BAHAYA
PERBUATAN SYIRIK
بسم الله
الرحمن الرحيم
Rosulullah
Shallallahu alaihi wa sallam telah memerintahkan umatnya agar berhati-hati
terhadap syirik kecil, apalagi yang besar. Meskipun perbuatan syirik kecil ini
tidak menghapuskan seluruh amal shalihnya, namun berada dalam masyi’ah
(kehendak) Allah ta’ala antara diampuni dan diadzab, tidak mengeluarkannya dari
Islam, serta tidak mengekalkannya di dalam neraka sebagaimana perbuatan syirik besar. Namun
perbuatan syirik kecil inipun termasuk dosa besar, menghapuskan amal shalih
yang sedang dikerjakannya, memasukkannya ke dalam neraka dan tidak mencium
wewangian surga kendatipun tidak kekal. Jika demikian bahayanya perbuatan
syirik kecil, apalagi tentunya perbuatan syirik besar yang telah jelas pula
banyak bahaya dan mudlorotnya.
Allah
Subhanahu wa ta’ala dan Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam tidaklah
memerintahkan sesuatu keyakinan, perbuatan atau perkataan melainkan di dalam
sesuatu itu niscaya banyak kebaikannya. Begitu pula, tidaklah Allah Jalla
Jalaluhu dan Rosul-Nya Shallallahu alaihi wa sallam melarang sesuatu melainkan
di dalamnya pasti terdapat banyak keburukan.
Dan perkara paling
besar yang diperintahkan oleh Allah ta’ala dan Rosul-Nya Shallallahu alaihi wa
sallam adalah tauhid dan perkara paling besar yang dilarang oleh
keduanya adalah perbuatan syirik.
Oleh sebab
itu, di dalam alqur’an dan hadits-hadits shahih banyak dijelaskan akan bahaya
dan mudlaratnya perbuatan syirik. Namun karena banyak di antara kaum muslimin
yang masih awam terhadap pemahaman alqur’an dan sunnah serta akidah Islam yang
shahih maka banyak di antara mereka yang masih bergelimang dan berkubang dengan
kemusyrikan tersebut.
Banyak dijumpai
sebahagian besar dari mereka yang gemar ziarah ke kubur para wali atau
orang-orang shalih untuk ngalap berkah, mencari syafaat, bertawassul, mencari
jodoh, mengharapkan harta dan keturunan, minta disembuhkan dari penyakit dan
semisalnya. Atau banyak di antara mereka yang suka mendatangi para dukun, orang
pintar dan semisalnya untuk ngeruwat, mencari barang atau anak hilang,
dilancarkan rizki, pengobatan, menolak ilmu hitam, mencegah gangguan makhlus
halus dan sebagainya. Atau memakai jimat, rajah, isim, pelet, susuk dan
semisalnya untuk menolak bahaya, mendatangkan manfaat atau menimbulkan rasa sayang
orang kepada dirinya dan sebagainya. Atau percaya kepada makhluk atau benda
keramat semisal kerbau bule, ular putih, ikan dewa, kereta kencana, keris
bertuah, batu sakti dan semisalnya. Atau percaya kepada takhayul semisal, roh
gentayangan, kuntilanak itu terbentuk dari perempuan yang dibunuh oleh orang, hantu
pocong itu dijelma dari orang yang dikubur dan tidak dilepas ikat pocong kepalanya
dan sebagainya.
Diantara
bahaya dan mudlarat perbuatan syirik itu di antaranya adalah,
1). Merupakan kezholiman dan dosa sangat yang
besar.
Bahaya pertama dari kemusyrikan
adalah bahwa perbuatan syirik itu merupakan dosa dan perbuatan zholim yang sangat
besar.
Banyak perbuatan dosa yang dilakukan
oleh umat manusia, namun dari sekian banyak dosa, yang paling besar dan
berbahaya adalah perbuatan syirik. Karena perbuatan syirik ini adalah perbuatan
menduakan Allah ta’ala, atau mensejajarkan Allah ta’ala dengan makhluk-Nya. Dan
Allah Subhanahu wa ta’ala tidak suka diduakan dan disejajarkan dengan
makhluk-Nya.
Dalilnya sebagaimana telah
diabadikan di dalam ayat berikut ini, yakni tentang nashihat Luqman kepada
anaknya,
وَ إِذْ
قَالَ لُقْمَانُ لاِبْنِهِ وَ
هُوَ يَعِظُهُ يَا
بُنَيَّ لاَ
تُشْرِكْ بِاللهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
Dan ingatlah ketika Luqman berkata
kepada anaknya di waktu ia memberikan nasihat kepadanya, “Hai anakku, janganlah
engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya perbuatan syirik itu adalah
benar-benar perbuatan zhalim yang sangat besar”. [QS. Luqman/ 31: 13].
