السلام عليكم و رحمة الله و بركاته

Kamis, 19 Juli 2012

MASIH KIKIRKAH ANDA ???


KIKIR YANG MEMBINASAKAN

بسم الله الرحمن الرحيم

           
Jika berbicara masalah harta, maka akan terlintaslah dalam pikiran kita akan cara memperoleh dan memanfaatkannya. Bila disinggung tentang memperolehnya, maka akan terpikir apakah dengan cara yang halal ataukah yang haram?. Mendapatkannya itu apakah dengan mudah atau dengan berpayah-payah”. Jika disebutkan cara memanfaatkannya, maka akan timbul pertanyaan,  apakah untuk hal yang tercela atau mulia?. 

            Sifat manusia itu jika mencari hartanya itu dengan susah payah apalagi hasilnya tidak memadai, maka dirinya akan selalu diliputi perasaan sedih dan suka berkeluh kesah. 

Namun jika ia memperolehnya dengan mudah dan ia dilimpahkan banyak harta benda maka tiba-tiba ia menjadi kikir lagi pelit. Ia memiliki motto, “hemat pangkal kaya”, padahal yang diinginkan sebenarnya hanyalah “pelit pangkal kaya”. Ia berpandangan mengapa ia yang bersusah payah mencari dan mengumpulkan harta, lalu orang lain ikut menikmati hartanya itu.

Hal ini telah disinyalir oleh Allah Subhanahu wa ta’ala di dalam ayat di bawah ini,

       إِنَّ اْلإِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا إِذَا مَسَّهُ جَزُوعًا وَ إِذَا مَسَّهُ اْلخَيْرُ مَنُوعًا

            Sesungguhnya manusia itu diciptakan dengan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah dan jika ia mendapat kebaikan ia  sangat kikir. [QS. Al-Ma’arij/ 70: 19-21].

            Ayat diatas menjelaskan dua sifat buruk manusia, yakni suka berkeluh kesah dan sangat kikir. Yakni jika ia mendapat keburukan berupa kekurangan harta, sakit, mendapat gangguan dari orang lain, belum mendapat jodoh atau anak dan sebagainya, maka ia melanggengkan keluh kesahnya. Sehingga tidak ada seseorang yang mengenalnya melainkan orang tersebut akan tahu kesusahannya. 

Dan jika ia mendapat kebaikan misalnya berupa dilapangkan rizkinya dengan memiliki harta yang cukup bahkan melimpah, maka ia menjadi kikir dan bakhil. Ia enggan mengeluarkan hak hartanya dengan zakat, infak atau sedekah yang harus diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Ia selalu menghitung-hitung hartanya tetapi ia merasa berat untuk membelanjakannya di jalan Allah ta’ala. 

Padahal kikir adalah salah satu dari sifat yang paling buruk pada manusia sehingga sifat itu tidak boleh dimiliki oleh seorang mukmin, sebagaimana telah disebutkan oleh Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam di dalam hadits-hadits berikut,

عن أبى هريرة قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم يَقُوْلُ: شَرُّ مَا فِى رَجُلٍ شُحٌّ هَالِعٌ وَ جُبْنٌ خَالِعٌ

            Dari Abu Hurairah berkata, aku pernah mendengar Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sifat yang paling buruk pada seseorang adalah kikir yang berkeluh kesah dan pengecut yang sangat. [HR al-Bukhoriy di dalam Tarikh al-Kabir, Abu Dawud: 2511, Ahmad: II/ 302, 330, Ibnu HIbban: 808, Abu Nu’aim dan Ibnu Abi Syaibah. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [1]

عن أبى هريرة قال: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: لاَ يَجْتَمِعُ غُبَارٌ فِى سَبِيْلِ اللهِ وَ دُخَانٌ جَهَنَّمَ فِى جَوْفِ عَبْدٍ أَبَدًا وَ لاَ يَجْتَمِعُ الشُّحُّ وَ اْلإِيْمَانُ فِى قَلْبِ عَبْدٍ أَبَدًا

Dari Abu Hurairah berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam,  “Tidak akan terhimpun debu fi sabilillah dengan asap neraka Jahannam pada diri seorang hamba, selama-lamanya. Tidak akan pula terkumpul di dalam hati seorang hamba antara kekikiran dan keimanan selama-lamanya”. [HR al-Bukhoriy di dalam al-Adab al-Mufrad: 281, Tarikh al-Kabir, an-Nasa’iy: VI/ 13, 14, Ahmad: II/ 256, 342, al-Hakim, Ibnu Hibban: 3251 dan Ibnu Abi Syaibah. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [2]

Dua hadits di atas menerangkan bahwa kikir dan sifat pengecut itu sangat dilarang bagi seorang mukmin, karena keduanya itu merupakan akhlak yang jelek. Jika ada seseorang mengaku-ngaku beriman tetapi ia memiliki salah satu dari kedua sifat itu maka pengakuannya itu palsu. Karena sifat kikir dan pengecut itu tidak akan dapat tercampur dengan keimanan di dalam diri seseorang, melainkan akan selalu terpisah.

