السلام عليكم و رحمة الله و بركاته

Selasa, 31 Juli 2012

HIASILAH RAMADLAN DENGAN AMAL-AMAL SHALIH


AMALAN-AMALAN DI BULAN RAMADLAN

 بسم الله الرحمن الرحيم

     
Banyak kaum Muslimin, ketika datang dan masuknya bulan Ramadlan bahkan ketika bulan itu telah lewat, mereka mengisi bulan tersebut dengan amalan yang sia-sia, tidak bermanfaat dan terkadang masih mengandung dosa.

       Hal ini dimungkinkan karena mereka masih jahil dan awam terhadap ajaran agamanya sendiri. Aneh, tapi ya itulah yang terjadi.

       Maka di dalam pembahasan kali ini, akan sedikit dijelaskan akan amalan-amalan yang dapat dikerjakan selama bulan Ramadlan, agar mereka dapat menempuh perjalanan dengan tepat dan benar dengan bimbingan alqur’an dan hadits-hadits yang shahih.

1). Berpuasa.
         
 Amalan pokok di bulan Ramadlan adalah berpuasa, karena di bulan inilah Allah Subhanahu wa ta’ala telah mewajibkan puasa bagi umat Islam. Bahkan bagi seorang Muslim yang meninggalkan puasa karena suatu udzur semisal sakit, sedang bepergian, sedang haidl atau nifas dan semisalnya maka ia wajib mengqodlo (mengganti) sesuai dengan jumlah hari-hari yang ia tinggalkan. Namun bagi yang tidak mampu lagi mengerjakannya maka ia wajib membayar fidyah.

      Lalu jika ada di antara umat ini yang dengan sengaja meninggalkan puasa Ramadlan, maka ia telah melakukan dosa besar dan diancam dengan adzab neraka Jahannam.

        Adapun dalil-dalilnya telah mafhum dan masyhur dikalangan kaum muslimin, di antaranya adalah,

        شَهْرَ رَمَضَانَ الَّذِى أُنزِلَ فَيهِ اْلقُرْءَانُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَ بَيِّنَاتٍ مِنَ اْلهُدَى وَ اْلفُرْقَانِ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ

(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) alquran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu. [QS. Al-Baqarah/ 2: 185].

عن أبى هريرة قال: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَ احْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
 
       Dari Abu Hurairah berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Barangsiapa yang yang berpuasa Ramadlan dengan penuh keimanan dan mengharap pahala maka akan diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu”. Dalam riwayat Abu Dawud dan Ibnu Majah, “dan menegakkannya”. [HR al-Bukhoriy: 38, Muslim: 860, Abu Dawud: 1372, at-Turmudziy: 683, Ibnu Majah: 1326, 1641, an-Nasa’iy: IV/ 157, Ahmad: II/ 232, 241, 385, 473 dan ad-Darimiy: II/ 26. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [1]

2). Menyegerakan berbuka.

       Amalan lainnya pada bulan Ramadlan bagi yang berpuasa adalah berbuka. Bahkan umat ini diperintahkan oleh Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam untuk menyegerakan berbuka, karena di dalamnya banyak sekali kebaikan.

        عن سهل بن سعد أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ: لَا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوْا اْلفِطْرَ

       Dari Sahl bin Sa’d bahwasanya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Umat manusia ini akan tetap dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka”. [HR al-Bukhoriy: 1957, Muslim: 1093, At-Turmudziy: 699, Ibnu Majah: 1697. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih].[2]

    عن أنس عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم قَالَ: بَكِّرُوْا بِاْلإِفْطَارِ وَ أَخِّرُوْا السَّحُوْرَ

       Dari Anas radliyalahu anhu, bahwasanya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Segerakanlah berbuka dan akhirkanlah sahur”. [HR. Ibnu Adiy dan al-Haitsamiy. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [3]

        عن أبى هريرة عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم قَالَ: لَا يَزَالُ الدِّيْنُ ظَاهِرًا مَا عَجَّلَ النَّاسُ اْلفِطْرَ لِأَنَّ اْليَهُوْدَ وَ النَّصَارَى يُؤَخِّرُوْنَ

       Dari Abu Hurairah dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Agama ini akan selalu tetap jaya selama kaum Muslimin menyegerakan berbuka puasa. Sebab kaum Yahudi dan Nashrani suka mengakhirkannya”. [HR Abu Dawud: 2353 dan Ibnu Khuzaimah: 2060. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan]. [4]

        Dari Abu Athiyyah berkata, “Aku dan Masruq pernah masuk mengunjungi Aisyah”. Kami bertanya, “Wahai Ummul mukminin, ada dua orang shahabat Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam. Yang pertama suka menyegerakan berbuka dan menyegerakan sholat, sedangkan yang lainnya suka mengakhirkan berbuka dan menunda sholat?”. Aisyah berkata, “Siapakah orang yang suka menyegerakan berbuka dan menyegerakan sholat?”. Kami menjawab, “Abdullah”. Ia berkata, “Seperti itulah yang Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam perbuat”. [Atsar ini diriwayatkan oleh Abu Dawud: 2354. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [5]
 
    عن سهل بن سعد قال: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: لَا تَزَالُ أُمَّتِى عَلَى سُنَّتِى مَا لَمْ تَنْتَظِرْ بِفِطْرِهَا النُّجُوْمَ

Dari Sahl bin Sa’d berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Senantiasa umatku berada di atas sunnahku selama mereka tidak menunggu munculnya bintang di di langit (yakni, malam) untuk berbuka”. 

       Sahl berkata, “Apabila Nabi Shallallahu alaihi wa sallam berpuasa, beliau memerintahkan seorang lelaki untuk memanjat suatu bangunan. Apabila ia berseru, “Matahari telah terbenam!”. Maka beliau segera berbuka”. [HR. Ibnu Khuzaimah: 2061 dan Ibnu Hibban. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [6]

 عن أبى الدرداء عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم قال: ثَلَاثٌ مِنْ أَخْلَاقِ النُّبُوَّةِ تَعْجِيْلُ اْلإِفْطَارِ وَ تَأْخِيْرُ السَّحُوْرِ وَ وَضْعُ اَليَمِيْنِ عَلَى الشِّمَالِ فِى الصَّلَاةِ

Dari Abu ad-Darda’ dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, “Ada tiga hal yang termasuk akhlak Nabi, yaitu; menyegerakan berbuka, mengakhirkan sahur dan meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri di dalam sholat”. [HR ath-Thabraniy. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [7]

Banyak dalil-dalil yang memerintahkan untuk menyegerakan berbuka, yang jika dihimpun akan banyak menyita tempat. Karena menyegerakan berbuka ini selain untuk mengikuti sunnah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam juga untuk menyelisihi orang-orang Yahudi dan Nashrani yang suka menunda-nunda berbuka. 

