AMALAN-AMALAN
DI BULAN RAMADLAN
بسم الله الرحمن الرحيم
Banyak kaum Muslimin, ketika datang dan masuknya bulan Ramadlan bahkan ketika bulan itu telah lewat, mereka mengisi bulan tersebut dengan amalan yang sia-sia, tidak bermanfaat dan terkadang masih mengandung dosa.
Hal
ini dimungkinkan karena mereka masih jahil dan awam terhadap ajaran agamanya
sendiri. Aneh, tapi ya itulah yang terjadi.
Maka
di dalam pembahasan kali ini, akan sedikit dijelaskan akan amalan-amalan yang
dapat dikerjakan selama bulan Ramadlan, agar mereka dapat menempuh perjalanan
dengan tepat dan benar dengan bimbingan alqur’an dan hadits-hadits yang shahih.
1).
Berpuasa.
Amalan pokok di bulan Ramadlan adalah
berpuasa, karena di bulan inilah Allah Subhanahu wa ta’ala telah mewajibkan
puasa bagi umat Islam. Bahkan bagi seorang Muslim yang meninggalkan puasa
karena suatu udzur semisal sakit, sedang bepergian, sedang haidl atau nifas dan
semisalnya maka ia wajib mengqodlo (mengganti) sesuai dengan jumlah hari-hari
yang ia tinggalkan. Namun bagi yang tidak mampu lagi mengerjakannya maka ia
wajib membayar fidyah.
Lalu
jika ada di antara umat ini yang dengan sengaja meninggalkan puasa Ramadlan,
maka ia telah melakukan dosa besar dan diancam dengan adzab neraka Jahannam.
Adapun
dalil-dalilnya telah mafhum dan masyhur dikalangan kaum muslimin, di antaranya
adalah,
شَهْرَ
رَمَضَانَ الَّذِى أُنزِلَ فَيهِ اْلقُرْءَانُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَ بَيِّنَاتٍ
مِنَ اْلهُدَى وَ اْلفُرْقَانِ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan
yang di dalamnya diturunkan (permulaan) alquran sebagai petunjuk bagi manusia
dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak
dan yang bathil). Karena itu, Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri
tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.
[QS. Al-Baqarah/ 2: 185].
عن أبى هريرة قال: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: مَنْ
صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَ احْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ
ذَنْبِهِ
Dari
Abu Hurairah berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Barangsiapa
yang yang berpuasa Ramadlan dengan penuh keimanan dan mengharap pahala maka akan
diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu”. Dalam riwayat Abu Dawud dan Ibnu
Majah, “dan menegakkannya”. [HR al-Bukhoriy: 38, Muslim: 860, Abu Dawud: 1372, at-Turmudziy:
683, Ibnu Majah: 1326, 1641, an-Nasa’iy: IV/ 157, Ahmad: II/ 232, 241, 385, 473
dan ad-Darimiy: II/ 26. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [1]
2).
Menyegerakan berbuka.
Amalan lainnya pada bulan Ramadlan
bagi yang berpuasa adalah berbuka. Bahkan umat ini diperintahkan oleh
Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam untuk menyegerakan berbuka, karena di
dalamnya banyak sekali kebaikan.
عن سهل بن سعد أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى
الله عليه و سلم قَالَ: لَا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوْا اْلفِطْرَ
Dari
Sahl bin Sa’d bahwasanya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Umat
manusia ini akan tetap dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka”. [HR
al-Bukhoriy: 1957, Muslim: 1093, At-Turmudziy: 699, Ibnu Majah: 1697. Berkata
asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih].[2]
عن
أنس عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم قَالَ: بَكِّرُوْا بِاْلإِفْطَارِ وَ
أَخِّرُوْا السَّحُوْرَ
Dari
Anas radliyalahu anhu, bahwasanya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam
bersabda, “Segerakanlah berbuka dan akhirkanlah sahur”. [HR. Ibnu Adiy dan
al-Haitsamiy. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [3]
عن
أبى هريرة عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم قَالَ: لَا يَزَالُ الدِّيْنُ
ظَاهِرًا مَا عَجَّلَ النَّاسُ اْلفِطْرَ لِأَنَّ اْليَهُوْدَ وَ النَّصَارَى
يُؤَخِّرُوْنَ
Dari
Abu Hurairah dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Agama ini akan
selalu tetap jaya selama kaum Muslimin menyegerakan berbuka puasa. Sebab kaum
Yahudi dan Nashrani suka mengakhirkannya”. [HR Abu Dawud: 2353 dan Ibnu
Khuzaimah: 2060. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan]. [4]
Dari
Abu Athiyyah berkata, “Aku dan Masruq pernah masuk mengunjungi Aisyah”. Kami
bertanya, “Wahai Ummul mukminin, ada dua orang shahabat Muhammad Shallallahu
alaihi wa sallam. Yang pertama suka menyegerakan berbuka dan menyegerakan
sholat, sedangkan yang lainnya suka mengakhirkan berbuka dan menunda sholat?”.
Aisyah berkata, “Siapakah orang yang suka menyegerakan berbuka dan menyegerakan
sholat?”. Kami menjawab, “Abdullah”. Ia berkata, “Seperti itulah yang
Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam perbuat”. [Atsar ini diriwayatkan oleh
Abu Dawud: 2354. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [5]
عن
سهل بن سعد قال: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: لَا تَزَالُ أُمَّتِى
عَلَى سُنَّتِى مَا لَمْ تَنْتَظِرْ بِفِطْرِهَا النُّجُوْمَ
Dari Sahl bin Sa’d berkata, telah
bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Senantiasa umatku berada di
atas sunnahku selama mereka tidak menunggu munculnya bintang di di langit
(yakni, malam) untuk berbuka”.
Sahl
berkata, “Apabila Nabi Shallallahu alaihi wa sallam berpuasa, beliau
memerintahkan seorang lelaki untuk memanjat suatu bangunan. Apabila ia berseru,
“Matahari telah terbenam!”. Maka beliau segera berbuka”. [HR. Ibnu Khuzaimah:
2061 dan Ibnu Hibban. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [6]
عن أبى الدرداء عَنِ النَّبِيِّ صلى الله
عليه و سلم قال: ثَلَاثٌ مِنْ أَخْلَاقِ النُّبُوَّةِ تَعْجِيْلُ اْلإِفْطَارِ وَ
تَأْخِيْرُ السَّحُوْرِ وَ وَضْعُ اَليَمِيْنِ عَلَى الشِّمَالِ فِى الصَّلَاةِ
Dari Abu ad-Darda’ dari Nabi
Shallallahu alaihi wa sallam, “Ada tiga hal yang termasuk akhlak Nabi, yaitu;
menyegerakan berbuka, mengakhirkan sahur dan meletakkan tangan kanan di atas
tangan kiri di dalam sholat”. [HR ath-Thabraniy. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy:
Shahih]. [7]
Banyak dalil-dalil yang memerintahkan
untuk menyegerakan berbuka, yang jika dihimpun akan banyak menyita tempat.
Karena menyegerakan berbuka ini selain untuk mengikuti sunnah Nabi Shallallahu
alaihi wa sallam juga untuk menyelisihi orang-orang Yahudi dan Nashrani yang
suka menunda-nunda berbuka.
