KIKIR YANG MEMBINASAKAN
بسم الله الرحمن الرحيم
Jika berbicara masalah harta, maka akan terlintaslah dalam pikiran kita akan cara memperoleh dan memanfaatkannya. Bila disinggung tentang memperolehnya, maka akan terpikir apakah dengan cara yang halal ataukah yang haram?. Mendapatkannya itu apakah dengan mudah atau dengan berpayah-payah”. Jika disebutkan cara memanfaatkannya, maka akan timbul pertanyaan, apakah untuk hal yang tercela atau mulia?.
Sifat
manusia itu jika mencari hartanya itu dengan susah payah apalagi hasilnya tidak
memadai, maka dirinya akan selalu diliputi perasaan sedih dan suka berkeluh
kesah.
Namun jika ia memperolehnya dengan
mudah dan ia dilimpahkan banyak harta benda maka tiba-tiba ia menjadi kikir
lagi pelit. Ia memiliki motto, “hemat pangkal kaya”, padahal yang diinginkan
sebenarnya hanyalah “pelit pangkal kaya”. Ia berpandangan mengapa ia yang
bersusah payah mencari dan mengumpulkan harta, lalu orang lain ikut menikmati
hartanya itu.
Hal ini telah disinyalir oleh Allah
Subhanahu wa ta’ala di dalam ayat di bawah ini,
إِنَّ
اْلإِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا إِذَا مَسَّهُ جَزُوعًا وَ إِذَا مَسَّهُ اْلخَيْرُ
مَنُوعًا
Sesungguhnya
manusia itu diciptakan dengan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia
ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah dan jika ia mendapat kebaikan ia sangat kikir. [QS. Al-Ma’arij/ 70: 19-21].
Ayat
diatas menjelaskan dua sifat buruk manusia, yakni suka berkeluh kesah dan
sangat kikir. Yakni jika ia mendapat keburukan berupa kekurangan harta, sakit,
mendapat gangguan dari orang lain, belum mendapat jodoh atau anak dan
sebagainya, maka ia melanggengkan keluh kesahnya. Sehingga tidak ada seseorang
yang mengenalnya melainkan orang tersebut akan tahu kesusahannya.
Dan jika ia mendapat kebaikan misalnya
berupa dilapangkan rizkinya dengan memiliki harta yang cukup bahkan melimpah,
maka ia menjadi kikir dan bakhil. Ia enggan mengeluarkan hak hartanya dengan
zakat, infak atau sedekah yang harus diberikan kepada orang-orang yang berhak
menerimanya. Ia selalu menghitung-hitung hartanya tetapi ia merasa berat untuk
membelanjakannya di jalan Allah ta’ala.
Padahal kikir adalah salah satu dari
sifat yang paling buruk pada manusia sehingga sifat itu tidak boleh dimiliki
oleh seorang mukmin, sebagaimana telah disebutkan oleh Rosulullah Shallallahu
alaihi wa sallam di dalam hadits-hadits berikut,
عن
أبى هريرة قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم يَقُوْلُ: شَرُّ
مَا فِى رَجُلٍ شُحٌّ هَالِعٌ وَ جُبْنٌ خَالِعٌ
Dari
Abu Hurairah berkata, aku pernah mendengar Rosulullah Shallallahu alaihi wa
sallam bersabda, “Sifat yang paling buruk pada seseorang adalah kikir yang
berkeluh kesah dan pengecut yang sangat. [HR al-Bukhoriy di dalam Tarikh
al-Kabir, Abu Dawud: 2511, Ahmad: II/ 302, 330, Ibnu HIbban: 808, Abu Nu’aim
dan Ibnu Abi Syaibah. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [1]
عن أبى هريرة قال: قَالَ رَسُوْلُ
اللهِ صلى الله عليه و سلم: لاَ يَجْتَمِعُ غُبَارٌ فِى سَبِيْلِ اللهِ وَ دُخَانٌ
جَهَنَّمَ فِى جَوْفِ عَبْدٍ أَبَدًا وَ لاَ يَجْتَمِعُ الشُّحُّ وَ اْلإِيْمَانُ
فِى قَلْبِ عَبْدٍ أَبَدًا
Dari Abu Hurairah berkata, telah bersabda
Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Tidak akan terhimpun debu fi sabilillah
dengan asap neraka Jahannam pada diri seorang hamba, selama-lamanya. Tidak akan
pula terkumpul di dalam hati seorang hamba antara kekikiran dan keimanan
selama-lamanya”. [HR al-Bukhoriy di dalam al-Adab al-Mufrad: 281, Tarikh
al-Kabir, an-Nasa’iy: VI/ 13, 14, Ahmad: II/ 256, 342, al-Hakim, Ibnu Hibban:
3251 dan Ibnu Abi Syaibah. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [2]
Dua hadits di atas menerangkan bahwa kikir dan
sifat pengecut itu sangat dilarang bagi seorang mukmin, karena keduanya itu
merupakan akhlak yang jelek. Jika ada seseorang mengaku-ngaku beriman tetapi ia
memiliki salah satu dari kedua sifat itu maka pengakuannya itu palsu. Karena
sifat kikir dan pengecut itu tidak akan dapat tercampur dengan keimanan di
dalam diri seseorang, melainkan akan selalu terpisah.