Namun ada istilah yang aneh di masa sekarang ini yang sedang getol disosialisasikan oleh sebahagian umat, yaitu takjil/ ta’jil. Banyak masyarakat awam yang mengartikan takjil ini dengan makna berbuka. Misalnya, di restoran/ hotel ini disediakan takjil gratis, bagi yang ingin menghadiri acara bukber ini hendaknya ikut berpartisipasi dengan membawa takjil dan sebagainya. Padahal takjil/ ta’jil ini artinya adalah menyegerakan bukan berbuka. Kalau berbuka itu dalam bahasa Arabnya adalah ifthor. Maka hendaknya mereka menempatkan sesuatu pada tempatnya.

Nabi Shallallahu alaihi wa sallam sebelum sholat Maghrib biasanya berbuka dengan ruthob, jika tidak ada dengan tamr dan jika tidak ada juga maka dengan meminum air.

    عن أنس بن مالك قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم يُفْطِرُ عَلَى رُطَبَاتٍ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ رُطَبَاتٌ فَعَلَى تَمَرَاتٍ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ مَاءٍ

      Dari Anas bin Malik berkata, Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam berbuka denga makan beberapa ruthob (kurma basah) sebelum sholat. Jika tidak ada ruthob, Beliaupun berbuka dengan makan beberapa tamr (kurma kering). Dan jika tidak ada juga tamr, maka Beliau minum beberapa teguk air”. [HR. Abu Dawud: 2356, Ahmad: III/ 164, ad-Daruquthniy: 240, al-Hakim dan al-Baihaqiy. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan Shahih]. [8]

       Dianjurkan bagi setiap Muslim yang sedang berbuka untuk berdoa dengan doa-doa yang penuh kebaikan. Karena berdoa ketika berbuka itu adalah waktu yang tidak akan ditolak oleh Allah Azza wa Jalla.

     عن أنس عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم ثَلاَثٌ لاَ تُرَدُّ دَعْوَتُهُمْ الصَّائِمُ حِيْنَ يُفْطِرُ وَ اْلإِمَامُ اْلعَادِلُ وَ دَعْوَةُ اْلمـَظْلُوْمِ

      Dari Anas dari Nabi Shallalahu alaihi wa sallam bersabda, “Ada tiga golongan orang yang doa mereka tidak akan ditolak, yaitu; doanya orang yang sedang berpuasa ketika ia sedang berbuka, doanya imam yang adil dan doanya orang yang teraniaya”. [HR. al-Baihaqiy dan adl-Dliya’ al-Muqaddisiy. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan]. [9]

      Dianjurkan untuk membaca doa atau dzikir ketika hendak berbuka puasa dengan doa-doa yang shahih dari Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, bukan dengan doa-doa yang tidak sesuai dalil atau hadits yang kuat. 

عن مروان – يعنى ابن سالم المقفع-قَالَ: رَأَيْتُ لبْنَ عُمُرُ يَقْبِضُ عَلَى لِحْيَتِهِ فَيَقْطَعُ مَا زَادَ عَلَى اْلكَفِّ وَ قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم إِذَا أَفْطَرَ قَالَ: ذَهَبَ الظَّمَأُ وَ ابْتَلَّتِ اْلعُرُوْقُ و ثَبَتَ اْلأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللهُ
           
Dari Marwan –yaitu Ibnu Salim al-Muqoffi’- berkata, “Aku pernah melihat Ibnu Umar radliyallahu anhuma menggenggam jenggotnya dan memotong apa yang lebih dari kepalannya. Dan ia berkata, “Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam apabila berbuka beliau mengucapkan, “Telah hilang dahaga, urat-urat telah basah dan pahala telah tetap, insyaa Allah”. [HR. Abu Dawud: 2357, ad-Daruquth-niy: 2256, al-Hakim: II/ 52 nomor 1576, al-Baihaqiy di dalam asy-Syu’ab al-Iman: III/ 306-407 nomor: 3902, an-Nasa’iy di dalam as-Sunan al-Kubra dan Ibnu as-Suniy. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan]. [10]
 
Tidak ada hadits lain yang dapat dijadikan hujjah/ dalil selain hadits ini. Karena hadits-hadits selain ini adalah dla'if (lemah).


3). Memberi makanan berbuka untuk orang yang berpuasa.

      Jika ada di antara kaum muslimin yang diberi kemampuan rizki lebih dan ingin menyisihkan hartanya, maka dianjurkan untuk mengajak dan memberi makanan berbuka bagi kaum muslimin yang lainnya, apalagi jika mereka itu termasuk golongan yang tidak mampu. Karena pahala orang yang memberi makanan berbuka itu seperti yang diperoleh oleh orang yang berpuasa, sebagaimana dalil hadits berikut,

        عن زيد بن خالد الجهنى قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لَا يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا
      
 Dari Zaid bin Kholid al-Juhniy berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Barangsiapa yang memberi makan (untuk berbuka) kepada orang yang sedang berpuasa, maka ia akan mendapat pahala seperti yang diperoleh oleh orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikitpun”. [HR. Ibnu Majah: 1746, at-Turmudziy: 807, Ahmad: IV/ 114-115 dan Ibnu Hibban. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [11]

       Bahkan orang yang diberi jamuan makanan berbuka itu hendaknya mengucapkan doa untuk orang yang telah memberikan makanan berbuka itu.

   عن أنس أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه و سلم جَاءَ إِلَى سَعْدِ بْنِ عُبَادَةَ فَجَاءَ بِخُبْزٍ وَ زَيْتٍ فَأَكَلَ ثُمَّ قَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم: أَكَلَ طَعَمَكُمُ اْلأَبْرَارُ وَ صَلَّتْ عَلَيْكُمُ اْلمـَلَائِكَةُ وَ أَفْطَرَ عِنْدَكُمُ الصَّائِمُوْنَ

Dari Anas radliyallahu anhu berkata, bahwasanya Nabi  Shallallahu alaihi wa sallam pernah datang menemui Sa’d bin Ubadah (radliyallahu anhu). Sa’d datang menjumpai Beliau dengan membawa roti dan minyak zaitun (atau kismis) lalu makan. Kemudian Nabi Shallallahu alaihi wa sallam berdoa, “Telah berbuka orang-orang yang shaum di sisimu, orang-orang yang baik telah memakan makananmu dan para Malaikat mendoakan agar kalian mendapat  rahmat”. [HR Abu Dawud: 3854, Ibnu Majah: 1747, al-Baihaqiy (Syu’ab al-Iman): 6048, an-Nasa’iy dalam Amal al-Yaum wa al-Lail, Ibnu Sunni dalam Amal al-Yaum wa al-Lail dan Ahmad: III/ 118, 138. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [12]

Berkata asy-Syaikh al-Albaniy rahimahullah, “Ketahuilah bahwa dzikir ini tidaklah terikat pada orang yang shaum/ puasa setelah berbukanya saja. Tetapi dzikir ini sifatnya mutlak. Sabda beliau “Telah berbuka orang-orang yang shaum di sisimu”, bukan dalam bentuk kalimat khabar (pemberitaan), namun merupakan doa untuk orang yang menyediakan makanan sampai-sampai orang-orang yang shaum berbuka di sisinya dan mendapatkan pahala berbukanya mereka. [13]


4). Mengakhirkan sahur.

