بسم الله الرحمن الرحيم
1). Ramadlan adalah bulan diturunkannya
alqur’an.
Ramadlan adalah
bulan di antara Sya’ban dan Syawwal. Dinamakan Ramadlan karena pada awal
pemberian namanya, bulan ini berada pada masa yang sangat panas (ar-ramdla’),
sehingga dinamailah bulan ini dengan Ramadlan. [1]
Bulan Ramadlan
adalah bulan yang mulia. Bulan ini dipilih sebagai bulan untuk berpuasa
dan pada bulan ini pula alqur’an dan kitab-kitab Allah lainnya diturunkan.
Sebagaimana Allah Subhanahu ta’ala berfirman,
شَهْرُ
رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ
الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
(Beberapa hari
yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadlan, bulan yang di dalamnya diturunkan
(permulaan) alquran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan
mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena
itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan
itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu. [QS. Al Baqarah/2 : 185].
Ibnu Katsir rahimahullah
tatkala menafsirkan ayat yang mulia ini mengatakan,”(Dalam ayat ini) Allah ta’ala
memuji bulan puasa –yaitu bulan Ramadlan- dari bulan-bulan lainnya. Allah
memuji demikian karena bulan ini telah Allah pilih sebagai bulan diturunkannya
alqur’an dari bulan-bulan lainnya. Sebagaimana di dalam hadits [2]
bahwa pada bulan Ramadlan ini Allah telah menurunkan kitab ilahiyah
lainnya pada para Nabi ‘alaihimus salam.” [3]
Dan bulan
Ramadlan ini, adalah satu-satunya bulan yang disebutkan secara jelas di dalam
alqur’an. [4]
2). Puasa Ramadlan adalah puasa yang
paling utama.
Allah
Subhanahu wa ta’ala melalui Rosul-Nya Shallallahu alaihi wa sallam telah banyak
memerintahkan dan menganjurkan berpuasa, misalnya puasa Ramadlan, puasa bayadl
(puasa tiga hari di pertengahan bulan-bulan hijriyah, puasa senin dan kamis,
puasa di bulan Muharram khususnya 10 Muharram, puasa Arafah, puasa 6 hari
di bulan Syawal, puasa nabi Dawud dan sebagainya.
Dan puasa yang
paling utama dari sekian banyak puasa adalah puasa pada bulan Ramadlan
sebagaimana telah dijelaskan di dalam dalil berikut ini,
عن أبى هريرة رضي الله عنه قال: قَالَ
رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ
اللهِ اْلمـُحَرَّمِ وَ أَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ اْلفَرِيْضَةِ صَلَاةُ
اللَّيْلِ
Dari
Abu Hurairah radliyallahu anhu berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu
alaihi wa sallam, “Seutama-utama puasa setelah puasa Ramadlan adalah puasa di
bulan Allah yaitu Muharram. Seutama-utama sholat setelah sholat wajib adalah
sholat malam”. [HR. Muslim: 1163, Abu Dawud: 2429, at-Turmudziy: 438, 740, Ibnu
Majah: 1742, ad-Darimiy: II/ 21, Ahmad: II/ 303, 309, 342, 344, 535, Ibnu
Khuzaimah: 2076 dan al-Baihaqiy. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [5]
3). Setan-setan dibelenggu, pintu-pintu
neraka ditutup dan pintu-pintu surga dibuka ketika Ramadlan tiba.
Ini adalah
perkara yang telah dijelaskan oleh Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam.
Kewajiban Beliau adalah menjelaskan dan kewajiban kita adalah menerima dan
mengimaninya.