عن جابر قال: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ
صلى الله عليه و سلم: مَنْ سَيِّدُكُمْ يَا بَنِى سَلَمَةَ؟ قُلْنَا: جُدُّ بْنُ
قَيْسٍ عَلَى أَنَّا نُبَخِّلُهُ قَالَ: وَ أَيُّ دَاءٍ أَدْوَى مِنَ اْلبُخْلِ؟
بَلْ سَيِّدُكُمْ عَمْرُو بْنُ اْلجَمُوْحِ وَ كَانَ عَمْرُو عَلَى أَصْنَامِهِمْ
فِى اْلجَاهِلِيَّةِ وَ كَانَ يُوْلَمْ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه و سلم
إِذَا تَزَوَّجَ
Dari Jabir (bin Abdullah) radliyallahu anhu
berkata, telah bersabda Rosulullah Shallalahu alaihi wa sallam, “Wahai Bani
Salamah, siapakah pemimpin kalian?”. Kami menjawab, “Judd bin Qois, hanyasaja
kami menganggap bahwa ia adalah orang yang bakhil”. Beliau bersabda, “Penyakit
apakah yang lebih berbahaya dari penyakit bakhil?, sekarang pemimpin kalian
adalah Amr bin al-Jamuh”. Padahal di masa jahiliyah Amr ini menyembah
patung-patung dan suka mencela Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam jika
menikah. [HR al-Bukhoriy di dalam al-Adab al-Mufrad: 296. Berkata asy-Syaikh
al-Albaniy: Shahih]. [3]
Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam
menerangkan bahwa bakhil atau kikir ini adalah penyakit yang paling berbahaya
bagi umat manusia. Sehingga Beliau mengganti seorang pemimpin yang kikir kepada
rakyatnya. Sebab bagaimana ia dapat memperhatikan kesejahteraan rakyat yang di pimpinnya
jika ia kikir, tidak ingin mengeluarkan hartanya sedikitpun untuk membantu penghidupan
dan kehidupan mereka.
Begitu pula seseorang tidak pantas menyandang
status ustadz, kyai ataupun ulama jika kikir dan lebih mementingkan dirinya
dari pada umatnya. Ia hanya disibukkan mengumpulkan pundi-pundi hartanya dari
umat tanpa memikirkan kesejahteraan umatnya tersebut. Perilaku ini tidak
mencontoh dan menteladani Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam yang telah
terkenal akan kedermawanannya.
عن
ابن عمر رضي الله عنهما أن رسـول الله صلى الله عليه و سلم قال: فَأَمَّا اْلمـُهْلِكَاتُ فَشُحٌّ مُطَاعٌ وَ
هَوًى مُتَّبَعٌ وَ إِعْجَابُ اْلمـَرْءِ لِنَفْسِهِ
Dari Ibnu Umar radliyallahu
anhuma bahwasanya Rosulullah Shallalahu alaihi wa sallam bersabda, “Adapun tiga
hal yang membinasakan itu adalah kekikiran yang ditaati, hawa nafsu yang
diikuti dan ujub (kekaguman) seseorang terhadap dirinya sendiri”. [HR ath-Thabraniy
di dalam al-Awsath. Dan diriwayatkan juga dari Anas bin Malik, Abdullah bin
Abbas, Abu Hurairah dan Abdullah bin Abi Awfa radliyallahu anhu. Berkata
asy-Syaikh al-Albaniy: Hadits ini dengan sekumpulan jalannya adalah hasan ]. [4]
Kikir jika dipatuhi akan membinasakannya di dunia
berupa dijauhi dan dihindari oleh orang lain lantaran kekikirannya. Banyak
orang segan untuk meminta bantuannya sebab ia enggan menolong, tidak peduli
dengan kesulitan orang lain dan tidak menginginkan sebahagian hartanya
berkurang. Sehingga dengan tabiatnya ini, banyak orang yang tidak memiliki empati
dan simpati lagi kepadanya. Maka dikala ia membutuhkan pertolongan tidak ada
seorangpun yang berkeinginan untuk menolongnya, ini berarti kebinasaannya di
dunia. Adapun kebinasaan di akhirat di antaranya adalah apa yang mereka
kikirkan itu akan dikalungkan pada leher mereka kelak pada hari kiamat. [5]
عن جابر بن عبد الله أَنَّ رَسُوْلَ
اللهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ: اتَّقُوْا الظُّلْمَ فَإِنَّ الظُّلْمَ
ظُلُمَاتٌ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ وَ اتَّقُوْا
الشُّحَّ فَإِنَّ الشُّحَّ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ حَمَلَهُمْ عَلَى أَنْ سَفَكُوْا دِمَاءَهُمْ
وَ اسْتَحَلُّوْا مَحَارِمَهُمْ
Dari Jabir bin Abdullah bahwasanya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Waspadalah kalian dari perbuatan zhalim, sebab
kezhaliman itu merupakan kegelapan pada hari kiamat. Jagalah diri kalian terhadap kikir, sebab
kikir itulah yang telah menghancurkan orang-orang sebelum kalian, yang telah
menyeret kalian untuk menumpahkan darah mereka dan menghalalkan kehormatan
mereka”. [HR Muslim: 2578, al-Bukhoriy di dalam al-Adab
al-Mufrad: 483 dan Ahmad: III/ 323. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [6]
Berkata asy-Syaikh
Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah,
“Kikir adalah musuh bagi ahli iman. Sebab di
antara sifat-sifat orang muskmin adalah pemurah dan dermawan.
Kikir dan perbuatan zhalim termasuk dari tersebar luasnya dosa”.
