 2928, at-Turmudziy: 1705 dan Ahmad: II/ 5, 54-55, 111,
121. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [5]
عن أنس بن مالك أَنَّ رَسُوْلُ اللهِ صلى
الله عليه و سلم قَالَ: إِنَّ اللهَ سَائِلٌ كُلَّ رَاعٍ عَمَّا اسْتَرْعَاهُ أَ حَفِظَ
ذَلِكَ أَمْ ضَيَّعَ ؟ حَتَّى يَسْأَلَ الرَّجُلَ عَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ
Dari Anas bin Malik, bahwasanya
Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah akan
meminta pertanggung jawaban kepada setiap pemimpn dari yang dipimpinnya, apakah
ia mampu memelihara amanah tersebut ataukah menyia-nyiakannya?. Sehingga
seseorang akan ditanya tentang keluarga rumahnya”. [HR an-Nasa’iy di dalam
Usyrah an-Nisa’ dan Ibnu Hibban. Berkata asy-SYaikh al-Albaniy: Hasan]. [6]
عن الحسن قال: عاد عبيد الله بن زياد
معقل بن يسار المزني فى مرضه الذي مات فيه قال معقل: إنى محدثك حديثا سمعته من
رسول الله صلى الله عليه
و سلم لو علمت أن لي حياة ما حدثتك إني
سمعت رسول الله صلى الله عليه
و سلم يقول: مَا مِنْ عَبْدٍ يَسْتَرْعِيْهِ
اللهُ رَعِيَّةً يَمُوْتُ يَوْمَ يَمُوْتُ وَ هُوَ غَاشٍّ لِرَعِيَّتِهِ إِلَّا حَرَّمَ
اللهُ عَلَيْهِ اْلجَنَّةَ و
للبخاري بلفظ: مَا مِنْ عَبْدٍ يَسْتَرْعِيْهِ
اللهُ رَعِيَّةً فَلَمْ يَحُطْهَا بِنُصْحِهِ لَمْ يَجِدْ رَائِحَةَ اْلجَنَّةِ
Dari
al-Hasan berkata, Ubaidullah bin Ziyad pernah menjenguk Ma’qal bin Yasar
al-Maziniy pada waktu sakitnya yang ia wafat karenanya. Ma’qal berkata, “Sesungguhnya
aku akan bercerita kepadamu suatu hadits yang pernah aku dengar dari Rosulullah
Shallallahu alihi wa sallam. Seandainya aku mengetahui bahwa aku masih hidup,
aku tidak akan menceritakannya kepadamu. Aku pernah mendengar Rosulullah
Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Tidak seorang hamba yang diberi kepemimpinan oleh Allah lalu ia mati pada hari
kematiannya dalam keadaan menipu yang dipimpinnya melainkan Allah telah
mengharamkan surga atasnya”. [HR Muslim: 142 dan al-Bukhoriy: 7150 dengan
lafazh, “Tidaklah seorang hamba yang diberi kepemimpinan oleh Allah lalu ia
tidak menjaganya dengan nashihatnya maka ia tidak akan mendapatkan wewangian
surga]. [7]
عن عبد الله بن عمر قال قال رسول الله صلى
الله عليه و سلم: كَفَى بِاْلمـَرْءِ إِثْمًا أَنْ يُضَيِّعَ
مَنْ يَقُوْتُ
Dari Abdullah bin Umar berkata,
telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Cukuplah seseorang itu
berdosa jika mengabaikan orang-orang yang menjadi tanggungannya”. [HR Abu
Dawud: 1692, Ahmad: II/ 160, 193, 195 dan al-Humaidiy: 599. Berkata asy-Syaikh
al-Albaniy: Hasan]. [8]
Di samping itu Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam telah
menghimpun mereka bersama orang yang durhaka kepada orang tua, pecandu khomer dan
para wanita yang menyerupai kaum lelaki yang telah diharamkan masuk surga oleh
Allah Subhanahu wa ta’ala. Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam menyebut
mereka dengan dayyuts yaitu orang yang membiarkan keburukan terjadi dan
tersebar pada keluarganya.
عن عبد الله بن عمر أن رسول الله صلى
الله عليه و سلم قال: ثَلَاثَةٌ قَدْ حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِمُ
اْلجَنَّةَ مُدْمِنُ اْلخَمْرِ وَ اْلعَاقُّ وَ الدَّيُّوْثُ الَّذِى يُقِرُّ فِى
أَهْلِهِ اْلخَبَثَ
Dari Abdullah bin Umar bahwasanya
Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Ada tiga golongan manusia
yang diharamkan surga oleh Allah, 1. Pecandu khomer, 2. Orang yang durhaka
(kepada kedua orang tuanya) dan 3. Dayyuts yaitu orang yang membiarkan
keburukan pada keluarganya”. [HR Ahmad: II/ 69, 128. Berkata asy-Syaikh
al-Albaniy: Shahih]. [9]
عن عبد الله بن عمر قال قال رسول الله صلى
الله عليه و سلم: ثَلَاثٌ لَا يَدْخُلُوْنَ اْلجَنَّةَ
وَ لَا يَنْظُرُ اللهُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ اْلِقيَامَةِ: اْلعَـاقُّ وَالِدَيْهِ وَ
اْلمـَرْأَةُ اْلمـُتَرَجِّلَةُ اْلمـُتَشَـبِّهَةُ بِالرِّجَالِ وَ الدَّيُّوْثُ
Dari
Abdullah bin Umar berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa
sallam, “Ada tiga golongan manusia yang tidak akan masuk ke dalam surga dan
Allah juga tidak akan memandang mereka pada hari kiamat, 1. Orang yang durhaka
kepada kedua orang tuanya. 2. Wanita kelaki-lakian yang menyerupai kaum
laki-laki dan 3. Dayyuts. [HR an-Nasa’iy: V/ 80-81, Ahmad: II/ 134, al-Hakim
dan al-Baihaqiy. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan Shahih]. [10]
Membiarkan para
wanita tanpa pendidikan dan pengajaran agama, tanpa nashihat, perintah dan
teguran dari para suami akan menyebabkan mereka menjadi selalu bengkok.
Kebengkokan itu berupa sikap meremehkan keimanan, ibadah maupun akhlak. Banyak
dijumpai, kelompok pengajian para ibu yang gemar ziarah kubur dengan tujuan
meminta kepada para penghuninya berbagai keperluan dari rizki, jodoh, kesehatan
dan sebagainya. Atau banyak di antara mereka yang meyakini keampuhan para
dukun, sehingga mereka berbondong-bondong mendatangi para dukun tersebut dengan
tujuan mereka masing-masing. Dan masih banyak lagi hal-hal lainnya yang
menunjukkan bahwa mereka bengkok dalam masalah akidah tauhid dan keimanan.
Dalam masalah
ibadah, banyak di antara mereka yang lebih mementingkan acara televisi berupa ghibahtainment,
sinetron dan sejenisnya daripada melaksanakan sholat ashar pada awal waktunya.
Banyak di antara mereka yang lebih mengutamakan riasan wajah daripada
mengerjakan wudlu dengan benar untuk menunaikan sholat. Dengan alasan sibuk
mengurus anak dan suami, banyak di antara mereka yang tidak sempat lagi membaca
alqur’an dan bahkan tidak mau lagi menuntut ilmu sesuai syar’iy dan sebagainya.
Dalam masalah
akhlak, banyak di antara kaum hawa yang tidak memperdulikan pergaulan. Sehingga
mereka dengan nyantainya menampakkan aurat mereka kepada kaum lelaki yang bukan
mahram atau suaminya. Banyak pula di antara mereka yang memudah-mudahkan
bersalaman dan bahkan cipika cipiki (cium pipi kanan dan cium pipi kiri)
dengan kaum lelaki yang tidak halal bagi mereka. Juga banyak di antara mereka
berkumpul untuk membicarakan sesuatu atau seseorang yang tidak patut mereka
perbincangkan. Dan masih banyak lagi lain-lainnya.
Oleh sebab itu,
wajib bagi para suami untuk senantiasa meluruskan kebengkokan mereka dengan
lemah lembut dan rasa kasih sayang. Meluruskan kebengkokan itu dengan cara
merutinkan pemberian nashihat, pengajaran, perintah dan teguran kepada mereka. Namun
jika mereka kesulitan didalam mendidik secara langsung karena keterbatasan
pemahaman ilmu agama, ada kesulitan untuk menyampaikannya kepada para istri
atau sedikitnya waktu setiap hari untuk membimbing mereka dan sebagainya, maka
mereka sebaiknya mengajak para istri untuk menghadiri kajian-kajian agama yang
sesuai syar’iy. Agar mereka dapat mengerti dan memahami ajaran agama mereka
lalu mereka beramal dengan amalan-amalan yang telah diajarkan kepada mereka
dengan bimbingan alqur’an dan hadits-hadits shahih sesuai dengan pemahaman para
ulama salafush shalih. Maka terpeliharalah mereka dalam kelurusan dan terhindar
pulalah mereka dari kebengkokan-kebengkokan yang telah menjadi sifat bagi
mereka.
عن أبى هريرة رضي الله عنه قال: قال
رسول الله صلى الله عليه و سلم: اسْتَوْصُوْا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا فَإِنَّ اْلمـَرْأَةَ
خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ وَ إِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِى الضِّلَعِ أَعْلَاهُ فَإِنْ ذَهَبْتَ
تُقِيْمُهُ كَسَرْتَهُ وَ إِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ فَاسْتَوْصُوْا بِالنِّسَاءِ
Dari Abu Hurairah radliyallahu
anhu berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam,
“Hendaklah kalian menashihati kebaikan kepada para wanita, karena sesungguhnya
wanita itu diciptakan dari tulang rusuk. Dan yang paling bengkok dari tulang
rusuk itu adalah yang bahagian paling atasnya. Jika engkau berusaha
meluruskannya (dengan keras) niscaya engkau akan mematahkannya namun jika
engkau membiarkannya maka ia akan selalu bengkok. Maka nashihatilah kaum wanita
itu (dengan kebaikan-kebaikan)”. [HR al-Bukhoriy: 3331, 5184, 5186 dan Muslim:
1468. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [11]
فى رواية لمسلم عن أبي هريرة قال قال
رسول الله صلى الله عليه و سلم: إِنَّ اْلمـَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ لَنْ تَسْتَقِيْمَ
لَكَ عَلَى طَرِيْقَةٍ فَإِنِ اسْتَمْتَعْتَ بِهَا اسْتَمْتَعْتَ بِهَا وَ فِيْهَا
عَوَجٌ وَ إِنْ ذَهَبْتَ تُقِيْمُهَا كَسَرْتَهاَ وَ كَسْرُهَا طَلَاقُهَا
Dalam riwayat Muslim, dari Abu
Hurairah berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam,
“Sesungguhnya wanita itu diciptakan dari tulang rusuk. Ia tidak akan mampu
berlaku istikomah di atas suatu jalan karenamu. Jika engkau bersenang-senag dengannya,
maka engkau dapat bersenang-senang dengannya dan ia akan terus bengkok. Namun
apabila engkau berusaha untuk meluruskannya (dengan keras) maka engkau akan
dapat mematahkannya, dan mematahkannya itu adalah (permintaan) cerainya”. [Diriwayatkan juga oleh at-Turmudziy: 1188.
Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [12]
عن سليمان بن عمرو بن الأحوص قال: حدثنى
أبى أنه شهد حجة الوداع مع رسول الله صلى الله عليه و سلم فحمد الله و أثنى عليه و
ذكّر و وعظ فذكر فى الحديث قصة فقال: أَلَا وَ اسْتَوْصُوْا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا
فَإِنَّمَا هُنَّ عَوَانٌ عِنْدَكُمْ لَيْسَ تَمْلِكُوْنَ مِنْهُنَّ شَيْئًا غَيْرَ
ذَلِكَ إِلَّا أَنْ يَأْتِيْنَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ فَإِنْ فَعَلْنَ فَاهْجُرُوْهُنَّ
فِى اْلمـَضَاجِعِ وَ اضْرِبُوْهُنَّ ضَرْبًا غَيْرَ مُبَرَّحٍ فَإِنْ
أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوْا عَلَيْهِنَّ
سَبِيْلًا أَلَا إِنَّ لَكُمْ عَلَى نِسَائِكُمْ حَقًّا وَ لِنِسَائِكُمْ عَلَيْكُمْ
حَقًّا فَأَمَّا حَقُّكُمْ عَلَى نِسَائِكُمْ فَلَا يُوْطِئْنَ فُرُشَكُمْ مَنْ تَكْرَهُوْنَ
وَ لَا يَأْذَنَّ فِى بُيُوْتِكُمْ لِمَنْ تَكْرَهُوْنَ أَلَا وَ حَقُّهُنَّ عَلَيْكُمْ
أَنْ تُحْسِنُوْا إِلَيْهِنَّ فِى كِسْوَتِهِنَّ وَ طَعَامِهِنَّ
Dari Sulaiman bin Amr bin
al-Ahwash berkata, Ayahku pernah bercerita kepadaku bahwa ia pernah menyaksikan
haji wada’ bersama Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Lalu Beliau memuji
Allah dan menyanjung-Nya, memberi peringatan dan nashihat. Disebutkan di dalam
hadits tersebut satu kisah. Lalu Beliau bersabda, “Ingatlah, nashihatilah para
wanita itu dengan kebaikan, karena sesungguhnya mereka itu seperti tawanan di
sisi kalian yang kalian tidak memiliki sesuatu apapun dari mereka selain itu
kecuali jika mereka melakukan perbuatan keji yang nyata. Jika mereka
melakukannya maka jauhilah mereka di tempat-tempat tidur dan pukullah mereka
dengan pukulan yang tidak membekas. Jika mereka telah mematuhimu maka janganlah
kalian mencari-cari jalan (untuk menyusahkan mereka). Ingatlah sesungguhnya
istri-istri kalian mempunyai hak atas kalian dan kalianpun mempunyai hak atas
istri-istri kalian. Adapun hak kalian atas mereka adalah janganlah mereka membiarkan orang yang kalian
tidak suka menginjakkan kakinya di tempat-tempat tidur kalian dan janganlah
mereka mengidzinkan memasuki rumah kalian orang-orang yang kalian tidak suka.
Ingatlah dan hak mereka atas kalian adalah agar kalian berbuat baik kepada
mereka di dalam memberi pakaian dan makan mereka”. [HR at-Turmudziy: 1163, Ibnu
Majah: 1851 dan Ahmad: V/ 72, 73. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan]. [13]
2). MENEGUR ATAU MENGINGATKANNYA JIKA
BERBUAT KELIRU.
Pengajaran kepada kaum wanita itu
tidak hanya dengan menyampaikan perintah dan larangan dalam suatu majlis. Namun
juga dapat melalui teguran-teguran dikala mereka melakukan kesalahan dan
kekeliruan. Rasa sayang dan cinta seorang suami itu tidak hanya dengan
memberikan berbagai kebutuhan dan hadiah kepada istri tercintanya. Tapi
pemberian dan perlakuan yang paling bernilai dari seorang suami adalah
menyelamatkan istrinya dari neraka dan membimbingnya ke dalam surga. Maka hal
ini, mesti dengan menegur dan mengingatkannya dari berbagai kekeliruan dan
kesalahan yang akan menyeretnya ke neraka. Atau dengan mengajak dan menyuruhnya
kepada berbagai amal shalih yang akan membawanya menuju surga.
Hal ini telah dicontohkan oleh
Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam ketika menegur beberapa orang istrinya
dari berbagai macam kesalahan dan kekeliruan.
عن عائشة زوج النبي صلى الله عليه و سلم
أنها أخبرته أَنَّهاَ اشْتَرَتْ نُمْرُقَةً فِيْهَا تَصَاوِيْرُ فَلَمَّا رَآهَا رَسُوْلُ
اللهِ صلى الله عليه و سلم قَامَ عَلَى اْلبَابِ فَلَمْ يَدْخُلْ فَعَرَفْتُ فِى وَجْهِهِ
اْلكَرَاهِيَّةَ فَقُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ أَتُوْبُ إِلَى اللهِ وَ إِلَى رَسُوْلِهِ
مَا ذَا أَذْنَبْتُ ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: مَا بَالُ هَذِهِ
النُّمْرُقَةِ ؟ قَالَتْ: فَقُلْتُ اشْتَرَيْتُهَا لَكَ لِتَقْعُدَ عَلَيْهَا وَ تُسَوِّدُهَا فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: إِنَّ
أَصْحَابَ هَذِهِ الصُّوَرِ يُعَذَّبُوْنَ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ وَ يُقَالُ لَهُمْ:
أَحْيُوْا مَا خَلَقْتُمْ وَ قَالَ: إِنَّ اْلبَيْتَ الَّذِى فِيْهِ الصُّوَرُ لَا
تَدْخُلُهُ اْلمـَلَائِكَةُ
Dari Aisayah istri Nabi
Shallallahu alaihi wa sallam mengkahbarkan bahwasanya ia pernah membeli sebuah
bantal yang bergambar. Ketika Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam
melihatnya, ia berdiri di depan pinta tidak masuk. Aku tahu ada rasa tidak
senang pada wajahnya. Aku berkata, “Wahai Rosulullah aku bertaubat kepada Allah
dan Rosul-Nya, apakah salahku?”. Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam
bersabda, “Untuk apakah bantal bergambar ini?”. Aku berkata, “Aku membelinya
untukmu agar engkau dapat duduk di atasnya dan bersandar padanya. Lalu
Rosulullah Shalllahu alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya pemilik
gambar-gambar ini akan diadzab pada hari kiamat, dan akan dikatakan kepada
mereka, “Hidupkanlah apa yang engkau ciptakan!”. Beliau juga bersabda,
“Sesungguhnya rumah yang di dalamnya ada gambar-gambar tidak akan dimasuki oleh
Malaikat (rahmat)”. [HR al-Bukhoriy: 5181, Muslim: 2107 (96) dan Ahmad: VI/
246. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [14]
عن عائشة رضي الله عنها: قَدِمَ رَسُوْلُ
اللهِ صلى الله عليه و سلم مِنْ سَفَرٍ وَ
قَدْ سَتَرْتُ بِقِرَامٍ لِى عَلَى سَـهْوَةٍ لِى فِيْهَا تَمَاثِيْلُ فَلَمَّا رَآهُ
رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم هَتَكَهُ
(و
فى رواية:
وَ تَلَوَّنَ وَجْهُهُ) وَ قَالَ: أَشَدُّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ اْلقِيَامَةِ
الَّذِيْنَ يُضَاهُوْنَ بِخَلْقِ اللهِ قَالَتْ: فَجَعَلْنَاهُ وِسَادَةً أَوْ وِسَادَتَيْنِ
Dari Aisyah radliyallahu anha,
Rosulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah datang dari suatu perjalanan
sedangkan aku telah menutup ventilasi (lubang angin rumahku) dengan kain tipis
yang terdapat gambar-gambar. Ketika Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam
melihatnya iapun mengoyaknya (Dalam suatu riwayat, berubahlah warna wajahnya)
dan bersabda, “Orang yang paling keras mendapatkan siksaan pada hari kiamat
adalah orang-orang yang meniru-niru ciptaan Allah”. Lalu kami menjadikannya
menjadi satu atau dua bantal. [HR al-Bukhoriy: 5954, Muslim: 2107 (92) dan
Ahmad: VI/ 36, 85, 86, 199. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [15]
عن أنس قال: بَلَغ َصَفِيَّةً أَنَّ حَفْصَةَ
قَالَتْ: بِنْتَ يَهُوْدِيٍّ فَبَكَتْ فَدَخَلَ عَلَيْهَا النَّبِيُّ صلى الله
عليه و سلم وَ هِيَ تَبْكِي فَقَالَ: مَا يُبْكِيْكِ ؟ قَالَتْ: قَالَتْ لِي حَفْصَةُ
إِنِّي ابْنَةُ يَهُوْدِيٍّ فَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم: وَ إِنَّكِ لَابْنَةُ
نَبِيٍّ وَ إِنَّ عَمَّكِ لَنَبِيٌّ وَ إِنَّكَ لَتَحْتَ نَبِيٍّ فَفِيْمَ تَفْخَرُ
عَلَيْكِ ثُمَّ قَالَ: اتَّقِ اللهَ يَا حَفْصَةُ !
Dari Anas berkata, “Telah sampai
(kabar) kepada Shofiyyah bahwa Hafshah berkata, “(Engkau adalah) putri Yahudi”.