Berkata
asy-Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iriy hafizhohullah, di dalam petunjuk ayat
yang keempat; “Menakut-nakuti tentang keadaan perbuatan syirik, karena ia
adalah benar-benar perbuatan zhalim yang amat besar”. [1]
Berkata
al-Imam asy-Syaukani rahimahullah, “((Sesungguhnya perbuatan syirik itu adalah
benar-benar perbuatan zholim yang sangat besar)) merupakan ta’lil (sebab)
bagi apa yang sebelumnya. Dan Luqman memulai di dalam nashihatnya dengan
larangan dari perbuatan syirik, karena melarang dari perbuatan syirik itu
adalah yang paling terpenting dari selainnya”. [2]
عن
عبد الله رضي الله عنه قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ ((الَّذِينَ ءَامَنُوا وَ لَمْ
يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ)) شَقَّ ذَلِكَ عَلَى اْلمـُسْلِمِيْنَ
فَقَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ أَيُّـــنَا لَا يَظْلِمُ نَفْسَهُ؟ قَالَ: لَيْسَ
ذَلِكَ إِنَّمَا هُوَ الشِّرْكُ أَلَمْ تَسْمَعُوْا مَا قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ
وَ هُوَ يَعِظُهُ ((يَا بُنَيَّ لاَ
تُشْرِكْ بِاللهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ))
Dari Abdullah (bin Mas’ud)
radliyallahu anhu berkata, “Ketika turun ayat ((Orang-orang yang beriman dan
tidak mencampur adukkan keimanan mereka dengan perbuatan zholim, QS. Al-An’am/
6: 82)), terasa berat yang demikian itu bagi kaum muslimin. Lalu mereka
berkata, “Wahai Rosulullah, siapakah di antara kita yang tidak pernah
menzholimi dirinya sendiri?”. Nabi bersabda, “Tidak demikian (maksudnya),
hanyalah dia (yakni kezholiman) itu adalah perbuatan syirik. Belumkah kalian
mendengar apa yang dikatakan oleh Luqman kepada putranya ((“Hai anakku,
janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya perbuatan syirik itu
adalah benar-benar perbuatan zholim yang sangat besar”. QS Luqman/ 31: 13)). [HR
al-Bukhoriy: 32, 3360, 3428, 3429, 4776, 6918, 6937, Muslim: 124, at-Turmudziy:
3067 dan Ahmad: I/ 378, 424, 444. Berkata Abu Isa at-Turmudziy: Ini adalah
hadits hasan shahih dan berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [3]
عن
أبي بكرة رضي الله عنه قال: قَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم : أَلاَ
أُنَبِّكُمْ بِأَكْبَرِ اْلكَبَائِرِ (ثلاثا) ؟ قَالُوْا بَلىَ يَا رَسُوْلَ اللهِ
قَالَ: اْلإِشْرَاكُ بِاللهِ وَ عُقُوْقُ اْلوَالِدَيْنِ –وَ جَلَسَ وَ كَانَ
مُتَّكِئًا فَقَالَ-: أَلاَ وَ قَوْلُ الزُّوْرِ قَالَ: فَمَا زَالَ يُكَرِّرُهَا
حَتىَّ قُلْنَا لَيْتَهُ سَكَتَ
Dari Abu Bakrah radliyallahu anhu berkata,
telah bersabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, “Maukah kuberitakan kepada
kalian tentang dossa-dosa besar yang paling besar?”. (Beliau mengucapkannya
tiga kali). Mereka menjawab, “Mau, wahai Rosulullah”. Beliau bersabda, “Mempersekutukan
Allah (berbuat syirik), mendurhakai kedua orang tua, -dan Beliau Shallallahu
alaihi wa sallam duduk padahal tadinya menyandar, lalu bersabda,- ingatlah dan
juga perkataan dusta”. Berkata (Abu Bakrah), “Senantiasa beliau
mengulang-ulanginya, sehingga kami berkata, “Mudah-mudahan beliau berhenti
(mengatakannya)”. [HR al-Bukhoriy: 2654, 5976, 6273, 6274, 6919, Muslim: 87,
at-Turmudziy: 2301, 3019 dan Ahmad: V/ 36-37. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy:
shahih]. [4]
عن
أبي هريرة رضي الله عنه عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم قَالَ: اجْتَنِبُوْا
السَّبْعَ اْلمـُوْبِقَاتِ قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ وَ مَا هُنَّ؟ قَالَ:
الشِّرْكُ بِاللهِ وَ السِّحْرُ وَ قَتْلُ النَّفْسِ الَّتىِ حَرَّمَ اللهُ إِلاَّ
بِاْلحَقِّ وَ أَكْلُ الرِّبَا وَ أَكْلُ مَالِ اْليَتِيْمِ وَ التَّوَلىَّ يَوْمَ
الزَّحْفِ وَ قَذْفُ اْلمـُحْصَنَاتِ اْلمـُؤْمِنَاتِ اْلغَافِلاَتِ
Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu
dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Jauhilah tujuh perkara yang
membinasakan!”. Mereka bertanya, “Apakah itu wahai Rosulullah?”. Beliau
menjawab, “(1) Berbuat syirik kepada Allah, (2) sihir, (3) membunuh jiwa
yang diharamkan Allah kecuali dengan (cara) yang benar, (4) makan harta riba,
(5) makan harta anak yatim, (6) lari dari peperangan dan (7) menuduh wanita
mukmin yang menjaga dirinya dalam keadaan lengah (dari berbuat maksiat)”. [HR al-Bukhoriy:
2766 dan lafazh ini baginya, 5764, 6858, Muslim: 89, Abu Dawud: 2874 dan
an-Nasa’iy: VI/ 257. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih ]. [5]
Berkata
asy-Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilaliy hafizhohullah di dalam fiqh al-hadits, “Dosa yang paling
besar adalah syirik yakni engkau mengambil tandingan bagi-Nya padahal Dia-lah
yang telah menciptakanmu”. [6]
Beberapa
dalil dan penjelasannya di atas menerangkan bahwa perbuatan syirik itu adalah
merupakan dosa-dosa besar yang paling besar dan perbuatan zholim yang paling
berbahaya yang mesti dijauhi oleh setiap muslim. Oleh karena itulah sebagai
ayah yang shalih, Luqman ketika menashihati putranya mengawalinya dengan melarangnya
dari perbuatan syirik, karena ini yang terpenting dari selainnya.