Katanya lagi, “Perbuatan
zhalim dan sifat kikir itu termasuk dosa-dosa besar yang menyebabkan kebinasaan
di dunia dan kesusahan yang sangat berat pada hari kiamat”.[7]
Kalau kikir
terhadap harta dari yang dianjurkan saja, berupa sedekah dan infak mendapatkan celaan
yang hebat dari Allah Subhanahu wa ta’ala dan Rosulullah Shallallahu alaihi wa
sallam. Maka bagaimana dari harta yang diwajibkan, jika tidak dikeluarkan fi
sabilillah berupa zakat?. Tentu hukumannya juga akan lebih berat lagi. Hal ini
telah disebutkan di dalam dalil-dalil berikut ini,
عن أبى هريرة أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ
صلى الله عليه و سلم قَالَ: مَا مِنْ صَاحِبِ ذَهَبٍ وَ لَا فِضَّةٍ لَا يُؤَدِّى
مِنْهَا حَقَّهَا إِلَّا إِذَا كَانَ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ صُفِّحَتْ لَهُ
صَفَائِحُ مِنْ نَارٍ فَأُحْمِيَ عَلَيْهَا فِى نَارِ جَهَنَّمَ فَيُكْوَى بِهَا
جَنْبُهُ وَ جَبِيْنُهُ وَ ظَهْرُهُ كُلَّمَا بَرَدَتْ أُعِيْدَتْ لَهُ فِى يَوْمٍ
كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ حَتَّى يُقْضَى بَيْنَ اْلعِبَادِ
فَيَرَى سَبِيْلَهُ إِمَّا إِلَى اْلجَنَّةِ وَ إِمَّا إِلَى النَّارِ
Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu bahwasanya
Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Siapa saja yang memiliki
emas dan perak lalu tidak mau mengeluarkan zakatnya, maka pada hari kiamat
nanti akan dibentangkan lempengan-lempengan dari api neraka untuknya. Lalu
lempengan-lempengan itu dipanaskan dalam api neraka kemudian disetrikakan pada
lambung, dahi dan punggung mereka. Apabila lempengan itu telah menjadi dingin
kembali, maka akan dipanaskan lagi pada hari yang lamanya sama dengan lima
puluh ribu tahun. Hingga seluruh urusan-urusan hamba selesai diputuskan. Lalu
ia melihat tempatnya, apakah ke surga atau neraka”. [HR al-Bukhoriy: 1402,
Muslim: 987, Abu Dawud: 1658 dan Ahmad: II/ 262, 383. Berkata asy-Syaikh
al-Albaniy: Shahih]. [8]
عن أبى هريرة رضي الله عنه قَالَ:
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: مَنْ آتَاهُ اللهُ مَالًا فَلَمْ
يُؤَدِّ زَكَاتَهُ مُثِّلَ لَهُ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ شُجَاعًا أَقْرَعَ لَهُ
زَبِيْبَتَانِ يُطَوَّقُهُ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ ثُمَّ يَأْخُذُ بِلِهْزِمَتَيْهِ
يَعْنِى شِدْقَيْهِ ثُمَّ يَقُوْلُ: أَنَا مَالُكَ أَنَا كَنْزُكَ ثُمَّ تَلَا ((وَ
لَا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ))
Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu berkata,
Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang Allah
berikan harta kepadanya tapi ia tidak mau mengeluarkan zakatnya, maka pada hari
kiamat nanti harta tersebut akan dijelmakan menjadi seekor ular jantan yang
botak lagi memiliki dua taring yang akan dikalungkan pada lehernya di hari
kiamat. Kemudian ular itu akan menelannya dengan kedua rahangnya sambil
berkata, “Aku adalah hartamu, aku adalah barang simpananmu. Kemudian Beliau
membaca ayat,
وَ لَا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ
يَبْخَلُونَ بِمَـا ءَاتَاهُمُ اللهُ مِن فَضْلِهِ هُوَ خَيْرًا لَّهُمْ بَلْ هُوَ
شَرٌّ لَّهُمْ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُوا بِهِ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ وَ لِلَّهِ
مِيرَاثُ السَّمَوَاتِ وَ اْلأَرْضِ وَ اللهُ بِمـَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil
dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa
kebakhilan itu baik bagi mereka. sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi
mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di
hari kiamat. dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di
bumi. dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. ((QS Ali Imran/ 3: 180))”.
[HR al-Bukhoriy: 1403, 4565, 4659, 6957, an-Nasa’iy: V/ 11, 39 dan Ibnu Majah:
1784. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [9]
عن ثوبان رضي الله عنه أَنَّ رَسُوْلَ
اللهِ صلى الله عليه و سلم: مَنْ تَرَكَ بَعْدَهُ كَنْزًا مُثِّلَ لَهُ يَوْمَ
اْلقِيَامَةِ شُجَاعًا أَقْرَعَ لَهُ زَبِيْبَتَانِ يَتْبَعُهُ فَيَقُوْلُ: مَنْ
أَنْتَ؟ فَيَقُوْلُ: أَنَا كَنْزُكَ الَّذِى خَلَّفْتَ فَلَا يَزَالُ يَتْبَعُهُ
حَتَّى يُلْقِمَهُ يَدَهُ فَيَقْضَمُهَا ثُمَّ يَتْبَعُهُ سَائِرَ جَسَدِهِ
Dari Tsauban radliyallahu anhu, bahwasanya
Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang setelah
wafatnya meninggalkan harta simpanan, akan dijelmakan hartanya itu pada hari
kiamat menjadi ular jantan yang botak yang memiliki dua taring yang akan
senantiasa mengikutinya”. Ia bertanya, “Siapakah engkau?”. Ia menjawab, “Aku
adalah harta simpananmu yang telah engkau tinggalkan”. Maka senantiasa ular itu
mengikutinya sehingga ia menelan tangannya, lalu mematahkannya kemudian menelan
seluruh tubuhnya”. [HR al-Bazzar, ath-Thabraniy dan Ibnu Khuzaimah. Berkata
asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [10]
عن بريدة رضي الله عنه قَالَ: قَالَ
رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: مَا مَنَعَ قَوْمٌ الزَّكَاةَ إِلَّا
ابْتَلَاهُمُ اللهُ بِالسِّنِيْنَ
Dari Buraidah radliyallahu anhu berkata, telah
bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Tidaklah suatu kaum menolak
membayar zakat melainkan Allah akan menguji mereka dengan bencana paceklik”.