Lalu ia menangis dan masuk menemui Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dalam
keadaan menangis. Beliau bertanya, “Apa yang membuatmu menangis?”. Ia menjawab,
“Hafshah berkata kepadaku bahwa aku adalah seorang putri Yahudi”. Maka Nabi
Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Engkau adalah putri seorang nabi (Musa
alaihi as-Salam), pamanmu juga adalah seorang nabi (Harun Alaihi as-Salam) dan
engkaupun dibawah lindungan nabi (Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam,
suaminya), maka dengan sebab apa ia membanggakan (dirinya) atasmu?”. Lalu
Beliau berkata, “Bertakwalah engkau kepada Allah, wahai Hafshah!”. [HR
at-Turmudziy: 3894 dan Ahmad: III/ 135-136. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy:
Shahih]. [16]
عن عائشة قالت: حَكَيْتُ لِلنَّبِيِّ صلى
الله عليه و سلم رَجُلًا فَقَالَ: مَا يَسُرُّنِى أَنِّى حَكَيْتُ رَجُلًا وَ إِنَّ
لِي كَذَا وَ كَذَا قَالَتْ: فَقُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّ صَفِيَّةَ امْرَأَةٌ
و قَالَتْ بِيَدِهَا هَكَذَا كَأَنَّهاَ
تَعْنِى : قَصِيْرَةٌ فَقَالَ: لَقَدْ مَزِجْتَ بِكَلِمَةٍ لَوْ مُزِجَ بِهَا
مَاءُ اْلبَحْرِ لَمُزِجَ
Dari Aisyah radliyallahu
anha berkata,
“Aku pernah menceritakan seseorang kepada Rosulullah Shallallahu alaihi wa
sallam. Maka Beliau bersabda, “Aku tidak suka menceritakan tentang seseorang
sedangkan aku sendiri demikian dan demikian”. Aisyah berkata, “Aku berkata,
“Wahai Rosulullah, sesungguhnya Shofiyah itu seorang wanita segini”. Ia
mengatakannya dengan tangannya, seolah-olah ia bermaksud (mengatakan), ‘pendek’.
Lalu Beliau bersabda, “Sungguh-sungguh engkau telah mencampur dengan suatu
ucapan seandainya dicampur dengan air laut niscaya akan tercampur”. [HR
at-Turmudziy: 2502, Abu Dawud: 4875 dan Ahmad: VI/ 189. Berkata asy-Syaikh
al-Albaniy: shahih]. [17]
عن عائشة قَالَتْ: خَرَجَ رَسُوْلُ اللهِ
صلى الله عليه و سلم
خَرْجَةً
ثُمَّ دَخَلَ وَ قَدْ عَلَّقْتُ قِرَامًا فِيْهِ خَيْلٌ أُوْلَاتُ اْلأَجْنِحَةِ قَالَتْ:
فَلَمَّا رَآهُ قَالَ: انْزِعِيْهِ
Dari Aisyah berkata, Rosulullah
Shallallahu alaihi wa sallam pernah keluar (dari rumahnya) kemudian masuk.
Sedangkan aku telah menggantungkan tirai yang di dalamnya ada gambar kuda
bersayap (kuda sembrani). Berkata Aisyah, “Ketika Beliau melihatnya, Beliau
bersabda, “Cabutlah tirai itu!”. [HR an-Nasa’iy: VIII/ 213, Muslim: 2107 (90)
dan Ahmad: VI/ 208, 281. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [18]
Beberapa dalil hadits di atas menjelaskan bahwa seorang suami itu
berhak untuk menegur dan mengingatkan istrinya dari berbagai kesalahan dan
dosa. Maka sebagai muslim, kita wajib menunaikan kewajiban kita dengan cara
menegur dan mengingatkan pasangan hidup kita jika melakukan kesalahan dan dosa.
Dan sebagai istri hendaknya mereka menerima teguran, tidak marah apalagi
mengajak bertengkar ketika suami mereka sedang melakukan kewajibannya.
Jika seorang suami melihat istrinya sedang asyik menggunjing
(ghibah) orang lain bersama teman-temannya, menunda-nunda waktu sholat,
memperlihatkan auratnya kepada lelaki lain yang tidak halal, boros di dalam
memanfaatkan harta, berpuasa sunnah atau menghibahkan hartanya atau bepergian
tanpa seidzin suaminya dan sebagainya maka suami dari wanita tersebut berhak
bahkan wajib menegur atau mengingatkannya dari berbagai kekeliruan yang ia
kerjakan.
Kalau saja para wanita itu tahu tentu mereka akan bersyukur dan
berterima kasih kepada para suami mereka karena mereka sedang diselamatkan dari
kobaran api neraka. Apalagi Rosulullah Shallalahu alaihi wa sallam telah
menerangkan di dalam banyak haditsnya bahwa kebanyakan penghuni neraka adalah
kaum wanita. Hal ini disebabkan karena kurangnya akal dan agama mereka,
banyaknya keluhan, kutukan dan sumpah serapah dari mulut-mulut mereka lantaran
kekesalan yang ada pada diri mereka, kufurnya mereka terhadap posisi suami dan
perbuatan baik yang dilakukan oleh para suami mereka kepada mereka dan
sebagainya.
KEBANYAKAN PENGHUNI NERAKA ADALAH WANITA
عن أسامة عن النبي صلى
الله عليه و سلم قَالَ: قُمْتُ عَلَى بَابِ اْلجَنَّةِ
فَكَانَ عَامَّةُ مَنْ دَخَلَهَا اْلمـَسَاكِيْنَ وَ أَصْحَابُ اْلجَدِّ مَحْبُوْسُوْنَ
غَيْرَ أَنَّ أَصْحَابَ النَّارِ قَدْ أُمِرَ بِهِمْ إِلَى النَّارِ وَ قُمْتُ عَلَى
بَابِ النَّارِ فَإِذَا عَامَّةُ مَنْ دَخَلهَـا النِّسَـاءُ
Dari Usamah dari Nabi Shallallahu
alaihi wa sallam bersabda, “Aku pernah berdiri di dekat pintu surga dan
kebanyakan orang yang memasukinya adalah orang-orang miskin. Adapun orang-orang
yang memiliki harta akan tertahan. Sedangkan para penghuni neraka telah
diperintahkan (masuk) ke dalam neraka.
Aku berdiri di depan pintu neraka, dan kebanyakan orang yang memasukinya
adalah kaum wanita”. [HR al-Bukhoriy: 5196, 6547, Muslim: 2736 dan Ahmad: V/
205, 209. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [19]
عن جابر بن عبد الله قَالَ: شَهِدْتُ مَعَ
رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه
و سلم
الصَّلَاةَ يَوْمَ اْلعِيْدِ فَبَدَأَ بِالصَّلَاةِ قَبْلَ اْلخُطْبَةِ بِغَيْرِ أَذَانٍ
وَ لَا إِقَامَةٍ ثُمَّ قَالَ مُتَّكِئًا عَلَى بِلَالٍ فَأَمَرَ بِتَقْوَى اللهِ
وَ حَثَّ عَلَى طَاعَتِهِ وَ وَعَظَ النَّاسَ وَ ذَكَّرَهُمْ ثُمَّ مَضَى حَتَّى أَتَى
النِّسَاءَ فَوَعَظَهُنَّ وَ ذَكَّرَهُنَّ فَقَالَ: تَصَدَّقْنَ فَإِنَّ أَكْثَرَكُنَّ
حَطَبُ جَهَنَّمَ فَقَامَتِ امْرَأَةٌ مِنْ سِطَةِ النِّسَاءِ سَفْعَاءُ اْلخَدَّيْنِ
فَقَالَتْ: لِمَ يَا رَسُوْلَ الله ِ؟ قَالَ: لِأَنَّكُنَّ تُكْثِرْنَ الشَّكَاةَ
وَ تَكْفُرْنَ اْلعَشِيْـَر فَجَعَلْـنَ يَتَصَدَّقْـنَ مِنْ حُلِيِّهِنَّ يُلْقِيْنَ
فىِ ثَوْبِ بِلَالٍ مِنْ أَقْرِطَتِهِنَّ وَ خَوَاتِيْمِهِنَّ
Dari Jabir bin Abdullah berkata,
“Aku pernah bersama-sama Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam menyaksikan
sholat ied. Beliau memulai sholat sebelum khutbah tanpa adzan da ikomah.
Kemudian bersabda sambil bersandar kepada Bilal. Beliau menyuruh untuk bertakwa
kepada Allah, mendorong untuk mentaati-Nya, menashihati manusia dan memberi
peringatan kepada mereka. Kemudian Beliau berjalan sehingga melewati kaum
wanita, menashihati mereka dan member peringatan kepada mereka. Lalu Beliau
bersabda, “(Wahai para wanita) hendaklah kalian bersedekah, karena kebanyakan
kalian adalah bahan bakarnya neraka Jahannam”. Lalu berdirilah seorang wanita
dari wanita yang tebaik lagi hitam kedua pipinya, ia bertanya, “Mengapakah
demikian, wahai Rosulullah?”. Beliau bersabda, “Karena kalian suka banyak
mengeluh dan mengkufuri suami”. Lalu mereka mulai menyedekahkan sebahagian dari
perhiasan mereka yang diletakkan pada kain baju Bilal berupa anting-anting dan
cincin mereka”. [HR Muslim: 885 (4)].
عن أبى سعيد الخدري رضي الله عنه خَرَجَ
رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم فِى أَضْحًى أَوْ فِطْرٍ
إِلَى اْلمـُصَلَّى ثُمَّ انْصَرَفَ فَوَعَظَ النَّاسَ وَ أَمَرَهُمْ بِالصَّدَقَةِ
فَقَالَ: أَيُّهَا النَّاسُ تَصَدَّقُوْا فَمَرَّ عَلَى النِّسَاءِ فَقَالَ: يَا مَعْشَرَ
النِّسَاءِ تَصَدَّقْنَ فَإِنِّي رَأَيْتُكُنَّ أَكْثَرَ أَهْلِ النَّارِ فَقُلْنَ:
وَ بِمَ ذَلِكَ يَا رَسُوْلَ اللهِ ؟ قَالَ: تُكْثِرْنَ اللَّعْنَ وَ تَكْفُرْنَ اْلعَشِيْرَ
مَا رَأَيْتُ مِنْ نَاقِصَاتِ عَقْلٍ وَ دِيْنٍ أَذْهَبَ لِلُبِّ الرَّجُلِ اْلحَازِمِ
مِنْ إِحْدَاكُنَّ يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ ثُمَّ انْصَرَفَ فَلَمَّا صَارَ إِلَى
مَنْزِلِهِ جَاءَتْ زَيْنَبُ امْرَأَةُ ابْنِ مَسْعُوْدٍ تَسْتَأْذِنُ عَلَيْهِ فَقِيْلَ:
يَا رَسُوْلَ اللهِ هَذِهِ زَيْنَبُ فَقَالَ: أَيُّ الزَّيَانِبِ ؟ فَقِيْلَ: امْرَأَةُ
ابْنِ مَسْعُوْدٍ قَالَ: نَعَمْ ائْذَنُوْا لَهَا فَأَذِنَ لَهَا قَالَتْ: يَا نَبِيَّ
اللهِ إِنَّكَ أَمَرْتَ اْليَوْمَ بِالصَّدَقَةِ وَ كَانَ عِنْدِي حُلِيٌّ لِى فَأَرَدْتُ
أَنْ أَتَصَدَّقَ بِهَا فَزَعَمَ ابْنُ مَسْعُوْدٍ أَنَّهُ وَ وَلَدَهُ أَحَقُّ مَنْ
تَصَدَّقْتُ بِهِ عَلَيْهِمْ فَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه
و سلم:
صَدَقَ ابْنُ مَسْعُوْدٍ زَوْجُكَ وَ وَلَدُكَ أَحَقُّ مَنْ تَصَدَّقْتِ بِهِ عَلَيْهِمْ
Dari Abu Sa’id al-Khudriy
radliyallahu anhu, Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah keluar ke
Musholla (tanah lapang) untuk menunaikan sholat iIedul adlha atau fithri.