Namun ada istilah yang aneh di masa
sekarang ini yang sedang getol disosialisasikan oleh sebahagian umat, yaitu takjil/
ta’jil. Banyak masyarakat awam yang mengartikan takjil ini dengan makna
berbuka. Misalnya, di restoran/ hotel ini disediakan takjil gratis, bagi yang
ingin menghadiri acara bukber ini hendaknya ikut berpartisipasi dengan membawa
takjil dan sebagainya. Padahal takjil/ ta’jil ini artinya adalah menyegerakan
bukan berbuka. Kalau berbuka itu dalam bahasa Arabnya adalah ifthor. Maka
hendaknya mereka menempatkan sesuatu pada tempatnya.
Nabi Shallallahu alaihi wa sallam sebelum
sholat Maghrib biasanya berbuka dengan ruthob, jika tidak ada dengan tamr dan
jika tidak ada juga maka dengan meminum air.
عن
أنس بن مالك قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم يُفْطِرُ عَلَى
رُطَبَاتٍ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ رُطَبَاتٌ فَعَلَى تَمَرَاتٍ
فَإِنْ لَمْ تَكُنْ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ مَاءٍ
Dari
Anas bin Malik berkata, Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam berbuka denga
makan beberapa ruthob (kurma basah) sebelum sholat. Jika tidak ada ruthob,
Beliaupun berbuka dengan makan beberapa tamr (kurma kering). Dan jika tidak ada
juga tamr, maka Beliau minum beberapa teguk air”. [HR. Abu Dawud: 2356, Ahmad:
III/ 164, ad-Daruquthniy: 240, al-Hakim dan al-Baihaqiy. Berkata asy-Syaikh
al-Albaniy: Hasan Shahih]. [8]
Dianjurkan
bagi setiap Muslim yang sedang berbuka untuk berdoa dengan doa-doa yang penuh
kebaikan. Karena berdoa ketika berbuka itu adalah waktu yang tidak akan ditolak
oleh Allah Azza wa Jalla.
عن أنس عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه و
سلم ثَلاَثٌ لاَ تُرَدُّ دَعْوَتُهُمْ الصَّائِمُ حِيْنَ يُفْطِرُ وَ اْلإِمَامُ
اْلعَادِلُ وَ دَعْوَةُ اْلمـَظْلُوْمِ
Dari
Anas dari Nabi Shallalahu alaihi wa sallam bersabda, “Ada tiga golongan orang
yang doa mereka tidak akan ditolak, yaitu; doanya orang yang sedang berpuasa
ketika ia sedang berbuka, doanya imam yang adil dan doanya orang yang
teraniaya”. [HR. al-Baihaqiy dan adl-Dliya’ al-Muqaddisiy. Berkata asy-Syaikh
al-Albaniy: Hasan]. [9]
Dianjurkan
untuk membaca doa atau dzikir ketika hendak berbuka puasa dengan doa-doa yang
shahih dari Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, bukan dengan doa-doa yang
tidak sesuai dalil atau hadits yang kuat.
عن
مروان – يعنى ابن سالم المقفع-قَالَ: رَأَيْتُ لبْنَ عُمُرُ يَقْبِضُ عَلَى
لِحْيَتِهِ فَيَقْطَعُ مَا زَادَ عَلَى اْلكَفِّ وَ قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ
صلى الله عليه و سلم إِذَا أَفْطَرَ قَالَ: ذَهَبَ الظَّمَأُ وَ ابْتَلَّتِ
اْلعُرُوْقُ و ثَبَتَ اْلأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللهُ
Dari Marwan –yaitu Ibnu Salim
al-Muqoffi’- berkata, “Aku pernah melihat Ibnu Umar radliyallahu anhuma
menggenggam jenggotnya dan memotong apa yang lebih dari kepalannya. Dan ia
berkata, “Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam apabila berbuka beliau
mengucapkan, “Telah hilang dahaga, urat-urat telah basah dan pahala telah
tetap, insyaa Allah”. [HR. Abu Dawud: 2357, ad-Daruquth-niy: 2256, al-Hakim:
II/ 52 nomor 1576, al-Baihaqiy di dalam asy-Syu’ab al-Iman: III/ 306-407 nomor:
3902, an-Nasa’iy di dalam as-Sunan al-Kubra dan Ibnu as-Suniy. Berkata
asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan]. [10]
Tidak ada
hadits lain yang dapat dijadikan hujjah/ dalil selain hadits ini. Karena
hadits-hadits selain ini adalah dla'if (lemah).
3). Memberi
makanan berbuka untuk orang yang berpuasa.
Jika ada di antara kaum muslimin yang
diberi kemampuan rizki lebih dan ingin menyisihkan hartanya, maka dianjurkan
untuk mengajak dan memberi makanan berbuka bagi kaum muslimin yang lainnya,
apalagi jika mereka itu termasuk golongan yang tidak mampu. Karena pahala orang
yang memberi makanan berbuka itu seperti yang diperoleh oleh orang yang
berpuasa, sebagaimana dalil hadits berikut,
عن زيد بن خالد الجهنى قَالَ: قَالَ
رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ
أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لَا يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا
Dari Zaid bin Kholid al-Juhniy berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Barangsiapa yang memberi makan (untuk berbuka) kepada orang yang sedang berpuasa, maka ia akan mendapat pahala seperti yang diperoleh oleh orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikitpun”. [HR. Ibnu Majah: 1746, at-Turmudziy: 807, Ahmad: IV/ 114-115 dan Ibnu Hibban. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [11]
Bahkan
orang yang diberi jamuan makanan berbuka itu hendaknya mengucapkan doa untuk
orang yang telah memberikan makanan berbuka itu.
عن أنس أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه و
سلم جَاءَ إِلَى سَعْدِ بْنِ عُبَادَةَ فَجَاءَ بِخُبْزٍ وَ زَيْتٍ فَأَكَلَ ثُمَّ
قَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم: أَكَلَ طَعَمَكُمُ اْلأَبْرَارُ وَ صَلَّتْ
عَلَيْكُمُ اْلمـَلَائِكَةُ وَ أَفْطَرَ عِنْدَكُمُ الصَّائِمُوْنَ
Dari Anas radliyallahu anhu berkata, bahwasanya Nabi Shallallahu alaihi wa sallam pernah datang
menemui Sa’d bin Ubadah (radliyallahu anhu). Sa’d datang menjumpai Beliau
dengan membawa roti dan minyak zaitun (atau kismis) lalu makan. Kemudian Nabi
Shallallahu alaihi wa sallam berdoa, “Telah
berbuka orang-orang yang shaum di sisimu, orang-orang yang baik telah memakan
makananmu dan para Malaikat mendoakan agar kalian mendapat rahmat”. [HR Abu Dawud: 3854, Ibnu Majah: 1747, al-Baihaqiy (Syu’ab
al-Iman): 6048, an-Nasa’iy dalam Amal al-Yaum wa al-Lail, Ibnu Sunni dalam Amal
al-Yaum wa al-Lail dan Ahmad: III/ 118, 138. Berkata asy-Syaikh
al-Albaniy: Shahih]. [12]
Berkata
asy-Syaikh al-Albaniy rahimahullah, “Ketahuilah bahwa dzikir ini tidaklah
terikat pada orang yang shaum/ puasa setelah berbukanya saja. Tetapi dzikir ini
sifatnya mutlak. Sabda beliau “Telah
berbuka orang-orang yang shaum di sisimu”, bukan
dalam bentuk kalimat khabar (pemberitaan), namun merupakan doa untuk orang yang
menyediakan makanan sampai-sampai orang-orang yang shaum berbuka di sisinya dan
mendapatkan pahala berbukanya mereka. [13]
4).