عن
أبى هريرة رضي الله عنه أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ: إِذَا
جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَ غُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ
وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ
Dari Abu Hurairah
radliyallahu anhu, bahwasanya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
“Apabila Ramadlan tiba, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan setan-setanpun
dibelenggu.” (HR. Muslim: 1079, al-Bukhoriy: 1898, 1899, 3277 dan an-Nasa’iy:
IV: 126, 127, 128-129. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih). [6]
Berkata
asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah, “Pada bulan Ramadlan,
keburukan sedikit di muka bumi karena setan-setan dibelenggu dan diikatnya jin-jin
yang durhaka dengan rantai dan belenggu. Mereka tidak bebas untuk merusak
manusia sebagaimana di bulan-bulan selainnya. Karena kaum muslimin disibukkan
dengan berpuasa, menegakkan sholat (tarawih) dan membaca alqur’an, yang dapat
mengekang syahwat dan menjernihkan nafsu sehingga jiwa menjadi bersih”. [7]
Dibukanya
pintu-pintu surga, ditutupnya pintu-pintu neraka dan dirantainya jin-jin yang
durhaka itu sejak awal bulan Ramadlan. Hal ini berdasarkan dalil berikut ini,
عن أبى هريرة قال: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: إِذَا
كَانَ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ صٌفِّدَتِ الشَّيَاطِيْنُ وَ
مَرَدَةُ اْلجِنِّ وَ غُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ فَلَمْ يُفْتَحْ مِنْهَا بَابٌ
وَ فُتِحَتِ اْلجَنَّةُ فَلَمْ يُغْلَقْ مِنْهَا بَابٌ وَ يُنَادِى مُنَادٍ: يَا
بَاغِى اْلخَيْرِ أَقْبِلْ وَ يَا بَاغِى الشَّرِّ أَقْصِرْ وَ لِلَّهِ عُتَقَاءُ
مِنَ النَّارِ وَ ذَلِكَ كُلُّ لَيْلَةٍ
Dari Abu Hurairah
berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Apabila
datang malam pertama bulan Ramadlan, setan-setan dan jin-jin durhaka
dibelenggu. Pintu-pintu neraka ditutup sehingga tidak ada satupun pintu yang
dibuka. Dan pintu-pintu surga dibuka sehingga tidak ada satupun pintu yang
ditutup. Kemudian ada penyeru yang menyeru, “Wahai para pencari kebaikan,
sambutlah! Wahai pencari kejahatan, berhentilah!. Dan Allah memiliki
orang-orang yang dibebaskan dari neraka dan hal itu berlangsung setiap malam”. [HR.
at-Turmudziy: 682, Ibnu Majah: 1642, an-Nasa’iy: IV: 129-130, Ibnu Khuzaimah
dan al-Baihaqiy. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan]. [8]
Asy-Syaikh Muhammad
bin al-Utsaimin rahimahullah mengatakan,”Pintu-pintu surga dibuka pada
bulan ini karena banyaknya amal shalih dikerjakan sekaligus untuk memotivasi
umat Islam untuk melakukan kebaikan. Pintu-pintu neraka ditutup karena
sedikitnya maksiat yang dilakukan oleh orang yang beriman. Setan-setan diikat
kemudian dibelenggu, tidak dibiarkan lepas seperti di bulan selain Ramadlan.” [9]
4). Terdapat malam yang penuh kemuliaan
dan keberkahan.
Pada bulan Ramadlan
terdapat suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan yaitu lailatul qadar
(malam kemuliaan). Pada malam inilah -yaitu 10 hari terakhir di bulan Ramadhan-
saat diturunkannya alqur’an.
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
إِنَّا
أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ
لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ
Sesungguhnya Kami
telah menurunkannya (al-qur’an) pada lailatul qadar (malam kemuliaan). Dan
tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari
seribu bulan. [QS. Al-Qadr/ 97 : 1-3].
Dan Allah Azza wa Jalla juga
berfirman,
إِنَّا
أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ
Sesungguhnya Kami
menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang
memberi peringatan. [QS. Ad-Dukhan/ 44 : 3].
Ibnu Abbas,
Qotadah dan Mujahid mengatakan bahwa malam yang diberkahi tersebut adalah
malam lailatul qadar. (Lihat Ruh al-Ma’ani, 18/423, Syihabuddin
al-Alusi].