عن جابر قال: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: مَنْ سَيِّدُكُمْ يَا بَنِى سَلَمَةَ؟ قُلْنَا: جُدُّ بْنُ قَيْسٍ عَلَى أَنَّا نُبَخِّلُهُ قَالَ: وَ أَيُّ دَاءٍ أَدْوَى مِنَ اْلبُخْلِ؟ بَلْ سَيِّدُكُمْ عَمْرُو بْنُ اْلجَمُوْحِ وَ كَانَ عَمْرُو عَلَى أَصْنَامِهِمْ فِى اْلجَاهِلِيَّةِ وَ كَانَ يُوْلَمْ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه و سلم إِذَا تَزَوَّجَ

Dari Jabir (bin Abdullah) radliyallahu anhu berkata, telah bersabda Rosulullah Shallalahu alaihi wa sallam, “Wahai Bani Salamah, siapakah pemimpin kalian?”. Kami menjawab, “Judd bin Qois, hanyasaja kami menganggap bahwa ia adalah orang yang bakhil”. Beliau bersabda, “Penyakit apakah yang lebih berbahaya dari penyakit bakhil?, sekarang pemimpin kalian adalah Amr bin al-Jamuh”. Padahal di masa jahiliyah Amr ini menyembah patung-patung dan suka mencela Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam jika menikah. [HR al-Bukhoriy di dalam al-Adab al-Mufrad: 296. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [3]

Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam menerangkan bahwa bakhil atau kikir ini adalah penyakit yang paling berbahaya bagi umat manusia. Sehingga Beliau mengganti seorang pemimpin yang kikir kepada rakyatnya. Sebab bagaimana ia dapat memperhatikan kesejahteraan rakyat yang di pimpinnya jika ia kikir, tidak ingin mengeluarkan hartanya sedikitpun untuk membantu penghidupan dan kehidupan mereka.

Begitu pula seseorang tidak pantas menyandang status ustadz, kyai ataupun ulama jika kikir dan lebih mementingkan dirinya dari pada umatnya. Ia hanya disibukkan mengumpulkan pundi-pundi hartanya dari umat tanpa memikirkan kesejahteraan umatnya tersebut. Perilaku ini tidak mencontoh dan menteladani Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam yang telah terkenal akan kedermawanannya.

عن ابن عمر رضي الله عنهما أن رسـول الله صلى الله عليه و سلم قال: فَأَمَّا اْلمـُهْلِكَاتُ فَشُحٌّ مُطَاعٌ وَ هَوًى مُتَّبَعٌ وَ إِعْجَابُ اْلمـَرْءِ لِنَفْسِهِ 
 Dari Ibnu Umar radliyallahu anhuma bahwasanya Rosulullah Shallalahu alaihi wa sallam bersabda, “Adapun tiga hal yang membinasakan itu adalah kekikiran yang ditaati, hawa nafsu yang diikuti dan ujub (kekaguman) seseorang terhadap dirinya sendiri”. [HR ath-Thabraniy di dalam al-Awsath. Dan diriwayatkan juga dari Anas bin Malik, Abdullah bin Abbas, Abu Hurairah dan Abdullah bin Abi Awfa radliyallahu anhu. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hadits ini dengan sekumpulan jalannya adalah hasan ]. [4]
Kikir jika dipatuhi akan membinasakannya di dunia berupa dijauhi dan dihindari oleh orang lain lantaran kekikirannya. Banyak orang segan untuk meminta bantuannya sebab ia enggan menolong, tidak peduli dengan kesulitan orang lain dan tidak menginginkan sebahagian hartanya berkurang. Sehingga dengan tabiatnya ini, banyak orang yang tidak memiliki empati dan simpati lagi kepadanya. Maka dikala ia membutuhkan pertolongan tidak ada seorangpun yang berkeinginan untuk menolongnya, ini berarti kebinasaannya di dunia. Adapun kebinasaan di akhirat di antaranya adalah apa yang mereka kikirkan itu akan dikalungkan pada leher mereka kelak pada hari kiamat. [5]
 
عن جابر بن عبد الله أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ: اتَّقُوْا الظُّلْمَ فَإِنَّ الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ وَ اتَّقُوْا الشُّحَّ فَإِنَّ الشُّحَّ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ  حَمَلَهُمْ عَلَى أَنْ سَفَكُوْا دِمَاءَهُمْ وَ اسْتَحَلُّوْا مَحَارِمَهُمْ

Dari Jabir bin Abdullah bahwasanya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Waspadalah kalian dari perbuatan zhalim, sebab kezhaliman itu merupakan kegelapan pada hari kiamat. Jagalah diri kalian terhadap kikir, sebab kikir itulah yang telah menghancurkan orang-orang sebelum kalian, yang telah menyeret kalian untuk menumpahkan darah mereka dan menghalalkan kehormatan mereka”. [HR Muslim: 2578, al-Bukhoriy di dalam al-Adab al-Mufrad: 483 dan Ahmad: III/ 323. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [6]

