السلام عليكم و رحمة الله و بركاته

Minggu, 22 Juli 2012

KALAU SUDAH TAHU BAHAYA SYIRIK, YA JAUHI !!


BAHAYA PERBUATAN SYIRIK
بسم الله الرحمن الرحيم
Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam telah memerintahkan umatnya agar berhati-hati terhadap syirik kecil, apalagi yang besar. Meskipun perbuatan syirik kecil ini tidak menghapuskan seluruh amal shalihnya, namun berada dalam masyi’ah (kehendak) Allah ta’ala antara diampuni dan diadzab, tidak mengeluarkannya dari Islam, serta tidak mengekalkannya di dalam neraka  sebagaimana perbuatan syirik besar. Namun perbuatan syirik kecil inipun termasuk dosa besar, menghapuskan amal shalih yang sedang dikerjakannya, memasukkannya ke dalam neraka dan tidak mencium wewangian surga kendatipun tidak kekal. Jika demikian bahayanya perbuatan syirik kecil, apalagi tentunya perbuatan syirik besar yang telah jelas pula banyak bahaya dan mudlorotnya. 
Allah Subhanahu wa ta’ala dan Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam tidaklah memerintahkan sesuatu keyakinan, perbuatan atau perkataan melainkan di dalam sesuatu itu niscaya banyak kebaikannya. Begitu pula, tidaklah Allah Jalla Jalaluhu dan Rosul-Nya Shallallahu alaihi wa sallam melarang sesuatu melainkan di dalamnya pasti terdapat banyak keburukan.
Dan perkara paling besar yang diperintahkan oleh Allah ta’ala dan Rosul-Nya Shallallahu alaihi wa sallam adalah tauhid dan perkara paling besar yang dilarang oleh keduanya adalah perbuatan syirik.
Oleh sebab itu, di dalam alqur’an dan hadits-hadits shahih banyak dijelaskan akan bahaya dan mudlaratnya perbuatan syirik. Namun karena banyak di antara kaum muslimin yang masih awam terhadap pemahaman alqur’an dan sunnah serta akidah Islam yang shahih maka banyak di antara mereka yang masih bergelimang dan berkubang dengan kemusyrikan tersebut. 
Banyak dijumpai sebahagian besar dari mereka yang gemar ziarah ke kubur para wali atau orang-orang shalih untuk ngalap berkah, mencari syafaat, bertawassul, mencari jodoh, mengharapkan harta dan keturunan, minta disembuhkan dari penyakit dan semisalnya. Atau banyak di antara mereka yang suka mendatangi para dukun, orang pintar dan semisalnya untuk ngeruwat, mencari barang atau anak hilang, dilancarkan rizki, pengobatan, menolak ilmu hitam, mencegah gangguan makhlus halus dan sebagainya. Atau memakai jimat, rajah, isim, pelet, susuk dan semisalnya untuk menolak bahaya, mendatangkan manfaat atau menimbulkan rasa sayang orang kepada dirinya dan sebagainya. Atau percaya kepada makhluk atau benda keramat semisal kerbau bule, ular putih, ikan dewa, kereta kencana, keris bertuah, batu sakti dan semisalnya. Atau percaya kepada takhayul semisal, roh gentayangan, kuntilanak itu terbentuk dari perempuan yang dibunuh oleh orang, hantu pocong itu dijelma dari orang yang dikubur dan tidak dilepas ikat pocong kepalanya dan sebagainya.
Diantara bahaya dan mudlarat perbuatan syirik itu di antaranya adalah,
1).  Merupakan kezholiman dan dosa sangat yang besar.
            Bahaya pertama dari kemusyrikan adalah bahwa perbuatan syirik itu merupakan dosa dan perbuatan zholim yang sangat besar.
            Banyak perbuatan dosa yang dilakukan oleh umat manusia, namun dari sekian banyak dosa, yang paling besar dan berbahaya adalah perbuatan syirik. Karena perbuatan syirik ini adalah perbuatan menduakan Allah ta’ala, atau mensejajarkan Allah ta’ala dengan makhluk-Nya. Dan Allah Subhanahu wa ta’ala tidak suka diduakan dan disejajarkan dengan makhluk-Nya. 
            Dalilnya sebagaimana telah diabadikan di dalam ayat berikut ini, yakni tentang nashihat Luqman kepada anaknya,
وَ إِذْ قَالَ لُقْمَانُ لاِبْنِهِ وَ هُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لاَ تُشْرِكْ بِاللهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya di waktu ia memberikan nasihat kepadanya, “Hai anakku, janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya perbuatan syirik itu adalah benar-benar perbuatan zhalim yang sangat besar”. [QS. Luqman/ 31: 13].