عن أنس بن مالك قَالَ: دَخَلَ رَمَضَانُ فَقَالَ رَسُوْلُ
اللهِ صلى الله عليه و سلم: إِنَّ هَذَا الشَّهْرَ قَدْ حَضَرَكُمْ وَ فِيْهِ
لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَهَا فَقَدْ حُرِمَ اْلخَيْرَ
كُلَّهُ وَ لَا يُحْرَمُ خَيْرَهَا إِلَّا مَحْرُوْمٌ
Dari Anas bin
Malik radliyallahu anhu berkata, “Bulan Ramadlan telah datang. Maka Rosulullah
Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnyabulan ini (yairu Ramadlan)
telah hadir di hadapan kalian. Di bulan ini terdapat satu malam yang lebih baik
daripada 1000 bulan. Barangsiapa yang terhalang dari malam tersebut (maksudnya,
tidak menghidupkannya dengan berbagai ibadah syar’iy) niscaya ia akan terhalang
dari semua kebaikan malam tersebut. Dan tidaklah yang terhalang dari
kebaikannya kecuali orang yang mahrum (terhalang dari kebaikannya)”. [HR. Ibnu
Majah: 1644. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan Shahih]. [10]
عن أبى هريرة قال: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم:
أَتَاكُمْ شَهْرُ رَمَضَانَ شَهْرٌ مُبَارَكٌ فَرَضَ اللهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ
تُفْتَحُ فِيْهِ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَ تُغْلَقُ فِيْهِ أَبْوُابُ اْلجَحِيْمِ
وَ تُغَلُّ فِيْهِ مَرَدَةُ الشَّيَاطِيْنِ لِلَّهِ فِيْهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ
أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرُهَا فَقَدْ حُرِمَ
Dari Abu Hurairah
berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Telah datang
bulan Ramadlan kepada kalian, bulan yang diberkahi. Allah telah mewajibkan
puasa kepada kalian. Dibuka pintu-pintu langit, ditutup pintu-pintu neraka
Jahim dan dibelenggu setan-setan yang durhaka pada bulan itu. Pada bulan itu
juga Allah mempunyai satu malam yang lebih baik daripada 1000 bulan.
Barangsiapa yang terhalang dari kebaikan bulan itu maka sungguh-sungguh ia
telah terhalang darinya”. [HR. an-Nasa’iy: IV/ 129 dan al-Baihaqiy. Berkata
asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan]. [11]
5). Bulan Ramadlan adalah salah satu waktu
dikabulkannya doa.
Jika kita, sebagai umat Islam ingin
berdoa dan dikabulkan doa kita maka pada bulan Ramadlan ini adalah waktu yang
paling tepat untuk berdoa. Karena Allah Subhanahu wa ta’ala niscaya akan
mengabulkannya. Hal ini sebagaimana telah dijelaskan oleh Rosulullah
Shallallahu alaihi wa sallam di dalam dalil berikut ini,
عن أبى سعيد الخدري رضي الله عنه قال: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ
صلى الله عليه و سلم: إِنَّ لِلّهِ تبارك و تعالى عُتُقَاءَ فِى كُلِّ يَوْمٍ وَ
لَيْلَةٍ (يعنى فِى رَمَضَانَ) وَ إِنَّ لِكُلِّ مُسْلِمٍ فِى كُلِّ
يَوْمٍ وَ لَيْلَةٍ دَعْوَةً مُسْتَجَابَةً
Dari Abu Sa’id
al-Khudriy radliyallahu anhu berkata, telah bersabda Rosullah Shallallahu alaihi
wa sallam, “Sesungguhnya Allah Tabaroka wa Ta’ala membebaskan beberapa orang
dari api neraka pada setiap hari dan malam (bulan Ramadhan). Dan sesungguhnya
setiap muslim memilki doa yang dikabulkan pada setiap hari dan malam”. (HR. al-Bazzar
dalam Majma’ az-Zawaid dan Ahmad: II/ 254. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy:
Shahih]. [12]
6).
Ibadah Umrah di bulan Ramadlan sebanding dengan ibadah haji bersama Nabi
Shallallahu alaihi wa sallam.
Banyak
umat Islam yang berbondong-bondong untuk melaksanakan ibadah umrah pada bulan
Ramadlan karena keutamaanya. Maka hal tersebut didukung oleh dalil-dalil hadits
yang banyak apalagi ibadah umrah pada bulan Ramadlan ini pahalanya sebanding
dengan pahala berhaji bersama Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam.