Kemudian Beliau berpaling, lalu menashihati manusia dan memerintahkan mereka
untuk bersedekah. Beliau bersabda, “Wahai manusia, bersedekahlah kalian!”.
Ketika melewati kaum wanita, Beliau bersabda, “Wahai para wanita, bersedekahlah
kalian, karena aku telah melihat kalian yang terbanyak penghuni neraka”. Mereka
bertanya, “Mengapakah demikian, wahai Rosulullah?”. Beliau bersabda, “Karena
kalian suka banyak mengutuk, mengkufuri suami dan aku juga melihat berkurangnya
akal dan agama seseorang di antara kalian dapat menghilangkan akal seorang
lelaki yang bijak wahai kaum wanita”. Kemuadian Beliau berpaling (pulang menuju
rumahnya). Ketika Beliau telah di rumahnya, datanglah Zainab istrinya Ibnu
Mas’ud dan ia meminta idzin untuk bertemu dengannya. Dikatakan, “Wahai
Rosulullah, aku Zainab (ingin bertemu)”. Beliau bertanya, “Zainab yang mana?”.
Dikatakan, “Istrinya Ibnu Mas’ud”. Beliau bersabda, “Ya, idzinkanlah dia!”.
Maka iapun diidzinkan (untuk bertemu Beliau). Ia bertanya, “Wahai Rosulullah,
sesungguhnya engkau pada hari ini telah memerintahkan untuk bersedekah dan aku
memiliki perhiasan yang aku ingin sedekahkan. Namun Ibnu Mas’ud beranggapan
bahwa dia dan anaknya adalah orang yang lebih berhak aku sedekahkan”. Maka
Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Ibnu Mas’ud benar, suamimu
dan anakmu itu adalah orang yang lebih berhak engkau sedekahkan”. [HR
al-Bukhoriy:1462 dan Ahmad: II/ 87. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [20]
عن عبد الله بن عمر عن النبي صلى
الله عليه و سلم أنه قَالَ: يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ تَصَدَّقْنَ
وَ أَكْثِرْنَ اْلاسْتِغْفَارَ فَإِنِّي رَأَيْتُكُنَّ أَكْثَرَ أَهْلِ النَّارِ فَقَالَتِ
امْرَأَةٌ مِنْهُنَّ جَزْلَةٌ: وَ مَا لَنَا يَا رَسُوْلَ اللهِ أَكْثَرَ أَهْلِ
النَّارِ ؟ قَالَ: تُكْثِرْنَ اللَّعْنَ وَ تَكْفُرْنَ اْلعَشِيْرَ وَ مَا رَأَيْتُ
مِنْ نَاقِصَاتِ عَقْلٍ وَ دِيْنٍ أَغْلَبَ لِذِي لُبٍّ مِنْكُنَّ قَالَتْ: يَا رَسُـوْلَ
اللهِ وَ مَا نُقْصَـانُ اْلعَقْلِ وَ الدِّيْنِ ؟ قَالَ: أَمَّا نُقْصَانُ اْلعَقْلِ
فَشَهَادَةُ امْرَأَتَيْنِ تَعْدِلُ شَهَادَةَ رَجُلٍ فَهَذَا نُقْصَانُ اْلعَقْلِ
وَ تَمْكُثُ اللَّيَالِي مَا تُصَلِّي وَ تُفْطِرُ فِى رَمَضَـانَ فَهَذَا نُقْصَانُ
الدِّيْنِ
Dari Abdullah bin Umar dari Nabi
Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Wahai para wanita, bersedekahlah kalian
dan perbanyaklah istighfar (permohonan ampun)!, karena aku melihat kalian yang
terbanyak penghuni neraka. Lalu bertanyalah seorang wanita dari mereka yang
fasih dalam berbicara, “Mengapakah kami yang terbanyak penghuni neraka, wahai
Rosululla?”. Beliau bersabda, “Karena kalian suka banyak mengutuk, mengkufuri
suami dan aku juga melihat berkurangnya akal dan agama seseorang di antara
kalian dapat menghilangkan akal seseorang yang bijak”. Ia bertanya lagi, “Wahai
Rosulullah, apakah yang dimaksud dengan berkurangnya akal dan agama itu?”. Beliau menjawab, “Adapun berkurangnya akal
adalah persaksian dua wanita itu sebanding dengan persaksian seorang lelaki,
maka itulah berkurangnya akal. Dan ia tinggal beberapa hari tidak mengerjakan
sholat dan berbuka ketika Ramadlan maka inilah berkurangnya agama”. [HR Muslim: 79, al-Bukhoriy: 304, 1951, 2658,
Ibnu Majah: 4003 dan Ahmad: II/ 66-67. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [21]
عن
عبد الله بن
عباس أنه قال: أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى
الله عليه و سلم قَالَ: وَ رَأَيْتُ النَّارَ فَلَمْ أَرَ
كَاْليَوْمِ مَنْظَرًا قَطٌّ وَ رَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا النِّسَاءُ قَالُوْا:
لِمَ يَا رَسُوْلَ اللهِ ؟ قَالَ بِكُفْرِهِنَّ قِيْلَ: يَكْفُرْنَ بِاللهِ ؟ قَالَ
يَكْفُرْنَ اْلعَشِيْرَ وَ يَكْفُرْنَ اْلإِحْسَانَ لَوْ أَحْسَنْتَ إِلَى إِحْدَاهُنَّ
الدَّهْرَ ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا قَالَتْ: مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطٌّ
Dari Abdullah bin Abbas bahwasanya
ia berkata, bahwasanya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Lalu
aku lihat neraka, aku tidak pernah melihat pemandangan (yang lebih buruk)
sedikitpun seperti hari ini dan aku lihat kebanyakan penghuninya adalah kaum
wanita”. Mereka bertanya, “Mengapakah demikian wahai Rosulullah?”. Beliau
menjawab, “Karena kekufuran mereka”. Mereka bertanya lagi, “Apakah karena kufur
kepada Allah?”. Beliau menjawab, “Karena
kufur kepada suami dan kufur pula kepada perbuatan baik. Jikalau engkau berbuat
baik kepada seseorang di antara mereka sepanjang masa, lalu ia melihat sesuatu
(keburukan) darimu ia berkata, “Aku tidak pernah melihat kebaikan darimu
sedikitpun”. [HR al-Bukhoriy: 29, 431, 748, 1052, 3202, 5197 dan Muslim: 907].
عن عمران عن النبي صلى الله عليه و سلم
قَالَ: اطَّلَعْتُ فِى اْلجَنَّةِ فَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا اْلفُقَرَاءُ وَ
اطَّلَعْتُ فِى النَّارِ فَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا النِّسَاءُ
Dari Imran dari Nabi Shallallahu
alaihi wa sallam bersabda, “Aku pernah menengok ke dalam surga dan kebanyakan
penghuninya adalah orang-orang fakir. Aku juga pernah menengok ke dalam neraka
dan kebanyakan penghuninya adalah kaum wanita”. [HR al-Bukhoriy: 5198 dan
at-Turmudziy: 2602. Berkata asy-Syaikh al-Albniy: Shahih]. [22]
عن أبى التياح قال: كَانَ لمِـُطَرِّفِ
بْنِ عَبْدِ اللهِ امْرَأَتَانِ فَجَاءَ مِنْ عِنْدِ إِحْدَاهُمَا فَقَالَتِ اْلأُخْرَى:
جِئْتَ مِنْ عِنْدِ فُلَانَةٍ ؟ فَقَالَ: جِئْتُ مِنْ عِنْدِ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ
فَحَدَّثَنَا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم
قَالَ: إِنَّ أَقَلَّ سَاكِنِى اْلجَنَّةِ النِّسَـاءُ
Dari Abu at-Tayyah berkata,
al-Mithraf bin Abdullah memiliki dua orang istri. Ia datang dari salah seorang
istrinya, maka yang lainnya bertanya, “Apakah engkau datang dari si Fulanah
(yaitu madunya)?”. Al-Mithraf berkata, “Aku baru datang dari Imran bin Hushain,
lalu ia menceritakan bahwa Rosulullah Shallallahu alihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya minoritas penghuni surga adalah kaum wanita”. [HR Muslim: 2738
dan Ahmad: IV/ 427, 443. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [23]
عن عمارة ابن خزيمة قال: بينا نحن مع
عمرو بن العاص فى حج أو عمرة فَقَالَ: بَيْنَمَا نَحْنُ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صلى
الله عليه و سلم فِى هَذَا الشَّعْبِ إِذْ قَالَ: انْظُرُوْا
هَلْ تَرَوْنَ شَيْئًا فَقُلْنَا: نَرَى غُرْبَانًا فِيْهَا غُرَابٌ أَعْصَمُ أَحْمَرُ
اْلمـِنْقَارِ وَ الرِّجْلَيْنِ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه
و سلم:
لَا يَدْخُلُ اْلجَنَّةَ مِنَ النِّسَاءِ إِلًّا مَنْ كَانَ مِنْهُنَّ مِثْلُ هَذَا
اْلغُرَابِ فِى اْلغُرْبَانِ
Dari Imarah bin Khuzaimah berkata,
“Ketika kami bersama Amr bin al-Ash di dalam menunaikan ibadah haji atau umrah,
ia bercerita, “Ketika kami sedang bersama-sama Rosulullah Shallallahu alaihi wa
sallam di bukit ini tiba-tiba Beliau bersabda, “Perhatikanlah, apakah kalian
melihat sesuatu?”. Kami menjawab, “Kami melihat kawanan burung gagak yang pada
mereka itu ada seekor burung gagak yang paruh dan kedua kakinya berwarna merah”.
Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Tidak akan masuk surga dari
kalangan wanita kecuali seseorang diantara mereka itu seperti burung gagak itu
di antara kawanan mereka”. [HR Ahmad: IV/ 197, 205 dan Abu Ya’la. Berkata
asy-Syaikh al-Albaniy; Shahih]. [24]
Alangkah sedih dan menyedihkan, jika orang-orang yang kita cintai
kelak akan masuk ke dalam neraka, jika kita sekarang ini mengabaikan kewajiban
kita untuk meluruskan agama mereka. Dan kitapun tidak akan selamat nanti di
hari kiamat jika kita membiarkan istri dan anak-anak kita terjungkal masuk ke
dalamnya. Karena kita nanti akan dimintai pertanggungjawaban atas orang yang
kita pimpin apalagi Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallampun telah menyebut
kita sebagai dayyuts. Ma’adzalloh.
Jika kita biarkan kebengkokan mereka, boleh jadi di antara mereka
ada yang menjadi musuh bagi kita di dalam kehidupan di dunia ini. Yaitu mereka
akan menghalang-halangi kita dari mengibadahi Allah Ta’ala dengan benar dan
akan senantiasa mengajak kita untuk bermaksiat kepada Allah Ta’ala dan
Rosul-Nya Shallallahu alaihi wa sallam.
عن ابن عباس و سأله رجل عن هذه الآية: ((يَا
أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَ أَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا
لَكُمْ فَاحْذَرُوْهُمْ- التغابن: 14)) قَالَ: هَؤُلَاءِ
رِجَالٌ أَسْلَمُوْا مِنْ أَهْلِ مَكَّةَ وَ أَرَادُوْا أَنْ يَأْتُوْا النَّبِيَّ
صلى
الله عليه و سلم فَأَبَى أَزْوَاجُهُمْ وَ أَوْلَادُهُمْ
أَنْ يَدْعُوَهُمْ أَنْ يَأْتُوْا رَسُوْلَ اللهِ فَلَمَّا أَتَوْا رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم
رَأَوْا النَّاسَ قَدْ فَقِهُوْا فِى الدِّيْنِ
هَمُّوا أَنْ يُعَاقِبُوْهُمْ فَأَنْزَلَ اللهُ: ((يَا أَيُّهَا اَّلذِيْنَ آمَنُوْا
إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَ أَوْلَادِكُمْ عَدُوَّا لَّكُمْ فَاحْذَرُوْهُمْ- الآية))
Dari Ibnu Abbas, ada seorang
lelaki pernah bertanya kepada tentang ayat ini ((Wahai orang-orang yang beriman
sesungguhnya sebahagian dari istri-istri dan anak-anak kalian itu ada yang
menjadi musuh bagi kalian maka berhati-hatilah terhadap mereka. QS. At-Taghobun/
64: 14)). Ia menjawab, “Mereka adalah para lelaki yang masuk Islam dari
penduduk Mekkah dan mereka ingin mendatangi Nabi Shallallahu alaihi wa sallam.
Namun istri-istri dan anak-anak mereka enggan memenuhi ajakan mereka untuk
mendatangi Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Lalu mereka melihat banyak
manusia telah memahami agama, dan mereka berkeinginan untuk menghukum mereka
(yaitu anak dan istri mereka karenanya). Lalu Allah menurunkan ((Wahai
orang-orang yang beriman sesungguhnya sebahagian dari istri-istri dan anak-anak
kalian itu ada yang menjadi musuh bagi kalian maka berhati-hatilah terhadap
mereka)). [HR at-Turmudziy: 3317. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan]. [25]
Di dalam sebuah hadits, Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam
telah menjelaskan bahwa di antara penyebab tertolaknya doa seorang muslim
adalah lantaran ia mempunyai istri yang jelek dan busuk akhlaknya. Jika akhlak
jelek saja dapat menghalangi doa suaminya bagaimana dengan keburukan akidah dan
ibadahnya?. Tentu itu lebih berbahaya. Maka doa seorang lelaki dari meminta
surga, dijauhkan dari neraka, dipelihara dari adzab kubur, dimudahkan mencari
rizki yang baik lagi halal dan sebagainya akan menjadi sia-sia jika ia masih
hidup berdampingan dengan istrinya yang busuk akhlak kelakuannya.
عن أبى موسى الأشعري عن النبي صلى
الله عليه و سلم قَالَ: ثَلَاثَةٌ يَدْعُوْنَ فَلَا يُسْتَجَابُ
لَهُمْ: رَجُلٌ تَحْتَهُ امْرَأَةٌ سَيِّئَةُ اْلخُلُقِ فَلَمْ يُطَلِّقْهَا وَ رَجُلٌ
كَانَ لَهُ عَلَى رَجُلٍ مَالٌ فَلَمْ يُشْهِدْ عَلَيْهِ وَ رَجُلٌ آتَى سَفِيْهًا
مَالَهُ وَ قَدْ قَالَ الله عز و جل: ((لَا تُؤْتُوا السُّفَهَاءَ أَمْوَالَهُمْ-
النساء: 5))
Dari Abu Musa al-Asy’ariy dari
Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Ada tiga golongan orang yang
berdoa namun tidak dikabulkan doa mereka. 1. Seorang pria yang mempunyai
seorang istri yang buruk akhlaknya lalu ia tidak mau menceraikannya. 2.
Seseorang yang mempunyai piutang pada orang lain namun ia tidak mau
mempersaksikannya. 3. Dan seseorang yang memberikan hartanya kepada orang yang
dungu. Allah Azza wa Jalla berfirman ((Dan janganlah kamu serahkan kepada
orang-orang yang belum sempurna akalnya (atau orang-orang bodoh) harta mereka.
QS an-Nisa’/ 4: 5)). [HR Ibnu Syadzan dan al-Hakim: 3235. Berkata asy-Syaikh
al-Albaniy: Shahih]. [26]
Bahkan beristri
yang tidak shalih lagi jahat perangainya adalah termasuk dari kesialan seorang
muslim, disamping rumah yang sudah mulai rusak lagi butuh perbaikan dan
kendaraan yang sering ngadat dan merongrong pendapatan.
Hidup seorang
muslim dikatakan sial jika ia mempunyai istri yang bisanya hanya bersolek dari
mengecat kuku, memoles pipi dengan bedak dan selainnya tanpa memperdulikan
pelayanan kepada suaminya. Dikatakan apes jika memiliki istri yang malas
mengurus rumah tangga dan kesukaannya hanya makan cemilan dan tidur. Sehingga
tidak sedikit dijumpai suami yang mengambil makanan dan minumannya sendiri lalu
menyantapnya tanpa ditemani oleh istrinya. Tidurpun hanya berteman dengan
bantal dan guling karena istrinya telah disibukkan dengan mimpi indahnya tanpa
peduli dengan suaminya. Naaslah nasib seorang suami yang dibiarkan terkapar di
kamarnya yang lusuh dan lembab ketika menderita sakit lantaran tidak mendapat
perawatan yang pantas dari istrinya. Dan lain sebagainya.
عن ابن عمر رضي الله عنهما أن رسول
الله صلى الله عليه
و سلم
قَالَ: الشُّؤْمُ فِى اْلمـَرْأَةِ وَ الدَّارِ وَ اْلفَرَسِ
Dari Ibnu Umar radliyallahu anhuma
bahwasanya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Kesialan itu ada
pada wanita, rumah dan kendaraan”. [HR al-Bukhoriy: 2858, 5093, Muslim: 2225
dan Ahmad: II/ 8, 115, 126, 136. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [27]
عن ابن عمر قال: ذكروا الشؤم عند النبي صلى
الله عليه و سلم فقال النبي صلى الله عليه
و سلم:
إِنْ كَانَ الشُّؤْمُ فِى شَيْءٍ فَفِى الدَّارِ وَ اْلمـَرْأَةِ وَ اْلفَرَسِ
Dari Ibnu Umar berkata, Mereka
pernah berbicara tentang kesialan disisi Nabi Shallallahu alaihi wa sallam.
Lalu Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Jika kesialan ada pada
sesuatu maka itu ada pada rumah, wanita dan kendaraan”. [HR al-Bukhoriy: 2859,
5095, di dalam al-Adab al-Mufrad: 917, Muslim: 2226 dan Ahmad: II/ 85. Berkata
asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [28]
3). MENGAJAK DAN MEMOTIVASI IBADAH KEPADANYA.
Namun
menyelamatkan istri tercinta dari jilatan api neraka itu dapat juga dengan cara
menyuruh dan memotivasi mereka untuk mengerjakan berbagai amal shalih, semisal
mengerjakan sholat, berpuasa, bersedekah, membaca alqur’an, menutup aurat,
mengkaji ajaran agama dengan benar untuk memperbaiki akidah, ibadah dan
akhlaknya, dan lain sebagainya.
Hal ini
sebagaimana telah diperintahkan Allah ta’ala dan Rosulullah Shallallahu alaihi
wa sallam di dalam dalil-dalil berikut ini,
وَ أْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَ
اصْطَبِرْ عَلَيْهَا
Dan perintahkanlah kepada
keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. [QS
Thoha/ 20: 132].
Berkata
asy-Syaikh Abu Bakar Jabir al-jaza’iriy hafizhohullah, “Wajibnya menyuruh
istri, anak dan kaum muslimin untuk mengerjakan sholat dan bersabar di
dalamnya”. [29]
يَا
أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَ بَنَاتِكَ وَ نِسَاءِ
اْلمـُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ
مِن جَلَابِيبِهِنَّ
Hai Nabi, katakanlah kepada
istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin,
"Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". [QS
al-Ahzab/ 33: 59].
عن أبى هريرة قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ
صلى الله عليه و سلم: رَحِمَ اللهُ رَجُلًا قَامَ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّى وَ أَيْقَظَ
امْرَأَتَهُ فَإِنْ أَبَتْ نَضَحَ فِى وَجْهِهَا اْلمـَاءَ
Dari Abu Hurairah berkata, telah
bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Allah merahmati seorang
lelaki yang berdiri di waktu malam untuk sholat dan ia membangunkan istrinya.
Jika ia enggan makan ia perciki wajahnya dengan air”. [HR Abu Dawud: 1308.
Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan Shahih]. [30]
عن أبي سعيد و لأبي هريرة قَالَا: قَالَ
رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: مَنِ اسْتَيْقَظَ مِنَ اللَّيْلِ وَ أَيْقَظَ
امْرَأَتَهُ فَصَلَّيَا جَمِيْعًا رَكْعَتَيْنِ كُتِبَا مِنَ الذّاكِرِيْنَ اللهَ
كَثِيْرًا وَ الذَّاكِرَاتِ
Dari Abu Sa’id dan Abu hurairah
berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Barangsiapa
yang bangun di waktu malam lalu ia membangunkan istrinya, lalu mereka sholat
berjamaah berdua sebanyak dua rakaat maka dicatat bagi mereka sebagai
orang-orang yang banyak mengingat Allah”. [HR Abu Dawud: 1309 dan al-Hakim:
1230. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [31]
Suami yang shalih
akan sangat memperhatikan pemahaman agama dan amalan harian dari istrinya yang
dicintainya. Sehingga ia suka mengajak istrinya mengerjakan ibadah
bersama-sama, semisal sholat malam, menghadiri kajian-kajian agama, puasa-puasa
sunnah, umrah dan haji jika mampu, bersilaturrahmi kepada kerabat dan shahabat
keduanya, membantu anak yatim dan kaum dlu’afa dan selainnya.
4). MEMPERGAULI ISTRI DENGAN CARA YANG BAIK.
Kewajiban suami atas
istrinya adalah mempergauli para istri dengan baik. Dari cara memperlakukannya,
berbicara dengannya, memperhatikan segala kebutuhannya, berhias dan
berharum-haruman untuknya, menjimaknya dan lain sebagainya.
Hal ini telah diperintahkan Allah Subhanahu wa ta’ala di dalam ayat
berikut,
وَعَاشِرُوهُنَّ بِاْلمـَعْرُوفِ فَإِن
كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَن تَكْرَهُوا شَيْئًا وَّ يَجْعَلَ اللهُ فِيهِ
خَيْرًا كَثِيرًا
Dan pergaulilah mereka dengan cara
yang ma’ruf/ patut. kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka
bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah
menjadikan padanya kebaikan yang banyak. [QS an-Nisa/ 4: 19].
Berkata
asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah, “Yaitu dengan melembutkan
suara kalian, membaguskan perbuatan dan cara kalian seukuran dengan kesanggupan
kalian. Sebagaimana engkau suka perilaku tersebut darinya, maka berbuatlah
engkau seperti itu pula kepadanya”. [32]
عن
أبي هريرة رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم:
أَكْمَلُ اْلمـُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَ خِيَارُكُمْ
خِيَارُكُمْ لِنِسَائِكُمْ
Dari Abu Hurairah radliyallahu
anhu berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Orang
mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya. Yang
terbaik diantara kalian adalah yang paling baik kepada istri-istrinya”. [HR
at-Turmudziy: 1162, Ahmad: II/ 250, 472, Ibnu Hibban dan al-Hakim]. [33]
Berkata Ibnu
Abbas radliyallahu anhuma, “Sesungguhnya aku suka berhias kepada istriku
sebagaimana aku suka ia berhias untukku”. [34]
Dalil diatas
memperingatkan kaum suami untuk selalu mempergauli istri-istri mereka dengan
baik. Berbicara dengan lemah lembut dan santun, memandangnya dengan penuh rasa
kasih sayang, tersenyum kepadanya dengan penuh rasa cinta, membantu berbagai
pekerjaannya semampunya, merutinkan komunikasi dengannya, berusaha memenuhi
segala kebutuhannya sesuai dengan kemampuannya, memberikan perhatian meskipun
tanpa diminta olehnya, berhias dan berharum-haruman untuknya, menjimaknya untuk
kebutuhannya dan istrinya karena di dalam jimak itu banyak faidahnya, bersenda
gurau dengannya, mengajaknya bersilaturrahmi kepada keluarganya dan keluarga istrinya
dan lain sebagainya dalam rangka berbuat baik kepadanya.
Semua itu
dilakukan dalam rangka mempererat hubungan mereka berdua, menambah keharmonisan
berumah tangga dan juga karena Nabi Shallallahu alaihi wa sallam telah memuji
pelakunya sebagai orang yang terbaik akhlaknya.
Jika suami
ingin bertambah dekat dan dicintai oleh istri tercintanya maka hendaklah ia
berusaha dengan kuat untuk memenuhi hak istrinya. Karena istri itu mempunyai
hak atasnya sebagaimana diri, mata, tubuh dan tamunya memiliki hak atasnya.
Dari Abu Juhaifah bahwasanya
Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam telah mempersaudarakan antara Salman
dan Abu ad-Darda’. Ia berkata, “Suatu saat Salman datang kepada Abu ad-Darda’
untuk mengunjunginya. Ia jumpai Ummu ad-Darda’ dalam keadaan berpakaian lusuh.
Salman bertanya, “Bagaimana keadaanmu wahai Ummu ad-Darda’?”. Ia menjawab, “Saudaramu yaitu Abu ad-Darda’
suka berdiri sholat malam, shaum pada siang harinya dan ia tidak menghendaki
dunia sedikitpun”. Lalu Abu ad-Darda’ datang dan menyambutnya dan menghidangkan
makanan kepadanya. Salman berkata, “Makanlah!”. Ia menjawab, “Aku sedang
shaum”. Salman berkata, “Aku bersumpah agar engkau berbuka (dari shaummu), aku
tidak akan makan sehingga engkau mau makan”. Lalu iapun makan bersamanya. Kemudian
Salman menginap di rumahnya. Ketika waktu malam, Abu ad-Darda’ ingin menegakkan
(sholat malam) lalu Salman mencegahnya seraya berkata,
يَا
أَبَا الدَّرْدَاءِ إِنَّ لِجَسَدِكَ عَلَيْكَ حَقًّا وَ لِرَبِّكَ عَلَيْكَ
حَقًّا وَ لِأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَقًّا صُمْ وَ أَفْطِرْ وَ صَلِّ وَ ائْتِ
أَهْلَكَ وَ أَعْطِ كُلَّ ذِي حَقٍّ حَقَّهُ
Wahai Abu Darda’, sesungguhnya jasadmu
itu mempunyai hak atasmu, Rabbmu mempunyai hak atasmu, (tamumu juga ada hak
atasmu) dan istrimupun mempunyai hak atasmu. Shaumlah dan berbukalah, sholatlah
dan datangilah (jimaklah) istrimu dan berikan haknya bagi setiap yang memiliki
haknya”.
Ketika mendekati permulaan pagi,
Salman berkata, “Sekarang bangunlah (untuk sholat) jika engkau mau. Abu
Juhaifah berkata, “Lalu keduanya bangun, berwudlu dan sholat. Kemudian menuju
sholat (shubuh). Kemudian Abu ad-Darda memberitakan kepada Rosulullah
Shallallahu alaihi wa sallam tentang apa yang diperintahkan Salman kepadanya.
Maka Rosulullah Shallalahu alaihi wa sallam bersabda, “Wahai Abu ad-Darda’,
“Sesungguhnya pada jasadmu itu ada hak atasmu, -seperti yang dikatakan Salman
(dalam suatu riwayat, “Salman benar)”. [HR al-Bukhoriy: 1968, 6139,
at-Turmudziy:2413, al-Baihaqiy dan Ibnu Asakir]. [35]
Dari Abdullah bin Amr bin al-Ash
radliyallahu anhuma, Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda kepadaku,
“Wahai Abdullah, telah dikhabarkan kepadaku bahwasanya engkau shaum di siang
hari dan menegakkan sholat di malam hari?”. Aku menjawab, “Ya benar, wahai
Rosulullah”. Beliau bersabda,
فَلَا
تَفْعَلْ صُمْ وَ أَفْطِرْ وَ قُمْ وَ نَمْ فَإِنَّ لِجَسَدِكَ عَلَيْكَ حَقًّا وَ
إِنَّ لِعَيْنِكَ عَلَيْكَ حَقًّا وَ إِنَّ لِزَوْجِكَ عَلَيْكَ حَقًّا وَ إِنَّ
لِزَوْرِكَ عَلَيْكَ حَقًّا
“Janganlah engkau berbuat demikian,
shaumlah dan berbukalah, bangun (untuk sholat) dan tidurlah. Sesungguhnya
tubuhmu itu mempunyai hak atasmu, matamu memiliki hak atasmu, istrimu mempunyai
hak atasmu dan tamumupun memiliki hak atasmu… dan seterusnya hadits”. [HR
al-Bukhoriy: 1975, Muslim: 1159 (182), Ahmad: II/ 194, 200 dan an-Nasa’iy: IV/
4. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [36]
عن
عائشة أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه و سلم بَعَثَ إِلَى عُثْمَانَ بْنِ
مَظْعُوْنٍ فَجَاءَهُ فَقَالَ: يَا عُثْمَانُ أَرَغِبْتَ عَنْ سُنَّتِى؟ قَالَ:
لَا وَ اللهِ يَا رَسُوْلَ اللهِ وَ لَكِنْ سُنَّتَكَ أَطْلُبُ قَالَ فَإِنِّى
أَنَامُ وَ أُصَلِّى وَ أَصُوْمُ وَ أُفْطِرُ وَ أَنْكِحُ النِّسَاءَ فَاتَّقِ
اللهَ يَا عُثْمَانُ فَإِنَّ لِأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَقًّا وَ إِنَّ لِضَيْفِكَ
عَلَيْكَ حَقًّا وَ إِنَّ لِنَفْسِكَ عَلَيْكَ حَقًّا فَصُمْ وَ أَفْطِرْ وَ صَلِّ
وَ نَمْ
Dari Aisyah bahwasanya Nabi
Shallallahu alaihi wa sallam pernah mengutus kepada Utsman bin Mazh’un. Lalu ia
mendatang Beliau. Maka Beliau bertanya, “Wahai Utsman, apakah engkau membenci
sunnahku?”. Ia menjawab, “Tidak, demi Allah wahai Rosulullah. Bahkan
sunnahmulah yang aku cari”. Beliau bersabda, “Maka sesungguhnya aku sholat dan
aku tidur, aku shaum dan aku berbuka dan akupun menikahi wanita-wanita.