Berkata asy-Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iriy hafizhohullah, di dalam petunjuk ayat yang keempat; “Menakut-nakuti tentang keadaan perbuatan syirik, karena ia adalah benar-benar perbuatan zhalim yang amat besar”. [1]
Berkata al-Imam asy-Syaukani rahimahullah, “((Sesungguhnya perbuatan syirik itu adalah benar-benar perbuatan zholim yang sangat besar)) merupakan ta’lil (sebab) bagi apa yang sebelumnya. Dan Luqman memulai di dalam nashihatnya dengan larangan dari perbuatan syirik, karena melarang dari perbuatan syirik itu adalah yang paling terpenting dari selainnya”. [2]
عن عبد الله رضي الله عنه قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ ((الَّذِينَ ءَامَنُوا وَ لَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ)) شَقَّ ذَلِكَ عَلَى اْلمـُسْلِمِيْنَ فَقَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ أَيُّـــنَا لَا يَظْلِمُ نَفْسَهُ؟ قَالَ: لَيْسَ ذَلِكَ إِنَّمَا هُوَ الشِّرْكُ أَلَمْ تَسْمَعُوْا مَا قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَ هُوَ يَعِظُهُ ((يَا بُنَيَّ لاَ تُشْرِكْ بِاللهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ))
Dari Abdullah (bin Mas’ud) radliyallahu anhu berkata, “Ketika turun ayat ((Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan keimanan mereka dengan perbuatan zholim, QS. Al-An’am/ 6: 82)), terasa berat yang demikian itu bagi kaum muslimin. Lalu mereka berkata, “Wahai Rosulullah, siapakah di antara kita yang tidak pernah menzholimi dirinya sendiri?”. Nabi bersabda, “Tidak demikian (maksudnya), hanyalah dia (yakni kezholiman) itu adalah perbuatan syirik. Belumkah kalian mendengar apa yang dikatakan oleh Luqman kepada putranya ((“Hai anakku, janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya perbuatan syirik itu adalah benar-benar perbuatan zholim yang sangat besar”. QS Luqman/ 31: 13)). [HR al-Bukhoriy: 32, 3360, 3428, 3429, 4776, 6918, 6937, Muslim: 124, at-Turmudziy: 3067 dan Ahmad: I/ 378, 424, 444. Berkata Abu Isa at-Turmudziy: Ini adalah hadits hasan shahih dan berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [3]
عن أبي بكرة رضي الله عنه قال: قَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم : أَلاَ أُنَبِّكُمْ بِأَكْبَرِ اْلكَبَائِرِ (ثلاثا) ؟ قَالُوْا بَلىَ يَا رَسُوْلَ اللهِ قَالَ: اْلإِشْرَاكُ بِاللهِ وَ عُقُوْقُ اْلوَالِدَيْنِ –وَ جَلَسَ وَ كَانَ مُتَّكِئًا فَقَالَ-: أَلاَ وَ قَوْلُ الزُّوْرِ قَالَ: فَمَا زَالَ يُكَرِّرُهَا حَتىَّ قُلْنَا لَيْتَهُ سَكَتَ

Dari Abu Bakrah radliyallahu anhu berkata, telah bersabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, “Maukah kuberitakan kepada kalian tentang dossa-dosa besar yang paling besar?”. (Beliau mengucapkannya tiga kali). Mereka menjawab, “Mau, wahai Rosulullah”. Beliau bersabda, “Mempersekutukan Allah (berbuat syirik), mendurhakai kedua orang tua, -dan Beliau Shallallahu alaihi wa sallam duduk padahal tadinya menyandar, lalu bersabda,- ingatlah dan juga perkataan dusta”. Berkata (Abu Bakrah), “Senantiasa beliau mengulang-ulanginya, sehingga kami berkata, “Mudah-mudahan beliau berhenti (mengatakannya)”. [HR al-Bukhoriy: 2654, 5976, 6273, 6274, 6919, Muslim: 87, at-Turmudziy: 2301, 3019 dan Ahmad: V/ 36-37. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [4]
عن أبي هريرة رضي الله عنه عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم قَالَ: اجْتَنِبُوْا السَّبْعَ اْلمـُوْبِقَاتِ قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ وَ مَا هُنَّ؟ قَالَ: الشِّرْكُ بِاللهِ وَ السِّحْرُ وَ قَتْلُ النَّفْسِ الَّتىِ حَرَّمَ اللهُ إِلاَّ بِاْلحَقِّ وَ أَكْلُ الرِّبَا وَ أَكْلُ مَالِ اْليَتِيْمِ وَ التَّوَلىَّ يَوْمَ الزَّحْفِ وَ قَذْفُ اْلمـُحْصَنَاتِ اْلمـُؤْمِنَاتِ اْلغَافِلاَتِ

Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan!”. Mereka bertanya, “Apakah itu wahai Rosulullah?”. Beliau menjawab, “(1) Berbuat syirik kepada Allah, (2) sihir, (3) membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan (cara) yang benar, (4) makan harta riba, (5) makan harta anak yatim, (6) lari dari peperangan dan (7) menuduh wanita mukmin yang menjaga dirinya dalam keadaan lengah (dari berbuat maksiat)”. [HR al-Bukhoriy: 2766 dan lafazh ini baginya, 5764, 6858, Muslim: 89, Abu Dawud: 2874 dan an-Nasa’iy: VI/ 257. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih ]. [5]

Berkata asy-Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilaliy hafizhohullah di dalam fiqh al-hadits, “Dosa yang paling besar adalah syirik yakni engkau mengambil tandingan bagi-Nya padahal Dia-lah yang telah menciptakanmu”. [6]
Beberapa dalil dan penjelasannya di atas menerangkan bahwa perbuatan syirik itu adalah merupakan dosa-dosa besar yang paling besar dan perbuatan zholim yang paling berbahaya yang mesti dijauhi oleh setiap muslim. Oleh karena itulah sebagai ayah yang shalih, Luqman ketika menashihati putranya mengawalinya dengan melarangnya dari perbuatan syirik, karena ini yang terpenting dari selainnya.
2). Menghapuskan seluruh amal-amal shalih.
      
 Bahaya kedua dari perbuatan syirik adalah bahwa perbuatan tersebut dapat menghapus seluruh amal shalih yang pernah dikerjakannya. Mislanya da seseorang yang telah dikenal akan keshalihannya dari mengerjakan sholat wajib beserta sunnahnya, melaksanakan ibadah puasa yang wajib dan yang sunnahnya, gemar bersedekah setelah zakatnya, seringkali menunaikan ibadah haji dan umrahnya dan selainnya dari amal-amal shalih. Lalu ia mengerjakan salah satu dari perbuatan syirik besar seperti mendatangi dukun/ orang pintar dan membenarkan perkataannya, menziarahi kubur dan memohon sesuatu dari penghuninya, maka seluruh amal shalihnya tersebut akan hapus dan hilang tidak tersisa sedikitpun. Maka tidak ada balasan dari perbuatan itu melainkan neraka dan tidak akan ada yang mengembalikan diterimanya amal-amal shalihnya kembali kecuali bertaubat kepada Allah ta’ala dengan taubat nashuha. 
وَلَقَدْ أُوْحِيَ إِلَيْكَ وَ إِلىَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَ لَتَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ

Dan sungguh-sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada (para rosul) sebelummu, jika kamu berbuat syirik niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. [QS. Az-Zumar/ 39: 65].

Berkata asy-Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iriy hafizhohullah, “Dan firman Allah ta’ala, ((Jika kamu berbuat syirik)) terhadap Kami kepada selain Kami di dalam beribadah kepada Kami, niscaya hapuslah amalmu yakni gugur seluruhnya dan tiada mendapatkan balasan secuilpun darinya meskipun sedikit”. [7]
Katanya lagi di dalam petunjuk ayat yang kelima, “Menerangkan perbuatan syirik dan menjelaskan bahaya-bahayanya karena ia merupakan penghapus amal secara keseluruhan”. [8]
Berkata al-Imam asy-Syaukaniy rahimahullah, “Ucapan ini adalah termasuk dari bab sindiran kepada selain Rasul, karena Allah Subhanah telah menjaga mereka dari perbuatan syirik. Sisi yang diinginkan oleh-Nya adalah menyuruh waspada dan memberikan teguran kepada para hamba dari perbuatan syirik. Karena perbuatan syirik itu jika ada dilakukan akan ditetapkannya penghapusan amal para nabi sesuai dengan ketentuan. Dan ketentuannya adalah perbuatan syirik itu dapat menghapus amal selain mereka di antara umat-umat dengan cara yang utama”.  [9]
ذَلِكَ هُدَى اللهِ يَهْدِى بِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَ لَو أَشْرَكُوْا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ

Itulah petunjuk Allah, yang dengannya Dia memberikan petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara para hamba-Nya. Seandainya mereka berbuat syirik niscaya hapuslah dari mereka apa yang mereka telah kerjakan. [QS. Al-An’am/ 6: 88].

Berkata asy-Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iriy hafizhohullah, ((Seandainya mereka berbuat syirik niscaya hapuslah dari mereka apa yang mereka telah kerjakan)). Hal ini diakui sebagai kebenaran ilmiyah yaitu bahwa perbuatan syirik itu menghapuskan amal. Para Rosul di atas kesempurnaan mereka dan ketinggian derajat mereka seandainya mereka mempersekutukan Rabb mereka dengan selain-Nya  lalu mereka mengibadahi selain-Nya disamping-Nya niscaya gugurlah semua amal yang telah diamalkannya. Hal ini termasuk dari ketetapan, jika tidak maka para Rosul adalah orang-orang yang terpelihara dari perbuatan maksiat (ma’shum), tetapi (ayat ini) hanyalah menjadi nasihat dan pelajaran bagi manusia”. [10]
Katanya lagi di dalam petunjuk ayat nomor pertama, “Perbuatan syirik merupakan penghapus bagi amal sebagaimana halnya riddah (atau murtad dari agama). Al-Itadzu billah. [11]
3). Mengeluarkan pelakunya dari Islam.