Berkata asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah,

 “Kikir adalah musuh bagi ahli iman. Sebab di antara sifat-sifat orang muskmin adalah pemurah dan dermawan. Kikir dan perbuatan zhalim termasuk dari tersebar luasnya dosa”.
Katanya lagi, “Perbuatan zhalim dan sifat kikir itu termasuk dosa-dosa besar yang menyebabkan kebinasaan di dunia dan kesusahan yang sangat berat pada hari kiamat.[7]

Kalau kikir terhadap harta dari yang dianjurkan saja, berupa sedekah dan infak mendapatkan celaan yang hebat dari Allah Subhanahu wa ta’ala dan Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Maka bagaimana dari harta yang diwajibkan, jika tidak dikeluarkan fi sabilillah berupa zakat?. Tentu hukumannya juga akan lebih berat lagi. Hal ini telah disebutkan di dalam dalil-dalil berikut ini,

عن أبى هريرة أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ: مَا مِنْ صَاحِبِ ذَهَبٍ وَ لَا فِضَّةٍ لَا يُؤَدِّى مِنْهَا حَقَّهَا إِلَّا إِذَا كَانَ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ صُفِّحَتْ لَهُ صَفَائِحُ مِنْ نَارٍ فَأُحْمِيَ عَلَيْهَا فِى نَارِ جَهَنَّمَ فَيُكْوَى بِهَا جَنْبُهُ وَ جَبِيْنُهُ وَ ظَهْرُهُ كُلَّمَا بَرَدَتْ أُعِيْدَتْ لَهُ فِى يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ حَتَّى يُقْضَى بَيْنَ اْلعِبَادِ فَيَرَى سَبِيْلَهُ إِمَّا إِلَى اْلجَنَّةِ وَ إِمَّا إِلَى النَّارِ

Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu bahwasanya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Siapa saja yang memiliki emas dan perak lalu tidak mau mengeluarkan zakatnya, maka pada hari kiamat nanti akan dibentangkan lempengan-lempengan dari api neraka untuknya. Lalu lempengan-lempengan itu dipanaskan dalam api neraka kemudian disetrikakan pada lambung, dahi dan punggung mereka. Apabila lempengan itu telah menjadi dingin kembali, maka akan dipanaskan lagi pada hari yang lamanya sama dengan lima puluh ribu tahun. Hingga seluruh urusan-urusan hamba selesai diputuskan. Lalu ia melihat tempatnya, apakah ke surga atau neraka”. [HR al-Bukhoriy: 1402, Muslim: 987, Abu Dawud: 1658 dan Ahmad: II/ 262, 383. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [8]

عن أبى هريرة رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: مَنْ آتَاهُ اللهُ مَالًا فَلَمْ يُؤَدِّ زَكَاتَهُ مُثِّلَ لَهُ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ شُجَاعًا أَقْرَعَ لَهُ زَبِيْبَتَانِ يُطَوَّقُهُ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ ثُمَّ يَأْخُذُ بِلِهْزِمَتَيْهِ يَعْنِى شِدْقَيْهِ ثُمَّ يَقُوْلُ: أَنَا مَالُكَ أَنَا كَنْزُكَ ثُمَّ تَلَا ((وَ لَا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ))

Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu berkata, Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang Allah berikan harta kepadanya tapi ia tidak mau mengeluarkan zakatnya, maka pada hari kiamat nanti harta tersebut akan dijelmakan menjadi seekor ular jantan yang botak lagi memiliki dua taring yang akan dikalungkan pada lehernya di hari kiamat. Kemudian ular itu akan menelannya dengan kedua rahangnya sambil berkata, “Aku adalah hartamu, aku adalah barang simpananmu. Kemudian Beliau membaca ayat, 

وَ لَا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَـا ءَاتَاهُمُ اللهُ مِن فَضْلِهِ هُوَ خَيْرًا لَّهُمْ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَّهُمْ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُوا بِهِ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ وَ لِلَّهِ مِيرَاثُ السَّمَوَاتِ وَ اْلأَرْضِ وَ اللهُ بِمـَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. ((QS Ali Imran/ 3: 180))”. [HR al-Bukhoriy: 1403, 4565, 4659, 6957, an-Nasa’iy: V/ 11, 39 dan Ibnu Majah: 1784. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [9]

عن ثوبان رضي الله عنه أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم: مَنْ تَرَكَ بَعْدَهُ كَنْزًا مُثِّلَ لَهُ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ شُجَاعًا أَقْرَعَ لَهُ زَبِيْبَتَانِ يَتْبَعُهُ فَيَقُوْلُ: مَنْ أَنْتَ؟ فَيَقُوْلُ: أَنَا كَنْزُكَ الَّذِى خَلَّفْتَ فَلَا يَزَالُ يَتْبَعُهُ حَتَّى يُلْقِمَهُ يَدَهُ فَيَقْضَمُهَا ثُمَّ يَتْبَعُهُ سَائِرَ جَسَدِهِ