Mengakhirkan sahur.
Selain berbuka, amalan lain yang
mesti dikerjakan oleh setiap muslim yang hendak berpuasa adalah makan sahur.
Karena makan sahur ini adalah pembeda antara puasanya umat Islam dengan ahli
kitab dan di dalam sahur ini terdapat berkah dan kebaikan-kebaikan lainnya.
عن
عمرو بن العاص رضي الله عنه أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ: فَصْلُ
مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَ صِيَامِ أَهْلِ اْلكِتَابِ أَكْلَةُ السَّحَرِ
Dari
Amr bin al-Ash radliyallahu anhu, bahwasanya Rosulullah Shallallahu alaihi wa
sallam bersabda, “Perbedaan antara puasa kita dengan puasa ahlul Kitab adalah
makan sahur”. [HR Muslim: 1096, Abu Dawud: 2343, at-Turmudziy: 708 dan
an-Nasa’iy: IV/ 146. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [14]
عن أنس رضي الله عنه قال: قَالَ رَسُوْلُ
اللهِ صلى الله عليه و سلم: تَسَحَّرُوْا فَإِنَّ فِى السَّحُوْرِ بَرَكَةً
Dari
Anas radliyallahu anhu berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa
sallam, “Makan sahurlah kalian, karena sesungguhnya pada sahur terdapat
berkah”. [HR. Muslim: 1095, al-Bukhoriy: , at-Turmudziy: 708, Ibnu Majah: 1692 dan an-Nasa’iy: IV/
140-141. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy:
Shahih]. [15]
عن
سلمان رضي الله عنه قال: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: اْلبَرَكَةُ
فِى ثَلَاثَةٍ اَلجَمَاعَةِ وَ الثَّرِيْدِ وَ السَّحُوْرِ
Dari
Salman radliyallahu anhu berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi
wa sallam, “Berkah itu terdapat pada tiga perkara; berjamaah, tsarid (roti yang
diremukkan dan direndam dalam kuah) dan makan sahur”. [HR ath-Thabraniy di
dalam al-Kabir, al-Baihaqiy dan Abu Thahir al-Ambariy. Berkata asy-Syaikh
al-Albaniy: Shahih].[16]
عن
أبى هريرة رضي الله عنه أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ: إِنَّ
اللهَ جَعَلَ اْلبَرَكَةَ فِى السَّحُوْرِ وَ اْلكَيْلِ
Dari
Abu Hurairah radliyallahu anhu berkata, bahwasanya Rosulullah Shallallahu
alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah telah menjadikan berkah melalui
sahur dan takaran”. [HR. asy-Syiroziy di dalam al-Alqob, al-Khathib dan Abdulghaniy di dalam Fadla’il Ramadlan.
Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan].[17]
عن العرباض بن سارية قَالَ: دَعَانِى
رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم إِلَى السَّحُوْرِ فَىِ رَمَضَانَ فَقَالَ:
هَلُمَّ إِلَى اْلغَدَاءِ اْلمـُبَارَكِ
Dari
al-Irbadl bin Sariyah berkata, Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah
mengundangku untuk sahur di bulan Ramadlan. Lalu beliau bersabda, “Ayo, marilah
kepada makanan yang penuh berkah”. [HR Abu Dawud: 2344, an-Nasa’iy: IV/ 145,
Ahmad: IV/ 126, 127 dan Ibnu Hibban. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [18]
عن عبد الله بن الحارث قال: عَنْ رَجُلٍ
مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم قَالَ: دَخَلْتُ عَلَى النَّبِيَّ
صلى الله عليه و سلم وَ هُوَ يَتَسَحَّرُ فَقَالَ: إِنَّهَا بَرَكَةٌ أَعْطَاكُمُ
اللهُ إِيَّاهَا فَلَا تَدَعُوْهُ
Dari
Abdullah bin al-Harits berkata, dari seseorang shahabat Nabi Shallallahu alaihi
wa sallam berkata, “Aku pernah masuk menemui Nabi Shallallahu alaihi wa sallam
yang sedang bersahur, lalu Beliau bersabda, “Sesungguhnya sahur ini adalah
berkah yang telah diberikan Allah kepada kalian, maka janganlah kalian
meninggalkannya”. [HR an-Nasa’iy: IV/ 145. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy:
Shahih]. [19]
عن أبى سعيد الخدري رضي الله عنه قَالَ:
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: السَّحُوْرُ أَكْلَةُ بَرَكَةٍ فَلَا
تَدَعُوْهُ وَ لَوْ أَنْ يَجْرَعَ أَحَدُكُمْ جُرْعَةً مِنْ مَاءٍ فَإِنَّ اللهَ
وَ مَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى اْلمـُتَسَحِّرِيْنَ
Dari
Abu Sa’id al-Khudriy radliyallahu anhu berkata, telah bersabda Rosulullah
Shhallallahu alihi wa sallam, “Sahur adalah makan yang penuh berkah. Oleh sebab
itu janganlah kalian meninggalkannya sekalipun seseorang di antara kalian hanya
meminum seteguk air. Sesungguhnya Allah dan para Malaikat-Nya bersholawat
kepada orang-orang yang makan sahur”. [HR Ahmad: III/ 12, 44. Berkata
asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan].[20]
Sahur
adalah amalan yang wajib dikerjakan oleh umat Islam yang hendak berpuasa
meskipun ia tidak menjumpai yang dapat dimakan kecuali air. Dan makanan sahur
yang paling baik adalah tamr (kurma kering).
عن أبى هريرة رضي الله عنه أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ
صلى الله عليه و سلم: نِعْمَ سَحُوْرُ اْلمـُؤْمِنِ التَّمْرُ
Dari
Abu Hurairah radliyallahu anhu, bahwasanya Rosulullah Shallallahu alaihi
wa sallam bersabda, “Sebaik-baik
sahurnya mukmin itu adalah kurma”. [HR Abu Dawud: 2345 dan Ibnu Hibban. Berkata
asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [21]
عن عبد الله بن عمر رضي الله عنهما قال:
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: تَسَحَّرُوْا وَ لَوْ بِجُرْعَةٍ مِنْ
مَاءٍ
Dari
Abdullah bin Umar radliyallahu anhuma berkata, telah bersabda Rosulullah
Shallallahu alaihi wa sallam, “Bersahurlah kalian meskipun hanya dengan seteguk
air”. [HR. Ibnu Hibban. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [22]
Adapun
jarak waktu sahur dengan waktu shubuh adalah sekitar lima puluh ayat alqur’an
yang dibaca secara tartil.
عن
زيد بن ثابت قَالَ: تَسَحَّرْنَا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه و سلم ثُمَّ
قُمْنَا إِلَى الصَّلَاةِ قُلْتُ كَمْ بَيْنَهُمَا؟ قَالَ: قَدْرَ قِرَاءَةِ
خَمْسِيْنَ آيَةٍ
Dari
Zaid bin Tsabit berkata, “Kami pernah bersahur bersama Rosulullah Shallallahu
alaihi wa sallam, kemudian kami berdiri menuju sholat?”. Aku bertanya, “Berapa
jarak di antara keduanya?”. Ia menjawab, “Sekitar bacaan (alqur’an) lima puluh
ayat”. [HR. Ibnu Majah: 1694, al-Bukhoriy: 1921 dan an-Nasa’iy: IV/ 143.
Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan]. [23]
Jadi menurut dalil, kita dianjurkan untuk
makan sahur dengan mengakhirkannya yaitu sekitar jarak lima puluh ayat yang
dibaca tartil sampai menjelang shubuh. Bahkan jika ternyata ketika seseorang di
antara kita hendak minum sudah terdengar adzan shubuh yang menunjukkan waktu
sholat, maka tidak mengapa ia menyelesaikan minum terlebih dahulu, sebagaimana
di dalam dalil hadits dari Abu Hurairah radliyallahu anhu.
Maka
istilah IMSAK yang didengang-dengungkan kebanyakan kaum muslimin itu
adalah tidak benar dan bid’ah karena telah menyalahi dalil. [24]
عن
أبى هريرة قال: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: إِذَا سَمِعَ
أَحَدُكُمُ النِّدَاءَ وَ اْلإِنَاءُ عَلَى يَدِهِ فَلَا يَضَعْهُ حَتَّى يَقْضِيَ
حَاجَتَهُ مِنْهُ
Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu berkata, telah bersabda
Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Apabila seseorang di antara kalian
mendengar adzan sedangkan bejana (makanan dan minuman mereka) berada pada
tangan mereka, maka janganlah ia meletakkannya sehingga ia menyelesaikan
hajatnya”. [HR Ahmad: II/ 423, 510, Abu Dawud: 2350 dan al-Hakim. Berkata
asy-Syaikh al-Albaniy: Hasan Shahih]. [25]
Berkata asy-Syaikh al-Albaniy, “Di dalam hadits ini terdapat dalil
bahwasanya orang yang mendapatkan munculnya fajar sedangkan bejana makanan dan
minumannya itu ada pada tangannya, maka boleh baginya untuk tidak meletakkannya
sehingga ia menunaikan hajatnya itu (yaitu makan dan minum). [26]
Katanya lagi, “Di antara faidah hadits ini adalah adanya batilnya bid’ah
imsak sebelum fajar seukuran seperempat jam. Karena mereka mengerjakannya itu
lantaran khawatir datangnya adzan subuh sedangkan mereka dalam keadaan sahur.
Seandainya mereka mengetahui rukhsoh tersebut niscaya mereka tidak akan
terjatuh ke dalam bid’ah tersebut. Maka perhatikanlah. [27]
5).
Memperbanyak sedekah.
Bersedekah adalah amalan yang mulia
yang semestinya dikerjakan oleh setiap Muslim, karena di dalamnya banyak
kebaikan dan bagi yang meninggalkannya akan mendapat banyak keburukan, terlebih
pada bulan Ramadlan.
Rosulullah
Shallallahu alaihi wa sallam adalah orang yang paling dermawan, tiada
sesuatupun yang diminta oleh umatnya lalu beliau mengatakan ‘tidak’, namun pada
bulan Ramadlan Beliau akan lebih dermawan lagi. Maka tiada kebaikan bagi
umatnya itu melainkan jika mencontoh dan meneladani sifat junjungannya
tersebut.
عن
ابن عباس قال: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم أَجْوَدَ النَّاسِ وَ
كَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُوْنُ فِى رَمَضَانَ حَيْنَ يَلْقَاهُ جِبْرِيْلُ وَ كَانَ
يَلْقَاهُ فِى كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ اْلقُرْآنَ
فَلَرَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم أَجْوَدُ بِاْلخَيْرِ مِنَ الرِّيْحِ
اْلمـُرْسَلَةِ
Dari
Ibnu Abbas radliyallahu anhuma berkata, “Rosulullah Shallallahu alaihi wa
sallam adalah orang yang paling dermawan dan bertambah lagi kedermawanannya itu
pada bulan Ramadlan ketika Malaikat Jibril Alaihi as-Salam menemuinya. Malaikat
Jibril mentadarusi alqur’an kepadanya. Benar-benar Rosulullah Shallallahu
alaihi wa sallam itu orang yang paling dermawan dalam kebaikan lebih dari pada
angin yang berhembus. [HR al-bukhoriy: 6, 1902, 3220, 3554, 4997, Muslim: 2308
dan an-Nasa’iy: IV/ 125. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [28]
Berkata
asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhihullah, “Terdapat dorongan untuk
bersikap dermawan di setiap waktu, dan dianjurkan bertambah (kedermawanan itu)
ketika berkumpul dengan orang-orang shalih dan pada waktu bulan Ramadlan”. [29]
وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ
فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ
الرَّازِقِينَ
“Dan
barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah
Pemberi rizki yang sebaik-baiknya.” [Saba’: 39]
عن أبى هريرة رضي الله عنه أَنَّ
النَّبِيَّ صلى الله عليه و سلم قَالَ: مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ الْعِبَادُ
فِيْهِ إِلاَّ مَلَكَانِ يَنْزِلاَنِ فَيَقُوْلُ أَحَدُهُمَا: اَللَّهُمَّ أَعْطِ
مُنْفِقًا خَلَفًا. وَيَقُوْلُ اْلآخَرُ: اَللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا
Dari
Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Tidak satu hari pun di mana pada pagi harinya seorang hamba ada
padanya melainkan dua Malaikat turun kepadanya, salah satu di antara keduanya
berkata, “Ya Allah, berikanlah ganti [30]bagi
orang yang berinfak”. Dan yang lainnya berkata, “Ya Allah, hancurkanlah (harta)
orang yang kikir”. [HR al-Bukhoriy: 1442, Muslim: 1010. Berkata asy-Syaikh
al-Albaniy: shahih]. [31]
عن أبي هريرة رضي الله عنه
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ: مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ
Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu
bahwasanya Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam
bersabda, “Sedekah itu tidak akan mengurangi harta”. [HR Muslim: 2588, at-Turmudziy:
2029, Ahmad: II/ 386 dan ad-Darimiy: I/ 396. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy:
shahih]. [32]
6). Membaca
alqur’an.
Biasanya suasana bulan Ramadlan ini
akan membawa dampak positif bagi umat Islam. Yang biasanya malas membaca alqur’an
maka pada bulan Ramadlan minimal mereka akan membacanya meskipun hanya kurang
dari satu juz saja. Dan tidak ada yang menghalangi dari membaca dan
mentadabburinya kecuali orang-orang yang telah dilalaikan hatinya dari
mengingat Allah Subhanahu wa ta’ala.
عن
ابن عباس قال: وَ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ
صلى الله عليه و سلم يَلْقَاهُ (جبريل) فِى كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ
فَيُدَارِسُهُ اْلقُرْآنَ
Dari
Ibnu Abbas radliyallahu anhuma berkata, “Rosulullah Shallallahu alaihi wa
sallam ketika Malaikat Jibril Alaihi as-Salam menemuinya, ia mentadarusi
alqur’an kepadanya setiap malam Ramadlan. [HR al-bukhoriy: 6, 1902, 3220, 3554,
4997, Muslim: 2308 dan an-Nasa’iy: IV/ 125. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy:
Shahih]. [33]
Berkata
asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy, “Dianjurkan untuk memperbanyak tadarus
alqur’an di bulan Ramadlan karena bulan itu adalah bulannya alqur’an”. [34]
Berkata
asy-Syaikh Muhammad al-Utsaimin rahimahullah, “Mengkhatamkan alqur’an di bulan
Ramadlan bagi orang yang sedang berpuasa itu bukanlah suatu hal yang
diwajibkan. Namun, di bulan Ramadlan semestinya kaum muslimin memperbanyak
membaca alqur’an, seperti halnya sunah Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam.