Berkata asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah, “Syirik besar adalah setiap perbuatan syirik yang ditetapkan oleh Pembuat syariat, dan syirik ini mencakup keluarnya seseorang dari agamanya. Misalnya seseorang memalingkan sesuatu dari jenis ibadah kepada selain Allah Azza wa Jalla, seperti; sholat, shaum dan berkurban untuk selain Allah. Demikian juga termasuk perbuatan syirik besar adalah berdoa kepada selain Allah Azza wa Jalla, misalnya; berdoa kepada penghuni kubur atau kepada yang ghaib agar dapat menolongnya dari suatu perkara yang tiada seseorangpun yang menyanggupinya kecuali Allah Azza wa Jalla. Dan jenis-jenis perbuatan syirik ini telah dikenal di dalam tulisan-tulisan para ahli ilmu”. [12]

Berkata asy-Syaikh Abu Usamah Hasan bin Ali al-Iwajiy hafizhohullah, “Syirik besar itu mengeluarkan pelakunya dari agama Islam sedangkan syirik kecil tidak mengeluarkannya dari agama”. [13]
Banyak para ulama di dalam kitab-kitab besar mereka yang menerangkan akan bahaya kemusyrikan yang di antaranya adalah mengeluarkan pelakunya dari agama ini yaitu Islam. Suka atau tidak, sadar ataupun tidak, terima ataupun tidak, mereka telah keluar dari Islam sampai mereka kembali bertaubat kepada Allah Subhanahu wa ta’ala.
4). Merupakan dosa yang tidak akan diampuni, kecuali jika bertaubat.
       
 Bahaya keempat dari perbuatan syirik, bahwa perbuatan syirik besar ini adalah perbuatan dosa yang tidak akan diampuni oleh Allah Azza wa Jalla kecuali dengan taubat nashuha sebelum matinya di dunia. Berbeda dengan dosa-dosa selain syirik yang dalam masyi’ah (kehendak) Allah, jika Allah ta’ala mau ia akan diampuni dan jika tidak Ia akan mengadzabnya.
إِنَّ اللهَ لاَ يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَ يَغْفِرُ مَا دُوْنَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَ مَنْ يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدِ افْتَرَى إِ ثْمًا عَظِيْمًا

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan akan mengampuni segala dosa selain dari (syirik) itu bagi siapa yang dikendaki-Nya. Dan barangsiapa yang mempersekutukan Allah maka sungguh-sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. [QS. An-Nisa’/ 4: 48 dan yang semisalnya QS. An-Nisa’/ 4: 116].

Berkata asy-Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iriy hafizhohullah, ((Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan akan mengampuni segala dosa selain dari (syirik) itu)). Allah ta’ala telah mengkhabarkan tentang diri-Nya bahwasanya Ia tidak akan mengampuni dosa yang dikenal dengan syirik dan kufur. Adapun seluruh dosa-dosa yang besar dan yang kecil (selainnya), maka hal itu di bawah masyi’ah (kehendak Allah), jika mau maka Ia akan mengampuni orang yang melakukannya serta tidak mengadzabnya. Jika mau maka Ia akan menghukumnya dan mengadzabnya”. [14]
Katanya lagi di dalam petunjuk ayat, “Yang pertama besarnya dosa syirik dan kufur, sedangkan semua dosa-dosa ada dibawahnya. Yang kedua, Syirik adalah dosa yang tidak akan diampuni bagi orang yang mati tanpa taubat darinya”. [15]
عن أنس رضي الله عنه أَنَّ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ: الظُّلْمُ ثَلاَثَةٌ فَظُلْمٌ لاَ يَتْرُكُهُ اللهُ وَ ظُلْمٌ يُغْفَرُ وَظُلْمٌ لاَ يُغْفَرُ فَأَمَّا الظُّلْمُ الَّذِى لاَ يُغْفَرُ فَالشِّرْكُ لاَ يَغْفِرُهُ اللهُ وَ أَمَّا الظُّلْمُ الَّذِى يُغْفَرُ فَظُلْمُ اْلعَبْدِ فِيْمَا بَيْنَهُ وَ بَيْنَ رَبِّهِ وَ أَمَّا الظُّلْمُ الَّذِى لاَ يُتْرَكُ فَظُلْمُ اْلعِبَادِ فَيَقْتَصُّ اللهُ بَعْضُهُمْ مِنْ بَعْضٍ  