      Selain berbuka, amalan lain yang mesti dikerjakan oleh setiap muslim yang hendak berpuasa adalah makan sahur. Karena makan sahur ini adalah pembeda antara puasanya umat Islam dengan ahli kitab dan di dalam sahur ini terdapat berkah dan kebaikan-kebaikan lainnya.

        عن عمرو بن العاص رضي الله عنه أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ: فَصْلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَ صِيَامِ أَهْلِ اْلكِتَابِ أَكْلَةُ السَّحَرِ

       Dari Amr bin al-Ash radliyallahu anhu, bahwasanya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Perbedaan antara puasa kita dengan puasa ahlul Kitab adalah makan sahur”. [HR Muslim: 1096, Abu Dawud: 2343, at-Turmudziy: 708 dan an-Nasa’iy: IV/ 146. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [14]

        عن أنس رضي الله عنه قال: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: تَسَحَّرُوْا فَإِنَّ فِى السَّحُوْرِ بَرَكَةً

        Dari Anas radliyallahu anhu berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Makan sahurlah kalian, karena sesungguhnya pada sahur terdapat berkah”. [HR. Muslim: 1095, al-Bukhoriy: , at-Turmudziy: 708, Ibnu Majah: 1692  dan an-Nasa’iy: IV/ 140-141. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [15]

عن سلمان رضي الله عنه قال: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: اْلبَرَكَةُ فِى ثَلَاثَةٍ اَلجَمَاعَةِ وَ الثَّرِيْدِ وَ السَّحُوْرِ

       Dari Salman radliyallahu anhu berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Berkah itu terdapat pada tiga perkara; berjamaah, tsarid (roti yang diremukkan dan direndam dalam kuah) dan makan sahur”. [HR ath-Thabraniy di dalam al-Kabir, al-Baihaqiy dan Abu Thahir al-Ambariy. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih].[16]

        عن أبى هريرة رضي الله عنه أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ: إِنَّ اللهَ جَعَلَ اْلبَرَكَةَ فِى السَّحُوْرِ وَ اْلكَيْلِ

    Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu berkata, bahwasanya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah telah menjadikan berkah melalui sahur dan takaran”. [HR. asy-Syiroziy di dalam al-Alqob, al-Khathib  dan Abdulghaniy di dalam Fadla’il Ramadlan. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan].[17]

        عن العرباض بن سارية قَالَ: دَعَانِى رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم إِلَى السَّحُوْرِ فَىِ رَمَضَانَ فَقَالَ: هَلُمَّ إِلَى اْلغَدَاءِ اْلمـُبَارَكِ

     Dari al-Irbadl bin Sariyah berkata, Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah mengundangku untuk sahur di bulan Ramadlan. Lalu beliau bersabda, “Ayo, marilah kepada makanan yang penuh berkah”. [HR Abu Dawud: 2344, an-Nasa’iy: IV/ 145, Ahmad: IV/ 126, 127 dan Ibnu Hibban. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [18]

        عن عبد الله بن الحارث قال: عَنْ رَجُلٍ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم قَالَ: دَخَلْتُ عَلَى النَّبِيَّ صلى الله عليه و سلم وَ هُوَ يَتَسَحَّرُ فَقَالَ: إِنَّهَا بَرَكَةٌ أَعْطَاكُمُ اللهُ إِيَّاهَا فَلَا تَدَعُوْهُ

       Dari Abdullah bin al-Harits berkata, dari seseorang shahabat Nabi Shallallahu alaihi wa sallam berkata, “Aku pernah masuk menemui Nabi Shallallahu alaihi wa sallam yang sedang bersahur, lalu Beliau bersabda, “Sesungguhnya sahur ini adalah berkah yang telah diberikan Allah kepada kalian, maka janganlah kalian meninggalkannya”. [HR an-Nasa’iy: IV/ 145. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih].  [19]

        عن أبى سعيد الخدري رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: السَّحُوْرُ أَكْلَةُ بَرَكَةٍ فَلَا تَدَعُوْهُ وَ لَوْ أَنْ يَجْرَعَ أَحَدُكُمْ جُرْعَةً مِنْ مَاءٍ فَإِنَّ اللهَ وَ مَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى اْلمـُتَسَحِّرِيْنَ

       Dari Abu Sa’id al-Khudriy radliyallahu anhu berkata, telah bersabda Rosulullah Shhallallahu alihi wa sallam, “Sahur adalah makan yang penuh berkah. Oleh sebab itu janganlah kalian meninggalkannya sekalipun seseorang di antara kalian hanya meminum seteguk air. Sesungguhnya Allah dan para Malaikat-Nya bersholawat kepada orang-orang yang makan sahur”. [HR Ahmad: III/ 12, 44. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan].[20]

      Sahur adalah amalan yang wajib dikerjakan oleh umat Islam yang hendak berpuasa meskipun ia tidak menjumpai yang dapat dimakan kecuali air. Dan makanan sahur yang paling baik adalah tamr (kurma kering).

  عن أبى هريرة رضي الله عنه أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم: نِعْمَ سَحُوْرُ اْلمـُؤْمِنِ التَّمْرُ

     Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu, bahwasanya Rosulullah Shallallahu alaihi wa  sallam bersabda, “Sebaik-baik sahurnya mukmin itu adalah kurma”. [HR Abu Dawud: 2345 dan Ibnu Hibban. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [21]

 عن عبد الله بن عمر رضي الله عنهما قال: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: تَسَحَّرُوْا وَ لَوْ بِجُرْعَةٍ مِنْ مَاءٍ

       Dari Abdullah bin Umar radliyallahu anhuma berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Bersahurlah kalian meskipun hanya dengan seteguk air”. [HR. Ibnu Hibban. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [22]

       Adapun jarak waktu sahur dengan waktu shubuh adalah sekitar lima puluh ayat alqur’an yang dibaca secara tartil.