عن ابن عباس رضي الله عنهما قال: قَالَ
النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم (لأم سنان الأنصارية): فَإِنَّ عُمْرَةً فِى
رَمَضَانَ تَقْضِي حَجَّةً مَعِى
Dari
Ibnu Abbas radliyallahu anhuma berkata, “Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda
(kepada Ummu Sinan al-Anshoriyyah), “Sesungguhnya umrah di bulan Ramadlan
menyamai pahala ibadah haji bersamaku”. [HR al-Bukhoriy: 1863, Muslim: 1256,
Ahmad: III/ 229 dan Ibnu al-Jarud. Berkata asy-Syaikh al-Albaiy: Shahih]. [13]
عن ابن عباس قال: قال رَسُوْلُ اللهِ
صلى الله عليه وسلم لِامْرَأَةٍ مِنَ اْلأَنْصَارِ: إِذَا كَانَ رَمَضَانُ
فَاعْتَمِرِى فِيْهِ فَإِنَّ عُمْرَةً فِيْهِ تَعْدِلُ حَجَّةً
Dari
Ibnu Abbas radliyallahu anhuma berkata, telah bersabada Rosulullah Shallallahu
alaihi wa sallam kepada seorang wanita anshor, “Apabila bulan Ramadlan maka
berumrahlah. Karena umrah pada bulan itu (pahalanya) sebanding dengan haji”.
[HR an-Nasa’iy: IV/ 130-131, Ibnu Majah: 2994. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy:
Shahih]. [14]
عن أم معقل قالت: قَالَ رَسُوْلُ
اللهِ صلى الله عليه و سلم: فَهَلَّا خَرَجْتِ عَلَيْهِ فَإِنَّ اْلحَجَّ فِى
سَبِيْلِ اللهِ فَأَمَّا إِذْ فَاتَتْكِ هَذِهِ اْلحَجَّةُ مَعَنَا فَاعْتَمِرِى فِى
رَمَضَانَ فَإِنَّهَا كَحَجَّةٍ
Dari Ummu Ma’qal
berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Tidakkah
engkau pergi keluar untuk berhaji, karena sesungguhnya haji itu adalah fi
sabilillah. Namun jika haji bersama kami itu telah luput darimu, maka
berumrahlah pada bulan Ramadlan karena umrah pada bulan itu (pahalanya) sama
dengan haji”. [HR Abu Dawud: 1989. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [15]
7). Bulan Ramadlan adalah waktu yang
paling agung untuk menghapuskan dosa-dosa.
Di antara keutamaan puasa bulan
Ramadlan adalah menghapuskan dosa-dosa orang yang mengerjakannya dengan penuh
keimanan dan mengharapkan dengannya pahala dari Allah ta’ala.
Maka sangat
disayangkan jika banyak di antara kaum muslimin, yang ketika lewat bulan Ramadlan
namun dosa-dosanya tidak terhapus. Hal ini dikarenakan mereka tidak mau
menunaikan puasa Ramadlan atau boleh jadi mereka menunaikannya tapi tidak
memenuhi syarat-syarat dalam menunaikannya.