Dari Anas radliyallahu anhu bahwasanya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Perbuatan zholim itu ada tiga macam. Perbuatan zholim yang tidak ditinggalkan oleh Allah, perbuatan zholim yang diampuni dan perbuatan zholim yang tidak akan diampuni. Adapun perbuatan zholim yang tidak diampuni maka perbuatan syiriklah yang tidak akan diampuni. Adapun perbuatan zholim yang diampuni adalah perbuatan zholim seorang hamba pada apa yang ada diantaranya dan diantara Rabbnya. Dan adapun perbuatan zholim yang tidak ditinggalkan adalah perbuatan zholim para hamba, lalu Allah mengqishosh (membalas) sebahagian mereka dari sebahagian yang lain”. [HR Abu Dawud ath-Thoyalisiy, al-Bazzar dan Abu Nu’aim. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: hadits ini menurutku adalah hasan, karena hadits ini mempunyai syahid dari Aisyah –ralhiyallahu ‘anha- secara marfu’ dari riwayat Ahmad: VI/ 240].[16]
عن أنس بن مالك قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم يَقُوْلُ: قَالَ اللهُ: يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِى وَ رَجَوْتَنِى غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ فِيْكَ وَ لَا أُبَالِى يَا ابْنَ آدَمَ لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوْبُكَ عَنَانَ السَّمَاءِ ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِى غَفَرْتُ لَكَ وَ لَا أُبَالِى يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِى بِقُرَابِ اْلأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيْتَنِى لَا تُشْرِكُ بِى شَيْئًا لَأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً
Dari Anas bin Malik berkata, aku pernah mendengar Rosulullah Shallalahu alaihi wa sallam bersabda, “Allah berfirman, Wahai anak Adam (manusia) sesungguhnya engkau selama meminta dan mengharap kepada-Ku, Aku akan mengampunimu atas apa yang ada padamu dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam, andaikan dosamu mencapai sepenuh langit kemudian engkau memohon ampun kepada-Ku maka Aku akan mengampunimu dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam, sesungguhnya engkau andaikata mendatangi-Ku dengan membawa dosa sepenuh bumi, kemudian engkau tidak mempersekutukan sesuatu dengan-Ku (tidak berbuat syirik), tentulah Aku akan datangkan kepadamu ampunan dengan sepenuh bumi pula. [HR at-Turmudziy: 3540, Ahmad: V/ 167, 172 dari Abu Dzarr dan ad-Darimiy: II/ 322 dari Abu Dzarr. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan]. [17]
Dalil di atas menegaskan bahwa kemusyrikan itu adalah merupakan perbuatan dosa besar yang tidak akan diampuni oleh Allah Jalla wa Ala. Bahkan jika ada umat Islam yang berbuat dosa sepenuh bumi lalu menjumpai Allah ta’ala pada hari kiamat nanti dalam keadaan tidak berbuat syirik kepada Allah ta’ala, maka Allah akan mendatangkan ampunan sebesar itu pula.
Jadi mafhumnya, jika ia menjumpai Allah dalam keadaan berbuat syirik maka Allah ta’ala tidak akan mengampuni dosa-dosanya dan dosa perbuatan syiriknya.
5). Menyebabkan pelakunya tidak mendapatkan syafaat di hari kiamat.
       
     Bahaya kemusyrikan yang kelima adalah bahwa pelaku perbuatan syirik itu tidak akan mendapatkan syafaat pada hari kiamat nanti, meskipun selama ini ia banyak mengamalkan amalan-amalan yang mendatangkan syafaat, semisal berdoa setelah adzan berkumandang, membaca sholawat atas Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dan semisalnya.
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم : لِكُلَّ نَبِيٍّ دَعْوَةٌ مُسْتَجَابَةٌ فَتَعَجَّلَ كُلُّ نَبِيٍّ دَعْوَتَهُ وَ إِنىِّ اخْتَبَأْتُ دَعْوَتىِ شَفَاعَةً لِأُمَّتيِ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ فَهِيَ نَائِلَةٌ إِنْ شَاءَ اللهُ مَنْ مَاتَ مِنْ أُمَّتيِ لاَ يُشْرِكُ بِاللهِ شَيْئًا

Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Bagi tiap-tiap nabi ada doa yang dikabulkan. Tiap-tiap nabi itu menyegerakan doanya, sedangkan sesungguhnya aku menyembunyikan doaku sebagai syafaat bagi umatku pada hari kiamat. Maka syafaat itu akan mencapai -insyaa Allah- orang yang mati diantara umatku yang tidak mempersekutukan Allah (atau tidak berbuat syirik). [HR Muslim: 199, at-Turmudziy: 3602, Ibnu Majah: 4307 dan Ahmad: II/ 426, Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih ]. [18]