2). Menghapuskan
seluruh amal-amal shalih.
Bahaya
kedua dari perbuatan syirik adalah bahwa perbuatan tersebut dapat menghapus
seluruh amal shalih yang pernah dikerjakannya. Mislanya da seseorang yang telah
dikenal akan keshalihannya dari mengerjakan sholat wajib beserta sunnahnya, melaksanakan
ibadah puasa yang wajib dan yang sunnahnya, gemar bersedekah setelah zakatnya, seringkali
menunaikan ibadah haji dan umrahnya dan selainnya dari amal-amal shalih. Lalu
ia mengerjakan salah satu dari perbuatan syirik besar seperti mendatangi dukun/
orang pintar dan membenarkan perkataannya, menziarahi kubur dan memohon sesuatu
dari penghuninya, maka seluruh amal shalihnya tersebut akan hapus dan hilang
tidak tersisa sedikitpun. Maka tidak ada balasan dari perbuatan itu melainkan
neraka dan tidak akan ada yang mengembalikan diterimanya amal-amal shalihnya kembali
kecuali bertaubat kepada Allah ta’ala dengan taubat nashuha.
وَلَقَدْ أُوْحِيَ إِلَيْكَ وَ
إِلىَ الَّذِيْنَ مِنْ
قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَ
لَتَكُوْنَنَّ مِنَ
اْلخَاسِرِيْنَ
Dan sungguh-sungguh telah diwahyukan
kepadamu dan kepada (para rosul) sebelummu, jika kamu berbuat syirik niscaya
akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. [QS.
Az-Zumar/ 39: 65].
Berkata
asy-Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iriy hafizhohullah, “Dan firman Allah ta’ala, ((Jika kamu berbuat syirik)) terhadap
Kami kepada selain Kami di dalam beribadah kepada Kami, niscaya hapuslah amalmu
yakni gugur seluruhnya dan tiada mendapatkan balasan secuilpun darinya meskipun
sedikit”. [7]
Katanya lagi
di dalam petunjuk ayat yang kelima, “Menerangkan perbuatan syirik dan
menjelaskan bahaya-bahayanya karena ia merupakan penghapus amal secara
keseluruhan”. [8]
Berkata al-Imam asy-Syaukaniy rahimahullah,
“Ucapan ini adalah termasuk dari bab sindiran kepada selain Rasul, karena Allah
Subhanah telah menjaga mereka dari perbuatan syirik. Sisi yang diinginkan
oleh-Nya adalah menyuruh waspada dan memberikan teguran kepada para hamba dari
perbuatan syirik. Karena perbuatan syirik itu jika ada dilakukan akan
ditetapkannya penghapusan amal para nabi sesuai dengan ketentuan. Dan
ketentuannya adalah perbuatan syirik itu dapat menghapus amal selain mereka di
antara umat-umat dengan cara yang utama”.
[9]
ذَلِكَ هُدَى اللهِ يَهْدِى بِهِ
مَنْ يَشَاءُ مِنْ
عِبَادِهِ وَ
لَو أَشْرَكُوْا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا
كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ
Itulah petunjuk Allah, yang dengannya
Dia memberikan petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara para
hamba-Nya. Seandainya mereka berbuat syirik niscaya hapuslah dari mereka apa
yang mereka telah kerjakan. [QS. Al-An’am/ 6: 88].
Berkata
asy-Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iriy hafizhohullah, ((Seandainya mereka berbuat syirik niscaya
hapuslah dari mereka apa yang mereka telah kerjakan)). Hal ini diakui sebagai
kebenaran ilmiyah yaitu bahwa perbuatan syirik itu menghapuskan amal. Para
Rosul di atas kesempurnaan mereka dan ketinggian derajat mereka seandainya
mereka mempersekutukan Rabb mereka dengan selain-Nya lalu mereka mengibadahi selain-Nya
disamping-Nya niscaya gugurlah semua amal yang telah diamalkannya. Hal ini
termasuk dari ketetapan, jika tidak maka para Rosul adalah orang-orang yang
terpelihara dari perbuatan maksiat (ma’shum), tetapi (ayat ini) hanyalah
menjadi nasihat dan pelajaran bagi manusia”. [10]
Katanya lagi
di dalam petunjuk ayat nomor pertama, “Perbuatan syirik merupakan penghapus
bagi amal sebagaimana halnya riddah (atau murtad dari agama). Al-Itadzu
billah. [11]
3). Mengeluarkan
pelakunya dari Islam.