[HR at-Thabraniy di dalam al-Awsath].
Sedangkan di dalam riwayat al-Hakim dan
al-Baihaqiy dengan lafazh,
وَ لَا مَنَعَ قَوْمٌ الزَّكَاةَ
إِلَّا حَبَسَ اللهُ عَنْهُمْ اْلقَطْرَ
“Tidaklah suatu kaum menolak membayar zakat
melainkan Allah akan mencegah turunnya hujan dari mereka”. [Berkata asy-Syaikh
al-Albaniy: Hasan]. [11]
Di dalam dalil-dalil di atas, Rosulullah
Shallallahu alaihi wa sallam mengancam orang-orang yang menolak membayar zakat
dengan beberapa ancaman semisal, harta emas dan peraknya yang ditimbun itu
nanti akan dijadikan lempengan-lempengan lalu dicairkan di dalam nerakan
Jahannam kemudian disetrikakan pada dahi, lambung dan punggung mereka. Atau
harta yang disimpannya itu akan berubah wujud menjadi ular jantan yang botak
kepalanya dan memiliki dua taring. Lalu ular itu dikalungkan di leher mereka
yang kemudian akan menggigit dan menelan mereka. Ini sebahagian keburukan yang
akan dirasakan oleh mereka pada hari kiamat.
Sedangkan keburukan dunia, Allah Azza wa Jalla
akan menimpakan bencana dan mushibah kepada mereka lantaran kekikiran mereka
yang enggan membayar zakat. Mushibah itu berupa tidak diturunkannya hujan dalam
waktu yang lama, sehingga tanaman tidak akan tumbuh dan hewan ternak tidak akan
berkembang, maka mereka akan ditimpa musim paceklik yang panjang.
Oleh karena itu, sebagai umat Islam yang
meneladani Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam kita diperintahkan untuk senantiasa
membelanjakan harta kita di jalan Allah berupa zakat, infak, sedekan dan
semisalnya. Dan kita dilarang untuk
kikir atau bakhil, karena sifat tersebut adalah sifat yang buruk dan penyakit
yang sangat berbahaya.
Apalagi dalil-dalil alqur’an dan hadits shahih
telah menjelaskan bahwa setiap kali seorang muslim menginfakkan hartanya maka
hartanya itu tidak akan berkurang, namun Allah Jalla Jalaluh akan menggantinya
bahkan dengan yang lebih baik. Dan senantiasa ada Malaikat yang memohon kepada
Allah ta’ala agar Allah mengganti harta orang yang berinfak dan menahan atau
menghancurkan harta orang yang kikir. Simaklah dalil-dalil berikut ini,
عن أبي هريرة رضي الله عنه
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ: مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ
Dari
Abu Hurairah radliyallahu anhu bahwasanya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sedekah itu tidak akan mengurangi harta”. [HR
Muslim: 2588, at-Turmudziy: 2029, Ahmad: II/ 386 dan ad-Darimiy: I/ 396.
Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [12]
وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ
فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ
الرَّازِقِينَ
“Dan
barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah
Pemberi rizki yang sebaik-baiknya.” [Saba’: 39]
عن أبى هريرة رضي الله عنه أَنَّ
النَّبِيَّ صلى الله عليه و سلم قَالَ: مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ الْعِبَادُ
فِيْهِ إِلاَّ مَلَكَانِ يَنْزِلاَنِ فَيَقُوْلُ أَحَدُهُمَا: اَللَّهُمَّ أَعْطِ
مُنْفِقًا خَلَفًا. وَيَقُوْلُ اْلآخَرُ: اَللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا
Dari
Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Tidak satu hari pun di mana pada pagi harinya seorang hamba ada
padanya melainkan dua Malaikat turun kepadanya, salah satu di antara keduanya
berkata, “Ya Allah, berikanlah ganti [13]bagi
orang yang berinfak”. Dan yang lainnya berkata, “Ya Allah, hancurkanlah (harta)
orang yang kikir”. [HR al-Bukhoriy: 1442, Muslim: 1010. Berkata asy-Syaikh
al-Albaniy: shahih]. [14]
Di
antara hal yang bisa kita fahami dari hadits di atas bahwa Nabi kita Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengabarkan bahwa sesungguhnya para
Malaikat berdo’a agar Allah Subhanahu wa ta’ala menggantikan harta orang yang
berinfak dan memusnahkan harta orang yang kikir.