عن أبى هريرة رضي الله عنه عَنْ رَسُوْلِ
اللهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ: الصَّلَوَاتُ اْلخَمْسُ وَ اْلجُمُعَةُ إِلَى
اْلجُمُعَةِ وَ رَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا
اجْتُنِبَتِ اْلكَبَائِرُ
Dari
Abu Hurairah radliyallahu anhu dari Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam
bersabda, “Shalat wajib lima waktu, shalat jum’at hingga shalat jum’at
berikutnya dan (puasa) Ramadlan hingga Ramadlan berikutnya adalah penebus
dosa-dosa yang dikerjakan di antaranya, selama menjauhi dosa-dosa besar”. [HR
Muslim: 233 (16) dan Ahmad: II/ 400. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [16]
عن جابر بن عبد الله: أَنَّ النَّبِيَّ
صلى الله عليه و سلم رَقِىَ اْلمـِنْبَرَ فَلَمَّا فِى الدَّرَجَةِ اْلأُوْلَى
قَالَ: آمِيْنٌ ثُمَّ رَقِىَ الثَّانِيَةَ فَقَالَ: آمِيْنٌ ثُمَّ رَقِىَ
الثَّالِثَةُ فَقَالَ: آمِيْنٌ فَقَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ سَمِعْنَاكَ
تَقُوْلُ آمِيْنٌ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ قَالَ: لَمَّا رَقِيْتُ الدَّرَجَةَ اْلأُوْلَى
جَاءَنِى جَبْرِيْلُ صلى الله عليه و سلم فَقَالَ: شَقِي عَبْدٌ أَدْرَكَ
رَمَضَانَ فَانْسَلَخَ مِنْهُ وَ لَمْ يُغْفَرْ لَهُ فَقُلْتُ آمِيْن ثُمَّ قَالَ:
شَقِي عَبْدُ أَدْرَكَ وَالِدَيْهِ أَوْ أَحَدَهُمَا فَلَمْ يُدْخِلَاهُ
اْلجَنَّةَ فَقُلْتُ آمِيْن ثُمَّ قَالَ: شَقِي عَبْدٌ ذُكِرْتَ عِنْدَهُ وَ لَمْ
يُصَلِّ عَلَيْكَ فَقُلْتُ: آمِيْن
Dari Jabir bin Abdullah, bahwasanya Nabi
Shallallahu alaihi wa sallam pernah menaiki mimbar. Ketika sampai ke undakan
pertama beliau mengatakan, “Aamiin” (Ya Allah, kabulkanlah). Lalu naik ke
undakan kedua, beliau mengatakan, “Aamiin”. Kemudian naik lagi ke undakan
ketiga, beliau juga mengatakan, “Aamiin”. Mereka bertanya, “Wahai Rosulullah,
kami mendengarmu mengatakan ‘aamiin’ sebanyak tiga kali”. Maka Beliau
bercerita, “Ketika aku naik ke undakan pertama, tiba-tiba datanglah Malaikat
Jibril Shallallahu alaihi wa sallam dan berkata, “Celakalah seorang hamba yang
berjumpa dengan bulan Ramadlan lalu bulan itu berlalu tetapi ia tidak
diampuni”. Maka aku berkata, “Aamiin”. Lalu ia berkata lagi, “Celakalah seorang
hamba yang masih bertemu dengan kedua orang tuanya atau salah satu keduanya,
naming mereka berdua tidak dapat memasukkannya ke dalam surga”. (Karena hamba
itu tidak berbakti kepada keduanya). Maka aku mengatakan, “Aamiin”. Kemudian ia
berkata kembali, “Celakalah seorang hamba yang disebutkan namamu didekatnya
tetapi ia tidak megucapkan sholawat kepadamu”. Maka aku berkata, “Aamiin”. [HR
al-Bukhoriy di dalam al-Adab al-Mufrad: 644. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy:
Shahih li ghairihi]. [17]
عن أبى هريرة: أَنَّ النَّبِيَّ صلى
الله عليه و سلم رَقِيَ اْلمـِنْبَرَ فَقَالَ: آمِيْن آمِيْن آمِيْن قِيْلَ لَهُ:
يَا رَسُوْلَ اللهِ مَا كُنْتَ تَصْنَعُ هَذَا؟ فَقَالَ: قَالَ لِى جَبْرِيْلُ:
رَغِمَ أَنْفُ عَبْدٍ أَدْرَكَ أَبَوَيْهِ أَوْ أَحَدَهُمَا لَمْ يُدْخِلْهُ
اْلجَنَّةَ قُلْتُ: آمِيْن ثُمَّ قَالَ: رَغِمَ أَنْفُ عَبْدٍ دَخَلَ علَيْهِ
رَمَضَانُ لَمْ يُغْفَرْ لَهُ فَقُلْتُ: آمِيْن ثُمَّ قَالَ: رَغِمَ أَنْفُ
امْرِئٍ ذَكَرْتَ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيْكَ فَقُلْتُ: آمِيْن
Dari
Abu Hurairah, bahwasanya Nabi Shallallahu alaihi wa sallam pernah menaiki
mimbar, lalu berkata, Aamiin, aamiin, aamiin”. Ditanyakan kepada Beliau, “Wahai