Berkata al-Imam an-Nawawiy rahimahullah, “Di dalam hadits ini terdapat penjelasan akan belas kasih dan kasih sayangnya Nabi Shallallahu alaihi wa sallam kepada umatnya dan sangat pedulinya Beliau dengan memperhatikan kemashlahatan mereka yang penting. Lalu Nabi Shallallahu alaihi wa sallam menunda doanya untuk umatnya sampai kepada waktu yang terpenting yang diperlukan oleh mereka. Adapun perkataan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, “Maka syafaat akan di dapat, -insyaa Allah- oleh orang yang mati di antara umatku yang tidak mempersekutukan sesuatu dengan Allah”. Maka di dalam hadits ini merupakan dalil bagi ahli hak, bahwasanya orang yang mati dalam keadaaan tidak berbuat syirik tidak akan kekal di dalam neraka, walaupun ia mati dalam keadaan tetap di dalam perbuatan kaba’ir (dosa-dosa besar). [19]
عن عوف بن مالك الأشجعي رضي الله عنه قال: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: أَتَانىِ آتٍ مِنْ عِنْدِ رَبىِّ  فَخَيَّرَنىِ بَيْنَ أَنْ يُدْخَلَ نِصْفُ أُمَّتىِّ اْلجَنَّةَ وَ بَيْنَ الشَّفَاعَةِ فَاخْتَرْتُ الشَّفَاعَةَ وَ هِيَ لِمَنْ مَاتَ لاَ يُشْرِكُ بِاللهِ شَيْئًا

Dari Auf bin Malik al-Asyja’iy radliyallahu anhu berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Pernah datang kepadaku  orang yang datang (yaitu malaikat) dari sisi Rabbku, lalu ia menawarkan pilihan kepadaku di antara; dimasukkannya separuh umatku ke dalam surga dan syafaat. Maka aku pilih syafaat, dan syafaat itu untuk orang yang mati dalam keadaaan tidak mempersekutukan sesuatu dengan Allah (tidak berbuat syirik)”.  [HR at-Turmudziy: 2441. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih ]. [20]
عن أبى ذرّ قال قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: ÷ُعْطِيْتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ قَبْلِى بُعِثْتُ إِلَى اْلأَحْمَرِ وَ اْلأَسْوَدِ وَ جُعِلَـتْ لِيَ اْلأَرْضُ طَهُوْرًا وَ مَسْجِدًا وَ أُحِلَّتْ لِيَ اْلغَنَائِمُ وَ لَمْ تَحِلَّ لِأَحَدٍ قَبْلِ وَ نُصِرْتُ بِالرَّعْبِ فَيَرْعَبُ اْلعَدُوَّ وَ هُوَ مِنِّى مَسِيْرَةَ شَهْرٍ وَ قِيْلَ لِى سَلْ تُعْطَهْ وَ اخْتَبأْتُ دَعْوَتِى شَفَاعَةً لِأُمَّتِى فَهِيَ نَائِلَةً مِنْكُمْ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى مَنْ لَمْ يُشْرِكْ بِاللهِ شَيْئًا
Dari Abu Dzarr berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Aku telah diberikan (oleh Allah) lima hal yang tidak pernah diberikan kepada seseorang sebelumku. 1). Aku di utus kepada golongan merah dan hitam (maksudnya adalah golongan manusia dan jin). 2). Bumi sebagai alat bersuci  dan tempat sholat. 3). Dihalalkan bagiku ghanimah (harta rampasan perang) yang tidak halal bagi seseorang sebelumku. 4). Aku telah ditolong dengan rasa takut, maka musuh itu takut dari sebabku selama perjalanan sebulan dan 5). Dikatakan kepadaku, “Mintalah niscaya engkau akan diberi”, lalu aku menyembunyikan doaku sebagai syafaat bagi umatku. Maka syafaat itu akan didapat oleh sebahagian dari kalian insyaa Allah ta’ala yang tidak mempersekutukan sesuatu dengan Allah (tidak berbuat syirik). [HR Ahmad: V/ 145, 148 dan lafazh ini baginya, 161-162 dan juga IV/ 416 dari Abu Musa al-Asy’ariy dengan lafazh, “Dan aku diberi syafaat, tidak ada seorang nabipun melainkan sungguh-sungguh telah meminta syafaat dan sesungguhnya aku menyembunyikan (menyimpan) syafaatku, lalu aku jadikan untuk orang yang mati di antara umatku yang tidak mempersekutukan sesuatu dengan Allah”, ad-Darimiy: II/ 224 dan as-Siraj. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [21]
Berkata Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah, “Adapun doa dan syafaat nabi di dunia, maka tidak ada seorangpun dari ahli kiblat (umat Islam) yang mengingkarinya. Adapun syafaat pada hari kiamat maka madzhab ahli sunnah dan jamaah -mereka itu adalah para shahabat, para tabi’in dan segenap imam kaum muslimin yang empat dan selain mereka- bahwasanya Nabi Shallallahu alaihi wa sallam mempunyai beberapa syafaat yang khusus dan yang umum. Bahwasanya Beliau akan memberi syafaat kepada orang yang diidzinkan Allah baginya untuk memberi syafaat dari umatnya dari ahli kaba’ir (orang yang berbuat dosa besar). Syafaat itu tidak akan berguna kecuali bagi ahli tauhid yang beriman bukan ahli syirik. Walaupun orang musyrik itu mencintai dan mengagungkannya, syafaat Nabi tersebut tidak akan dapat menyelamatkannya dari neraka. Hanyalah yang dapat menyelamatkannya dari neraka itu adalah tauhid dan iman kepadanya. Oleh karena itu Abu Thalib dan selainnya mencintainya tetapi tidak mengakui tauhid yang Beliau telah datang dengannya, maka tidaklah mungkin mereka keluar dari neraka dengan syafaatnya dan tidak pula dengan selainnya”. [22]
 