Dari Tsauban radliyallahu anhu, bahwasanya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang setelah wafatnya meninggalkan harta simpanan, akan dijelmakan hartanya itu pada hari kiamat menjadi ular jantan yang botak yang memiliki dua taring yang akan senantiasa mengikutinya”. Ia bertanya, “Siapakah engkau?”. Ia menjawab, “Aku adalah harta simpananmu yang telah engkau tinggalkan”. Maka senantiasa ular itu mengikutinya sehingga ia menelan tangannya, lalu mematahkannya kemudian menelan seluruh tubuhnya”. [HR al-Bazzar, ath-Thabraniy dan Ibnu Khuzaimah. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [10]

عن بريدة رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: مَا مَنَعَ قَوْمٌ الزَّكَاةَ إِلَّا ابْتَلَاهُمُ اللهُ بِالسِّنِيْنَ

Dari Buraidah radliyallahu anhu berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Tidaklah suatu kaum menolak membayar zakat melainkan Allah akan menguji mereka dengan bencana paceklik”. [HR at-Thabraniy di dalam al-Awsath]. 

Sedangkan di dalam riwayat al-Hakim dan al-Baihaqiy  dengan lafazh,

وَ لَا مَنَعَ قَوْمٌ الزَّكَاةَ إِلَّا حَبَسَ اللهُ عَنْهُمْ اْلقَطْرَ

“Tidaklah suatu kaum menolak membayar zakat melainkan Allah akan mencegah turunnya hujan dari mereka”. [Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan]. [11]

Di dalam dalil-dalil di atas, Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam mengancam orang-orang yang menolak membayar zakat dengan beberapa ancaman semisal, harta emas dan peraknya yang ditimbun itu nanti akan dijadikan lempengan-lempengan lalu dicairkan di dalam nerakan Jahannam kemudian disetrikakan pada dahi, lambung dan punggung mereka. Atau harta yang disimpannya itu akan berubah wujud menjadi ular jantan yang botak kepalanya dan memiliki dua taring. Lalu ular itu dikalungkan di leher mereka yang kemudian akan menggigit dan menelan mereka. Ini sebahagian keburukan yang akan dirasakan oleh mereka pada hari kiamat.

Sedangkan keburukan dunia, Allah Azza wa Jalla akan menimpakan bencana dan mushibah kepada mereka lantaran kekikiran mereka yang enggan membayar zakat. Mushibah itu berupa tidak diturunkannya hujan dalam waktu yang lama, sehingga tanaman tidak akan tumbuh dan hewan ternak tidak akan berkembang, maka mereka akan ditimpa musim paceklik yang panjang. 

Oleh karena itu, sebagai umat Islam yang meneladani Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam kita diperintahkan untuk senantiasa membelanjakan harta kita di jalan Allah berupa zakat, infak, sedekan dan semisalnya.  Dan kita dilarang untuk kikir atau bakhil, karena sifat tersebut adalah sifat yang buruk dan penyakit yang sangat berbahaya.

Apalagi dalil-dalil alqur’an dan hadits shahih telah menjelaskan bahwa setiap kali seorang muslim menginfakkan hartanya maka hartanya itu tidak akan berkurang, namun Allah Jalla Jalaluh akan menggantinya bahkan dengan yang lebih baik. Dan senantiasa ada Malaikat yang memohon kepada Allah ta’ala agar Allah mengganti harta orang yang berinfak dan menahan atau menghancurkan harta orang yang kikir. Simaklah dalil-dalil berikut ini,

عن أبي هريرة رضي الله عنه أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ: مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ

Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu bahwasanya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sedekah itu tidak akan mengurangi harta”. [HR Muslim: 2588, at-Turmudziy: 2029, Ahmad: II/ 386 dan ad-Darimiy: I/ 396. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [12]
    

وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ  وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ

“Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah Pemberi rizki yang sebaik-baiknya.” [Saba’: 39]  

عن أبى هريرة رضي الله عنه أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه و سلم قَالَ: مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ الْعِبَادُ فِيْهِ إِلاَّ مَلَكَانِ يَنْزِلاَنِ فَيَقُوْلُ أَحَدُهُمَا: اَللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا. وَيَقُوْلُ اْلآخَرُ: اَللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak satu hari pun di mana pada pagi harinya seorang hamba ada padanya melainkan dua Malaikat turun kepadanya, salah satu di antara keduanya berkata, “Ya Allah, berikanlah ganti [13]bagi orang yang berinfak”. Dan yang lainnya berkata, “Ya Allah, hancurkanlah (harta) orang yang kikir”. [HR al-Bukhoriy: 1442, Muslim: 1010. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih].  [14]

Di antara hal yang bisa kita fahami dari hadits di atas bahwa Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengabarkan bahwa sesungguhnya para Malaikat berdo’a agar Allah Subhanahu wa ta’ala menggantikan harta orang yang berinfak dan memusnahkan harta orang yang kikir.