Beliau Shallallahu alaihi wa sallam dikunjungi oleh Malaikat Jibril Alaihi
as-Salam di setiap bulan Ramadlan untuk mendengarkan bacaan Beliau Shallallahu
alaihi wa sallam”. [35]
Jadi
meskipun membaca dan mengkhatamkan alqur’an di bulan Ramadlan itu tidak
dihukumkan wajib, tapi sepatutnya setiap muslim itu selalu membaca alqur’an di
setiap waktu, khususnya di bulan Ramadlan.
Anjuran-anjuran
membaca alqur’an apalagi jika diiringi dengan mentadabburi maknanya itu banyak
sekali dalil-dalilnya, di antaranya adalah sebagai berikut,
عن أبي
أمامة رضي الله عنه قَالَ: َسمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم يَقُوْلُ:
اِقْرَؤُوا اْلقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتىِ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ شَفِيْعًا
ِلأَصْحَابِهِ
Dari Abu Umamah radliyallahu anhu berkata, aku pernah mendengar Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Bacalah alqur’an, karena sesungguhnya ia nanti akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafaat bagi para pembacanya”. [HR Muslim: 804].
Berkata
asy-Syaikh Salim Ied al-Hilaliy hafizhohullah di dalam fiqh al-hadits, “Terdapat dorongan untuk
membaca alqur’an dan memperbanyak di dalam membacanya serta tidak disibukkan
dengan selainnya. Allah Subhanahu wa ta’ala akan memberikan idzin kepada alqur’an untuk
memberikan syafaat kepada para pembacanya, dan para pembacanya adalah
orang-orang yang selalu membaca dan mengamalkannya di dunia”.[36]
عن
أبي هريرة صلى الله عليه و سلم أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ: لاَ حَسَدَ إِلاَّ فىِ اثْنَتَيْنِ: رَجُلٍ
عَلَّمَهُ اللهُ اْلقُرْآنَ فَهُوَ يَتْلُوْهُ آنَاءَ اللَّيْلِ وَ آنَاءَ
النَّهَارِ فَسَمِعَهُ جَارٌ لَهُ فَقَالَ: لَيْتَنىِ أُوْتِيْتُ مِثْلَ مَا أُوْتِيَ فُلاَنٌ فَعَمِلْتُ مِثْلَ مَا
يَعْمَلُ وَ رَجُلٍ آتَاهُ اللهُ مَالاً فَهُوَ يُهْلِكُهُ فىِ اْلحَقِّ فَقَالَ
رَجُلٌ: لَيْتَنىِ أُوْتِيْتُ مِثْلَ مَا أُوْتِيَ فُلاَنٌ فَعَمِلْتُ مِثْلَ مَا
يَعْمَلُ
Dari Abu Hurairah radliyallahu anu bahwasanya Rosulullah Shallallahu
alaihi wa sallam bersabda, “Tiada kedengkian kecuali kepada dua hal. Kepada
seseorang yang diajarkan alqur’an oleh Allah, lalu ia membacanya ditengah malam
dan siang. Lalu tetangganya mendengarnya kemudian berkata, “Duhai kiranya aku
diberi seperti yang diberikan kepada si fulan, niscaya aku dapat berbuat
sebagaimana yang ia perbuat. Dan kepada seseorang yang dianugerahi harta oleh
Allah, lalu ia menghabiskannya di jalan yang benar. Berkata seseorang: duhai kiranya aku
dianugerahi seperti yang diberikan kepada si fulan, niscaya aku dapat beramal
sebagaimana yang ia amalkan”. [HR al-Bukhoriy: 5026,
7232, 7528 dan Ahmad: II/ 479. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih].[37]
عن عائشة رضي الله عنها قَالَتْ
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم : الَّذِي يَقْرَأُ اْلقُرْآنَ وَ هُوَ
مَاهِرٌ بِهِ مَعَ السَّفَرَةِ اْلبَرَرَةِ وَ الَّذِي يَقْرَأُ اْلقُرْآنَ وَ
يَتَتَعْتَعُ فِيْهِ وَ هُوَ عَلَيْهِ شَاقٌّ لَهُ أَجْرَانِ
Dari Aisyah radliyallahu anha berkata, telah bersabda
Rosulullah Shallallahu
alaihi wa sallam, “Orang yang membaca alqur’an dalam keadaan mahir
maka ia bersama para malaikat utusan Allah lagi taat. Sedangkan orang yang
membaca alqur’an dalam keadaan terbata-bata karena ia merasa sulit maka ia akan
mendapatkan dua ganjaran. [HR al-Bukhoriy: 4937,
Muslim: 898, at-Turmudziy: 2904, Abu Dawud: 1454, Ahmad: VI: 48, 192 dan
ad-Darimiy: II/ 444. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih]. [38]
Berkata
asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah, “Orang yang
melanggengkan membaca alqur’an dan bersungguh-sungguh atasnya, kedudukannya
lebih agung daripada orang yang tidak melanggengkannya. Orang membaca alqur’an
dalam keadaan susah payah akan mendapatkan dua balasan, yaitu satu balasan
karena membacanya dan yang lain lantaran kesulitan dan keterbataannya”. [39]
عن
ابن مسعود رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللهِ فَلَهُ
حَسَنَةٌ وَ اْلحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لاَ أَقُوْلُ : الم حَرْفٌ
وَلَكِنْ: أَلِفٌ حَرْفٌ وَ لاَمٌ حَرْفٌ وَ مِيْمٌ حَرْفٌ
Dari Ibnu Mas’ud radliyallahu anhu berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Barangsiapa yang membaca satu huruf dari alqur’an maka ia akan mendapat pahala satu kebaikan, dan satu kebaikan itu dibalas dengan sepuluh kalinya. Aku tidak mengatakan; alif laam miim itu satu huruf, tetapi alif itu satu huruf, laam satu huruf dan miim satu huruf”. [HR at-Turmudziy: 2910, ad-Darimiy: II/ 429 dan al-Baihaqiy: 1983. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [40]
عن أبي موسى الأشعري رضي الله عنه قَالَ: قَالَ
رَسُوْلُ اللهِ صلى
الله عليه و سلم:
مَثَلُ اْلمـُؤْمِنِ الَّذِي يَقْرَأُ اْلقُرْآنَ مَثَلُ اْلأُتْرُجَّةِ رِيْحُهَا
طَيِّبٌ وَ طَعْمُهَا طَيِّبٌ وَ مَثَلُ اْلمـُؤْمِنِ الَّذِي لاَ يَقْرَأُ
اْلقُرْآنَ كَمَثَلِ التَّمْرَةِ لاَ رِيْحَ لَهَا وَ طَعْمُهَا حُلْوٌ وَ مَثَلُ
اْلمـُنَافِقِ الَّذِي يَقْرَأُ اْلقُرْآنَ كَمَثَلِ الرَّ ْيحَانَةِ رِيْحُهَا
طَيِّبٌ وَ طَعْمُهَا مُرٌّ وَ مَثَلُ اْلمـُنَافِقِ الَّذِي لاَ يَقْرَأُ
اْلقُرْآنَ كَمَثَلِ اْلحَنْظَلَةِ لَيْسَ لَهَا رِيْحٌ وَ طَعْمُهَا مُرٌّ
Dari Abu Musa al-Asy’ariy radliyallahu
anhu, telah bersabda Rosulullah Shallallahu
alaihi wa sallam, “Perumpamaan orang mukmin yang membaca alqur’an