Al-‘Allamah
al-‘Ainiy menjelaskan faidah-faidah yang dapat diambil dari hadits tersebut
dengan perkataan, “Dan di dalamnya ada do’a Malaikat, sedangkan do’a Malaikat
adalah sebuah do’a yang akan selalu dikabulkan dengan dalil sabda Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barangsiapa yang ucapan aminnya itu tepat
dengan ucapan amin para Malaikat, maka diampuni dosanya yang telah lalu”. [15]
Dan
yang dengan dimaksud dengan infak, sebagaimana yang diungkapkan oleh para
ulama, adalah infak dalam ketaatan, infak dalam akhlak yang mulia, infak kepada
keluarga, jamuan tamu, shadaqah dan lain-lain yang tidak dicela dan tidak
termasuk kategori pemborosan. [16]
عن أبى الدرداء رضي الله عنه قال:
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم : مَا طَلَعَتْ شَمْسٌ قَطُّ إِلاَّ بُعِثَ
بِجَنْبَتَيْهَا مَلَكَانِ يُنَادِيَانِ، يُسْمِعَانِ أَهْلَ اْلأَرْضِ إِلاَّ
الثَّقَلَيْنِ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ هَلُمُّوْا إِلَى رَبِّكُمْ فَإِنَّ مَا
قَلَّ وَكَفَى خَيْرٌ مِمَّا كَثُرَ وَأَلْهَى. وَلاَ آبَتْ شَمْسٌ قَطُّ إِلاَّ
بُعِثَ بِجَنْبَتَيْهَا مَلَكَانِ يُنَادِيَانِ يُسْمِعَانِ أَهْلَ اْلأَرْضِ
إِلاَّ الثَّقَلَيْنِ: اَللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا وَأَعْطِ مُمْسِكًا
مَالًا تَلَفًا
Dari Abu ad-Darda’ Radhiyallahu anhu, ia
berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah matahari
terbit melainkan diutus di dua sisinya dua Malaikat yang berseru, semua
penduduk bumi mendengarnya kecuali jin dan manusia, mereka berdua berkata, “Wahai
manusia menghadaplah kalian kepada Rabb kalian, karena yang sedikit dan cukup
itu tentu lebih baik daripada yang banyak tetapi melalaikan. Dan tidaklah
matahari terbenam melainkan diutus di antara dua sisinya dua Malaikat yang
berseru, semua penduduk bumi mendengarnya kecuali jin dan manusia, mereka
berdua berkata, “Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang berinfak, dan
hancurkanlah (harta) orang yang kikir”. [HR Ahmad: V/ 197, al-Hakim: 3714, Ibnu
Hibban: 686, 3329, Abu Dawud ath-Toyalisiy dan Abu Nu’aim. Berkata asy-Syaikh
al-Albaniy: Isnadnya shahih atas syarat Muslim]. [17]
عن أبى هريرة أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ:
إِنَّ مَلَكًا بِبَابٍ مِنْ أَبْوَابِ السَّمَاءِ يَقُوْلُ: مَنْ يُقْرِضِ
الْيَوْمَ يُجْزَى غَدًا وَ مَلَكًا بِبَابٍ آخَرَ يَقُوْلُ: اَللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا
خَلَفًا وَعَجِّلْ لِمُمْسِكٍ تَلَفًا
.
Dari
Abu Hurairah bahwasanya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya
satu Malaikat yang ada di sebuah pintu dari pintu-pintu langit berkata, “Barangsiapa
meminjamkan pada satu hari ini, maka akan dibalas pada esok hari”. Dan satu Malaikat
lainnya yang ada di pintu lain berkata, ‘Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang
yang berinfak dan segera hancurkanlah (harta) orang yang kikir”. [HR Ahmad: II/
305-306. Berkata asy-Syaiklh al-Albaniy: shahih] [18]
Imam
Ibnu Hibban memberikan bab bagi hadits ini dengan judul, “Do’a Malaikat bagi orang
yang berinfak dengan pengganti dan bagi orang yang kikir agar hartanya dihancurkan."
[19]
عن أسماء بنت أبى بكر رضي الله عنهما
أَنَّهَا جَاءَتِ النَّبِيَّ صلى الله عليه و سلم فَقَالَتْ: يَا نَبِيَّ اللهِ
لَيْسَ لِى شَيْءٌ إِلَّا مَا أَدْخَلَ عَلَيَّ الزُّبَيْرُ فَهَلْ عَلَيَّ
جُنَاحٌ أَنْ أَرْضَخَ مِمَّا يُدْخِلُ عَلَيَّ؟ فَقَالَ: ارْضَخِى مَا اسْتَطَعْتِ
وَ لَا تُوْعِى فَيُوْعِيَ اللهُ عَلَيْكِ
Dari Asma binti Abu Bakar radliyallahu anha
menceritakan, bahwa ia pernah menemui Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dan
berkata, “Wahai Nabiyullah, aku tidak memiliki sesuatu apapun kecuali yang
diberikan az-Zubair kepadaku. Bolehkah aku mengeluarkannya (menginfakkannya)
sedikit? Dari harta yang diberikannya itu?”. Rosulullah Shallallahu alaihi wa
sallam bersabda, “Bersedekahlah semampumu, janganlah engkau suka menahan-nahan
harta sehingga Allah akan menyempitkan rizkimu”. [HR Muslim: 1029, al-Bukhoriy:
1434, Abu Dawud: 1699 dan an-Nasa’iy: V/ 74. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy:
Shahih]. [20]
Hadits di atas juga menegaskan agar umat Islam
tidak suka menahan-nahan harta mereka untuk diinfakkan karena hal itu akan
menjadi penyebab Allah ta’ala menyempitkan rizki mereka. Dan jangan pula mereka
menghitung-hitung harta mereka yang hendak dizakatkan atau disedekahkan karena
Allah Subhanahu wa ta’ala juga akan menghitung-hitung rizki yang akan diberikan
kepada mereka. Menghitung-hitung ketika hendak memberi sedekah, biasanya dengan
memikirkan berapa yang hendak disedekahkan dan berapa sisa harta yang ada
padanya?. Lalu mereka berpikir, bisakah hidup dengan sisa harta itu sampai
kepada beberapa masa ke depan?.