Berkata
asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah, “Syirik besar adalah setiap perbuatan syirik
yang ditetapkan oleh Pembuat syariat, dan syirik ini mencakup keluarnya
seseorang dari agamanya. Misalnya seseorang memalingkan sesuatu dari jenis
ibadah kepada selain Allah Azza wa Jalla, seperti; sholat, shaum dan berkurban
untuk selain Allah. Demikian juga termasuk perbuatan syirik besar adalah berdoa
kepada selain Allah Azza wa Jalla, misalnya; berdoa kepada penghuni kubur atau
kepada yang ghaib agar dapat menolongnya dari suatu perkara yang tiada
seseorangpun yang menyanggupinya kecuali Allah Azza wa Jalla. Dan jenis-jenis
perbuatan syirik ini telah dikenal di dalam tulisan-tulisan para ahli ilmu”. [12]
Berkata
asy-Syaikh Abu Usamah Hasan bin Ali al-Iwajiy hafizhohullah, “Syirik besar itu mengeluarkan pelakunya dari
agama Islam sedangkan syirik kecil tidak mengeluarkannya dari agama”. [13]
Banyak
para ulama di dalam kitab-kitab besar mereka yang menerangkan akan bahaya
kemusyrikan yang di antaranya adalah mengeluarkan pelakunya dari agama ini
yaitu Islam. Suka atau tidak, sadar ataupun tidak, terima ataupun tidak, mereka
telah keluar dari Islam sampai mereka kembali bertaubat kepada Allah Subhanahu
wa ta’ala.
4). Merupakan
dosa yang tidak akan diampuni, kecuali jika bertaubat.
Bahaya
keempat dari perbuatan syirik, bahwa perbuatan syirik besar ini adalah
perbuatan dosa yang tidak akan diampuni oleh Allah Azza wa Jalla kecuali dengan
taubat nashuha sebelum matinya di dunia. Berbeda dengan dosa-dosa selain syirik
yang dalam masyi’ah (kehendak) Allah, jika Allah ta’ala mau ia akan diampuni
dan jika tidak Ia akan mengadzabnya.
إِنَّ اللهَ لاَ
يَغْفِرُ أَنْ
يُشْرَكَ بِهِ
وَ يَغْفِرُ مَا
دُوْنَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَ
مَنْ يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدِ افْتَرَى إِ
ثْمًا عَظِيْمًا
Sesungguhnya
Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan akan mengampuni segala dosa selain
dari (syirik) itu bagi siapa yang dikendaki-Nya. Dan barangsiapa yang
mempersekutukan Allah maka sungguh-sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. [QS.
An-Nisa’/ 4: 48 dan yang semisalnya QS. An-Nisa’/ 4: 116].
Berkata
asy-Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iriy hafizhohullah, ((Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni
dosa syirik, dan akan mengampuni segala dosa selain dari (syirik) itu)). Allah ta’ala
telah mengkhabarkan tentang diri-Nya
bahwasanya Ia tidak akan mengampuni dosa yang dikenal dengan syirik dan kufur.
Adapun seluruh dosa-dosa yang besar dan yang kecil (selainnya), maka hal itu di
bawah masyi’ah (kehendak Allah), jika mau maka Ia akan mengampuni orang
yang melakukannya serta tidak mengadzabnya. Jika mau maka Ia akan menghukumnya
dan mengadzabnya”. [14]
Katanya
lagi di dalam petunjuk ayat, “Yang pertama besarnya dosa syirik dan kufur,
sedangkan semua dosa-dosa ada dibawahnya. Yang kedua, Syirik adalah dosa yang
tidak akan diampuni bagi orang yang mati tanpa taubat darinya”. [15]
عن
أنس رضي الله عنه أَنَّ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ: الظُّلْمُ
ثَلاَثَةٌ فَظُلْمٌ لاَ يَتْرُكُهُ اللهُ وَ ظُلْمٌ يُغْفَرُ وَظُلْمٌ لاَ
يُغْفَرُ فَأَمَّا الظُّلْمُ الَّذِى لاَ يُغْفَرُ فَالشِّرْكُ لاَ يَغْفِرُهُ
اللهُ وَ أَمَّا الظُّلْمُ الَّذِى يُغْفَرُ فَظُلْمُ اْلعَبْدِ فِيْمَا بَيْنَهُ