Al-‘Allamah al-‘Ainiy menjelaskan faidah-faidah yang dapat diambil dari hadits tersebut dengan perkataan, “Dan di dalamnya ada do’a Malaikat, sedangkan do’a Malaikat adalah sebuah do’a yang akan selalu dikabulkan dengan dalil sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barangsiapa yang ucapan aminnya itu tepat dengan ucapan amin para Malaikat, maka diampuni dosanya yang telah lalu”. [15]

Dan yang dengan dimaksud dengan infak, sebagaimana yang diungkapkan oleh para ulama, adalah infak dalam ketaatan, infak dalam akhlak yang mulia, infak kepada keluarga, jamuan tamu, shadaqah dan lain-lain yang tidak dicela dan tidak termasuk kategori pemborosan. [16]
 
عن أبى الدرداء رضي الله عنه قال: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم : مَا طَلَعَتْ شَمْسٌ قَطُّ إِلاَّ بُعِثَ بِجَنْبَتَيْهَا مَلَكَانِ يُنَادِيَانِ، يُسْمِعَانِ أَهْلَ اْلأَرْضِ إِلاَّ الثَّقَلَيْنِ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ هَلُمُّوْا إِلَى رَبِّكُمْ فَإِنَّ مَا قَلَّ وَكَفَى خَيْرٌ مِمَّا كَثُرَ وَأَلْهَى. وَلاَ آبَتْ شَمْسٌ قَطُّ إِلاَّ بُعِثَ بِجَنْبَتَيْهَا مَلَكَانِ يُنَادِيَانِ يُسْمِعَانِ أَهْلَ اْلأَرْضِ إِلاَّ الثَّقَلَيْنِ: اَللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا وَأَعْطِ مُمْسِكًا مَالًا تَلَفًا 

Dari Abu ad-Darda’ Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah matahari terbit melainkan diutus di dua sisinya dua Malaikat yang berseru, semua penduduk bumi mendengarnya kecuali jin dan manusia, mereka berdua berkata, “Wahai manusia menghadaplah kalian kepada Rabb kalian, karena yang sedikit dan cukup itu tentu lebih baik daripada yang banyak tetapi melalaikan. Dan tidaklah matahari terbenam melainkan diutus di antara dua sisinya dua Malaikat yang berseru, semua penduduk bumi mendengarnya kecuali jin dan manusia, mereka berdua berkata, “Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang berinfak, dan hancurkanlah (harta) orang yang kikir”. [HR Ahmad: V/ 197, al-Hakim: 3714, Ibnu Hibban: 686, 3329, Abu Dawud ath-Toyalisiy dan Abu Nu’aim. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Isnadnya shahih atas syarat Muslim]. [17]

 عن أبى هريرة أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ: إِنَّ مَلَكًا بِبَابٍ مِنْ أَبْوَابِ السَّمَاءِ يَقُوْلُ: مَنْ يُقْرِضِ الْيَوْمَ يُجْزَى غَدًا وَ مَلَكًا بِبَابٍ آخَرَ يَقُوْلُ: اَللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا وَعَجِّلْ لِمُمْسِكٍ تَلَفًا 
.
Dari Abu Hurairah bahwasanya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya satu Malaikat yang ada di sebuah pintu dari pintu-pintu langit berkata, “Barangsiapa meminjamkan pada satu hari ini, maka akan dibalas pada esok hari”. Dan satu Malaikat lainnya yang ada di pintu lain berkata, ‘Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang berinfak dan segera hancurkanlah (harta) orang yang kikir”. [HR Ahmad: II/ 305-306. Berkata asy-Syaiklh al-Albaniy: shahih] [18]
Imam Ibnu Hibban memberikan bab bagi hadits ini dengan judul, “Do’a Malaikat bagi orang yang berinfak dengan pengganti dan bagi orang yang kikir agar hartanya dihancurkan." [19]

عن أسماء بنت أبى بكر رضي الله عنهما أَنَّهَا جَاءَتِ النَّبِيَّ صلى الله عليه و سلم فَقَالَتْ: يَا نَبِيَّ اللهِ لَيْسَ لِى شَيْءٌ إِلَّا مَا أَدْخَلَ عَلَيَّ الزُّبَيْرُ فَهَلْ عَلَيَّ جُنَاحٌ أَنْ أَرْضَخَ مِمَّا يُدْخِلُ عَلَيَّ؟ فَقَالَ: ارْضَخِى مَا اسْتَطَعْتِ وَ لَا تُوْعِى فَيُوْعِيَ اللهُ عَلَيْكِ 

Dari Asma binti Abu Bakar radliyallahu anha menceritakan, bahwa ia pernah menemui Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dan berkata, “Wahai Nabiyullah, aku tidak memiliki sesuatu apapun kecuali yang diberikan az-Zubair kepadaku. Bolehkah aku mengeluarkannya (menginfakkannya) sedikit? Dari harta yang diberikannya itu?”. Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Bersedekahlah semampumu, janganlah engkau suka menahan-nahan harta sehingga Allah akan menyempitkan rizkimu”. [HR Muslim: 1029, al-Bukhoriy: 1434, Abu Dawud: 1699 dan an-Nasa’iy: V/ 74. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [20]