adalah seperti buah utrujjah (sejenis buah jeruk), harum baunya dan lezat
rasanya. Perumpamaan orang mukmin yang tidak membaca alqur’an adalah seperti buah
kurma, tiada bau harum namun rasanya manis. Perumpamaan orang munafik yang
membaca alqur’an adalah seperti buah rayhanah, harum baunya tetapi pahit
rasanya. Dan orang munafik yang tidak membaca alqur’an adalah seperti buah
hanzholah (sejenis buah labu), tiada bau harum dan pahit pula rasanya”. [HR al-Bukhoriy: 5020,
5059, 5427, 7560 dan Muslim: 797, at-Turmudziy: 2865, Ibnu Majah: 214 dan
al-Baihaqiy: 1973. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [41]
عن عبد الله بن عمرو بن العاص رضي الله عنهما عَنِ النَّبِيِّ
صلى الله عليه و سلم قَالَ: يُقَالُ لِصَاحِبِ اْلقُرْآنِ: اقْرَأْ وَ ارْتَقِ وَ
رَتِّلْ كَمَا كُنْتَ تُرَتِّلُ فىِ الدُّنْيَا فَإِنَّ مَنْزِلَتَكَ عِنْدَ آخِرِ
آيَةٍ تَقْرَأُهَا
Dari Abdullah bin Amr bin al-Ash radliyallahu anhuma
dari Nabi Shallallahu
alaihi wa sallam bersabda, “Dikatakan kepada
para penghafal alqur’an (pada hari kiamat), “Bacalah dan naiklah (ke surga). Dan bacalah
(alqur’an) dengan tartil sebagaimana engkau membacanya dengan tartil di dunia. Sesungguhnya kedudukanmu (di surga)
adalah berdasarkan ayat yang terakhir yang engkau baca”. [HR Abu Dawud: 1464,
at-Turmudziy: 2914, Ibnu Majah: 3780, Ahmad: II/ 192 dan al-Baihaqiy: 1999.
Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: shahih].[42]
Berkata asy-Syaikh
Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullahdi dalam fiqh
alhadits, “Terdapat dorongan untuk
menghafal dan mempelajari alqur’an. Kedudukan kaum mukminin di dalam surga
sesuai dengan amalan dan kesungguhan mereka di dunia”.[43]
عن أبي موسى رضي الله عنه عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم قَالَ: تَعاَهَدُوْا هَذَا اْلقُرْآنَ فَوَالَّذِي
نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَهُوَ أَشَدُّ تَفَلُّتَا مِنَ اْلإِبِلِ فيِ
عُقُلِهَا
Dari Abu Musa radliyallahu anhu dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Jagalah alqur’an ini, maka demi Dzat yang jiwa
Muhammad ada pada tangan-Nya, benar-benar ia lebih sangat mudah terlepas
daripada seekor unta pada tali ikatannya”. [HR al-Bukhoriy: 5033, Muslim: 791 dan al-Baihaqiy:
1961. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [44]
عن ابن عمر رضي الله عنهما أَنَّ
رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ: إِنمَّاَ مَثَلُ صَاحِبِ اْلقُرْآنِ
كَمَثَلِ اْلإِبِلِ اْلمعَلَّقَةِ إِنْ عَاهَدَ عَلَيْهَا أَمْسَكَهَا وَ إِنْ
أَطْلَقَهَا ذَهَبَتْ
Dari Ibnu Umar radliyallahu anhuma bahwasanya
Rosulullah Shallallahu
alaihi wa salla, bersabda, “Perumpamaan orang
yang menjaga alqur’an adalah seperti unta yang terikat, jika ia dijaga maka ia
akan menahannya dan jika ia melepasnya maka unta itu akan pergi”. [HR al-Bukhoriy: 5031,
Muslim: 789 dan al-Baihaqiy: 1962. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy:
Shahih]. [45]
7). Menyibukkan diri dengan tholabul
ilmi, menyiapkan hidangan berbuka untuk yang puasa, mengerjakan umrah, berdoa,
memohon ampun dan amal-amal shalih lainnya.
Selain
dari membaca dan mempelajari alqur’an, masih banyak lagi amal-amal shalih
lainnya yang dapat dikerjakan selama berlangsungnya bulan Ramadlan, dan di
dalamnya pasti akan banyak kebaikan di dunia dan akhirat.
Misalnya
menghadiri kajian-kajian agama yang berlandaskan alqur’an dan hadits shahih,
karena biasanya pada bulan mulia ini akan banyak diselenggarakan kajian-kajian
agama yang berkenaan tentang akidah, fikih, akhlak dan selainnya. Jadi
pengajian dan kajian-kajian agama tidak boleh ditutup dan akan dibuka kembali
setelah lewatnya bulan penuh berkah ini.
Begitu pula
jika ada waktu luang di malam atau siang hari hendaknya setiap muslim memanjatkan
doa-doa yang dikehendakinya karena pada bulan setiap muslim mempunyai doa yang
akan dikabulkan oleh Allah ta’ala.
عن أبى سعيد الخدري رضي الله عنه قال: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ
صلى الله عليه و سلم: إِنَّ لِلّهِ تبارك و تعالى عُتُقَاءَ فِى كُلِّ يَوْمٍ وَ
لَيْلَةٍ (يعنى فِى رَمَضَانَ) وَ إِنَّ لِكُلِّ مُسْلِمٍ فِى كُلِّ
يَوْمٍ وَ لَيْلَةٍ دَعْوَةً مُسْتَجَابَةً
Dari Abu Sa’id
al-Khudriy radliyallahu anhu berkata, telah bersabda Rosulullah Shallallahu
alaihi wa sallam, “Sesungguhnya Allah Tabaroka wa ta’ala membebaskan beberapa
orang dari api neraka pada setiap hari dan malam (bulan Ramadhan). Dan sesungguhnya
setiap muslim memilki doa yang dikabulkan pada setiap hari dan malam”. (HR. al-Bazzar
dalam Majma’ az-Zawaid dan Ahmad: II/ 254. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy:
Shahih]. [46]
Bagi yang
memiliki waktu luang dan uang, dianjurkan untuk menunaikan ibadah umrah, karena
mengerjakan umrah pada bulan Ramadlan itu menyamai pahala haji bersama Nabi
Shallallahu alaihi wa sallam.
عن ابن عباس رضي الله عنهما قال: قَالَ النَّبِيُّ صلى الله
عليه و سلم (لأم سنان الأنصارية): فَإِنَّ عُمْرَةً فِى رَمَضَانَ تَقْضِي حَجَّةً
مَعِى
Dari
Ibnu Abbas radliyallahu anhuma berkata, “Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda
(kepada Ummu Sinan al-Anshoriyyah), “Sesungguhnya umrah di bulan Ramadlan
menyamai pahala ibadah haji bersamaku”. [HR al-Bukhoriy: 1863, Muslim: 1256,
Ahmad: III/ 229 dan Ibnu al-Jarud. Berkata asy-Syaikh al-Albaiy: Shahih]. [47]
8). Mandi
junub sebelum waktu sholat shubuh.