وَ بَيْنَ رَبِّهِ وَ أَمَّا الظُّلْمُ الَّذِى لاَ يُتْرَكُ فَظُلْمُ اْلعِبَادِ
فَيَقْتَصُّ اللهُ بَعْضُهُمْ مِنْ بَعْضٍ
Dari Anas radliyallahu anhu bahwasanya
Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Perbuatan zholim itu ada
tiga macam. Perbuatan zholim yang tidak ditinggalkan oleh Allah, perbuatan
zholim yang diampuni dan perbuatan zholim yang tidak akan diampuni. Adapun
perbuatan zholim yang tidak diampuni maka perbuatan syiriklah yang tidak akan
diampuni. Adapun perbuatan zholim yang diampuni adalah perbuatan zholim seorang
hamba pada apa yang ada diantaranya dan diantara Rabbnya. Dan adapun perbuatan
zholim yang tidak ditinggalkan adalah perbuatan zholim para hamba, lalu Allah
mengqishosh (membalas) sebahagian mereka dari sebahagian yang lain”. [HR Abu
Dawud ath-Thoyalisiy, al-Bazzar dan Abu Nu’aim. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy:
hadits ini menurutku adalah hasan, karena hadits ini mempunyai syahid dari
Aisyah –ralhiyallahu ‘anha- secara marfu’ dari riwayat Ahmad: VI/ 240].[16]
عن
أنس بن مالك قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم يَقُوْلُ: قَالَ
اللهُ: يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِى وَ رَجَوْتَنِى غَفَرْتُ لَكَ
عَلَى مَا كَانَ فِيْكَ وَ لَا أُبَالِى يَا ابْنَ آدَمَ لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوْبُكَ
عَنَانَ السَّمَاءِ ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِى غَفَرْتُ لَكَ وَ لَا أُبَالِى يَا
ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِى بِقُرَابِ اْلأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيْتَنِى
لَا تُشْرِكُ بِى شَيْئًا لَأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً
Dari Anas bin Malik berkata, aku
pernah mendengar Rosulullah Shallalahu alaihi wa sallam bersabda, “Allah
berfirman, Wahai anak Adam (manusia) sesungguhnya engkau selama meminta dan mengharap
kepada-Ku, Aku akan mengampunimu atas apa yang ada padamu dan Aku tidak peduli.
Wahai anak Adam, andaikan dosamu mencapai sepenuh langit kemudian engkau
memohon ampun kepada-Ku maka Aku akan mengampunimu dan Aku tidak peduli. Wahai
anak Adam, sesungguhnya engkau andaikata mendatangi-Ku dengan membawa dosa
sepenuh bumi, kemudian engkau tidak mempersekutukan sesuatu dengan-Ku (tidak
berbuat syirik), tentulah Aku akan datangkan kepadamu ampunan dengan sepenuh
bumi pula. [HR at-Turmudziy: 3540, Ahmad: V/ 167, 172 dari Abu Dzarr dan
ad-Darimiy: II/ 322 dari Abu Dzarr. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan]. [17]
Dalil di atas menegaskan bahwa
kemusyrikan itu adalah merupakan perbuatan dosa besar yang tidak akan diampuni
oleh Allah Jalla wa Ala. Bahkan jika ada umat Islam yang berbuat dosa sepenuh
bumi lalu menjumpai Allah ta’ala pada hari kiamat nanti dalam keadaan tidak berbuat
syirik kepada Allah ta’ala, maka Allah akan mendatangkan ampunan sebesar itu
pula.
Jadi mafhumnya, jika ia menjumpai
Allah dalam keadaan berbuat syirik maka Allah ta’ala tidak akan mengampuni
dosa-dosanya dan dosa perbuatan syiriknya.
5). Menyebabkan
pelakunya tidak mendapatkan syafaat di hari kiamat.
Bahaya
kemusyrikan yang kelima adalah bahwa pelaku perbuatan syirik itu tidak akan
mendapatkan syafaat pada hari kiamat nanti, meskipun selama ini ia banyak
mengamalkan amalan-amalan yang mendatangkan syafaat, semisal berdoa setelah
adzan berkumandang, membaca sholawat atas Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dan
semisalnya.