Rasulullah, apa yang telah terjadi padamu?”. Beliau menjawab, “Malaikat Jibril
Alaihi as-Salam berkata kepadaku, “Sungguh celaka seorang hamba yang menjumpai
kedua orang tuanya atau salah satunya namun tidak menjadi penyebab masuknya
dirinya ke dalam surga. Maka aku mengucap, “Aamiin”. Ia berkata lagi, “Sungguh
celaka seorang hamba yang memasuki bulan Ramadlan tetapi tidak menyebabkan
diampuninya dosa-dosanya”. Maka aku berkata, “Aamiin”. Kemudian ia berkata
kembali, “Celakalah seseorang yang namamu disebutkan di sisinya lalu ia tidak
mengcapkan sholawat kepadamu”. Maka aku ucapkan, “Aamiin”. [HR al-Bukhoriy di
dalam al-Adab al-Mufrad: 646. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan Shahih]. [18]
عن
أبى هريرة قال: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: مَنْ صَامَ رَمَضَانَ
إِيْمَانًا وَ احْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Dari
Abu Hurairah berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Barangsiapa
yang yang berpuasa Ramadlan dengan penuh keimanan dan mengharap pahala maka
akan diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu”. Dalam riwayat Abu Dawud dan
Ibnu Majah, “dan menegakkannya”. [HR al-Bukhoriy: 38, Muslim: 860, Abu Dawud:
1372, at-Turmudziy: 683, Ibnu Majah: 1326, 1641, an-Nasa’iy: IV/ 157, Ahmad:
II/ 232, 241, 385, 473 dan ad-Darimiy: II/ 26. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy:
Shahih]. [19]
8). Dimasukkan ke dalam golongan para
Shiddiq (yaitu orang-orang selalu membenarkan dan menerima kebenaran) dan
Syuhada’ (yaitu orang-orang yang mati syahid.
Diantara
keutamaan puasa pada bulan Ramadlan adalah bahwa Allah Subhanahu wa ta’ala akan
meletakkan dan menempatkannya kelak bersama para shiddiqin dan syuhada, jika
dibarengi dengan mengerjakan rukun-rukun Islam yang lainnya, yaitu mengucapkan
dan mempersaksikan dua kalimat syahadat, menunaikan sholat dan membayar zakat.
عن عمرو بن مرّة الجهنى رضي الله عنه
قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ
اللهِ أَرَأَيْتَ إِنْ شَهِدْتُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَ أَنَّكَ رَسُوْلُ
اللهِ وَ صَلَّيْتُ الصَّلَوَاتِ اْلخَمْسَ وَ أَدَّيْتُ الزَّكَاةَ وَ صُمْتُ
رَمَضَانَ وَ قُمْتُهُ فَمِمَّنْ أَنَا ؟ قَالَ: مِنَ الصِّدِّيْقَيْنَ وَ
الشُّهَدَاءِ
Dari
Amr bin Murrah al-Juhaniy radliyallahu anhu berkata, pernah ada seseorang datang
kepada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, lalu ia berkata, “Wahai Rosulullah,
bagaimana pendapatmu jika aku bersaksi bahwasanya tiada ilah (sesembahan) yang
berhak disembah selain Allah dan bahwa engkau adalah utusan Allah, aku
mengerjakan sholat 5 waktu, membayar zakat, berpuasa Ramadlan dan aku juga
menegakkannya (dengan sholat malam/ tarawih). Maka termasuk golongan apakah aku
ini”?. Beliau bersabda, “(Kamu) termasuk dari golonganshiddiqin dan syuhada”. [HR al-Bazzar, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu
Hibban. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [20]
Demikian
beberapa keutamaan berpuasa di bulan Ramadlan diantara sekian keutamaan
berpuasa yang lainnya. Mudah-mudahan dalil-dalil dan penjelasan di atas menjadi
motivasi dan sumber inspiratif bagi kita sebagai umat Islam untuk menunaikan
ibadah puasa Ramadlan dengan penuh keimanan dan semata-mata mengharapkan ridlo
dan balasan dari Allah ta’ala semata.