Syafaat itu banyak diharap dan dinanti oleh mayoritas kaum muslimin agar dapat menyelamatkan diri mereka pada hari kiamat dari neraka Jahannam. Oleh karena itu mereka gemar mengamalkan beberapa amalan yang dapat menyebabkan mereka mendapatkan syafaat walaupun dari sekian amalan tersebut mengandung unsur bid’ah. 
Tetapi di samping itu mereka masih juga mengerjakan beberapa amalan yang mengandung kemusyrikan. Jika demikian, harapan dan penantian mereka akan syafaat dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam tidak akan mereka dapatkan sampai mereka meninggalkan perbuatan syirik.
6). Mengekalkan pelakunya di dalam neraka.
 
       Bahaya yang keenam, bahwa perbuatan syirik itu akan menyeret pelakunya ke dalam neraka Jahannam dan mengekalkannya di dalamnya.
إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ اْلجَنَّةَ وَ مَأْوَاهُ النَّارُ وَ مَا لِلظَّالِمِيْنَ مِنْ أَنْصَارٍ

Sesungguhnya barangsiapa yang mempersekutukan Allah (berbuat syirik), maka pasti Allah akan mengharamkan surga baginya dan tempatnya adalah neraka. Tidaklah ada bagi orang-orang yang zholim itu seorangpun penolong. [QS. Al-Ma’idah/ 5 : 72].

Berkata asy-Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iriy  hafizhohullah, “Di dalam petunjuk ayat yang kelima; diharamkannya surga bagi orang yang menjumpai Rabbnya dalam keadaan mempersekutukan-Nya dengan selain-Nya (yakni berbuat syirik)”. [23]
Berkata al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah, “Yaitu maka sungguh-sungguh Allah telah tetapkan baginya neraka dan haramkan surga atasnya”. [24]
عن جابر رضي الله عنه قَالَ: أَتىَ النَّبِيَّ صلى الله عليه و سلم رَجُلٌ فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ مَا اْلمُوْجِبَتَانِ ؟ فَقَالَ: مَنْ مَاتَ لاَ يُشْرِكُ بِاللهِ شَيْئًا دَخَلَ اْلجَنَّةَ وَ مَنْ مَاتَ يُشْرِكُ بِاللهِ شَيْئًا دَخَلَ النَّارَ  

Dari Jabir radliyallahu anhu berkata, pernah datang seorang lelaki kepada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, lalu ia berkata, “Wahai Rosulullah! Apakah al-Mujibatan itu?”.Beliau menjawab, “Barangsiapa yang mati dalam keadaan tidak mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka dia akan masuk surga. Dan barangsiapa yang mati dalam keadaan mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka dia akan masuk neraka”. [HR Muslim: 93, al-Bukhoriy: 1238, 4497, 6683 dari Ibnu Mas’ud dan Ahmad: III/ 325, 345, 374, 391, 391-391. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih ]. [25]

Demikian sebahagian dari bahaya, keburukan dan kerusakan syirik besar, yang wajib bagi setiap muslim untuk menjauh dan menghindar darinya. Sebab syirik besar ini tidak akan pernah mendatangkan sesuatu apapun kecuali keburukan dan kehinaan di dunia dan akhirat. Namun amat dan sangat disayangkan mayoritas kaum muslimin sekarang ini banyak yang tidak mengetahui akan bahayanya. Dan bahkan banyak dijumpai para dai dan ulamanya yang juga tidak tahu atau mungkin pura-pura tidak tahu atau mungkin juga tidak mau tahu akan hal ini, sehingga mereka senantiasa mengajak umat ini kepada kemusyrikan apakah dalam bentuk ziarah kubur untuk memohon sesuatu kepada penghuninya, atau menyandarkan sesuatu kepada jimat dan benda-benda keramat atau mendatangi dukun-dukun untuk mempertanyakan perkara-perkara ghaib kepada mereka dan lain sebagainya. Padahal perbuatan syirik besar ini adalah kemungkaran yang paling besar yang dilarang oleh Allah Subhanahu wa ta’ala dan Rosul-Nya Shallallahu alaihi wa sallam sedangkan tauhid adalah perkara yang paling besar yang diperintahkan oleh Allah Azza wa Jalla dan Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Semoga Allah Jalla Jalaluhu menjaga kita dan kaum muslimin dari bahaya perbuatan syirik ini dan mendekatkan dan memasukkan kita semua ke dalam akidah tauhid yang lurus lagi benar.
Semoga bermanfaat bagiku, keluarga, kerabat dan para shahabatku khususnya dan kaum muslimin pada umumnya.
Wallahu a’lam bi ash-Showab.