عن عائشة رضي الله عنها قَالَتْ:
دَخَلَ عَلَيَّ سَائِلٌ مَرَّةً وَ عِنْدِى رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم
فَأَمَرَتْ لَهُ بِشَيْءٍ ثُمَّ دَعَوْتُ بِهِ فَنَظَرْتُ إِلَيْهِ فَقَالَ
رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: أَمَّا تُرِيْدِيْنَ أَنْ يَدْخُلَ بَيْتَكِ
شَيْءٌ وَ لَا يَخْرُجَ إِلَّا بِعِلْمِكِ ؟ قُلْتُ: نَعَمْ قَالَ: مَهْلًا يَا
عَائِشَةُ لَا تُحْصِى فَيُحْصِيَ اللهُ عز و جل عَلَيْكِ
Dari Aisyah radliyallahu anha berkata, “Pernah
datang kepadaku seorang peminta-minta dan di sisinya ada Rosulullah Shallallahu
alaihi wa sallam. Lalu aku menyuruh (seseorang) untuk memberikan sesuatu
kepadanya. Kemudian aku memanggilnya dan memeriksa apa yang hendak diberikan
kepadanya. Maka Rosulullah Shalallahu alaihi wa sallam bersabda, “Apakah engkau
ingin sesuatu yang masuk dan keluar dari rumahmu ini harus engkau ketahui?”.
Aisyah menjawab, “Ya”. Maka Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Perlahan,
wahai Aisyah, Janganlah engkau menghitung-hitung (pemberian/ sedekah) yang akan
menyebabkan Allah juga akan membuat hitung-hitungan terhadapmu”. [HR an-Nasa’iy:
V/ 73, Ahmad: VI/ 70-71, 180, Abu Dawud: 1700 dan Ibnu Hibban: 3365. Berkata
asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan]. [21]
Perhatikan dalil di atas, bagaimana Rosulullah
Shallallahu alaihi wa sallam menegur istrinya tercinta yaitu Aisyah
radliyallahu anha yang menghitung-hitung pemberian yang akan diberikan kepada
orang yang berhak. Maka bagaimana keadaannya dengan kita?. Yang memang selalu
menghitung-hitung setiap harta yang hendak kita keluarkan, karena kita masih
ditimpa kekhawatiran hidup dalam keadaan miskin dan tidak berkecukupan.
Padahal pada hakikatnya, harta yang menjadi
milik kita itu adalah yang kita infakkan lalu kita melupakannya yaitu tidak
mengungkit-ungkitnya kembali.
عن عبد الله بن الشخّير رضي الله عنه
أَنَّهُ قَالَ: أَتَيْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه و سلم وَ هُوَ يَقْرَأُ
((أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ)) قَالَ: يَقُوْلُ ابْنُ آدَمَ: مَالِى مَالِى وَ هَلْ
لَكَ يَا ابْنَ آدَمَ مِنْ مَالِكَ إِلَّا مَا أَكَلْتَ فَأَفْنَيْتَ أَوْ
لَبِسْتَ فَأَبْلَيْتَ أَوْ تَصَدَّقْتَ فَأَمْضَيْتَ
Dari Abdullah bin asy-Syikhkhir radliyallahu
anhu, bahwasanya ia berkata, “Aku pernah mendatangi Rosulullah Shallallahu
alaihi wa sallam sedangkan beliau sedang membaca ((Bermegah-megahan
telah melalaikan kamu. QS at-Takatsur/ 102: 1)). Beliau bersabda, “Anak Adam
(manusia) berkata, ‘hartaku, hartaku’. Padahal tidak ada harta yang engkau
miliki wahai anak Adam, kecuali yang engkau makan sampai habis, yang engkau
pakai sampai rusak dan yang engkau sedekahkan lalu engkau melupakannya”. [HR
Muslim: 2958, at-Turmudziy: 2342, 3354, an-Nasa’iy: VI/ 238 dan Ahmad: IV/ 24,
26. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy Shahih]. [22]
عن
عائشة رضي الله عنها أَنَّهُمْ ذَبَحُوْا شَاةً فَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه
و سلم: مَا بَقِيَ مِنْهَا؟ قَالَتْ: مَا بَقِيَ مِنْهَا إِلَّا كَتِفُهَا قَالَ:
بَقِيَ كُلُّهَا إِلَّا كَتِفُهَا
Dari Aisyah
radliyallahu anha, bahwasanya mereka menyembelis seekor kambing. Rosulullah
Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “ Apakah yang tersisa darinya?”. Ia
menjawab, “Tiada yang tersisa selain dari pundaknya”. Beliau bersabda, “Sebetulnya
tersisa semuanya kecuali pundaknya”. [HR at-Turmudziy: 2470. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [23]
Jadi harta yang
merupakan miliknya adalah yang dibelanjakan di jalan Allah berupa zakat, infak,
sedekah dan semisalnya lalu ia melupakannya, yakni tidak menyebut-nyebut atau
mengungkit-ungkitnya kembali kepada orang lain. Adapun harta sisanya adalah
harta yang akan dimilki oleh orang lain, apakah ahli warisnya, orang yang
mencuri hartanya dan sebagainya.