Ibadah puasa itu tidak boleh
menghalangi seorang suami untuk menunaikan kewajiban kepada istrinya dan begitu
juga sebaliknya. Mereka boleh berhubungan intim di waktu malam dengan penuh
rasa cinta dan kasih sayang. Lalu jika mereka makan sahur dan ketika selesai
sahur lalu masuk waktu sholat shubuh sedangkan mereka belum mandi janabat maka
tidak mengapa mereka mandi jenabat dan melanjutkan puasanya.
عن
عائشة و أم سلمة رضي الله عنهما قَالَتَا: أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و
سلم كَانَ يُدْرِكُهُ اْلفَجْرُ وَ هُوَ جُنُبٌ مِنْ أَهْلِهِ ثُمَّ يَغْتَسِلُ وَ
يَصُوْمُ
dari
Aisyah dan Ummu Salamah radliyallahu anhuma berkata, “Bahwasanya Rosulullah
Shallallahu alaihi wa sallam mendapati waktu fajar dalam keadaan junub karena
telah berhubungan dengan istrinya. Kemudian beliau mandi dan berpuasa”. [HR.
al-Bukhoriy: 1926, 1930 dan Muslim: 1109].
9). I’tikaf
pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadlan.
Begitu pula amalan mulia yang dapat
dikerjakan oleh seorang Muslim adalah melakukan itikaf di masjid jami’ selama
sepuluh hari penuh. Ia tidak boleh pulang mengunjungi keluarganya atau kembali
ke kantornya untuk melanjutkan pekerjaannya, kecuali dalam keadaan darurat
.
selama
itikaf di masjid, hendaknya ia meniatkan untuk beribadah dari membaca alqur’an,
berdzikir, berdoa, menyimak kajian-kajian agama jika ada, dan sebagainya.
عن
عائشة رضي الله عنها قَالَتْ: كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم إِذَا دَخَلَ
اْلعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ وَ أَحْيَا لَيْلَهُ وَ أَيْقَظَ أَهْلَهُ
Dari Aisyah
radliyallahu anha berkata, “Ketika memasuki sepuluh hari terakhir (bulan
Ramadlan), Nabi Shallallahu alaihi wa sallam mengencangkan sarungnya,
menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya”. [HR. al-Bukhoriy: 2024,
Muslim: 1174 dan Ibnu Majah: 1768. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [48]
Dalam satu
riwayat Muslim, “Beliau bersungguh-sungguh beribadah pada sepuluh hari terakhir
bulan Ramadlan, tidak seperti hari-hari yang lainnya”. [HR. Nuslim: 1175 dan
Ibnu Majah: 1767. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [49]
عن
ابن عمر رضي الله عنهما قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم
يَعْتَكِفُ اْلعَشْرَ اْلأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ
Dari Ibnu
Umar radliyallahu anhuma berkata, “Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam beritikaf
pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadlan”. [HR. al-Bukhoriy: 2025, Muslim:
1171 dan Abu DAwud: 2465. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [50]
عن
عائشة رضي الله عنها زَوْجِ النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم أَنَّ النَّبِيَّ صلى
الله عليه و سلم كَانَ يَعْتَكِفُ اْلعَشْرَ اْلأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى
تَوَفَّاهُ اللهُ تَعَالَى ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ
Dari Aisyah
radliyallahu anha istri Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, bahwasanya Nabi
Shallallahu alaihi wa sallam beritikaf pada sepuluh hari terakhir Ramadlah
sampai Allah ta’ala mewafatkannya. Kemudian para istri Beliau Shallallahu
alaihi wa sallam melanjutkan itikaf sesudahnya”. [HR. al-Bukhoriy: 2027,
Muslim: 1172 (5) dan Abu Dawud: 2462. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [51]
10). Tidak
melaksanakan hijamah/ bekam.
Dianjurkan bagi yang berpuasa untuk
tidak membekam dan berbekam, karena di dalamnya ada kelemahan dan kepayahan.
Sebab ketika seseorang dibekam itu akan mengeluarkan darah yang berakibat
payahnya pertahanan tubuh seseorang.
Namun
jika tidak boleh tidak seseorang itu harus dibekam karena untuk pengobatan
penyakitnya, maka tidak mengapa. Karena larangan itu telah mansukh oleh hadits
yang menerangkan bahwa Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah dibekam
dalam keadaaan sedang berpuasa.
عن
أبى هريرة قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: أَفْطَرَ اْلحَاجِمُ
وَ اْلمـَحْجُوْمُ
Dari
Abu Hurairah berkata, telah bersabda RoSulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Orang
yang membekam dan yang dibekam itu telah berbuka (maksudnya, batal puasanya)”.
[HR Ibnu Majah: 1679. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [52]
عَن
ثوبان قال: سَمِعْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه و سلم يَقُوْلُ: أَفْطَرَ
اْلحَاجِمُ وَ اْلمـَحْجُوْمُ
Dari
Abu Hurairah berkata, telah bersabda RoSulullah Shallallahu alaihi wa sallam,
“Orang yang membekam dan yang dibekam itu telah berbuka (maksudnya, batal
puasanya)”. [HR Ibnu Majah: 1680. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [53]
عن أبى قلابة أنه أخبره أَنَّ شَدَّادَ
بْنَ أَوْسٍ بَيْنَمَا هُوَ يَمْشِى مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه و سلم
بِاْلبَقِيْعِ فَمَرَّ عَلَى رَجُلٍ يَحْتَجِمُ بَعْدَ مَا مَضَى مِنَ الشَّهْرِ
ثَمَانِي عَشَرَ لَيْلَةً فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: أَفْطَرَ
اْلحَاجِمُ وَ اْلمـَحْجُوْمُ
Dari
Abu Qilabah bahwasanya ia mengkhabarkan, bahwa Syaddad bin Aus ketika sedang
berjalan-jalan bersama Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam di Baqi’, ia
melewati seorang lelaki yang sedang dibekam setelah bulan (Ramadlan) lewat 18
hari). Maka Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Orang yang membekam dan yang dibekam itu
telah berbuka (maksudnya, batal puasanya)”. [HR Ibnu Majah: 1681. Berkata
asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. [54]
Berkata
asy-Syaikh al-Albaniy rahimahullah, “Akan tetapi hadits ini mansukh (telah
dihapus hukumnya). Yang menghapus hukumnya adalah hadits dari Abu Sa’id
al-Khudriy radliyallahu anhu, berkata,
أَرْخَصَ النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلمم
فِى اْلحِجَامَةِ لِلصَّائِمِ
Nabi
Shallallahu alaihi wa sallam telah memberi rukhshoh (keringanan) bagi orang
yang berpuasa untuk berbekam”. [55]
dari
Syu’bah berkata, aku pernah mendengar Tsabit al-Bunaniy bertanya kepada Anas
bin Malik radliyallahu anhu, “Apakah kalian memakruhkan hijamah (berbekam) bagi
orang yang berpuasa, di masa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam?”. Ia menjawab,
“Tidak, kecuali dari sebab lemah”. [Atsar ini diriwayatkan oleh al-Bukhoriy:
1940]. [56]
عن ابن عباس قَالَ: احْتَجَمَ رَسُوْلُ اللهِ صلى
الله عليه و سلم وَهُوَ صَائِمٌ مُحْرِمٌ
Dari
Ibnu Abbas radliyallahu anhuma berkata, “Rosulullah Shallallahu alaihi wa
sallam pernah berbekam sedangkan beliau dalam keadaan puasa, dalam keadaan
ihram”. [HR. Ibnu Majah: 1682, al-Bukhoriy: 1938. Berkata asy-Syaikh
al-Albaniy: Shahih]. [57]
Demikian
beberapa amalan di bulan Ramadlan yang dianjurkan bagi umat Islam untuk dapat mengamalkannya.