Hadits di atas juga menegaskan agar umat Islam tidak suka menahan-nahan harta mereka untuk diinfakkan karena hal itu akan menjadi penyebab Allah ta’ala menyempitkan rizki mereka. Dan jangan pula mereka menghitung-hitung harta mereka yang hendak dizakatkan atau disedekahkan karena Allah Subhanahu wa ta’ala juga akan menghitung-hitung rizki yang akan diberikan kepada mereka. Menghitung-hitung ketika hendak memberi sedekah, biasanya dengan memikirkan berapa yang hendak disedekahkan dan berapa sisa harta yang ada padanya?. Lalu mereka berpikir, bisakah hidup dengan sisa harta itu sampai kepada beberapa masa ke depan?.

عن عائشة رضي الله عنها قَالَتْ: دَخَلَ عَلَيَّ سَائِلٌ مَرَّةً وَ عِنْدِى رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم فَأَمَرَتْ لَهُ بِشَيْءٍ ثُمَّ دَعَوْتُ بِهِ فَنَظَرْتُ إِلَيْهِ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: أَمَّا تُرِيْدِيْنَ أَنْ يَدْخُلَ بَيْتَكِ شَيْءٌ وَ لَا يَخْرُجَ إِلَّا بِعِلْمِكِ ؟ قُلْتُ: نَعَمْ قَالَ: مَهْلًا يَا عَائِشَةُ لَا تُحْصِى فَيُحْصِيَ اللهُ عز و جل عَلَيْكِ

Dari Aisyah radliyallahu anha berkata, “Pernah datang kepadaku seorang peminta-minta dan di sisinya ada Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Lalu aku menyuruh (seseorang) untuk memberikan sesuatu kepadanya. Kemudian aku memanggilnya dan memeriksa apa yang hendak diberikan kepadanya. Maka Rosulullah Shalallahu alaihi wa sallam bersabda, “Apakah engkau ingin sesuatu yang masuk dan keluar dari rumahmu ini harus engkau ketahui?”. Aisyah menjawab, “Ya”. Maka Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Perlahan, wahai Aisyah, Janganlah engkau menghitung-hitung (pemberian/ sedekah) yang akan menyebabkan Allah juga akan membuat hitung-hitungan terhadapmu”. [HR an-Nasa’iy: V/ 73, Ahmad: VI/ 70-71, 180, Abu Dawud: 1700 dan Ibnu Hibban: 3365. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan]. [21]

Perhatikan dalil di atas, bagaimana Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam menegur istrinya tercinta yaitu Aisyah radliyallahu anha yang menghitung-hitung pemberian yang akan diberikan kepada orang yang berhak. Maka bagaimana keadaannya dengan kita?. Yang memang selalu menghitung-hitung setiap harta yang hendak kita keluarkan, karena kita masih ditimpa kekhawatiran hidup dalam keadaan miskin dan tidak berkecukupan.

Padahal pada hakikatnya, harta yang menjadi milik kita itu adalah yang kita infakkan lalu kita melupakannya yaitu tidak mengungkit-ungkitnya kembali.

عن عبد الله بن الشخّير رضي الله عنه أَنَّهُ قَالَ: أَتَيْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه و سلم وَ هُوَ يَقْرَأُ ((أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ)) قَالَ: يَقُوْلُ ابْنُ آدَمَ: مَالِى مَالِى وَ هَلْ لَكَ يَا ابْنَ آدَمَ مِنْ مَالِكَ إِلَّا مَا أَكَلْتَ فَأَفْنَيْتَ أَوْ لَبِسْتَ فَأَبْلَيْتَ أَوْ تَصَدَّقْتَ فَأَمْضَيْتَ

Dari Abdullah bin asy-Syikhkhir radliyallahu anhu, bahwasanya ia berkata, “Aku pernah mendatangi Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam sedangkan beliau sedang membaca ((Bermegah-megahan telah melalaikan kamu. QS at-Takatsur/ 102: 1)). Beliau bersabda, “Anak Adam (manusia) berkata, ‘hartaku, hartaku’. Padahal tidak ada harta yang engkau miliki wahai anak Adam, kecuali yang engkau makan sampai habis, yang engkau pakai sampai rusak dan yang engkau sedekahkan lalu engkau melupakannya”. [HR Muslim: 2958, at-Turmudziy: 2342, 3354, an-Nasa’iy: VI/ 238 dan Ahmad: IV/ 24, 26. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy Shahih]. [22]

عن عائشة رضي الله عنها أَنَّهُمْ ذَبَحُوْا شَاةً فَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم: مَا بَقِيَ مِنْهَا؟ قَالَتْ: مَا بَقِيَ مِنْهَا إِلَّا كَتِفُهَا قَالَ: بَقِيَ كُلُّهَا إِلَّا كَتِفُهَا