Begitu pula
dengan kisah kedua, bahwa yang dikatakan milik adalah semua yang disedekah dari
daging kambing itu kepada orang lain. Sedangkan yang bukan miliknya adalah
pundak kambing itu karena ia sendiri yang akan memakannya. Oleh karena itu,
setiap muslim yang meyakini akan adanya hari pembalasan maka ia segera akan
mengirim hartanya terlebih dahulu sebelum dirinya dengan bentuk zakat, sedekah,
infak atau selainnya.
Oleh sebab itu
Rosulullah Shallallahu sebagai teladan manusia dan khususnya kaum muslimin
mencontohkan kepada kita, bahwa beliau tidak pernah menolak orang yang meminta
kepadanya dan tidak pernah mengatakan ‘tidak’. Beliau adalah orang yang sangat
dermawan, terlebih-lebih ketika memasuki bulan Ramadlan, maka Beliau makin
bertambah kedermawanannya. Tidak ada manusia di sepanjang masa dan di berbagai
tempat yang dapat mengikuti kedermawanan Beliau.
عن جابر قَالَ: مَا سُئِلَ النَّبِيُّ
صلى الله عليه و سلم شَيْئًا فَقَالَ: لَا
Dari Jabir berkata, “Tidak pernah Nabi
Shallallahu alaihi wa sallam diminta akan sesuatu (darinya), lalu beliau mengatakan,
“Tidak”. [Atsar ini diriwayatkan oleh al-Bukhoriy di dalam al-Adab al-Mufrad:
279, Shahihnya: 6034 dan Muslim: 2311. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [24]
عن ابن عباس قال: كَانَ
رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم أَجْوَدَ النَّاسِ وَ كَانَ أَجْوَدُ مَا
يَكُوْنُ فِى رَمَضَانَ حَيْنَ يَلْقَاهُ جِبْرِيْلُ وَ كَانَ يَلْقَاهُ فِى كُلِّ
لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ اْلقُرْآنَ فَلَرَسُوْلُ اللهِ صلى الله
عليه و سلم أَجْوَدُ بِاْلخَيْرِ مِنَ الرِّيْحِ اْلمـُرْسَلَةِ
Dari
Ibnu Abbas radliyallahu anhuma berkata, “Rosulullah Shallallahu alaihi wa
sallam adalah orang yang paling dermawan dan bertambah lagi kedermawanannya itu
pada bulan Ramadlan ketika Malaikat Jibril Alaihi as-Salam menemuinya. Malaikat
Jibril mentadarusi alqur’an kepadanya. Benar-benar Rosulullah Shallallahu
alaihi wa sallam itu orang yang paling dermawan dalam kebaikan lebih dari pada
angin yang berhembus. [HR al-bukhoriy: 6, 1902, 3220, 3554, 4997].
Dari Abdullah bin az-Zubair berkata, “Tidaklah
aku lihat dua orang wanita yang lebih dermawan dari pada Aisyah dan Asma’.
Namun kedermawanan mereka berbeda. Adapun Aisyah selalu menghimpun sesuatu
kepada sesuatu yang lain, sehingga jika telah terhimpun di sisinya ia segera
membagi-bagikannya. Adapun asma’, ia tidak pernah menahan sesuatupun untuk esok
hari”. [Atsar diriwayatkan oleh al-Bukhoriy di dalam al-Adab al-Mufrad: 280.
Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih isnadnya]. [25]
Demikian sifat
Nabi Shalllallahu alaihi wa sallam dan diikuti oleh istri dan para shahabatnya
yakni menghilangkan kekikiran dari dirinya. Begitu juga banyak riwayat yang
menerangkan kedermawan para shahabat yang telah dituangkan dengan tinta emas kisah
perjalanan sejarah hidup mereka yang penuh berkah. Dilanjutkan dengan kisah para
tabi’in, atba’ at-tabi’in dan seterusnya yang patut kita tiru dan kagumi.
Sebenarnya pada
amalan harta berupa sedekah ini banyak sekali faidah dan keutamaannya, diantaranya;
عن
الحسن قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: دَاوُوْا مَرْضَاكُمْ
بِالصَّدَقَةِ
Dari al-Hasan
berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Obatilah
orang yang sakit di antara kalian dengan sedekah”. [HR Abu Dawud di dalam
al-Marasil, ath-Thabraniy dan al-Baihaqiy. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy:
Hasan]. [26]
Sedekah itu dapat
membantu mengobati orang yang sakit di antara kita. Sakit itu hanya Allah Azza
wa Jalla yang dapat menyembuhkannya, jika kita menghilangkan kemurkaan Allah ta’ala
kepada kita maka mudah-mudahan Allah akan mengangkat penyakit yang kita atau
keluarga kita derita.