       عن زيد بن ثابت قَالَ: تَسَحَّرْنَا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه و سلم ثُمَّ قُمْنَا إِلَى الصَّلَاةِ قُلْتُ كَمْ بَيْنَهُمَا؟ قَالَ: قَدْرَ قِرَاءَةِ خَمْسِيْنَ آيَةٍ

    Dari Zaid bin Tsabit berkata, “Kami pernah bersahur bersama Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, kemudian kami berdiri menuju sholat?”. Aku bertanya, “Berapa jarak di antara keduanya?”. Ia menjawab, “Sekitar bacaan (alqur’an) lima puluh ayat”. [HR. Ibnu Majah: 1694, al-Bukhoriy: 1921 dan an-Nasa’iy: IV/ 143. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan]. [23]
 
      Jadi menurut dalil, kita dianjurkan untuk makan sahur dengan mengakhirkannya yaitu sekitar jarak lima puluh ayat yang dibaca tartil sampai menjelang shubuh. Bahkan jika ternyata ketika seseorang di antara kita hendak minum sudah terdengar adzan shubuh yang menunjukkan waktu sholat, maka tidak mengapa ia menyelesaikan minum terlebih dahulu, sebagaimana di dalam dalil hadits dari Abu Hurairah radliyallahu anhu.

      Maka istilah IMSAK yang didengang-dengungkan kebanyakan kaum muslimin itu adalah tidak benar dan bid’ah karena telah menyalahi dalil. [24]

عن أبى هريرة قال: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: إِذَا سَمِعَ أَحَدُكُمُ النِّدَاءَ وَ اْلإِنَاءُ عَلَى يَدِهِ فَلَا يَضَعْهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ مِنْهُ

Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Apabila seseorang di antara kalian mendengar adzan sedangkan bejana (makanan dan minuman mereka) berada pada tangan mereka, maka janganlah ia meletakkannya sehingga ia menyelesaikan hajatnya”. [HR Ahmad: II/ 423, 510, Abu Dawud: 2350 dan al-Hakim. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan Shahih]. [25]
 
Berkata asy-Syaikh al-Albaniy, “Di dalam hadits ini terdapat dalil bahwasanya orang yang mendapatkan munculnya fajar sedangkan bejana makanan dan minumannya itu ada pada tangannya, maka boleh baginya untuk tidak meletakkannya sehingga ia menunaikan hajatnya itu (yaitu makan dan minum). [26]
 
Katanya lagi, “Di antara faidah hadits ini adalah adanya batilnya bid’ah imsak sebelum fajar seukuran seperempat jam. Karena mereka mengerjakannya itu lantaran khawatir datangnya adzan subuh sedangkan mereka dalam keadaan sahur. Seandainya mereka mengetahui rukhsoh tersebut niscaya mereka tidak akan terjatuh ke dalam bid’ah tersebut. Maka perhatikanlah. [27]


5). Memperbanyak sedekah.

     Bersedekah adalah amalan yang mulia yang semestinya dikerjakan oleh setiap Muslim, karena di dalamnya banyak kebaikan dan bagi yang meninggalkannya akan mendapat banyak keburukan, terlebih pada bulan Ramadlan. 

Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam adalah orang yang paling dermawan, tiada sesuatupun yang diminta oleh umatnya lalu beliau mengatakan ‘tidak’, namun pada bulan Ramadlan Beliau akan lebih dermawan lagi. Maka tiada kebaikan bagi umatnya itu melainkan jika mencontoh dan meneladani sifat junjungannya tersebut.

عن ابن عباس قال: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم أَجْوَدَ النَّاسِ وَ كَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُوْنُ فِى رَمَضَانَ حَيْنَ يَلْقَاهُ جِبْرِيْلُ وَ كَانَ يَلْقَاهُ فِى كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ اْلقُرْآنَ فَلَرَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم أَجْوَدُ بِاْلخَيْرِ مِنَ الرِّيْحِ اْلمـُرْسَلَةِ

     Dari Ibnu Abbas radliyallahu anhuma berkata, “Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam adalah orang yang paling dermawan dan bertambah lagi kedermawanannya itu pada bulan Ramadlan ketika Malaikat Jibril Alaihi as-Salam menemuinya. Malaikat Jibril mentadarusi alqur’an kepadanya. Benar-benar Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam itu orang yang paling dermawan dalam kebaikan lebih dari pada angin yang berhembus. [HR al-bukhoriy: 6, 1902, 3220, 3554, 4997, Muslim: 2308 dan an-Nasa’iy: IV/ 125. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [28]

      Berkata asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhihullah, “Terdapat dorongan untuk bersikap dermawan di setiap waktu, dan dianjurkan bertambah (kedermawanan itu) ketika berkumpul dengan orang-orang shalih dan pada waktu bulan Ramadlan”. [29]
 
وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ  وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ

“Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah Pemberi rizki yang sebaik-baiknya.” [Saba’: 39]  

عن أبى هريرة رضي الله عنه أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه و سلم قَالَ: مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ الْعِبَادُ فِيْهِ إِلاَّ مَلَكَانِ يَنْزِلاَنِ فَيَقُوْلُ أَحَدُهُمَا: اَللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا. وَيَقُوْلُ اْلآخَرُ: اَللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak satu hari pun di mana pada pagi harinya seorang hamba ada padanya melainkan dua Malaikat turun kepadanya, salah satu di antara keduanya berkata, “Ya Allah, berikanlah ganti [30]bagi orang yang berinfak”. Dan yang lainnya berkata, “Ya Allah, hancurkanlah (harta) orang yang kikir”. [HR al-Bukhoriy: 1442, Muslim: 1010. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih].  [31]

عن أبي هريرة رضي الله عنه أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ: مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ

Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu bahwasanya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sedekah itu tidak akan mengurangi harta”. [HR Muslim: 2588, at-Turmudziy: 2029, Ahmad: II/ 386 dan ad-Darimiy: I/ 396. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [32]

6). Membaca alqur’an.

    Biasanya suasana bulan Ramadlan ini akan membawa dampak positif bagi umat Islam. Yang biasanya malas membaca alqur’an maka pada bulan Ramadlan minimal mereka akan membacanya meskipun hanya kurang dari satu juz saja. Dan tidak ada yang menghalangi dari membaca dan mentadabburinya kecuali orang-orang yang telah dilalaikan hatinya dari mengingat Allah Subhanahu wa ta’ala.

عن ابن عباس قال:  وَ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم يَلْقَاهُ (جبريل) فِى كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ اْلقُرْآنَ 

       Dari Ibnu Abbas radliyallahu anhuma berkata, “Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam ketika Malaikat Jibril Alaihi as-Salam menemuinya, ia mentadarusi alqur’an kepadanya setiap malam Ramadlan. [HR al-bukhoriy: 6, 1902, 3220, 3554, 4997, Muslim: 2308 dan an-Nasa’iy: IV/ 125. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [33]

     Berkata asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy, “Dianjurkan untuk memperbanyak tadarus alqur’an di bulan Ramadlan karena bulan itu adalah bulannya alqur’an”. [34]

     Berkata asy-Syaikh Muhammad al-Utsaimin rahimahullah, “Mengkhatamkan alqur’an di bulan Ramadlan bagi orang yang sedang berpuasa itu bukanlah suatu hal yang diwajibkan. Namun, di bulan Ramadlan semestinya kaum muslimin memperbanyak membaca alqur’an, seperti halnya sunah Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Beliau Shallallahu alaihi wa sallam dikunjungi oleh Malaikat Jibril Alaihi as-Salam di setiap bulan Ramadlan untuk mendengarkan bacaan Beliau Shallallahu alaihi wa sallam”. [35]

      Jadi meskipun membaca dan mengkhatamkan alqur’an di bulan Ramadlan itu tidak dihukumkan wajib, tapi sepatutnya setiap muslim itu selalu membaca alqur’an di setiap waktu, khususnya di bulan Ramadlan.