Dari Aisyah radliyallahu anha, bahwasanya mereka menyembelis seekor kambing. Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “ Apakah yang tersisa darinya?”. Ia menjawab, “Tiada yang tersisa selain dari pundaknya”. Beliau bersabda, “Sebetulnya tersisa semuanya kecuali pundaknya”. [HR at-Turmudziy: 2470. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [23]

Jadi harta yang merupakan miliknya adalah yang dibelanjakan di jalan Allah berupa zakat, infak, sedekah dan semisalnya lalu ia melupakannya, yakni tidak menyebut-nyebut atau mengungkit-ungkitnya kembali kepada orang lain. Adapun harta sisanya adalah harta yang akan dimilki oleh orang lain, apakah ahli warisnya, orang yang mencuri hartanya dan sebagainya.
Begitu pula dengan kisah kedua, bahwa yang dikatakan milik adalah semua yang disedekah dari daging kambing itu kepada orang lain. Sedangkan yang bukan miliknya adalah pundak kambing itu karena ia sendiri yang akan memakannya. Oleh karena itu, setiap muslim yang meyakini akan adanya hari pembalasan maka ia segera akan mengirim hartanya terlebih dahulu sebelum dirinya dengan bentuk zakat, sedekah, infak atau selainnya.

Oleh sebab itu Rosulullah Shallallahu sebagai teladan manusia dan khususnya kaum muslimin mencontohkan kepada kita, bahwa beliau tidak pernah menolak orang yang meminta kepadanya dan tidak pernah mengatakan ‘tidak’. Beliau adalah orang yang sangat dermawan, terlebih-lebih ketika memasuki bulan Ramadlan, maka Beliau makin bertambah kedermawanannya. Tidak ada manusia di sepanjang masa dan di berbagai tempat yang dapat mengikuti kedermawanan Beliau. 

عن جابر قَالَ: مَا سُئِلَ النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم شَيْئًا فَقَالَ: لَا

Dari Jabir berkata, “Tidak pernah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam diminta akan sesuatu (darinya), lalu beliau mengatakan, “Tidak”. [Atsar ini diriwayatkan oleh al-Bukhoriy di dalam al-Adab al-Mufrad: 279, Shahihnya: 6034 dan Muslim: 2311. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [24]

      عن ابن عباس قال: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم أَجْوَدَ النَّاسِ وَ كَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُوْنُ فِى رَمَضَانَ حَيْنَ يَلْقَاهُ جِبْرِيْلُ وَ كَانَ يَلْقَاهُ فِى كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ اْلقُرْآنَ فَلَرَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم أَجْوَدُ بِاْلخَيْرِ مِنَ الرِّيْحِ اْلمـُرْسَلَةِ

            Dari Ibnu Abbas radliyallahu anhuma berkata, “Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam adalah orang yang paling dermawan dan bertambah lagi kedermawanannya itu pada bulan Ramadlan ketika Malaikat Jibril Alaihi as-Salam menemuinya. Malaikat Jibril mentadarusi alqur’an kepadanya. Benar-benar Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam itu orang yang paling dermawan dalam kebaikan lebih dari pada angin yang berhembus. [HR al-bukhoriy: 6, 1902, 3220, 3554, 4997]. 

            Dari Abdullah bin az-Zubair berkata, “Tidaklah aku lihat dua orang wanita yang lebih dermawan dari pada Aisyah dan Asma’. Namun kedermawanan mereka berbeda. Adapun Aisyah selalu menghimpun sesuatu kepada sesuatu yang lain, sehingga jika telah terhimpun di sisinya ia segera membagi-bagikannya. Adapun asma’, ia tidak pernah menahan sesuatupun untuk esok hari”. [Atsar diriwayatkan oleh al-Bukhoriy di dalam al-Adab al-Mufrad: 280. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih isnadnya]. [25]

Demikian sifat Nabi Shalllallahu alaihi wa sallam dan diikuti oleh istri dan para shahabatnya yakni menghilangkan kekikiran dari dirinya. Begitu juga banyak riwayat yang menerangkan kedermawan para shahabat yang telah dituangkan dengan tinta emas kisah perjalanan sejarah hidup mereka yang penuh berkah. Dilanjutkan dengan kisah para tabi’in, atba’ at-tabi’in dan seterusnya yang patut kita tiru dan kagumi.

Sebenarnya pada amalan harta berupa sedekah ini banyak sekali faidah dan keutamaannya, diantaranya;

عن الحسن قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: دَاوُوْا مَرْضَاكُمْ بِالصَّدَقَةِ

Dari al-Hasan berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Obatilah orang yang sakit di antara kalian dengan sedekah”. [HR Abu Dawud di dalam al-Marasil, ath-Thabraniy dan al-Baihaqiy. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan]. [26]

Sedekah itu dapat membantu mengobati orang yang sakit di antara kita. Sakit itu hanya Allah Azza wa Jalla yang dapat menyembuhkannya, jika kita menghilangkan kemurkaan Allah ta’ala kepada kita maka mudah-mudahan Allah akan mengangkat penyakit yang kita atau keluarga kita derita. 