Begitu pula sedekah dapat menghilangkan keburukan-keburukan yang diakibatkan oleh harta tersebut. Dan yang lebih penting adalah jika kita bersedekah dengan sembunyi-sembunyi maka sedekah itu akan memadamkan dan menghilangkan kemurkaan Allah Tabaroka wa ta'ala kepada kita. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari murka-Mu..
عن
جابر رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَجُلٌ يَا رَسُوْلَ اللهِ أَرَأَيْتَ إِنْ أَدَّى
الرَّجُلُ زَكَاةَ مَالِهِ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: مَنْ
أَدَّى زَكَاةَ مَالِهِ فَقَدْ ذَهَبَ عَنْهُ شَرُّه
Dari
Jabir radliyallahu anhu berkata, seseorang pernah bertanya, “Wahai Rosulullah,
pakah pendapatmu mengenai orang yang telah menunaikan zakat hartanya?”. Maka
Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menunaikan
zakat hartanya maka keburukan harta itu telah pergi menjauh darinya”. [HR
ath-Thabaraniy di dalam al-Awsath. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan]. [27]
عن معاوية بن حيدة رضي الله عنه عَنِ
النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم قَالَ: إِنَّ صَدَقَةَ السِّرِّ تُطْفِئُ غَضَبَ الرَّبِّ تبارك و تعالى
Dari
Muawiyah bin Haidah radliyallahu anhu dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam
bersabda, “Sesungguhnya sedekah yang dikeluarkan dengan sembunyi itu dapat
memadamkan kemarahan Allah Tabaroka wa ta’ala”. [HR ath-Thabraniy di dalam
al-Kabir. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan]. [28]
Demikian
sebahagian dalil tentang perintah agar kita memanfaatkan sebahagian rizki yang
telah Allah Subhanahu wa ta’ala anugrahkan kepada kita melalui zakat, infak,
sedekah dan semisalnya.
Mudah-mudahan dengan penjelasan ini,
kita sebagi umat Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dapat mengambil faidahnya,
berupa memanfaatkan harta dengan baik, tepat dan benar, tidak menjadi budak
harta dan tidak pula menjadikannya sebagai penghalang di dalam meraih
kenikmatan di akhirat kelak.
Wallahu a’lam bi ash-Showab.
[1]
Shahih Sunan Abi Dawud: 2192, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 3709 dan Silsilah
al-Ahadits ash-Shahihah: 560.
[2]
Shahih Sunan an-Nasa’iy: 2913, 2914, 2915, 2917, 2918 dan Shahih al-Jami’
ash-Shaghir: 7616 dan Misykah al-Mashobih: 3828.
[3]
Shahih al-Adab al-Mufrad: 227.
[4]
Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 3045, Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 1802 dan
Misykah al-Mashobih: 5122.
[5]
Lihat QS. Ali Imran/ 3: 180.
[6]
Mukhtashor Shahih Muslim: 1829, Shahih al-Adab al-Mufrad: 373, Silsilah
al-Ahadits ash-Shahihah: 858 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 102.
[7]
Bahjah an-Nazhirin: I/ 300.
[8]
Mukhtashor Shahih Muslim: 507, Shahih Sunan Abi Dawud: 1460, Shahih al-Jami’
ash-Shaghir: 5729 dan Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 752.
[9]
Shahih Sunan an-Nasa’iy: 2327, 2289,Shahih Sunan Ibni Majah: 1443, Silsilah
al-Ahadits ash-Shahihah: 558 dan Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 754, 758, 759.
[10]
Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 757.
[11]
Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 761.
[12]
Mukhtashor Shahih Muslim: 1790, Shahih Sunan at-Turmudziy: 1652, Irwa’
al-Ghalil: 2200 dan Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 2328.
[13]
Al-Hafizh
Ibnu Hajar berkata, “Pengganti itu lebih baik disamarkan agar mencakup
pengganti dalam bentuk harta dan pahala, karena berapa banyak orang yang
berinfak, dia wafat sebelum mendapatkan balasan berupa harta di dunia, maka
penggantinya adalah berupa pahala di akhirat, atau dia akan dihalangi dari
kejelekan.” (Fat-h al-Bariy: III/305)
[14]
Silsilah
al-Ahadits ash-Shahihah: 1930, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 5797 dan Shahih
at-Targhib wa at-Tarhib: 905.
[15] Umdatul
Qaari’ (VIII/307).
[16] Lihat
Syarh an-Nawawi (VII/95).
[17]
Silsilah al-Ahadits
ash-Shahihah: 443 dan Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 908.
[18]
Shahih at-Targhib
wa at-Tarhib: 905.
[19]
Al-Ihsaan fii
Taqriibi Shahiih Ibni Hibban (VIII/124).
[20]
Mukhtashor Shahih Muslim: 551, Shahih Sunan an-Nasa’iy: 2391, Shahih Sunan Abi
Dawud: 1490 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 900, 7480.
[21]
Shahih Sunan an-Nasa’iy: 2389 dan Shahih Sunan Abi Dawud: 1491.
[22]
Shahih Sunan at-Turmudziy: 1909, 2671, Shahih Sunan an-Nasa’iy: 3378, Shahih al-Jami’
ash-Shaghir: 8132 dan Misykah al-Mashobih: 5169.
[23]
Shahih Sunan at-Turmudziy: 2009 dan Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 853.
[24]
Shahih al-Adab al-Mufrad: 213.
[25]
Shahih al-Adab al-Mufrad: 214.
[26]
Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 744 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 3358.
[27]
Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 743.
[28] Shahih
at-Targhib wa at-Tarhib: 879.