      Anjuran-anjuran membaca alqur’an apalagi jika diiringi dengan mentadabburi maknanya itu banyak sekali dalil-dalilnya, di antaranya adalah sebagai berikut, 

عن أبي أمامة رضي الله عنه قَالَ: َسمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم يَقُوْلُ: اِقْرَؤُوا اْلقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتىِ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ شَفِيْعًا ِلأَصْحَابِهِ 
              
Dari Abu Umamah radliyallahu anhu berkata, aku pernah mendengar Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Bacalah alqur’an, karena sesungguhnya ia nanti akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafaat bagi para pembacanya. [HR Muslim: 804]. 
       Berkata asy-Syaikh Salim Ied al-Hilaliy hafizhohullah di dalam fiqh al-hadits, “Terdapat dorongan untuk membaca alqur’an dan memperbanyak di dalam membacanya serta tidak disibukkan dengan selainnya. Allah Subhanahu wa ta’ala akan memberikan idzin kepada alqur’an untuk memberikan syafaat kepada para pembacanya, dan para pembacanya adalah orang-orang yang selalu membaca dan mengamalkannya di dunia.[36]
      عن أبي هريرة صلى الله عليه و سلم أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ: لاَ حَسَدَ إِلاَّ فىِ اثْنَتَيْنِ: رَجُلٍ عَلَّمَهُ اللهُ اْلقُرْآنَ فَهُوَ يَتْلُوْهُ آنَاءَ اللَّيْلِ وَ آنَاءَ النَّهَارِ فَسَمِعَهُ جَارٌ لَهُ فَقَالَ: لَيْتَنىِ أُوْتِيْتُ مِثْلَ مَا أُوْتِيَ فُلاَنٌ فَعَمِلْتُ مِثْلَ مَا يَعْمَلُ وَ رَجُلٍ آتَاهُ اللهُ مَالاً فَهُوَ يُهْلِكُهُ فىِ اْلحَقِّ فَقَالَ رَجُلٌ: لَيْتَنىِ أُوْتِيْتُ مِثْلَ مَا أُوْتِيَ فُلاَنٌ فَعَمِلْتُ مِثْلَ مَا يَعْمَلُ
    
 Dari Abu Hurairah radliyallahu anu bahwasanya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Tiada kedengkian kecuali kepada dua hal. Kepada seseorang yang diajarkan alqur’an oleh Allah, lalu ia membacanya ditengah malam dan siang. Lalu tetangganya mendengarnya kemudian berkata, “Duhai kiranya aku diberi seperti yang diberikan kepada si fulan, niscaya aku dapat berbuat sebagaimana yang ia perbuat. Dan kepada seseorang yang dianugerahi harta oleh Allah, lalu ia menghabiskannya di jalan yang benar.  Berkata seseorang: duhai kiranya aku dianugerahi seperti yang diberikan kepada si fulan, niscaya aku dapat beramal sebagaimana yang ia amalkan”. [HR al-Bukhoriy: 5026, 7232, 7528 dan Ahmad: II/ 479. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih].[37]

 عن عائشة رضي الله عنها قَالَتْ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم : الَّذِي يَقْرَأُ اْلقُرْآنَ وَ هُوَ مَاهِرٌ بِهِ مَعَ السَّفَرَةِ اْلبَرَرَةِ وَ الَّذِي يَقْرَأُ اْلقُرْآنَ وَ يَتَتَعْتَعُ فِيْهِ وَ هُوَ عَلَيْهِ شَاقٌّ لَهُ أَجْرَانِ  
        
Dari Aisyah radliyallahu anha berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Orang yang membaca alqur’an dalam keadaan mahir maka ia bersama para malaikat utusan Allah lagi taat. Sedangkan orang yang membaca alqur’an dalam keadaan terbata-bata karena ia merasa sulit maka ia akan mendapatkan dua ganjaran. [HR al-Bukhoriy: 4937, Muslim: 898, at-Turmudziy: 2904, Abu Dawud: 1454, Ahmad: VI: 48, 192 dan ad-Darimiy: II/ 444. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [38]

     Berkata asy-Syaikh Salim bin Ied  al-Hilaliy hafizhohullah, Orang yang melanggengkan membaca alqur’an dan bersungguh-sungguh atasnya, kedudukannya lebih agung daripada orang yang tidak melanggengkannya. Orang membaca alqur’an dalam keadaan susah payah akan mendapatkan dua balasan, yaitu satu balasan karena membacanya dan yang lain lantaran kesulitan dan keterbataannya. [39]
      عن ابن مسعود رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللهِ فَلَهُ حَسَنَةٌ وَ اْلحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لاَ أَقُوْلُ : الم حَرْفٌ وَلَكِنْ: أَلِفٌ حَرْفٌ وَ لاَمٌ حَرْفٌ وَ مِيْمٌ حَرْفٌ

Dari Ibnu Mas’ud radliyallahu anhu berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Barangsiapa yang membaca satu huruf dari alqur’an maka ia akan mendapat pahala satu kebaikan, dan satu kebaikan itu dibalas dengan sepuluh kalinya. Aku tidak mengatakan; alif laam miim itu satu huruf, tetapi alif itu satu huruf, laam satu huruf dan miim satu huruf. [HR at-Turmudziy: 2910, ad-Darimiy: II/ 429 dan al-Baihaqiy: 1983. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [40]
عن أبي موسى الأشعري رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: مَثَلُ اْلمـُؤْمِنِ الَّذِي يَقْرَأُ اْلقُرْآنَ مَثَلُ اْلأُتْرُجَّةِ رِيْحُهَا طَيِّبٌ وَ طَعْمُهَا طَيِّبٌ وَ مَثَلُ اْلمـُؤْمِنِ الَّذِي لاَ يَقْرَأُ اْلقُرْآنَ كَمَثَلِ التَّمْرَةِ لاَ رِيْحَ لَهَا وَ طَعْمُهَا حُلْوٌ وَ مَثَلُ اْلمـُنَافِقِ الَّذِي يَقْرَأُ اْلقُرْآنَ كَمَثَلِ الرَّ ْيحَانَةِ رِيْحُهَا طَيِّبٌ وَ طَعْمُهَا مُرٌّ وَ مَثَلُ اْلمـُنَافِقِ الَّذِي لاَ يَقْرَأُ اْلقُرْآنَ كَمَثَلِ اْلحَنْظَلَةِ لَيْسَ لَهَا رِيْحٌ وَ طَعْمُهَا مُرٌّ
Dari Abu Musa al-Asy’ariy radliyallahu anhu, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Perumpamaan orang mukmin yang membaca alqur’an adalah seperti buah utrujjah (sejenis buah jeruk), harum baunya dan lezat rasanya. Perumpamaan orang mukmin yang tidak membaca alqur’an adalah seperti buah kurma, tiada bau harum namun rasanya manis. Perumpamaan orang munafik yang membaca alqur’an adalah seperti buah rayhanah, harum baunya tetapi pahit rasanya. Dan orang munafik yang tidak membaca alqur’an adalah seperti buah hanzholah (sejenis buah labu), tiada bau harum dan pahit pula rasanya. [HR al-Bukhoriy: 5020, 5059, 5427, 7560 dan Muslim: 797, at-Turmudziy: 2865, Ibnu Majah: 214 dan al-Baihaqiy: 1973. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [41]
 عن عبد الله بن عمرو بن العاص رضي الله عنهما عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم قَالَ: يُقَالُ لِصَاحِبِ اْلقُرْآنِ: اقْرَأْ وَ ارْتَقِ وَ رَتِّلْ كَمَا كُنْتَ تُرَتِّلُ فىِ الدُّنْيَا فَإِنَّ مَنْزِلَتَكَ عِنْدَ آخِرِ آيَةٍ تَقْرَأُهَا