Begitu pula sedekah dapat menghilangkan keburukan-keburukan yang diakibatkan oleh harta tersebut. Dan yang lebih penting adalah jika kita bersedekah dengan sembunyi-sembunyi maka sedekah itu akan memadamkan dan menghilangkan kemurkaan Allah Tabaroka wa ta'ala kepada kita. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari murka-Mu..

عن جابر رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَجُلٌ يَا رَسُوْلَ اللهِ أَرَأَيْتَ إِنْ أَدَّى الرَّجُلُ زَكَاةَ مَالِهِ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: مَنْ أَدَّى زَكَاةَ مَالِهِ فَقَدْ ذَهَبَ عَنْهُ شَرُّه

            Dari Jabir radliyallahu anhu berkata, seseorang pernah bertanya, “Wahai Rosulullah, pakah pendapatmu mengenai orang yang telah menunaikan zakat hartanya?”. Maka Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menunaikan zakat hartanya maka keburukan harta itu telah pergi menjauh darinya”. [HR ath-Thabaraniy di dalam al-Awsath. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan]. [27]
 
        عن معاوية بن حيدة رضي الله عنه عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم قَالَ: إِنَّ صَدَقَةَ السِّرِّ تُطْفِئُ  غَضَبَ الرَّبِّ تبارك و تعالى

            Dari Muawiyah bin Haidah radliyallahu anhu dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya sedekah yang dikeluarkan dengan sembunyi itu dapat memadamkan kemarahan Allah Tabaroka wa ta’ala”. [HR ath-Thabraniy di dalam al-Kabir. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan]. [28]

            Demikian sebahagian dalil tentang perintah agar kita memanfaatkan sebahagian rizki yang telah Allah Subhanahu wa ta’ala anugrahkan kepada kita melalui zakat, infak, sedekah dan semisalnya.

Mudah-mudahan dengan penjelasan ini, kita sebagi umat Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dapat mengambil faidahnya, berupa memanfaatkan harta dengan baik, tepat dan benar, tidak menjadi budak harta dan tidak pula menjadikannya sebagai penghalang di dalam meraih kenikmatan di akhirat kelak.

Wallahu  a’lam bi ash-Showab.


[1] Shahih Sunan Abi Dawud: 2192, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 3709 dan Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 560.
[2] Shahih Sunan an-Nasa’iy: 2913, 2914, 2915, 2917, 2918 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 7616 dan Misykah al-Mashobih: 3828.
[3] Shahih al-Adab al-Mufrad: 227.
[4] Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 3045, Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 1802 dan Misykah al-Mashobih: 5122.
[5] Lihat QS. Ali Imran/ 3: 180.
[6] Mukhtashor Shahih Muslim: 1829, Shahih al-Adab al-Mufrad: 373, Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 858 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 102.
[7] Bahjah an-Nazhirin: I/ 300.
[8] Mukhtashor Shahih Muslim: 507, Shahih Sunan Abi Dawud: 1460, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 5729 dan Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 752.
[9] Shahih Sunan an-Nasa’iy: 2327, 2289,Shahih Sunan Ibni Majah: 1443, Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 558 dan Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 754, 758, 759.
[10] Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 757.
[11] Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 761.
[12] Mukhtashor Shahih Muslim: 1790, Shahih Sunan at-Turmudziy: 1652, Irwa’ al-Ghalil: 2200 dan Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 2328.
[13] Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, “Pengganti itu lebih baik disamarkan agar mencakup pengganti dalam bentuk harta dan pahala, karena berapa banyak orang yang berinfak, dia wafat sebelum mendapatkan balasan berupa harta di dunia, maka penggantinya adalah berupa pahala di akhirat, atau dia akan dihalangi dari kejelekan.” (Fat-h al-Bariy: III/305)
[14] Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 1930, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 5797 dan Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 905.
[15] Umdatul Qaari’ (VIII/307).
[16] Lihat Syarh an-Nawawi (VII/95).
[17] Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 443 dan Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 908.
[18] Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 905.
[19] Al-Ihsaan fii Taqriibi Shahiih Ibni Hibban (VIII/124).
[20] Mukhtashor Shahih Muslim: 551, Shahih Sunan an-Nasa’iy: 2391, Shahih Sunan Abi Dawud: 1490 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 900, 7480.
[21] Shahih Sunan an-Nasa’iy: 2389 dan Shahih Sunan Abi Dawud: 1491.
[22] Shahih Sunan at-Turmudziy: 1909, 2671, Shahih Sunan an-Nasa’iy: 3378, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 8132 dan Misykah al-Mashobih: 5169.
[23] Shahih Sunan at-Turmudziy: 2009 dan Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 853.
[24] Shahih al-Adab al-Mufrad: 213.
[25] Shahih al-Adab al-Mufrad: 214.
[26] Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 744 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 3358.
[27] Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 743.
[28] Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 879.