Wallahu
a’lam bish Showab.
[1]
Syar-h Riyadl
ash-Shalihin: I/ 254 oleh asy-Syaikh al-Utsaimin.
[2] Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan ath-Thabraniy,
عن
واثلة بن الأسقع أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ: أُنْزِلَتْ
صُحُفُ إِبْرَاهِيْمَ عليه السلام فِى أَوَّلِ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ وَ
أُنْزِلَتِ التَّوْرَاةُ لِسِتٍّ مَضَيْنَ مِنْ رَمَضَانَ وَ اْلإِنْجَيْلُ
لِثَلَاثِ عَشَرَ خَلَتْ مِنْ رَمَضَانَ وَ أُنْزِلَ اْلفُرْقَانُ لِأَرْبَعٍ وَ
عِشْرِيْنَ خَلَتْ مِنْ رَمَضَانَ
Dari Watsilah bin al-Asqa’
bahwasanya Roasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Shuhuf Ibrahim
alaihi as-Salam diturunkan pada awal malam Ramadlan. Taurat diturunkan pada
hari ke 6 bulan Ramadlan. Injil diturunkan pada hari ke 13 bulan Ramadlan.
Alqur’an diturunkan pada hari ke 24 bulan Ramadlan”. (dalam satu riwayat,
“Zabur diturunkan pada hari ke 18 bulan Ramadlan”). [HR Ahmad: IV/ 107,
ath-Thabraniy, an-Na’aliy, Abdul Ghaniy al-Muqaddisiy di dalam Fadlail Ramadlan
dan Ibnu Asakir. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan. Lihat Silsilah
al-Ahadits ash-Shahihah: 1575 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 1497].
[5] Shahih Sunan at-Turmudziy: 360, 591, Shahih Sunan
Ibnu Majah: 1416, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 1121, Irwa’ al-Ghalil: 951 dan
Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 611, 1005, 1006.
[6] Mukhtashor Shahih Muslim: 572, Shahih Sunan
an-Nasa’iy: 1983, 1984, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 470 dan Shahih at-Targhib
wa at-Tarhib: 988
[7] Bahjah an-Nazhirin Syar-h Riyadl ash-Shalihin oleh
asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy: II/ 362.
[8] Shahih Sunan at-Turmudziy: 549, Shahih Sunan Ibnu
Majah: 1331, Shahih Sunan an-Nasa’iy: 1993, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 759,
Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 988 dan Misykah al-Mashobih: 1960, 1961.
[9]
Majalis Syah-ri
Ramadlan, halaman 8, oleh asy-Syaikh Muhammad bin al-Utsaimin .
[10] Shahih Sunan Ibni Majah: 1333, Shahih al-Jami’
ash-Shaghir: 2247, Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 990 dan Misykah al-mashobih:
1964.
[11] Shahih Sunan an-Nasa’iy: 1992, Shahih al-Jami’
ash-Shaghir: 55, Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 989 dan Misykah al-Mashobih:
1962.
[12] Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 2169 dan Shahih at-Targhib
wa at-Tarhib: 992.
[13] Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 4097, 4098 dan Irwa’
al-Ghalil: 869, 1587.
[14] Shahih Sunan an-Nasa’iy: 1995, Shahih Sunan Ibnu
Majah: 2425, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 766 dan Irwa’ al-Ghalil: VI/ 33.
[15] Shahih Sunan Abu Dawud: 1752.
[16] Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 3875, Shahih at-Targhib
wa at-Tarhib: 684, 984.
[17] Shahih al-Adab al-Mufrad: 500.
[18] Shahih al-Adab al-Mufrad: 502.
[19] Shahih Sunan Abu Dawud: 1224, Shahih Sunan
at-Turmudziy: 550, Shahih Sunan Ibnu Majah: 1091, 1330, Shahih Sunan
an-Nasa’iy: 2082, 2083, 2084, 2085, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 6326, Irwa’
al-Ghalil: 906 dan Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 982.
[20] Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 993.