Dari Abdullah bin Amr bin al-Ash radliyallahu anhuma dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Dikatakan kepada para penghafal alqur’an (pada hari kiamat), “Bacalah dan naiklah (ke surga). Dan bacalah (alqur’an) dengan tartil sebagaimana engkau membacanya dengan tartil  di dunia. Sesungguhnya kedudukanmu (di surga) adalah berdasarkan ayat yang terakhir yang engkau baca. [HR Abu Dawud: 1464, at-Turmudziy: 2914, Ibnu Majah: 3780, Ahmad: II/ 192 dan al-Baihaqiy: 1999. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih].[42]

Berkata asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullahdi dalam fiqh alhadits, “Terdapat dorongan untuk menghafal dan mempelajari alqur’an. Kedudukan kaum mukminin di dalam surga sesuai dengan amalan dan kesungguhan mereka di dunia.[43]
عن أبي موسى رضي الله عنه عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم قَالَ: تَعاَهَدُوْا هَذَا اْلقُرْآنَ فَوَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَهُوَ أَشَدُّ تَفَلُّتَا مِنَ اْلإِبِلِ فيِ عُقُلِهَا
Dari Abu Musa radliyallahu anhu dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Jagalah alqur’an ini, maka demi Dzat yang jiwa Muhammad ada pada tangan-Nya, benar-benar ia lebih sangat mudah terlepas daripada seekor unta pada tali ikatannya. [HR al-Bukhoriy: 5033, Muslim: 791 dan al-Baihaqiy: 1961. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [44]
عن ابن عمر رضي الله عنهما أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ: إِنمَّاَ مَثَلُ صَاحِبِ اْلقُرْآنِ كَمَثَلِ اْلإِبِلِ اْلمعَلَّقَةِ إِنْ عَاهَدَ عَلَيْهَا أَمْسَكَهَا وَ إِنْ أَطْلَقَهَا ذَهَبَتْ
Dari Ibnu Umar radliyallahu anhuma bahwasanya Rosulullah Shallallahu alaihi wa salla, bersabda, Perumpamaan orang yang menjaga alqur’an adalah seperti unta yang terikat, jika ia dijaga maka ia akan menahannya dan jika ia melepasnya maka unta itu akan pergi. [HR al-Bukhoriy: 5031, Muslim: 789 dan al-Baihaqiy: 1962. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [45]

7). Menyibukkan diri dengan tholabul ilmi, menyiapkan hidangan berbuka untuk yang puasa, mengerjakan umrah, berdoa, memohon ampun dan amal-amal shalih lainnya.

     Selain dari membaca dan mempelajari alqur’an, masih banyak lagi amal-amal shalih lainnya yang dapat dikerjakan selama berlangsungnya bulan Ramadlan, dan di dalamnya pasti akan banyak kebaikan di dunia dan akhirat.

Misalnya menghadiri kajian-kajian agama yang berlandaskan alqur’an dan hadits shahih, karena biasanya pada bulan mulia ini akan banyak diselenggarakan kajian-kajian agama yang berkenaan tentang akidah, fikih, akhlak dan selainnya. Jadi pengajian dan kajian-kajian agama tidak boleh ditutup dan akan dibuka kembali setelah lewatnya bulan penuh berkah ini.

Begitu pula jika ada waktu luang di malam atau siang hari hendaknya setiap muslim memanjatkan doa-doa yang dikehendakinya karena pada bulan setiap muslim mempunyai doa yang akan dikabulkan oleh Allah ta’ala.

عن أبى سعيد الخدري رضي الله عنه قال: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: إِنَّ لِلّهِ تبارك و تعالى عُتُقَاءَ فِى كُلِّ يَوْمٍ وَ لَيْلَةٍ (يعنى فِى رَمَضَانَ) وَ إِنَّ لِكُلِّ مُسْلِمٍ فِى كُلِّ يَوْمٍ وَ لَيْلَةٍ دَعْوَةً مُسْتَجَابَةً

Dari Abu Sa’id al-Khudriy radliyallahu anhu berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Sesungguhnya Allah Tabaroka wa ta’ala membebaskan beberapa orang dari api neraka pada setiap hari dan malam (bulan Ramadhan). Dan sesungguhnya setiap muslim memilki doa yang dikabulkan pada setiap hari dan malam”. (HR. al-Bazzar dalam Majma’ az-Zawaid dan Ahmad: II/ 254. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [46]

Bagi yang memiliki waktu luang dan uang, dianjurkan untuk menunaikan ibadah umrah, karena mengerjakan umrah pada bulan Ramadlan itu menyamai pahala haji bersama Nabi Shallallahu alaihi wa sallam.

عن ابن عباس رضي الله عنهما قال: قَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم (لأم سنان الأنصارية): فَإِنَّ عُمْرَةً فِى رَمَضَانَ تَقْضِي حَجَّةً مَعِى
 
            Dari Ibnu Abbas radliyallahu anhuma berkata, “Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda (kepada Ummu Sinan al-Anshoriyyah), “Sesungguhnya umrah di bulan Ramadlan menyamai pahala ibadah haji bersamaku”. [HR al-Bukhoriy: 1863, Muslim: 1256, Ahmad: III/ 229 dan Ibnu al-Jarud. Berkata asy-Syaikh al-Albaiy: Shahih]. [47]

8). Mandi junub sebelum waktu sholat shubuh.