Bertakwalah engkau kepada Allah, sesungguhnya pada istrimu itu ada hak, pada
tamumu juga ada hak dan pada dirimu juga ada hak. Shaumlah dan berbukalah,
sholatlah dan tidurlah!”. [HR Abu Dawud: 1369 dan Ahmad: VI/ 268. Berkata
asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih].[37]
Dalam riwayat yang lain setelah Rosulullah
Shallallahu alaihi wa sallam mendengar pengaduan dari istrinya Aisyah
radliyallah anha akan kehidupan Khuwaylah binti Hakim bin Umayyah bin Haritsah
bin al-Awqosh as-Silmiyyah istrinya Utsman bin Mazh’un. Aisyah menceritakan
bahwa Khuwaylah seorang istri layaknya wanita lain. Hanyasaja suaminya itu suka
shaum di siang hari dan sholat di waktu malam. Ia seakan wanita yang tidak
memiliki suami maka iapun mulai mengabaikan dirinya dan tidak lagi mementingkan
dirinya. Maka Rosulullah Shallallahu memanggil Utsman bin Mazh’un dan bersabda,
“…….Sebagaimana hadits di atas”. [HR Ahmad: VI/ 286].
Atau di dalam riwayat yang lain,
Beliau bersabda kepadanya,
يَا
عُثْمَانُ إِنَّ الرَّهْبَانِيَّةَ لَمْ تُكْتَبْ عَلَيْنَا أَفَمَا لَكَ فِيَّ
أُسْوَةٌ؟ فَوَاللهِ إِنِّي أَخْشَاكُمْ
لِلَّهِ وَ أَحْفَظُكُمْ لِحُدُوْدِهِ
“Wahai Utsman, sesungguhnya kerahiban itu tidak diwajibkan
kepada kita. Apakah engkau ada teladan bagimu padaku?. Demi Allah, aku adalah
orang yang paling takut kepada Allah dan paling menjaga hukum-hukumNya”. [HR
Ibnu Hibban, Ahmad: VI/ 226, ad-Darimiy: II/ 132 dan ath-Thabraniy]. [38]
Di dalam satu riwayat ada tambahan,
Berkata (Abu Musa al-Asy’ariy), “Lalu Khuwaylah datang kepada mereka setelah
itu yang seakan-akan ia seorang pengantin baru. Ditanyakan kepadanya, “Apa yang
terjadi?”. Ia menjawab, “Aku juga telah mendapatkannya (yaitu dijimak oleh
suaminya) sebagaimana orang-orang lain telah mendapatkannya”. [HR Ibnu Hibban].
[39]
Begitu pula
jika seorang lelaki muslim memilki istri lebih dari satu lantaran berta’addud
(berpoligami), hendaknya ia berusaha dengan maksimal dan optimal untuk selalu berbuat
adil kepada mereka. Yakni adil di dalam waktu bergilir, memberi pakaian dan
makanan, jimak, perhatian, dan selainnya kecuali rasa cinta yang tumbuh di hati.
Karena fitrahnya setiap manusia niscaya sulit untuk meletakkan rasa cinta
dengan kadar yang sama kepada orang-orang yang dicintainya, hal inipun dialami
oleh Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam yang keadaan hatinya lebih condong
kepada Aisyah radliyallahu anha. [40]
Namun, ia
tidak boleh terlalu condong dalam perkara-perkara di atas kepada salah seorang
istrinya, sebab hal itu akan mendatangkan keburukan kepadanya pada hari kiamat,
عن
أبى هريرة عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم قَالَ: مَنْ كَانَتْ لَهُ
امْرَأَتَانِ فَمَالَ إِلَى إِحْدَاهُمَا جَاءَ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ وَ شِقُّهُ مَائِلٌ
Dari Abu Hurairah dari Nabi
Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mempunyai dua orang
istri lalu ia condong kepada salah satunya maka ia akan datang pada hari
kiamat, lambungnya dalam keadaan miring. [HR Abu Dawud: 2133, Ibnu Majah: 1969,
an-Nasa’iy: VII/ 63, at-Turmudziy: 1141 dan Ahmad: II/ 295, 347, 471. Berkata
asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [41]
Bersenda
gurau dengan istri
Di antara hak
istri adalah diperlakukan dengan lemah lembut dan mendapatkan perhatian dari
suaminya. Setelah hampir seharian berkutat dengan pekerjaan rumah dari
membersihkan rumah dari menyapu dan mengepel, bebenah rumah dari keadaan rumah
yang selalu berantakan karena adanya anak yang masih kecil, mencuci peralatan
dapur, mencuci pakaian, menjemur dan menyetrikanya, memasak dan menyiapkan
makanan untuk anggota rumah tangga, mengurus anak-anaknya dan sebagainya. Maka
seorang istri butuh istirahat dan keadaan yang dapat menentramkan hati dan
jiwanya.
Jika suami tidak mengerti akan keadaan
tersebut maka boleh jadi si istri akan sangat kepayahan, penderitaan dan
tertekan, lalu pada akhirnya jatuh sakit. Jelas hal ini akan merepotkan banyak
orang, apakah berupa rumah berantakan, anak tidak terurus, cucian menumpuk,
makanan tidak tersedia dan selainnya.
Oleh sebab
itu hendaknya seorang suami tidak boleh membebani pekerjaan yang tidak
disanggupi oleh istrinya dengan cara membantu pekerjaan yang sulit dikerjakan
olehnya. Dan hendaklah pula ia membuat istrinya merasa nyaman dan tentram
dengan cara menyisihkan waktu untuk berduaan, mengajak rekreasi ke tempat-tempat
yang tidak mengandung maksiat, bersenda gurau dan sejenisnya.
عن عائشة رضي الله عنها قَالَتْ:
كُنْتُ أَغْتَسِلُ أَنَا وَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه
و سلم مِنْ إِنَاٍء وَاحِدٍ يُبَادِرُنيِ وَ أُبَادِرُهُ
حَتىَّ يَقُوْلُ: دَعِيْ ليِ وَ أَقُوْلُ أَنَا: دَعْ ليِ قَالَ سُوَيْد: يُبَادِرُنيِ
وَ أُبَادِرُهُ فَأَقُوْلُ: دَعْ ليِ دَعْ ليِ
Dari
Aisyah radliyallahu anha
berkata, “Aku
pernah mandi bersama Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam dari satu bejana”.
Beliau mendahuluiku dan akupun mendahuluinya sehingga Beliau berkata, “Sisakan untukku” dan
akupun berkata, “sisakan untukku”. Berkata Suwaid, “Beliau mendahuluiku dan
akupun mendahuluinya”. Lalu aku berkata, “Sisakan untukku, sisakan untukku”. [HR an-Nasa’iy: I/
130, 202 dan Muslim: 321 (46). Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [42]
Dari Aisyah radliyallahu anha,
bahwasanya ia pernah bersama Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam dalam
suatu perjalanan. Sedangkan waktu itu ia masih gadis. (Aisyah berkata, “Aku
belum berdaging (kurus) dan tidak gemuk). Nabi bersabda kepada para
shahabatnya, “Majulah kalian (mendahuluiku)!”. Lalu merekapun maju (mendahului
Beliau). Kemudian Beliau berkata kepadaku, “Kemarilah, aku akan berlomba (lari)
denganmu. Lalu akupun berlomba dengannya dan mendahuluinya dengan kedua kakiku.
Selang beberapa lama kemudian, aku pergi dalam suatu perjalanan lagi bersama
Beliau. Beliau berkata kepada para shahabatnya, “Majulah kalian (mendahuluiku)!”.
Kemudian Beliau berkata kepadaku, “Kemarilah aku akan berlomba (lari)
denganmu!”. Sedangkan aku telah melupakan kejadian dulu, dan sekarang aku sudah
berdaging dan gemuk. Aku berkata, “Bagaimana aku akan berlomba denganmu wahai
Rosulullah sedangkan aku dalam keadaan seperti ini?”. Beliau bersabda,
“Pokoknya engkau harus melakukannya”. Lalu akupun berlomba dengannya dan Beliau
mendahuluiku lalu tertawa. Beliau berkata,
هَذِهِ
بِتِلْكَ السَّبَقَةِ
“Yang ini untuk (membayar) perlombaan yang dahulu”. [HR
al-Humaidiy: 261, Abu Dawud: 2578, an-Nasa’iy, ath-Thabraniy dan Ahmad: VI/ 264.
Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [43]
عن
أبى ذرّ قال: قال لى النبيّ صلى الله عليه
و سلم: لَا تَحْقِرَنَّ مِنْ اْلمـَعْرُوْفِ شَيْئًا وَ لَوْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ
طَلْقٍ
Dari
Abu Dzarr berkata, “Nabi Shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda kepadaku,
“Janganlah engkau memandang remeh perbuatan baik sedikitpun meskipun hanya
sekedar menemui saudaramu dengan wajah yang ceria”. [HR Muslim: 2626,
at-Turmudziy: 1833 dan Ahmad: V/ 63, 64, 174. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy:
Shahih]. [44]
Kalau kepada
orang lain saja kita harus menampakkan wajah yang ceria, maka bagaimana kepada
istri tercinta. Menampakkan wajah yang ceria penuh kerinduan kepadanya, senyum
selalu menghias wajah disaat bertatap muka dengannya, menatap wajahnya dengan
rasa kasih dan cinta, menguraikan kalimat berbicara kepadanya dengan kelembutan
bahasa, bersenda gurau dan bertegur canda dengannya yang tidak terkandung dosa maka
semuanya itu akan melahirkan banyak faidah bagi keduanya.
5). MEMBERIKAN MAKANAN YANG BIASA IA MAKAN.
Kewajiban suami selanjutnya adalah memberikan kebutuhan-kebutuhan
jasmani, berupa makanan, minuman, pakaian dan berbagai keperluan khusus wanita.
Dan hendaknya pemberian hak mereka itu tidak diberikan lantaran diminta oleh
mereka, karena penunaian hak tersebut merupakan kewajiban suami yang jika tidak
diberikan, ia pasti akan menanggung dosa.