Hendaknya setiap Muslim dapat mengisi sisa-sisa bulan Ramadlan dengan amal-amal
shalih yang telah disyariatkan oleh Allah Azza wa Jalla dan Rosul-Nya
Shallallahu alaihi wa sallam supaya hidupnya di bulan ini menjadi penuh berkah.
Semoga
bermanfaat. Wallahu a’lam bi ash-Showab.
[1] Shahih
Sunan Abu Dawud: 1224, Shahih Sunan at-Turmudziy: 550, Shahih Sunan Ibnu Majah:
1091, 1330, Shahih Sunan an-Nasa’iy: 2082, 2083, 2084, 2085, Shahih al-Jami’
ash-Shaghir: 6326, Irwa’ al-Ghalil: 906 dan Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 982.
[2]
Shahih Sunan at-Turmudziy: 563, Shahih Sunan Ibnu Majah: 1377 dan Irwa’
al-Ghalil: 917.
[3]
Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 2835 dan Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 1773.
[4]
Shahih Sunan Abu Dawud: 2063, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 7689, Shahir
at-Targhib wa at-Tarhib: 1067 dan Misykah al-Mashobih: 1995.
[5]
Shahih Sunan Abu Dawud: 2064 dan Shahih Sunan an-Nasa’iy: 2038, 2039, 2040,
2041.
[6]
Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 1066.
[7]
Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 3038.
[8]
Shahih Sunan Abu Dawud: 2065, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 4995, Irwa’
al-Ghalil: 922, Shahih at-Targhib wa at-Tarhib” 1064 dan Misykah al-Mashobih:
1991.
[9]
Shahih al-Jami’ ash-Shagir: 3032 dan Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 1797.
[10]
Shahih Sunan Abu Dawud: 2066, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 4678, Misykah
al-Mashobih: 1993 dan Irwa’ al-Ghalil: IV/ 39 nomor: 920.
[11]
Shahih Sunan Ibnu Majah: 1417, Shahih Sunan at-Turmudziy: 647, Shahih al-Jami’
ash-Shaghir: 6415 dan Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 1071.
[12] Shahih Abu Dawud: 3263, Shahih Sunan
Ibni Majah: 1418, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 1137, Tahqiq al-Kalim
ath-Thayyib: 193 dan Adab az-Zifaf halaman 170.
[13]
Adab az-Zifaf halaman 171.
[14]
Shahih Sunan at-Turmudziy: 570, Shahih Sunan an-Nasa’iy: 2046, Shahih Sunan Abu
Dawud: 2053.
[15] Mukhtashor
Shahih Muslim: 580, Shahih Sunan at-Turmudziy: 570, Shahih Sunan Ibnu Majah:
1373, Shahih Sunan an-Nasa’iy: 2027, 2028, 2029, 2030, 2031, Shahih al-Jami’
ash-Shaghir: 2943 dan Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 1055.
[16]
Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 2882 dan Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 1045.
[17]
Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 1735 dan Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 1291.
[18]
Shahih Sunan Abu Dawud: 2054, Shahih Sunan an-Nasa’iy: 2043, 2045, Shahih
al-Jami’ ash-Shaghir: 7043, Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 1059 dan Misykah
al-Mashobih: 1997.
[19]
Shahih Sunan an-Nasa’iy: 2042.
[20]
Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 1062.
[21]
Shahih Sunan Abu Dawud: 2055 dan Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 1064.
[22]
Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 1063.
[23]
Shahih Sunan Ibnu Majah: 1374 dan Shahih Sunan an-Nasa’iy: 2035, 2036, 2037.
[25] Shahih Sunan
Abu Dawud: 2060, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 607, Silsilah al-Ahadits
ash-Shahihah: 1394 dan Misykah al-Mashobih: 1988].
[26] Tamam
al-Minnah halaman 417
[27] Tamam
al-Minnah halaman 418
[28]
Shahih Sunan an-Nasa’iy: 1981 dan Irwa’ al-Ghalil: 888.
[29]
Bahjah an-Nazhirin: II/ 365.
[30]
Al-Hafizh
Ibnu Hajar berkata, “Pengganti itu lebih baik disamarkan agar mencakup
pengganti dalam bentuk harta dan pahala, karena berapa banyak orang yang
berinfak, dia wafat sebelum mendapatkan balasan berupa harta di dunia, maka
penggantinya adalah berupa pahala di akhirat, atau dia akan dihalangi dari
kejelekan.” (Fat-h al-Bariy: III/305)
[31]
Silsilah
al-Ahadits ash-Shahihah: 1930, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 5797 dan Shahih
at-Targhib wa at-Tarhib: 905.
[32]
Mukhtashor Shahih Muslim: 1790, Shahih Sunan at-Turmudziy: 1652, Irwa’ al-Ghalil:
2200 dan Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 2328.
[33]
Shahih Sunan an-Nasa’iy: 1981 dan Irwa’ al-Ghalil: 888.
[34]
Bahjah an-Nazhirin: II/ 365.
[35]
Majmu’ Fatawa wa ar-Rosa’il oleh asy-Syaikh Muhammad al-Utsaimin: XX/ 184.
[36] Bahjah
an-Nazhirin: II/ 225.
[37] Shahih al-Jami’
ash-Shaghir: 7489.
[38] Shahih Sunan
at-Turmudziy: 2325, Shahiih Sunan Abi Dawud: 1290, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir:
5497 dan Misykah al-Mashobih: 2112.
[41] Shahih Sunan
at-Turmudziy: 2299, Shahih Sunan Ibni Majah: 177, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir:
5840, Misykah al-Mashobih: 2114 dan Syu’ab al-iman: II/ 337-338.
[42] Shahih Sunan Abi
Dawud: 1300, Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 2240, Shahih al-Jami’
ash-Shaghir: 8122, Misykah al-Mashobih: 2134 dan Syu’ab al-Iman:
II/
347.
[46]
Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 2169 dan Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 992.
[47] Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 4097, 4098 dan Irwa’
al-Ghalil: 869, 1587.
[48] Mukhtashor
Shahih Muslim: 634, Shahih Sunan Ibnu Majah: 1431 dan Shahih al-Jami’
ash-Shaghir: 4713.
[49]
Shahih Sunan Ibnu Majah: 1430 dan Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 2123.
[50]
Shahih Sunan Abu Dawud: 2154.
[51]
Shahih Sunan Abu Dawud: 2150.
[52]
Shahih Sunan Ibnu Majah: 1361.
[53]
Shahih Sunan Ibnu Majah: 1362, Irwa al-Ghalil: 931.
[54] Shahih
Sunan Ibnu Majah: 1363.
[55]
Irwa’ al-Ghalil: IV/ 79.
[56]
Mukhtashor Shahih al-Imam al-Bukhoriy: 947 (I/ 456).
[57]
Shahih Sunan Ibnu Majah: 1364.