  Ibadah puasa itu tidak boleh menghalangi seorang suami untuk menunaikan kewajiban kepada istrinya dan begitu juga sebaliknya. Mereka boleh berhubungan intim di waktu malam dengan penuh rasa cinta dan kasih sayang. Lalu jika mereka makan sahur dan ketika selesai sahur lalu masuk waktu sholat shubuh sedangkan mereka belum mandi janabat maka tidak mengapa mereka mandi jenabat dan melanjutkan puasanya.

        عن عائشة و أم سلمة رضي الله عنهما قَالَتَا: أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم كَانَ يُدْرِكُهُ اْلفَجْرُ وَ هُوَ جُنُبٌ مِنْ أَهْلِهِ ثُمَّ يَغْتَسِلُ وَ يَصُوْمُ

    dari Aisyah dan Ummu Salamah radliyallahu anhuma berkata, “Bahwasanya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam mendapati waktu fajar dalam keadaan junub karena telah berhubungan dengan istrinya. Kemudian beliau mandi dan berpuasa”. [HR. al-Bukhoriy: 1926, 1930 dan Muslim: 1109].

9). I’tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadlan.

  Begitu pula amalan mulia yang dapat dikerjakan oleh seorang Muslim adalah melakukan itikaf di masjid jami’ selama sepuluh hari penuh. Ia tidak boleh pulang mengunjungi keluarganya atau kembali ke kantornya untuk melanjutkan pekerjaannya, kecuali dalam keadaan darurat
.
   selama itikaf di masjid, hendaknya ia meniatkan untuk beribadah dari membaca alqur’an, berdzikir, berdoa, menyimak kajian-kajian agama jika ada, dan sebagainya.

عن عائشة رضي الله عنها قَالَتْ: كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم إِذَا دَخَلَ اْلعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ وَ أَحْيَا لَيْلَهُ وَ أَيْقَظَ أَهْلَهُ

Dari Aisyah radliyallahu anha berkata, “Ketika memasuki sepuluh hari terakhir (bulan Ramadlan), Nabi Shallallahu alaihi wa sallam mengencangkan sarungnya, menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya”. [HR. al-Bukhoriy: 2024, Muslim: 1174 dan Ibnu Majah: 1768. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [48]

Dalam satu riwayat Muslim, “Beliau bersungguh-sungguh beribadah pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadlan, tidak seperti hari-hari yang lainnya”. [HR. Nuslim: 1175 dan Ibnu Majah: 1767. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [49]

عن ابن عمر رضي الله عنهما قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم يَعْتَكِفُ اْلعَشْرَ اْلأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ

Dari Ibnu Umar radliyallahu anhuma berkata, “Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam beritikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadlan”. [HR. al-Bukhoriy: 2025, Muslim: 1171 dan Abu DAwud: 2465. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [50]

عن عائشة رضي الله عنها زَوْجِ النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه و سلم كَانَ يَعْتَكِفُ اْلعَشْرَ اْلأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللهُ تَعَالَى ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ

Dari Aisyah radliyallahu anha istri Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, bahwasanya Nabi Shallallahu alaihi wa sallam beritikaf pada sepuluh hari terakhir Ramadlah sampai Allah ta’ala mewafatkannya. Kemudian para istri Beliau Shallallahu alaihi wa sallam melanjutkan itikaf sesudahnya”. [HR. al-Bukhoriy: 2027, Muslim: 1172 (5) dan Abu Dawud: 2462. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [51]
 
10). Tidak melaksanakan hijamah/ bekam.

    Dianjurkan bagi yang berpuasa untuk tidak membekam dan berbekam, karena di dalamnya ada kelemahan dan kepayahan. Sebab ketika seseorang dibekam itu akan mengeluarkan darah yang berakibat payahnya pertahanan tubuh seseorang.

     Namun jika tidak boleh tidak seseorang itu harus dibekam karena untuk pengobatan penyakitnya, maka tidak mengapa. Karena larangan itu telah mansukh oleh hadits yang menerangkan bahwa Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah dibekam dalam keadaaan sedang berpuasa.

        عن أبى هريرة قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: أَفْطَرَ اْلحَاجِمُ وَ اْلمـَحْجُوْمُ

      Dari Abu Hurairah berkata, telah bersabda RoSulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Orang yang membekam dan yang dibekam itu telah berbuka (maksudnya, batal puasanya)”. [HR Ibnu Majah: 1679. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [52]

        عَن ثوبان قال: سَمِعْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه و سلم يَقُوْلُ: أَفْطَرَ اْلحَاجِمُ وَ اْلمـَحْجُوْمُ

       Dari Abu Hurairah berkata, telah bersabda RoSulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Orang yang membekam dan yang dibekam itu telah berbuka (maksudnya, batal puasanya)”. [HR Ibnu Majah: 1680. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [53]

        عن أبى قلابة أنه أخبره أَنَّ شَدَّادَ بْنَ أَوْسٍ بَيْنَمَا هُوَ يَمْشِى مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه و سلم بِاْلبَقِيْعِ فَمَرَّ عَلَى رَجُلٍ يَحْتَجِمُ بَعْدَ مَا مَضَى مِنَ الشَّهْرِ ثَمَانِي عَشَرَ لَيْلَةً فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: أَفْطَرَ اْلحَاجِمُ وَ اْلمـَحْجُوْمُ

      Dari Abu Qilabah bahwasanya ia mengkhabarkan, bahwa Syaddad bin Aus ketika sedang berjalan-jalan bersama Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam di Baqi’, ia melewati seorang lelaki yang sedang dibekam setelah bulan (Ramadlan) lewat 18 hari). Maka Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Orang yang membekam dan yang dibekam itu telah berbuka (maksudnya, batal puasanya)”. [HR Ibnu Majah: 1681. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [54]

      Berkata asy-Syaikh al-Albaniy rahimahullah, “Akan tetapi hadits ini mansukh (telah dihapus hukumnya). Yang menghapus hukumnya adalah hadits dari Abu Sa’id al-Khudriy radliyallahu anhu, berkata, 

  أَرْخَصَ النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلمم فِى اْلحِجَامَةِ لِلصَّائِمِ

       Nabi Shallallahu alaihi wa sallam telah memberi rukhshoh (keringanan) bagi orang yang berpuasa untuk berbekam”. [55]

         dari Syu’bah berkata, aku pernah mendengar Tsabit al-Bunaniy bertanya kepada Anas bin Malik radliyallahu anhu, “Apakah kalian memakruhkan hijamah (berbekam) bagi orang yang berpuasa, di masa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam?”. Ia menjawab, “Tidak, kecuali dari sebab lemah”. [Atsar ini diriwayatkan oleh al-Bukhoriy: 1940]. [56]

عن ابن عباس قَالَ: احْتَجَمَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم وَهُوَ صَائِمٌ مُحْرِمٌ

       Dari Ibnu Abbas radliyallahu anhuma berkata, “Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah berbekam sedangkan beliau dalam keadaan puasa, dalam keadaan ihram”. [HR. Ibnu Majah: 1682, al-Bukhoriy: 1938. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [57]

        Demikian beberapa amalan di bulan Ramadlan yang dianjurkan bagi umat Islam untuk dapat mengamalkannya. Hendaknya setiap Muslim dapat mengisi sisa-sisa bulan Ramadlan dengan amal-amal shalih yang telah disyariatkan oleh Allah Azza wa Jalla dan Rosul-Nya Shallallahu alaihi wa sallam supaya hidupnya di bulan ini menjadi penuh berkah.

Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bi ash-Showab.


[1] Shahih Sunan Abu Dawud: 1224, Shahih Sunan at-Turmudziy: 550, Shahih Sunan Ibnu Majah: 1091, 1330, Shahih Sunan an-Nasa’iy: 2082, 2083, 2084, 2085, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 6326, Irwa’ al-Ghalil: 906 dan Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 982.
[2] Shahih Sunan at-Turmudziy: 563, Shahih Sunan Ibnu Majah: 1377 dan Irwa’ al-Ghalil: 917.
[3] Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 2835 dan Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 1773.
[4] Shahih Sunan Abu Dawud: 2063, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 7689, Shahir at-Targhib wa at-Tarhib: 1067 dan Misykah al-Mashobih: 1995.
[5] Shahih Sunan Abu Dawud: 2064 dan Shahih Sunan an-Nasa’iy: 2038, 2039, 2040, 2041.
[6] Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 1066.
[7] Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 3038.
[8] Shahih Sunan Abu Dawud: 2065, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 4995, Irwa’ al-Ghalil: 922, Shahih at-Targhib wa at-Tarhib” 1064 dan Misykah al-Mashobih: 1991.
[9] Shahih al-Jami’ ash-Shagir: 3032 dan Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 1797.
[10] Shahih Sunan Abu Dawud: 2066, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 4678, Misykah al-Mashobih: 1993 dan Irwa’ al-Ghalil: IV/ 39 nomor: 920.
[11] Shahih Sunan Ibnu Majah: 1417, Shahih Sunan at-Turmudziy: 647, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 6415 dan Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 1071.
[12] Shahih Abu Dawud: 3263, Shahih Sunan Ibni Majah: 1418, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 1137, Tahqiq al-Kalim ath-Thayyib: 193 dan Adab az-Zifaf halaman 170.

[13] Adab az-Zifaf halaman 171.
[14] Shahih Sunan at-Turmudziy: 570, Shahih Sunan an-Nasa’iy: 2046, Shahih Sunan Abu Dawud: 2053.
[15] Mukhtashor Shahih Muslim: 580, Shahih Sunan at-Turmudziy: 570, Shahih Sunan Ibnu Majah: 1373, Shahih Sunan an-Nasa’iy: 2027, 2028, 2029, 2030, 2031, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 2943 dan Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 1055.
[16] Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 2882 dan Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 1045.
[17] Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 1735 dan Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 1291.
[18] Shahih Sunan Abu Dawud: 2054, Shahih Sunan an-Nasa’iy: 2043, 2045, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 7043, Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 1059 dan Misykah al-Mashobih: 1997.
[19] Shahih Sunan an-Nasa’iy: 2042.
[20] Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 1062.
[21] Shahih Sunan Abu Dawud: 2055 dan Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 1064.
[22] Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 1063.
[23] Shahih Sunan Ibnu Majah: 1374 dan Shahih Sunan an-Nasa’iy: 2035, 2036, 2037.
[24] Mu’jam al-Bida’ halaman 268.
[25] Shahih Sunan Abu Dawud: 2060, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 607, Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 1394 dan Misykah al-Mashobih: 1988].

[26] Tamam al-Minnah halaman 417
[27] Tamam al-Minnah halaman 418
[28] Shahih Sunan an-Nasa’iy: 1981 dan Irwa’ al-Ghalil: 888.
[29] Bahjah an-Nazhirin: II/ 365.
[30] Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, “Pengganti itu lebih baik disamarkan agar mencakup pengganti dalam bentuk harta dan pahala, karena berapa banyak orang yang berinfak, dia wafat sebelum mendapatkan balasan berupa harta di dunia, maka penggantinya adalah berupa pahala di akhirat, atau dia akan dihalangi dari kejelekan.” (Fat-h al-Bariy: III/305)
[31] Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 1930, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 5797 dan Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 905.
[32] Mukhtashor Shahih Muslim: 1790, Shahih Sunan at-Turmudziy: 1652, Irwa’ al-Ghalil: 2200 dan Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 2328.
[33] Shahih Sunan an-Nasa’iy: 1981 dan Irwa’ al-Ghalil: 888.
[34] Bahjah an-Nazhirin: II/ 365.
[35] Majmu’ Fatawa wa ar-Rosa’il oleh asy-Syaikh Muhammad al-Utsaimin: XX/ 184.
[36] Bahjah an-Nazhirin: II/ 225.
[37] Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 7489.
[38] Shahih Sunan at-Turmudziy: 2325, Shahiih Sunan Abi Dawud: 1290, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 5497 dan Misykah al-Mashobih: 2112.
[39] Bahjah an-Nazhirin: II/ 226-227.
[40] Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 6469, Misykah al-Mashobih: 2137 dan Syu’ab al-Iman: II/ 342.
[41] Shahih Sunan at-Turmudziy: 2299, Shahih Sunan Ibni Majah: 177, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 5840, Misykah al-Mashobih: 2114 dan Syu’ab al-iman: II/ 337-338.
[42] Shahih Sunan Abi Dawud: 1300, Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 2240, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 8122, Misykah al-Mashobih: 2134 dan Syu’ab al-Iman: II/ 347.
[43] Bahjah an-Nazhirin: II/ 230-231.
[44] Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 2956 dan Syu’ab al-Iman: II/ 333.
[45] Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 2372 dan Syu’ab al-Iman: II/ 333.
[46] Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 2169 dan Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 992.
[47] Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 4097, 4098 dan Irwa’ al-Ghalil: 869, 1587.
[48] Mukhtashor Shahih Muslim: 634, Shahih Sunan Ibnu Majah: 1431 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 4713.
[49] Shahih Sunan Ibnu Majah: 1430 dan Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 2123.
[50] Shahih Sunan Abu Dawud: 2154.
[51] Shahih Sunan Abu Dawud: 2150.
[52] Shahih Sunan Ibnu Majah: 1361.
[53] Shahih Sunan Ibnu Majah: 1362, Irwa al-Ghalil: 931.
[54] Shahih Sunan Ibnu Majah: 1363.
[55] Irwa’ al-Ghalil: IV/ 79.
[56] Mukhtashor Shahih al-Imam al-Bukhoriy: 947 (I/ 456).
[57] Shahih Sunan Ibnu Majah: 1364.