[1] Aysar at-Tafasir: IV/ 206.
[2]  Fat-h al-Qodir: IV/ 273.
[3] Fat-h al-Bariy: I/ 87. VI/ 389, 465, VIII/ 294, 513, XII/ 264, 303, Mukhtashor Shahih al-Bukhoriy: I/ 13 hadits nomor 23, al-Jami’ ash-Shahih: I/ 80, Shahih Muslim bi Syar-h an-Nawawiy: II/ 143, Mukhtashor Shahih Muslim: 2136, Shahih Sunan at-Turmudziy: 2452 dan Tuhfah al-Ahwadziy: VIII/ 373-374.
[4] Fat-h al-Bariy: V/ 261, X/ 405, XI/ 66, XII/ 264, Mukhtashor Shahih al-Bukhoriy: II/ 208 hadits nomor: 1202, al-Jami’ ash-Shahih: I/ 64, Shahih Muslim bi Syarh al-Imam an-Nawawiy: II/ 81, Mukhtashor Shahih Muslim: 46, Shahih Sunan at-Turmudziy: 1873, 2416, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 2628 dan Ghoyah al-Maram: 277.
[5] Fat-h al-Bariy: V/ 393, X/ 232, XII/ 181, Mukhtashor Shahih al-Imam al-Bukhoriy: II/ 253-254 hadits nomor: 1232, al-Jami’ Ash-Shahih: I/ 64, Shahih Muslim bi Syarh al-Imam an-Nawawiy: II/ 83, Mukhtashor Shahih Muslim: 47, Shahih Sunan Abi Dawud: 2498, ‘Aun al-Ma’bud: VIII/ 55, Shahih Sunan An-Nasa’iy: 3432, Misykah al-Mashobih: : 52, Riyadl ash-Shalihin: 1614, 1793 dan Tahqiq Riyadl Ash-Shalihin: 1621, 1802.
[6] Bahjah an-Nazhirin: III/ 125.
[7] Aysar at-Tafasir: IV/ 505.
[8] Aysaar at-Tafaasiir: IV: 505.
[9] Fat-h al-Qodir: IV/ 542-543.
[10] Aysar at-Tafasir: II/ 87-88.
[11] Aysar at-Tafasir: II/ 88.
[12] Fiqh al-Ibadat oleh asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin halaman 57 dan Fatawa al-Aqidah halaman 96.
[13] Syar-h Nawaqidl at-Tauhiid oleh asy-Syaikh Abu Usamah Hasan bin Ali al-Iwajiy halaman 26.
[14] Aysar at-Tafasir: I/ 489.
[15] Aysar at-Tafasir: I/ 489.
[16] Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 1927 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 3961.
[17] Shahih Sunan at-Turmudziy: 2805, Tuhfah al-Ahwadziy: IX/ 417-418, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 4338, Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 127 dan Misykah al-Mashobih: 2336.
[18] Al-Jami’ ash-Shahih: I/ 131, Shahih Muslim bi Syarh an-Nawawiy: III/ 74, Mukhtashor Shahih Muslim: 95, Shahih Sunan at-Turmudziy: 2848, Shahih Sunan Ibni Majah: 3176, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 5176 dan Misykah al-Mashobih: 2223.
[19] Shahih Muslim bi Syar-h an-Nawawiy: III/ 75 dan Fat0h al-Bariy: XI/ 97.
[20] Shahih Sunan at-Turmudziy: 1986, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 56 dan Misykah al-Mashobih: 5600.
[21] Irwa’ al-Ghalil: I/ 316 hadits nomor 285.
[22] Qoidah Jalilah fi at-Tawassul wa al-Wasilah halaman 25-26 dan Majmu’ Fatawa: I/ 153-154.
[23] Aysar at-Tafasir: I/ 658.
[24] Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim: II/ 101.
[25] Al-Jami’ ash-Shahih: I/ 65-66, Shahih Muslim bi Syar-h an-Nawawiy: II/ 93, Mukhtashor Shahih Muslim: 52, Fa-th al-Bariy: III/ 110, VIII/ 176, XI/ 566-567, Mukhtashor Shahih al-Bukhoriy: I/ 292 hadits nomor 629, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 6551 dan Tahqiq Riyadl ash-Shalihin: 419.