عن معاوية القشيري قال: قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ
اللهِ مَا حَقُّ زَوْجَةِ أَحَدِنَا عَلَيْهِ ؟ قَالَ: أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ
وَ تَكْسُوَهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ أَوِ اكْتَسَبْتَ وَ لَا تَضْرِبِ اْلوَجْهَ وَ
لَا تُقَبِّحْ وَ لَا تَهْجُرْ إِلَّا فِى اْلبَيْتِ
Dari Muawiyah al-Qusyairiy
berkata, aku pernah bertanya, “Wahai Rosulullah!, apakah haknya istri seseorang
di antara kami?”. Beliau menjawab, “Engkau memberinya makan jika engkau makan,
engkau memberinya pakaian apabila engkau berpakaian, jangan memukul wajah(nya),
jangan engkau memburuk-burukkan(nya) dan janganlah engkau menjauhinya kecuali
di dalam rumah”. [HR Abu Dawud: 2142, Ibnu Majah: 1850 dan Ahmad: IV/ 446, 447,
V/ 3. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [45]
Berkata asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah, “Haknya
istri adalah memberinya makan, pakaian dan belanja. Dan diharamkan menahannya
sedikitpun dari haknya tersebut atau memberikannya dalam bentuk recehan untuk
merendahkannya”.[46]
عن
معاوية بن حيدة القشيري قَالَ قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ
نِسَاؤُنَا مَا نَأْتِى مِنْهُنَّ وَ مَا نَذَرُ ؟ قَالَ: ائْتِ
حَرْثَكَ أَنَّى شِئْتَ وَ أَطْعِمْهَا
إِذَا طَعِمْتَ وَ اكْسِهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ وَ لَا تُقَّبِحِ اْلوَجْهَ وَ لَا
تَضْرِبْ
Dari Muawiyah bin Haydah
al-Qusyairiy berkata, “Aku pernah bertanya, “Wahai Rosulullah, terhadap
istri-istri kami apa yang dapat kami lakukan dan yang biarkan?”. Beliau
menjawab, “Datangilah (Jimaklah) ladangmu kapanpun engkau kehendaki, berilah ia
makan jika engkau makan, berilah ia pakaian apabila engkau berpakaian, jangan
menjelek-jelekannya dan jangan engkau memukul (mukanya)”. [HR Abu Dawud: 2143 dan Ahmad: V/ 3, 5.
Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [47]
عن معاوية القشيري قَالَ: أَتَيْتُ رَسُوْلَ
اللهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ فَقُلْتُ: مَا تَقُوْلُ فِى نِسَائِنَا ؟ قَالَ:
أَطْعِمُوْهُنَّ مِمَّا تَأْكُلُوْنَ وَ اكْسُـوْهُنَّ مِمَّا تَكْتَسُوْنَ وَ لَا
تَضْرِبُوْهُنَّ وَ لَا تُقَبِّحُوْهُنَّ
Dari
Muawiyah al-Qusyairiy berkata, aku pernah mendatangi Rosulullah Shallallahu
alaihi wa sallam. Aku berkata, “Apakah yang hendak engkau katakana tentang
istri-istri kami?”. Beliau bersabda, “ Berilah mereka makan dari yang biasa
kalian makan, berilah mereka pakaian dari yang kalian pakai, jangan memukuli
mereka dan jangan pula menjelek-jelekkan mereka”. [HR Abu Dawud: 2144. Berkata
asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [48]
Maka
di dalam beberapa hadits di atas, dijelaskan bahwa hak istri atas suami adalah
ia memberi makan istrinya yang biasa ia makan, memberi pakaian dari yang ia
pakai, jika bertengkar dilarang memukul wajahnya atau pukulan yang berbekas
atau memukul lebih dari sepuluh pukulan, tidak menjelek-jelekkan istri kepada
orang lain jika ada ketidak cocokkan, tidak menjauhi istri kecuali di dalam
kamar dan sebagainya.
6). MEMBANTU PEKERJAAN ISTRI.
Meskipun
pekerjaan rumah itu adalah kewajiban para istri, namun seorang suami yang baik
niscaya akan membantu pekerjaan istrinya. Apalagi kalau pekerjaan itu ia masih
sanggup untuk mengerjakannya, misalnya menambal dan menjahit pakaian,
memperbaiki sandal atau sepatunya, memerah susu sapi atau kambing yang
dimilikinya dan sebagainya.
عن الأسود قَالَ: سَأَلْتُ
عَائِشَةَ رضي الله عنها: مَا كَانَ يَصْنَعُ النَّبِيُّ فِى أَهْلِهِ؟ فَقَالَتْ:
كَانَ يَكُوْنُ فِى مِهْنَةِ أَهْلِهِ فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلَاةُ خَرَجَ
Dari
al-Aswad berkata, aku pernah bertanya kepada Aisyah radliyallahu anha, “Apakah
yang dikerjakan Nabi pada keluarganya?”. Maka ia menjawab, “Adalah Rosulullah
Shallallahu alaihi wa sallam senantiasa melayani istrinya. Apabila waktu sholat
telah tiba Beliau keluar (untuk menunaikan sholat)”. [Atsar ini diriwayatkan
oleh al-Bukhoriy di dalam al-Adab al-Mufrad: 538 dan at-Turmudziy. Berkata
asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [49]
عن عروة قَالَ: سَأَلْتُ عَائِشَةَ رضي الله
عنها: مَا كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم يَعْمَلُ فِى بَيْتِهِ: قَالَتْ:
يَخْصِفُ نَعْلَهُ وَ يَعْمَلُ مَا يَعْمَلُ الرَّجُلُ فِى بَيْتِهِ وفى رواية:
قَالَتْ: مَا يَصْنَعُ أَحَدُكُمْ فِى بَيْتِهِ يَخْصِفُ النَّعْلَ وَ يَرْقَعُ
الثَّوْبَ وَ يَخِيْطُ
Dari
Urwah berkata, “Aku pernah bertanya kepada Aisyah radliyallahu anha, “Apakah
yang dilakukan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam di rumahnya?”. Ia menjawab,
“Memperbaiki sendalnya dan mengerjakan pekerjaan yang biasa dikerjakan oleh
lelaki di rumahnya”. Di dalam satu riwayat, Aisyah berkata, “Apa yang biasa
dikerjakan oleh lelaki di rumahnya, memperbaiki sandal, menambal baju dan menjahit”.
[Atsar ini diriwayatkan oleh al-Bukhoriy di dalam al-Adab al-Mufrad: 539.
Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [50]
عن
عمرة قِيْلَ لِعَائِشَةَ رضي الله عنها: مَا كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و
سلم يَعْمَلُ فِى بَيْتِهِ؟ قَالَتْ: كَانَ بَشَرًا مِنَ اْلبَشَرِ يَفْلِي
ثَوْبَهُ وَ يَحْلِبُ شَاتَهُ (وَ يَخْدُمُ
نَفْسَهُ)
Dari
Amrah, pernah ditanyakan kepada Aisyah radliyallahu anha, “Apakah yang
dikerjakan oleh Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam di rumahnya?”. Ia berkata,
“Beliau hanyalah seorang manusia sebagaiman manusia lainnya. Ia membersihkan
pakaiannya, memerah susunya dan (melayani dirinya sendiri). [Atsar ini
diriwayatkan oleh al-Bukhoriy di dalam al-Adab al-Mufrad: 541. Berkata
asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [51]
Demikian
beberapa kewajiban para suami yang mesti ditunaikan kepada istri-istri mereka
dalam rangka menjalankan perintah Allah Subhanahu wa ta’ala dan Rosululllah
Shallallahu alaihi wa sallam.
Semoga
penjelasan singkat ini dapat memberi manfaat bagi kaum lelaki yang ingin
menjalankan semua kewajiban yang telah dibebankan kepadanya. Karena penunaikan
kewajiban itu dapat melepaskan dosa dari pundaknya pada hari kiamat, membentuk
istrinya masing-masing agar menjadi istri yang shalihah dan menghormati
kedudukan suaminya dan semoga pula dapat mencetak generasi yang baik karena di
didik oleh orang tua yang taat kepada Allah Ta’ala dan Rosul-Nya Shallallahu
alaihi wa sallam.
Dan
semoga pula menjadi bahan pertimbangan bagi para pemudi dan gadis agar mencari
calon pendamping hidupnya yaitu seorang lelaki yang paham akan agamanya dan
dapat menjadi imam yang baik di rumahnya.
Wallahu
a’lamu bi ash-Showab.
[5] Mukhtashor Shahih al-Bukhoriy: 147
(I/ 216), Shahih al-Adab al-Mufrad: 151, Mukhtashor Shahih Muslim: 1201, Shahih
Sunan Abu Dawud: 2541, Shahih Sunan at-Turmudziy: 1394, Shahih al-Jami’
ash-Shaghir: 4569 dan Ghoyah al-Maram: 269.
[6] Silsilah al-Ahadits
ash-Shahihah: 1636, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 1774 dan Ghoyah al-Maram: 271.
[10]
Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 3062, 3063, 3071.
[17]Shahih Sunan at-Turmudziy: 2034, Shahih Sunan
Abii Dawud: 4080, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 5140, Misykah al-Mashobih: 4853
dan Ghoyah al-Maram: 427.
[28] Shahih al-Adab al-Mufrad: 704,
Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 442, 799 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir:
1427.
[30] Shahih Sunan Abu Dawud: 1160,
Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 3494, Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 621, dan
Misykah al-Mashobih: 1230.
[33] Shahih Sunan at-Turmudziy: 928,
Shahih al-Jami' ash-Shaghir: 1232 dan Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 284.
[35] Mukhtashor Shahih al-Bukhoriy:
965, Shahih Sunan at-Turmudziy: 1966 dan Adab az-Zifaf oleh asy-Syaikh
al-Albaniy cetakan Dar as-Salam halaman 160-161.
[36] Shahih Sunan an-Nasa’iy: 2255,
2263, Irwa’ al-Ghalil: 2015, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 7942 dan Misykah
al-Mashobih: 2054.
[37] Shahih
Sunan Abu Dawud: 1220, Shahih al-Jami ash-Shaghir: 7946 dan Irwa’ al-Ghalil:
2015.
[39] Lihat penjelasan tambahannya di
dalam kitab Irwa’ al-Ghalil: 2015 (VII/ 78-79) oleh asy-Syaikh al-Albaniy
cetakan al-Maktab al-Islamiy.
[40] Al-Wajiz halaman 343 oleh DR Abdul
‘Azhim bin Badawiy cetakan Dar al-Fawa’id dan Dar Ibnu Rajab.
[41] Shahih Sunan Abu Dawud: 1867,
Shahih Sunan Ibnu Majah: 1603, Shahih Sunan an-Nasa’iy: 3682, Shahih Sunan
at-Turmudziy: 912, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 6515, Irwa’ al-Ghalil: 2017,
Ghoyah al-Maram: 229 dan Misykah al-Mashobih: 3236.
[42]
Shahih Sunan an-Nasa’iy: 233, 401 dan Adab az-Zifaf halaman 108.
[44] Mukhtashor Shahih Muslim: 1782, Shahih Sunan at-Turmudziy: 1496 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 7245.
[45] Shahih Sunan Abi Dawud:
1875, Shahih Sunan Ibnu Majah: 1500, Irwa' al-Ghalil: 2033 dan Miyskah
al-Mashobih: 3259.
[47] Shahih Sunan Abu Dawud:
1876, Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 687 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir:
17.
[51] Shahih Sunan al-Adab al-Mufrad:
420, Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 670, Adab az-Zifaf halaman 291 dan
Syama’il al-Muhammadiyah.