عن
أبي هريرة رضي الله عنه قال: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم : لِكُلَّ
نَبِيٍّ دَعْوَةٌ مُسْتَجَابَةٌ فَتَعَجَّلَ كُلُّ نَبِيٍّ دَعْوَتَهُ وَ إِنىِّ اخْتَبَأْتُ
دَعْوَتىِ شَفَاعَةً لِأُمَّتيِ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ فَهِيَ نَائِلَةٌ إِنْ شَاءَ
اللهُ مَنْ مَاتَ مِنْ أُمَّتيِ لاَ يُشْرِكُ بِاللهِ شَيْئًا
Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu
berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Bagi
tiap-tiap nabi ada doa yang dikabulkan. Tiap-tiap nabi itu menyegerakan doanya,
sedangkan sesungguhnya aku menyembunyikan doaku sebagai syafaat bagi umatku
pada hari kiamat. Maka syafaat itu akan mencapai -insyaa
Allah- orang yang mati diantara umatku yang
tidak mempersekutukan Allah (atau tidak berbuat syirik). [HR Muslim: 199,
at-Turmudziy: 3602, Ibnu Majah: 4307 dan Ahmad: II/ 426, Berkata asy-Syaikh
al-Albaniy: Shahih ]. [18]
Berkata al-Imam an-Nawawiy rahimahullah, “Di dalam hadits ini terdapat
penjelasan akan belas kasih dan kasih sayangnya Nabi Shallallahu alaihi wa
sallam kepada umatnya dan sangat pedulinya Beliau dengan memperhatikan
kemashlahatan mereka yang penting. Lalu Nabi Shallallahu alaihi wa sallam
menunda doanya untuk umatnya sampai kepada waktu yang terpenting yang
diperlukan oleh mereka. Adapun perkataan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam,
“Maka syafaat akan di dapat, -insyaa Allah- oleh orang yang mati di antara
umatku yang tidak mempersekutukan sesuatu dengan Allah”. Maka di dalam hadits
ini merupakan dalil bagi ahli hak, bahwasanya orang yang mati dalam keadaaan
tidak berbuat syirik tidak akan kekal di dalam neraka, walaupun ia mati dalam
keadaan tetap di dalam perbuatan kaba’ir (dosa-dosa besar). [19]
عن
عوف بن مالك الأشجعي رضي الله عنه قال: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم:
أَتَانىِ آتٍ مِنْ عِنْدِ رَبىِّ
فَخَيَّرَنىِ بَيْنَ أَنْ يُدْخَلَ نِصْفُ أُمَّتىِّ اْلجَنَّةَ وَ بَيْنَ
الشَّفَاعَةِ فَاخْتَرْتُ الشَّفَاعَةَ وَ هِيَ لِمَنْ مَاتَ لاَ يُشْرِكُ بِاللهِ
شَيْئًا
Dari Auf bin Malik al-Asyja’iy radliyallahu
anhu berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Pernah
datang kepadaku orang yang datang (yaitu malaikat) dari sisi
Rabbku, lalu ia menawarkan pilihan kepadaku di antara; dimasukkannya separuh
umatku ke dalam surga dan syafaat. Maka aku pilih syafaat, dan syafaat itu
untuk orang yang mati dalam keadaaan tidak mempersekutukan sesuatu dengan Allah
(tidak berbuat syirik)”. [HR
at-Turmudziy: 2441. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih ]. [20]
عن
أبى ذرّ قال قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: ÷ُعْطِيْتُ خَمْسًا لَمْ
يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ قَبْلِى بُعِثْتُ إِلَى اْلأَحْمَرِ وَ اْلأَسْوَدِ وَ
جُعِلَـتْ لِيَ اْلأَرْضُ طَهُوْرًا وَ مَسْجِدًا وَ أُحِلَّتْ لِيَ اْلغَنَائِمُ
وَ لَمْ تَحِلَّ لِأَحَدٍ قَبْلِ وَ نُصِرْتُ بِالرَّعْبِ فَيَرْعَبُ اْلعَدُوَّ
وَ هُوَ مِنِّى مَسِيْرَةَ شَهْرٍ وَ قِيْلَ لِى سَلْ تُعْطَهْ وَ اخْتَبأْتُ
دَعْوَتِى شَفَاعَةً لِأُمَّتِى فَهِيَ نَائِلَةً مِنْكُمْ إِنْ شَاءَ اللهُ
تَعَالَى مَنْ لَمْ يُشْرِكْ بِاللهِ شَيْئًا
Dari Abu Dzarr berkata, telah bersabda
Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Aku telah diberikan (oleh Allah) lima
hal yang tidak pernah diberikan kepada seseorang sebelumku. 1). Aku di utus
kepada golongan merah dan hitam (maksudnya adalah golongan manusia dan jin).
2). Bumi sebagai alat bersuci dan tempat
sholat. 3). Dihalalkan bagiku ghanimah (harta rampasan perang) yang tidak halal
bagi seseorang sebelumku. 4). Aku telah ditolong dengan rasa takut, maka musuh
itu takut dari sebabku selama perjalanan sebulan dan 5). Dikatakan kepadaku,
“Mintalah niscaya engkau akan diberi”, lalu aku menyembunyikan doaku sebagai
syafaat bagi umatku. Maka syafaat itu akan didapat oleh sebahagian dari kalian
insyaa Allah ta’ala yang tidak mempersekutukan sesuatu dengan Allah (tidak
berbuat syirik). [HR Ahmad: V/ 145, 148 dan lafazh ini baginya, 161-162 dan
juga IV/ 416 dari Abu Musa al-Asy’ariy dengan lafazh, “Dan aku diberi syafaat,
tidak ada seorang nabipun melainkan sungguh-sungguh telah meminta syafaat dan
sesungguhnya aku menyembunyikan (menyimpan) syafaatku, lalu aku jadikan untuk
orang yang mati di antara umatku yang tidak mempersekutukan sesuatu dengan
Allah”, ad-Darimiy: II/ 224 dan as-Siraj. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy:
Shahih]. [21]
Berkata Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyah
rahimahullah, “Adapun doa dan syafaat nabi di dunia, maka tidak ada seorangpun
dari ahli kiblat (umat Islam) yang mengingkarinya. Adapun syafaat pada hari
kiamat maka madzhab ahli sunnah dan jamaah -mereka itu adalah para shahabat,
para tabi’in dan segenap imam kaum muslimin yang empat dan selain mereka-
bahwasanya Nabi Shallallahu alaihi wa sallam mempunyai beberapa syafaat yang
khusus dan yang umum. Bahwasanya Beliau akan memberi syafaat kepada orang yang
diidzinkan Allah baginya untuk memberi syafaat dari umatnya dari ahli kaba’ir
(orang yang berbuat dosa besar). Syafaat itu tidak akan berguna kecuali bagi
ahli tauhid yang beriman bukan ahli syirik. Walaupun orang musyrik itu
mencintai dan mengagungkannya, syafaat Nabi tersebut tidak akan dapat
menyelamatkannya dari neraka. Hanyalah yang dapat menyelamatkannya dari neraka
itu adalah tauhid dan iman kepadanya. Oleh karena itu Abu Thalib dan selainnya
mencintainya tetapi tidak mengakui tauhid yang Beliau telah datang dengannya,
maka tidaklah mungkin mereka keluar dari neraka dengan syafaatnya dan tidak pula
dengan selainnya”. [22]
Syafaat itu banyak diharap dan dinanti
oleh mayoritas kaum muslimin agar dapat menyelamatkan diri mereka pada hari
kiamat dari neraka Jahannam. Oleh karena itu mereka gemar mengamalkan beberapa
amalan yang dapat menyebabkan mereka mendapatkan syafaat walaupun dari sekian
amalan tersebut mengandung unsur bid’ah.
Tetapi di samping itu mereka masih
juga mengerjakan beberapa amalan yang mengandung kemusyrikan. Jika demikian,
harapan dan penantian mereka akan syafaat dari Nabi Shallallahu alaihi wa
sallam tidak akan mereka dapatkan sampai mereka meninggalkan perbuatan syirik.
6). Mengekalkan
pelakunya di dalam neraka.
Bahaya
yang keenam, bahwa perbuatan syirik itu akan menyeret pelakunya ke dalam neraka
Jahannam dan mengekalkannya di dalamnya.
إِنَّهُ مَنْ
يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ اْلجَنَّةَ وَ
مَأْوَاهُ النَّارُ وَ
مَا لِلظَّالِمِيْنَ مِنْ
أَنْصَارٍ
Sesungguhnya barangsiapa yang
mempersekutukan Allah (berbuat syirik), maka pasti Allah akan mengharamkan
surga baginya dan tempatnya adalah neraka. Tidaklah ada bagi orang-orang yang
zholim itu seorangpun penolong. [QS. Al-Ma’idah/ 5 : 72].
Berkata
asy-Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iriy hafizhohullah,
“Di dalam petunjuk ayat yang kelima; diharamkannya surga bagi orang yang
menjumpai Rabbnya dalam keadaan mempersekutukan-Nya dengan selain-Nya (yakni
berbuat syirik)”. [23]
Berkata al-Hafizh
Ibnu Katsir rahimahullah, “Yaitu maka sungguh-sungguh Allah telah tetapkan
baginya neraka dan haramkan surga atasnya”. [24]
عن
جابر رضي الله عنه قَالَ: أَتىَ النَّبِيَّ صلى الله عليه و سلم رَجُلٌ فَقَالَ:
يَا رَسُوْلَ اللهِ مَا اْلمُوْجِبَتَانِ ؟ فَقَالَ: مَنْ مَاتَ لاَ يُشْرِكُ
بِاللهِ شَيْئًا دَخَلَ اْلجَنَّةَ وَ مَنْ مَاتَ يُشْرِكُ بِاللهِ شَيْئًا دَخَلَ
النَّارَ
Dari Jabir radliyallahu anhu berkata,
pernah datang seorang lelaki kepada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, lalu ia
berkata, “Wahai Rosulullah! Apakah al-Mujibatan itu?”.Beliau menjawab, “Barangsiapa
yang mati dalam keadaan tidak mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka dia
akan masuk surga. Dan barangsiapa yang mati dalam keadaan mempersekutukan
sesuatu dengan Allah, maka dia akan masuk neraka”. [HR Muslim: 93, al-Bukhoriy:
1238, 4497, 6683 dari Ibnu Mas’ud dan Ahmad: III/ 325, 345, 374, 391, 391-391.
Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih ]. [25]
Demikian
sebahagian dari bahaya, keburukan dan kerusakan syirik besar, yang wajib bagi
setiap muslim untuk menjauh dan menghindar darinya. Sebab syirik besar ini
tidak akan pernah mendatangkan sesuatu apapun kecuali keburukan dan kehinaan di
dunia dan akhirat. Namun amat dan sangat disayangkan mayoritas kaum muslimin sekarang
ini banyak yang tidak mengetahui akan bahayanya. Dan bahkan banyak dijumpai
para dai dan ulamanya yang juga tidak tahu atau mungkin pura-pura tidak tahu
atau mungkin juga tidak mau tahu akan hal ini, sehingga mereka senantiasa
mengajak umat ini kepada kemusyrikan apakah dalam bentuk ziarah kubur untuk
memohon sesuatu kepada penghuninya, atau menyandarkan sesuatu kepada jimat dan
benda-benda keramat atau mendatangi dukun-dukun untuk mempertanyakan
perkara-perkara ghaib kepada mereka dan lain sebagainya. Padahal perbuatan
syirik besar ini adalah kemungkaran yang paling besar yang dilarang oleh Allah Subhanahu
wa ta’ala dan Rosul-Nya Shallallahu alaihi wa sallam sedangkan tauhid adalah
perkara yang paling besar yang diperintahkan oleh Allah Azza wa Jalla dan
Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Semoga Allah Jalla Jalaluhu menjaga
kita dan kaum muslimin dari bahaya perbuatan syirik ini dan mendekatkan dan
memasukkan kita semua ke dalam akidah tauhid yang lurus lagi benar.
Semoga
bermanfaat bagiku, keluarga, kerabat dan para shahabatku khususnya dan kaum
muslimin pada umumnya.
Wallahu a’lam
bi ash-Showab.
[1]
Aysar at-Tafasir: IV/ 206.
[2] Fat-h al-Qodir: IV/ 273.
[3]
Fat-h al-Bariy: I/ 87. VI/ 389, 465, VIII/ 294, 513, XII/ 264, 303, Mukhtashor
Shahih al-Bukhoriy: I/ 13 hadits nomor 23, al-Jami’ ash-Shahih: I/ 80, Shahih
Muslim bi Syar-h an-Nawawiy: II/ 143, Mukhtashor Shahih Muslim: 2136, Shahih
Sunan at-Turmudziy: 2452 dan Tuhfah al-Ahwadziy: VIII/ 373-374.
[4]
Fat-h al-Bariy: V/ 261, X/ 405, XI/ 66, XII/ 264, Mukhtashor Shahih al-Bukhoriy:
II/ 208 hadits nomor: 1202, al-Jami’ ash-Shahih: I/ 64, Shahih Muslim bi Syarh
al-Imam an-Nawawiy: II/ 81, Mukhtashor Shahih Muslim: 46, Shahih Sunan
at-Turmudziy: 1873, 2416, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 2628 dan Ghoyah
al-Maram: 277.
[5]
Fat-h al-Bariy: V/ 393, X/ 232, XII/ 181, Mukhtashor Shahih al-Imam
al-Bukhoriy: II/ 253-254 hadits nomor: 1232, al-Jami’ Ash-Shahih: I/ 64, Shahih
Muslim bi Syarh al-Imam an-Nawawiy: II/ 83, Mukhtashor Shahih Muslim: 47,
Shahih Sunan Abi Dawud: 2498, ‘Aun al-Ma’bud: VIII/ 55, Shahih Sunan
An-Nasa’iy: 3432, Misykah al-Mashobih: : 52, Riyadl ash-Shalihin: 1614, 1793
dan Tahqiq Riyadl Ash-Shalihin: 1621, 1802.
[6]
Bahjah an-Nazhirin: III/ 125.
[7]
Aysar at-Tafasir: IV/ 505.
[8]
Aysaar at-Tafaasiir: IV: 505.
[9]
Fat-h al-Qodir: IV/ 542-543.
[10]
Aysar at-Tafasir: II/ 87-88.
[11]
Aysar at-Tafasir: II/ 88.
[12]
Fiqh al-Ibadat oleh asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin halaman 57 dan
Fatawa al-Aqidah halaman 96.
[13]
Syar-h Nawaqidl at-Tauhiid oleh asy-Syaikh Abu Usamah Hasan bin Ali al-Iwajiy
halaman 26.
[14]
Aysar at-Tafasir: I/ 489.
[15]
Aysar at-Tafasir: I/ 489.
[16]
Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 1927 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 3961.
[17]
Shahih Sunan at-Turmudziy: 2805, Tuhfah al-Ahwadziy: IX/ 417-418, Shahih
al-Jami’ ash-Shaghir: 4338, Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 127 dan Misykah
al-Mashobih: 2336.
[18]
Al-Jami’ ash-Shahih: I/ 131, Shahih Muslim bi Syarh an-Nawawiy: III/ 74,
Mukhtashor Shahih Muslim: 95, Shahih Sunan at-Turmudziy: 2848, Shahih Sunan
Ibni Majah: 3176, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 5176 dan Misykah al-Mashobih:
2223.
[19]
Shahih Muslim bi Syar-h an-Nawawiy: III/ 75 dan Fat0h al-Bariy: XI/ 97.
[20]
Shahih Sunan at-Turmudziy: 1986, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 56 dan Misykah
al-Mashobih: 5600.
[21]
Irwa’ al-Ghalil: I/ 316 hadits nomor 285.
[22]
Qoidah Jalilah fi at-Tawassul wa al-Wasilah halaman 25-26 dan Majmu’ Fatawa: I/
153-154.
[23]
Aysar at-Tafasir: I/ 658.
[24]
Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim: II/ 101.
[25]
Al-Jami’ ash-Shahih: I/ 65-66, Shahih Muslim bi Syar-h an-Nawawiy: II/ 93,
Mukhtashor Shahih Muslim: 52, Fa-th al-Bariy: III/ 110, VIII/ 176, XI/ 566-567,
Mukhtashor Shahih al-Bukhoriy: I/ 292 hadits nomor 629, Shahih al-Jami’
ash-Shaghir: 6551 dan Tahqiq Riyadl ash-Shalihin: 419.